Google ads

Jumat, 18 Januari 2013

Mikosis Superfisialis


Pengertian Dan Pengolongan Mikosis Superfisialis
Mikosis superfisialis adalah penyakit kulit yang disebabkan jamur, yang mengenai lapisan kulit paling atas (epidermis). Penyakit ini dapat menyerang kulit, rambut, ata kuku. Mikosis superfisial digolongkan menjadi dua :
1.      Dermatofitosis
Adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum kroneum pada epidermis, rambut, kuku yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita.
Contoh : Tinea Kapitis, Tinea Kruris, Tinea Korporis, Tinea Pedis, Tinea Ungunium, Tinea Barbae
2.      Non Dermatofitosis
Adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur yang bukan golongan dermatofita.
Contoh : Tinea Versicolor, Tinea Nigra Palmaris, Piedra, Trichomycosis, Otomikosis
            Sekarang kita akan membahas 2 mikosis superfisialis yang paling umum dan paling sering ditemukan sehari-hari, yaitu:
1.                  Dermatofitosis
2.                  Pitiriasis Versikolor

Dermatofitosis
v  Definisi
            Dermatofitosis adalah penyakit jamur pada jaringan yang mengandung zat tanduk, seperti kuku, rambut, dan stratum korneum pada epidermis, yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita.

v  Etiologi
            Dermatofitosis termasuk kelas Fungi imperfecti, yang terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton dan Epidermophyton.2 Yang terbanyak ditemukan di Indonesia adalah Trichophyton rubrum. Dermatofita yang lain adalah Epidermophyton floccosum, Tricophyton mentagrophytes, Microsporum canis, Microsporum gypseum, Tricophyton concentricum, Tricophyton schoenleini dan Tricophyton tonsurans.

v  Gambaran Klinis
            Golongan jamur dermatofita dapat menyebabkan kelainan yang khas. Satu jenis dermatofita dapat menghasilkan bentuk klinis yang berbeda, bergantung pada lokalisasi anatominya. Bentuk-bentuk klinis tersebut adalah tinea kapitis, tinea favosa, tinea korporis, tinea imbrikata, tinea kruris, tinea manus et pedis dan tinea unguium.1 Selain itu terdapat juga tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jenggot; tinea aksilaris pada ketiak, tinea fasialis pada wajah dan tinea inkognito yang berarti dermatofitosis dengan bentuk klinis tidak khas oleh karena telah diobati dengan steroid topikal kuat.

v  Diagnosis
            Pada sediaan kulit dan kuku dengan 1 tetes larutan KOH 20 % yang terlihat adalah hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat dan bercabang, maupun spora berderet (artospora) pada kelainan kulit lama dan/atau sudah diobati.
Pada sediaan rambut dengan 1 tetes larutan KOH 10 % yang terlihat adalah spora kecil (mikrospora) atau besar (makrospora). Spora dapat tersusun di luar rambut (ektotriks) atau di dalam rambut (endotriks). Kadang-kadang dapat terlihat juga hifa pada sediaan rambut.

1.      Tinea Kapitis

Definisi
            Tinea kapitis adalah kelainan kulit pada daerah kepala berambut yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita.

Etiologi
            Penyakit ini disebabkan oleh spesies dermatofita dari genus Trichophyton dan Microsporum, misalnya T.violaceum, T.gourvili, T.mentagrophytes, T.tonsurans, M.audonii, M.Canis dan M.ferrugineum.

Gambaran Klinis
            Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak, yang dapat ditularkan dari binatang peliharaan misalnya anjing dan kucing. Keluhan penderita berupa bercak pada kepala, gatal dan sering disertai rontoknya rambut di tempat lesi tersebut.
            Ada 3 bentuk klinis dari tinea kapitis:
1.                  “Grey patch ringworm”: merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh genus Microsporum dan ditemukan pada anak-anak. Penyakit ini biasanya dimulai dengan timbulnya papula merah kecil di sekitar folikel rambut. Papula ini kemudian melebar dan membentuk bercak pucat karena adanya sisik. Penderita mengeluh gatal, warna rambut menjadi abu-abu, tidak berkilat lagi. Rambut menjadi mudah patah dan juga mudah terlepas dari akarnya. Pada daerah yang terserang oleh jamur terbentuk alopesia setempat dan terlihat sebagai “grey patch”. Bercak abu-abu ini sulit terlihat batas-batasnya dengan pasti, bila tidak menggunakan lampu Wood. Pemeriksaan dengan lampu Wood memberikan fluoresensi kehijau-hijauan sehingga batas-batas yang sakit dapat terlihat jelas.

2.                  Kerion: merupakan tinea kapitis yang disertai dengan reaksi peradangan yang hebat. Lesi berupa pembengkakan menyerupai sarang lebah, dengan serbukan sel radang disekitarnya. Kelainan ini menimbulkan jaringan parut yang menetap. Biasanya disebabkan jamur zoofilik dan geofilik.

3.                  “Black dot ringworm”: adalah tinea kapitis dengan gambaran klinis berupa terbentuknya titik-titik hitam pada kulit kepala akibat patahnya rambut yang terinfeksi tepat di muara folikel. Ujung rambut yang patah dan penuh spora terlihat sebagai titik hitam. Biasanya disebabkan oleh genus Tricophyton.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan dengan lampu Wood, dan pemeriksaan mikroskopis rambut langsung dengan KOH. Pada pemeriksaan mikroskopis, akan terlihat spora di luar rambut (ectotrics) atau di dalam rambut (endotrics).

Diagnosis Banding
            Tinea kapitis sering dikelirukan dengan berbagai penyakit, seperti psoariasis vulgaris, dermatitis seboroik dan alopesia areata.

Terapi
            Pengobatan pada anak biasanya diberikan per oral dengan griseofulvin 10-25 mg/kg berat badan per hari selama 6 minggu. Dosis pada orang dewasa adalah 500 mg/hari selama 6 minggu. Penggunaan antijamur topikal dapat mengurangi penularan pada orang yang ada di sekitarnya.
            Selain antijamur, pada bentuk kerion dapat diberikan kortikosteroid dalam jangka pendek, misalnya prednison 20 mg /hari selama 5 hari dengan pertimbangan bahwa obat tersebut dapat mempercepat resolusi dan menghindarkan terjadinya reaksi id.

2.      Tinea Favosa

Definisi
            Tinea favosa adalah infeksi jamur kronis, terutama oleh T.schoenleini, T.violaceum dan M.gypseum. Penyakit ini merupakan bentuk lain tinea kapitis, yang ditandai oleh skutula berwarna kekuningan dan bau seperti tikus (mousy odor) pada kulit kepala. Biasanya, lesinya menjadi sikatrik alopesia permanen.

Gambaran Klinis
            Gambaran klinis mulai dari gambaran ringan, berupa kemerahan pada kulit kepala dan terkenanya folikel rambut tanpa kerontokan, hingga skutula dan kerontokan rambut, serta lesi menjadi lebih merah dan lebih luas. Setelah itu, terjadi kerontokan rambut luas, kulit mengalami atrofi dan sembuh dengan jaringan parut permanen.

Diagnosis
            Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan mikroskopis langsung, dengan menemukan miselium, “air bubbles” yang bentuknya tidak teratur. Pada pemeriksaan dengan lampu Wood tampak fluoresensi hijau pudar (“dull green”).

Terapi
            Prinsop pengobatan sama dengan tinea kapitis. Untuk menghilangkan skutula dan debris, higiene harus dijaga dengan baik.

3.      Tinea Korporis

Definisi
            Tinea korporis adalah infeksi jamur dermatofita pada kulit tidak berambut (glaborous skin) di daerah muka, badan, lengan dan tungkai.

Etiologi
            Penyebab tersering penyakit ini adalah T.rubrum dan T.mentagrophytes.

Gambaran klinis
            Bentuk klinis biasanya berupa lesi yang terdiri atas bermacam-macam eflorosensi kulit, berbatas tegas dengan konfigurasi anular, arsinar atau polisiklik. Bagian tepi lebih aktif dengan tanda perdangan yang lebih jelas. Daerah sentral biasanya menipis dan terjadi penyembuhan, sementara di tepi lesi makin meluas ke perifer. Kadang-kadang bagian tengahnya tidak menyembuh, tetapi tetap meninggi dan tertutup skuama sehingga menjadi bercak yang besar.
            Tinea korporis yang menahun ditandai dengan sifat kronik. Lesi tidak menunjukkan tanda-tanda radang yang akut. Kelainan ini biasanya terjadi pada bagian tubuh dan tidak jarang bersama-sama dengan tinea kruris. Bentuk kronik yang disebabkan oleh T.rubrum kadang-kadang terlihat bersama dengan tinea unguium.

Diagnosis
            Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan lokalisasinya, serta pemeriksaan kerokan kulit dan larutan KOH 10-20 % dengan mikroskop untuk melihat hifa atau spora jamur.

Diagnosis Banding
            Tinea korporis mempunyai gambaran klinis yang mirip dengan pitiriasis rosea, psoariasis, lues stadium II, morbus Hansen tipe tuberkuloid, dan dermatitis kontak.

Terapi
            Pengobatan sistemik berupa griseofulvin dosis 500 mg/hari selama 3-4 minggu; dapat juga ketokonazol 200 mg/hari selama 3-4 minggu; itrakonazol 100 mg/hari selama 2 minggu; atau terbinafin 250 mg/hari selama 2 minggu. Pengobatan dengan salep Whitfeld masih cukup baik hasilnya. Dapat juga diberikan tolnaftat, tolsiklat, haloprogin, siklopiroksolamin, derivat azol, dan naftifin HCl.

4.      Tinea Imbrikata

Definisi
            Tinea imbrikata adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita yang memberikan gambaran khas berupa kulit bersisik dengan sisik yang melingkar-lingkar dan terasa gatal.

Etiologi
            Penyakit ini disebabkan jamur dermatofita T.concentricum.

Gambaran Klinis
            Penyakit ini dapat menyerang seluruh permukaan kulit yang tidak berambut, sehingga sering digolongkan dalam tinea korporis. Lesi bermula sebagai makula eritematosa yang gatal, kemudian timbul skuama yang agak tebal dan konsentris dengan susunan seperti genting. Lesi makin lama makin melebar tanpa meninggalkan penyembuhan di bagian tengah.

Diagnosis
            Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang sangat khas berupa lesi konsentris.

Diagnosis Banding
            Diagnosis bandingnya ialah eritroderma dan pemfigus foliaseus.
Terapi
            Pengobatan sistemik griseofulvin dengan dosis 500 mg/hari selama 4 minggu. Sering terjadi kambuh setelah pengobatan, sehingga memerlukan pengobatan ulang yang lebih lama. Obat sistemik lain adalah ketokonazol 200 mg/hari, itrakonazol 100 mg/hari dan terbinafin 250 mg/hari selama 4 minggu.
Pengobatan topikal tidak begitu efektif karena daerah yang terserang luas. Dapat diberikan preparat yang mengandung keratolitik kuat dan antimikotik, misalnya salep Whitfeld, Castellani paint, atau campuran salisilat 5 % dan sulfur presipitatum 5 %, serta obat-obat antimikotik berspektrum luas.

5.      Tinea Kruris
Definisi
            Tinea kruris adalah penyakit infeksi jamur dermatofita di daerah lipat paha, genitalia, dan sekitar anus, yang dapat meluas ke bokong dan perut bagian bawah.
Etiologi
            Penyebab umumnya adalah E.floccosum, kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh T.rubrum. Keluhan penderita adalah rasa gatal di daerah lipat paha sekitar anogenital.
Gambaran Klinis
            Gambaran klinis biasanya berupa lesi simetris di lipat paha kanan dan kiri, namun dapat juga unilateral. Mula-mula lesi ini berupa bercak eritematosa dan gatal, yang lama kelamaan meluas hingga skrotum, pubis, glutea, bahkan sampai seluruh paha. Tepi lesi aktif, polisiklik, ditutupi skuama dan terkadang disertai banyak vesikel-vesikel kecil.

Diagnosis
            Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang khas dan ditemukannya elemen jamur pada pemeriksaan kerokan kulit dengan mikroskopik langsung memakai larutan KOH 10-20 %.

Diagnosis Banding
            Tinea kruris dapat menyerupai dermatitis seboroik, kandidosis kutis, eritrasma, dermatitis kontak dan psoariasis.

Terapi
            Pengobatan sistemik menggunakan griseofulvin 500 mg/hari selama 3-4 minggu. Obat lain adalah ketokonazol. Pengobatan topikal memakai salep Whitfeld, tolnaftat, tolsiklat, haloprogin, siklopiroksolamin, derivat azol dan naftifin HCl.

6.      Tinea Manus Et Pedis
Definisi
            Tinea manus et pedis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita di daerah kulit telapak tangan dan kaki, punggung tangan dan kaki, jari-jari tangan dan kaki, serta daerah interdigital.

Etiologi
            Penyebab tersering adalah T.rubrum, T. mentagrophytes dan E.floccosum.

Gambaran Klinis
            Penyakit ini sering terjadi pada orang dewasa yang setiap hari harus memakai sepatu tertutup dan pada orang yang sering bekerja di tempat yang basah, mencuci, bekerja di sawah dan sebagainya. Keluhan penderita bervariasi mulai dari tanpa keluhan sampai mengeluh sangat gatal dan nyeri karena terjadinya infeksi sekunder dan peradangan.
            Dikenal 3 bentuk klinis yang sering dijumpai, yaitu:
1.                  Bentuk intertriginosa. Manifestasi kliniknya berupa maserasi, deskuamasi dan erosi pada sela jari. Tampak warna keputihan basah dan dapat terjadi fisura yang terasa nyeri bila tersentuh. Infeksi sekunder oleh bakteri dapat menyertai fisura tersebut dan lesi dapat meluas sampai ke kuku dan kulit jari. Pada kaki, lesi sering mulai dari sela jari III, IV dan V.
2.                  Bentuk vesikular akut. Penyakit ini ditandai terbentuknya vesikel-vesikel dan bula yang terletak agak dalam di bawah kulit dan sangat gatal. Lokasi yang sering adalah telapak kaki bagian tengah dan kemudian melebar serta vesikelnya memecah. Infeksi sekunder dapat memperburuk keadaan ini.
3.                  Bentuk moccasin foot. Pada bentuk ini seluruh kaki dari telapak, tepi, sampai punggung kaki terlihat kulit menebal dan berskuama. Eritem biasanya ringan, terutama terlihat pada bagian tepi lesi.

Diagnosis
            Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan gambaran klinis dan pemeriksaan kerokan kulit dengan larutan KOH 10-20 % yang menunjukkan elemen jamur.

Diagnosis Banding
            Diagnosis banding adalah hiperhidrosis, akrodermatitis, kandidosis, serta lues stadium II.

Terapi
            Pengobatan pada umumnya cukup topikal saja dengan obat-obat antijamur untuk bentuk interdigital dan vesikular. Lama pengobatan 4-6 minggu. Bentuk moccasin foot yang kronik memerlukan pengobatan yang lebih lama, paling sedikit 6 minggu dan kadang-kadang memerlukan antijamur per oral, misalnya griseofulvin, itrakonazol, atau terbenafin.

7.      Tinea Unguium
Definisi
            Tinea unguium adalah kelainan kuku yang disebabkan oleh infeksi jamur golongan dermatofita.

Etiologi
            Penyebab penyakit yang sering adalah T.mentagrophytes dan T.rubrum.

Gambaran Klinis
            Dikenal 3 bentuk gejala klinis, yaitu:
1.                  Bentuk subungual distalis. Penyakit ini mulai dari tepi distal atau distolateral kuku. Penyakit akan menjalar ke proksimal dan di bawah kuku terbentuk sisa kuku yang rapuh.
2.                  Leukonikia trikofita atau leukonikia mikofita. Bentuk ini berupa bercak keputihan di permukaan kuku yang dapat dikerok untuk membuktikan adanya elemen jamur.
3.                  Bentuk subungual proksimal. Pada bentuk ini, kuku bagian distal masih utuh, sedangkan bagian proksimal rusak. Kuku kaki lebih sering diserang daripada kuku tangan.

Diagnosis
            Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan kerokan kuku dengan KOH 10-20 % atau dilakukan biakan untuk menemukan elemen jamur.

Diagnosis Banding
            Dignosis banding dari tinea unguium adalah kandidosis kuku, psoariasis kuku dan akrodermatitis.

Terapi
            Pengobatan penyakit ini memakan waktu yang lama. Pemberian griseofulvin 500 mg/hari selama 3-6 bulan untuk kuku jari tangan dan 9-12 bulan untuk kuku jari kaki merupakan pengobatan standar. Pemberian itrakonazol atau terbenafin per oral selama 3-6 bulan juga memberikan hasil yang baik. Bedah skalpel tidak dianjurkan terutama untuk kuku jari kaki, karena jika residif akan menggangu pengobatan berikutnya. Obat topikal dapat diberikan dalam bentuk losio atau kombinasi krim bifonazol dengan urea 40 % dan dibebat.

C.    Pitiriasis Versikolor
Definisi
            Pitiriasis versikolor merupakan infeksi jamur kulit superfisial yang umum, tidak berbahaya bagi kesehatan alias jinak (benign) biasanya ditandai oleh makula hipopigmentasi atau hiperpigmentasi dan patches di dada dan punggung. Pada pasien dengan kecenderungan (predisposition), keadaan penyakit dapat berulang atau kambuh lagi. Penyakit infeksi jamur ini berlokasi di stratum korneum. Definisi lainnya adalah:
1.   Infeksi jamur superfisial yang ditandai dengan adanya makula di kulit, skuama halus, disertai rasa gatal.

2.   Infeksi jamur superfisialis yang kronis dan asimtomatis disebabkan oleh Malassezia furfur menyerang stratum korneum dari epidermis.

Sinonim
Di dalam berbagai literatur kedokteran ada beberapa istilah untuk menyebut penyakit panu, seperti:
     1. Tinea versikolor
     2. Tinea versikolor
     3. Pityriasis versicolor
     4. Pitiriasis versikolor
     5. Pitiriasis versikolor flava
     6. Tinea flava
     7. Chromophytosis
     8. Kromofitosis
     9. Dermatomycosis furfuracea
    10. Dermatomikosis
    11. Liver spots
    12. Aeromia parasitica
    13. Kleinenflechte
    14. Hodi-Potsy
    15. Cutaneous fungal infection

Penyebab (Etiologi)
            Malassezia furfur (dahulu dikenal sebagai Pityrosporum orbiculare, Pityrosporum ovale) merupakan jamur lipofilik yang normalnya hidup di keratin kulit dan folikel rambut manusia saat masa pubertas dan di luar masa itu. Alasan mengapa organisme ini menyebabkan panu, pada beberapa orang sementara tetap sebagai flora normal pada beberapa orang lainnya, belumlah diketahui. Beberapa faktor, seperti kebutuhan nutrisi organisme dan respon kekebalan tubuh inang (host's immune response) terhadap organisme sangatlah signifikan.
            Sebagai organisme yang lipofilik, Malassezia furfur memerlukan lemak (lipid) untuk pertumbuhan in vitro dan in vivo. Lebih lanjut, tahap miselium dapat dirangsang in vitro dengan penambahan kolesterol dan ester kolesterol pada medium yang tepat. Karena organisme ini lebih cepat berkoloni/mendiami kulit manusia saat pubertas dimana lemak kulit meningkat lebih banyak dibandingkan pada masa remaja (adolescent) dan panu bermanifestasi di area yang "kaya minyak" atau sebum-rich areas (misalnya: di dada, punggung), variasi lemak di permukaan kulit individu dipercaya berperan utama dalam patogenesis penyakit.
            Bagaimanapun juga, penderita panu dan subjek kontrol tidak memperlihatkan perbedaan kuantitatif atau kualitatif pada lemak di permukaan kulit. Lemak di permukaan kulit penting untuk kelangsungan hidup M furfur pada kulit manusia normal, namun M furfur mungkin sedikit berperan pada perkembangan (pathogenesis) panu. Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa dibandingkan lemak, asam amino lebih berperan di dalam kondisi sakit (diseased state) atau dengan kata lain sedang terkena panu. Secara in vitro, asam amino asparagin menstimulasi pertumbuhan organisme, sedangkan asam amino lainnya, glisin, menginduksi (menyebabkan) pembentukan hifa. Pada dua riset yang terpisah, tampak bahwa secara in vivo, kadar asam amino meningkat pada kulit pasien yang tidak terkena panu.
            Faktor kausatif lainnya yang juga signifikan adalah sistem kekebalan tubuh/imun penderita. Meskipun sensitization melawan antigen M furfur biasa terlihat pada populasi umum (sebagaimana dibuktikan oleh studi/riset transformasi limfosit), fungsi limfosit pada stimulasi organisme terbukti lemah (impaired) pada penderita yang terserang panu. Hasil (outcome) ini sama dengan situasi sensitization dengan Candida albicans. Singkatnya, kekebalan tubuh yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immunity) berperan pada penyebab (timbulnya) penyakit.

Patofisiologi dan Patogenesis
 Patofisiologi
            Panu disebabkan oleh organisme lipofilik dimorfik, Malassezia furfur, yang hanya dapat dikultur pada media yang diperkaya dengan asam lemak berukuran C12- sampai C14. Malassezia furfur atau yang juga dikenal dengan nama singkat M furfur, merupakan salah satu anggota dari flora kulit manusia normal (normal human cutaneous flora) dan ditemukan pada bayi (infant) sebesar 18% sedangkan pada orang dewasa mencapai 90-100%. Pityrosporon orbiculare, Pityrosporon ovale, dan Malassezia ovalis merupakan nama lain (sinonim) dari Malassezia furfur. Sebelas spesies M furfur telah teridentifikasi, dan Malassezia globosa merupakan salah satu organisme yang biasa ditemukan pada penderita panu. Organisme ini dapat ditemukan pada kulit yang sehat dan pada area kulit yang terkena penyakit kulit (cutaneous disease). Pada penderita dengan penyakit klinis, organisme ini ditemukan baik pada tingkat spora/ragi (yeast/spore stage) dan bentuk filamentosa (hyphal).
            Sebagian besar kasus panu dialami oleh orang yang sehat tanpa disertai penurunan sistem kekebalan tubuh (immunologic deficiencies). Meskipun demikian, beberapa faktor dapat memengaruhi beberapa orang terkena panu sekaligus memicu berubahnya bentuk (conversion) dari ragi saprofit (saprophytic yeast) menjadi bentuk morfologis miselium, parasitik. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Kecenderungan (predisposition) genetik.
2. Lingkungan yang lembab, hangat.
3. Immunosuppression.
4. Malnutrition.
5. Cushing disease.
            Human peptide cathelicidin LL-37 berperan dalam pertahanan kulit melawan Malasseziaglobosa. Meskipun merupakan bagian dari flora normal, M furfur dapat juga menjadi patogen yang oportunistik. Organisme ini dipercaya juga berperan pada penyakit kulit lainnya, termasuk Pityrosporum folliculitis, confluent and reticulate papillomatosis, seborrheic dermatitis, dan beberapa bentuk dermatitis atopik.
            Sebagai tambahan, panu merupakan penyakit kulit yang tidak berbahaya (benign skin disease) yang menyebabkan papula atau makula bersisik pada kulit. Sebagaimana namanya, tinea versikolor, (versi berarti beberapa) kondisi yang ada dapat memicu terjadinya perubahan warna (discoloration) pada kulit, berkisar dari putih menjadi merah menjadi coklat. Keadaan ini tidak menular karena patogen jamur kausatif (causative fungal pathogen) merupakan penghuni normal pada kulit.
            Kulit penderita panu dapat mengalami hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Pada kasus hipopigmentasi, inhibitor tyrosinase [hasil dari aksi/kerja inhibitor tyrosinase dari asam dicarboxylic yang terbentuk melalui oksidasi beberapa asam lemak tak jenuh (unsaturated fatty acids) pada lemak di permukaan kulit] secara kompetitif menghambat enzim yang diperlukan dari pembentukan pigmen melanocyte. Pada kasus panu dengan makula hiperpigmentasi, organisme memicu pembesaran melanosom yang dibuat oleh melanosit di lapisan basal epidermis.

Patogenesis
            Perubahan bentuk Malassezia dari blastospora menjadi miselium dipengaruhi oleh berbagai faktor predisposisi. Asam dikarboksilat, yang dibentuk oleh oksidasi enzimatis asam lemak pada lemak di permukaan kulit, menghambat tyrosinase pada melanosit epidermis dan dengan demikian memicu hipomelanosis. Enzim ini terdapat pada organisme (Malassezia).

Epidemiologi
1.      Frekuensi
      Di Amerika serikat, panu lebih sering terjadi di daerah dengan temperatur lebih tinggi dan kelembaban yang relatif lebih tinggi. Prevalensi nasional panu sekitar 2-8% dari populasi. Insiden yang pasti di Amerika Serikat sulit diperkirakan karena banyak orang yang terkena panu tidak berobat ke dokter. Sedangkan di dunia internasional, panu terjadi di seluruh dunia, dengan prevalensi yang dilaporkan sebanyak 50% di lingkungan yang panas dan lembab di kepulauan Samoa Barat dan hanya 1,1% di temperatur yang lebih dingin di Swedia.
2.      Mortalitas/Morbiditas
      Belum ada laporan/data yang menyebutkan mortalitas/morbiditas pada penderita panu.
3.      Ras
      Insiden panu sama pada semua ras, meskipun perubahan pigmentasi kulit tampak lebih jelas pada orang yang berkulit lebih gelap.
4.      Jenis Kelamin
      Berdasarkan beberapa riset, disimpulkan bahwa tidak ada jenis kelamin yang lebih dominan pada penderita panu.
5.      Usia
      Di Amerika Serikat, panu sering dijumpai pada usia 15-24 tahun, saat kelenjar sebasea (sebaceous glands) bekerja aktif. Angka kejadian sebelum pubertas atau setelah usia 65 tahun jarang ditemukan.
Di negara-negara tropis, frekuensi usia bervariasi. Sebagian besar kasus dijumpai pada usia 10-19 tahun di negara-negara yang lembab dan lebih hangat, seperti: Liberia dan India. Menurut Prof.Dr.R.S.Siregar, Sp.KK(K), panu dapat menyerang hampir semua umur, hampir di seluruh dunia.
6.      Lingkungan
      Keadaan basah atau berkeringat banyak, menyebabkan stratum korneum melunak sehingga mudah dimasuki Malassezia furfur.
7.      Kebersihan (hygiene)
      Kurangnya kebersihan memudahkan penyebaran panu.

Pemeriksaan Fisik
Efloresensi (Gambaran Ruam atau Lesi Kulit atau Ujud Kelainan Kulit)
      Makula, berbatas tegas (sharply marginated), berbentuk bundar atau oval, dan ukurannya bervariasi. Beberapa pasien disertai Malassezia folliculitis dan dermatitis seboroik. Pada kulit yang tidak berwarna coklat (untanned skin), lesi berwarna coklat terang. Pada kulit coklat (tanned skin), lesi berwarna putih. Pada orang yang berkulit gelap, terdapat makula coklat gelap. Beberapa lesi panu berwarna merah.
Selain itu, panu merupakan makula yang dapat hipopigmentasi, kecoklatan, keabuan, atau kehitam-hitaman dalam berbagai ukuran, dengan skuama halus di atasnya.
Manifestasi Klinis (Gejala, Keluhan)
      Biasanya timbul makula dalam berbagai ukuran dan warna, dengan kata lain terlihat sebagai bercak-bercak berwarna-warni, berbentuk tidak teratur sampai teratur, berbatas jelas sampai difus, ditutupi sisik halus dengan rasa gatal (ringan), atau asimtomatik (tanpa gejala atau tanpa keluhan), dan hanya gangguan kosmetik saja. Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar matahari atau kemungkinan pengaruh toksis jamur terhadap pembentukan pigmen, sering dikeluhkan penderita. Keluhan gatal, meskipun ringan, merupakan salah satu alasan penderita datang berobat.

Predileksi atau Distribusi
      Panu dapat terjadi di mana saja di permukaan kulit manusia, seperti: tubuh bagian atas, lengan atas, leher, kulit kepala yang berambut, muka/wajah, punggung, dada, perut (abdomen), ketiak (axillae), tungkai atas, lipat paha, paha, alat kelamin (genitalia), dan bagian tubuh yang tak tertutup pakaian.
Bentuk Panu
Bentuk 1
      Gambaran atau penampilan paling umum panu adalah banyak (numerous), berbatas jelas (well-marginated), bersisik "kecil/sempurna" (finely scaly), makula oval-bulat menyebar di batang tubuh (trunk) dan/atau di dada, dan sesekali ada juga di bagian bawah perut, leher, dan ekstremitas (anggota gerak) bagian proximal (dekat sumbu tubuh). Makula-makula cenderung bergabung/menyatu, membentuk perubahan pigmen (pigmentary alteration) patches yang tidak teratur. Sebagaimana arti istilah versicolor (versi=beberapa), maka panu memiliki karakteristik adanya variasi warna kulit. Area kulit yang terinfeksi panu dapat menjadi lebih gelap atau lebih terang dibandingkan dengan kulit di sekitarnya. Kondisi ini mudah dan jelas terlihat terutama saat bulan-bulan di musim panas. Metode light scraping kulit yang terinfeksi panu dengan alat scalpel blade akan menunjukkan banyak sekali keratin.
Bentuk 2
      Bentuk kebalikan (inverse form) dari panu juga ada, dimana kondisi ini memiliki distribusi yang berbeda sepenuhnya, melibatkan daerah lipatan kulit (flexure), wajah, atau area ekstremitas (anggota gerak, yaitu tangan dan kaki) yang terpisah (isolated). Bentuk panu ini lebih sering terlihat pada hosts yang immunocompromised (mengalami gangguan sistem kekebalan tubuh). Bentuk ini dapat dikacaukan dengan kandidiasis, seborrheic dermatitis, psoriasis, erythrasma, dan infeksi dermatofita.

Bentuk 3
      Bentuk ketiga infeksi M furfur pada kulit melibatkan folikel rambut. Kondisi ini secara khas berlokasi di punggung, dada, dan extremities (anggota gerak tubuh, meliputi tangan dan kaki). Bentuk ini secara klinis sulit dibedakan dengan bacterial folliculitis. Gambaran Pityrosporum folliculitis adalah perifollicular, pustul atau papula eritematosa. Faktor predisposisi meliputi: diabetes, kelembaban yang tinggi, terapi antibiotik atau steroid, dan terapi immunosuppressant. Sebagai tambahan, beberapa riset melaporkan bahwa M furfur juga berperan di dalam seborrheic dermatitis.

Pemeriksaan Laboratorium           
      Presentasi klinis panu jelas, khas (distinctive), dan diagnosis seringkali dibuat tanpa pemeriksaan laboratorium. Sinar ultraviolet hitam (Wood) dapat digunakan untuk menunjukkan pendar (fluorescence) warna keemasan (coppery-orange) dari panu. Bagaimanapun juga, pada beberapa kasus, lesi panu terlihat lebih gelap daripada kulit yang tidak terkena panu di bawah sinar Wood, hanya saja tidak berpendar.
      Diagnosis biasanya ditegakkan dengan pemeriksaan potassium hydroxide (KOH), yang menunjukkan gambaran hifa dengan cigar-butt yang pendek. Penemuan KOH tentang spora dengan miselium pendek telah dianggap serupa dengan gambaran spaghetti and meatballs atau bacon and eggs sebagai tanda khas panu. Untuk visualisasi yang lebih baik, gunakan pewarnaan dengan tinta biru, tinta Parker, methylene blue stain, atau Swartz-Medrik stain dapat ditambahkan pada persiapan atau preparat KOH.
      Dengan pemeriksaan darah, tidak ada defisiensi definitif dari antibodi normal atau komplemen yang tampak pada pasien panu, namun riset di area ini tetap berlanjut. Sebagai contoh, meskipun seseorang yang terkena panu ternyata tidak memiliki level antibodi spesifik diatas mereka dengan kontrol age-matched, antigen M furfur benar-benar memperoleh respon imunoglobulin G spesifik pada pasien dengan seborrheic dermatitis dan tinea versicolor. Ini terdeteksi oleh enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dan Western blotting assays.
      M furfur benar-benar menyebabkan munculnya antibodi immunoglobulin A, immunoglobulin G, dan immunoglobulin M, dan juga dapat mengaktifkan komplemen baik melalui jalur alternatif maupun jalur klasik. Berbagai riset telah menemukan defek produksi limfokin, sel-sel natural killer T, menurunkan phytohemagglutinin dan stimulasi concanavalin A interleukin 1, interleukin 10, serta produksi interferon gamma oleh limfosit pada pasien. Meskipun berbagai tes ini tidak menyarankan kelainan imunologis, namun tes ini benar-benar menyarankan pengurangan respon tubuh terhadap elemen jamur yang spesifik yang memproduksi panu.
      Jadi, ciri khas panu yang ditemukan pada pemeriksaan KOH adalah gambaran hifa filamentosa dan bentuk globose yeast, yang sering disebut: spaghetti dan meat balls, yaitu kelompok hifa pendek yang tebalnya 3-8 mikron, dikelilingi spora berkelompok yang berukuran 1-2 mikron. Sedangkan pada pemeriksaan dengan lampu Wood, tampak fluoresensi kuning keemasan atau blue-green fluorescence of scales.


Penemuan Histologis
      Organisme yang menyebabkan panu berdiam/berlokasi di stratum corneum. M furfur dapat dideteksi dengan hematoxylin dan eosin (H&E) saja, meskipun pewarnaan periodic acid-Schiff (PAS) atau methenamine silver lebih dapat menegakkan diagnosis.
      Pada kasus yang jarang, organisme dapat mencapai stratum granulosum, dan bahkan ditemukan di dalam keratinocytes. Epidermis menunjukkan akantosis dan hiperkeratosis ringan, dan suatu mild perivascular infiltrate tampak nyata di dermis.
Suatu perubahan epidermis yang menyerupai acanthosis nigricans teramati pada keanekaragaman papula, dengan pembuluh darah yang berdilatasi yang terdapat pada lesi eritematosa.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

maaf kak, bisa dicantumkan referensinya?

Google Ads