I. PENDAHULUAN
Ada dua jenis
suspensi antasida yaitu :
1.
Antasida
2.
Clay atau lempung seperti yang digunakan di
formasi berfungsi untuk mengadsorpsi, biasanya digunakan untuk obat diare.
Hampir sama dengan tablet seperti attapulgid.
A. Antasida
Antasida digunakan untuk
menetralkan asam lambung. Jika asam lambung terlampau asam atau pH sangat
rendah dapat menyebabkan ulcer atau luka sehingga pH tidak boleh terlalu
rendah.
Antasida adalah :
1. Zat yang bereaksi dengan asam didalam lambung dan ideal sekali dapat
menarik pH isi lambung antara 4 - 5
2. Semua produk antasida mengandung sekurangnya salah
satu dari bahan untuk neutralizer primer yang merupakan senyawa-senyawa dari
NaHCO3, CaCO3, garam Al dan Mg. Kemudian dicampur dengan zat-zat lain agar
memenuhi syarat antasida. Fungsi antasida yaitu untuk menetralkan kelebihan
asam lambung. Syarat-syarat ideal antasida yaitu :
- Efisien : hanya
dibutuhkan sejumlah kecil sediaan antasida untuk mampu menetralkan kelebihan
asam.
- Efektif : efek harus
diperpanjang atau diperlama tanpa terjadinya pengikatan kembali / rebound /
pelepasan CO2 setelah terjadinya reaksi antara HCl dan antasida.
- Aman : produk
tidak boleh mengganggu kesetimbangan elektrolit atau glukosa darah /
menyebabkan diare / konstipasi (hampir semua antasida primer menyebabkan
konstipasi sehingga dicampur dengan yang lain/tidak murni).
- Harga : tidak mahal karena penderita
menggunakan antasida ini dalam jangka waktu lama. - Palatable: rasa menyenangkan atau dapat diterima oleh mulut.
Persyaratan tersebut menunjukkan tidak satupun
produk yang memenuhi syarat ini. Contoh : Al(OH)CO3 menyebabkan
konstipasi
Mg(OH)2 laksatif
NaHCO3 alkalosis
sistematik dan mengikat lagi asam juga melepas CO2 CaCO3 hipersekresi gastric
dan melepas CO2
Al(OH)3
konstipasi
Dalam antasida
potensi tinggi perlu penambahan senyawa-senyawa yang termasuk kelompok
heksitrol (senyawa-senyawa polialkohol seperti manitol, sorbitol dsb).
Kunci dalam
pembuatan antasida yaitu :
1 Harus teknik aseptis. Melalui pensterilan semua alat dengan klorinace
(air + NaH4Cl) untuk desinfektan dan semua direndam. Senyawa desinfektan yang
digunakan adalah Cl2.
2. Sifat Al(OH)3 di dalam larutan atau terdispersi
merupakan dispersi koloidal dan terjadi polimerisasi sehingga akan membentuk
kristal dan memadat. Hal ini akan menghilangkan kapasitas penetralan asamnya,
dengan heksitrol akan teradsorpsi pada permukaan Al dan mencegah polimerisasi
dari Al. Penambahan heksitrol penting agar tidak terjadi polimerisasi atau
tidak terbentuk gel. Masalah-masalah yang berhubungan dengan antasida adalah:
a.
Sorbitol jika banyak digunakan akan melanjutkan
efek laksan.
b.
Rasa dari antasida dipengaruhi oleh zat aditif.
c.
Rasa antasida seperti kapur, pasir. Bagaimana
agar palatable?
d.
Kalium sitrat yang dapat digunakan sebagai dapar
dapat menunjukkan rasa tidak enak.
e.
Pengawet paraben akan memberikan rasa ikutan
tidak enak karena merupakan senyawa fenolik.
3. Sifat Al(OH)3 koloidal atau Al(OH)3 pada umumnya
adalah partikel sangat halus dan mempunyai sifat adsorben. Sehingga jika ada
mikroba akan mengadsorpsi pada permukaannya. Dan jika menggunakan pengawet akan
teradsorpsi sebagian dipermukaan sehingga tidak efektif. Jika salah formula dan
ditambah medium ideal bagi mikroba maka kosentrasi pengawet akan turun dan yang
bebas tidak cukup menetralkan
mikroba. Dan mikroba akan berkembang dan hasil fermentasinya yang menyebabkan
bau tidak enak
4.
pH pengawet efektif pada pH tertentu oleh sebab
itu sangat tergantung pada pH sediaan antasida.
Hanya
pengawet-pengawet tertentu yang dapat digunakan untuk sediaan ini. Seperti
Kalium
sorbat, Kalium
salisilat, Na salisilat semua tidak dapat digunakan sebagai pengawet antasida.
5.
Rasa tidak enak seperti kapur atau pasir yang
tidak mudah ditutup.
6.
Suatu antasida atau kriteria acid netralized
capacity (ANC). Jika tidak memenuhi maka sediaan tidak memenuhi syarat.
7.
Antasida harus : bebas dari mikroba pathogen dan
mempunyai batas/limit cemaran mikroba.
Suspensi
antasid Al(OH)3 cenderung memadat /membentuk gel selama masa penyimpanan.
Pemadatan ini berlangsung lebih cepat bila suspensi disimpan pada kondisi suhu
yang tinggi (30-40° C). Pemadatan secara drastis juga ditemukan pada suspensi
antasid dengan potensi tinggi yang mengandung banyak gel Al(OH)3. Untuk
mengatasi hal ini maka dilakukan penambahan heksitol (sorbitol atau manitol)
dengan konsentrasi 0.5-7%, tergantung pada konsentrasi Al(OH)3 dalam suspensi
tersebut. Pembentukkan gel ini juga dapat dihambat/dicegah dengan penambahan
0.1-0.5% kalium sitrat/natrium sitrat. Kalium sitrat lebih banyak digunakan
karena konsumen biasanya lebih suka menggunakan antasid yang rendah natrium.
Mekanisme kerjanya adalah sebagai berikut, partikel Al(OH)3 mempunyai kelebihan
muatan positif dari ion Al3+. Dengan penambahan kalium sitrat pada
suspensi antasid Al(OH)3 maka nilai potensial zeta akan menurun sampai pada
titik dimana sistem suspensi meningkatkan agregasi maksimum sehingga didapat
efek pengenceran.
Yang
banyak digunakan sebagai antasida dalam campuran adalah Al(OH)CO3
dan Mg(OH)2 karena Al(OH)3
memiliki efek konstipasi sedangkan Mg(OH)2 memiliki efek laksan. Suspensi akan
stabil jika pH diatur atau dikontrol dan ukuran partikelnya. Untuk perbandingan
yang baik akan diperoleh kurang lebih pH 4 - 5. Jika ditambahkan buffer fosfat
maka pH akan menjadi 5. Tetapi efisiensi tidak baik sehingga formulasi dan harga
dapat dioptimasi.
Berikut ini adalah
formula umum dari suspensi antasid:
Bahan
|
Persentase dalam formula
|
|
A
|
B
|
|
AHLT-LW, gel
AlOH3
|
23.33
|
28.75
|
Pasta MgOH2
|
13.11
|
16.4
|
Larutan
sorbitol (70%) USP
|
-
|
10
|
Kalium sitrat,
USP
|
0.6
|
-
|
Metilparaben,
NF
|
0.2
|
0.2
|
Propilparaben,
NF
|
0.02
|
0.02
|
Sakarin, NF
|
0.1
|
0.05
|
Minyak
peppermint, NF (Flavor)
|
0.005
|
0.005
|
Alkohol, USP
|
1
|
1
|
Aquades, USP
q.s
|
100
|
100
|
Rasa dari antasid harus dipertimbangkan karena mempunyai rasa yang tidak
enak. Kalium sitrat atau sorbitol digunakan untuk mencegah pemadatan suspensi,
kalium sitrat mempunyai rasa yang tidak enak sementara sorbitol memiliki rasa
yang manis. Paraben juga memiliki rasa yang tidak enak sehingga konsentrasinya
dikurangi untuk menghindari rasa tidak enak tersebut. Untuk mengatasi
berkurangnya paraben, dapat digunakan pengawet yang bersifat antioksidan atau
dengan pasteurisasi produk akhir.
B. Clay
Ada lima kelompok yang dibahas,
yaitu : kaolin, bentonit, heptapurin, atapulgid, MgAl silikat (antasida yang
spesifik).
Senyawa clay:
1.
Kimia inert sering digunakan sebagai obat
OTC/obat bebas dan obat diare.
2.
Sering diformulasikan dalam dosis tinggi.
3.
Diformulasi dalam suspensi dengan penambahan
flavour, untuk meningkatkan palatability.
clay yang sering digunakan
adalah hidrokoloid dan adsorben, yaitu senyawa-senyawa silikat yang hanya
berbeda pada komposisi logamnya. Clay ada dua jenis, yaitu :
1.
Clay dengan daya adsorpsi tinggi.
2.
Clay dengan daya adsorpsi rendah.
Kedua jenis diatas hanya berbeda
pada kation-kation senyawa silikat.
Clay ada dua
bentuk :
1.
Bentuk serat (fiber)
2.
Bentuk plat (platy)
Pada bentuk plat ada
bermuatan + pada sisi-sisinya dan bermuatan - pada kedua permukaannya, yang
bergantung pada pH. Pada pH tertentu terjadi zero point, dimana muatan atas dan
bawah sama. Jika pH suspensi lebih rendah dari pada zero point maka sisi plat
akan bermuatan positif. Hal ini menyebabkan permukaan menarik partikel sehingga
menghasilkan rumah tiga dimensi dari jaringan kartu. Suspensi akan sangat
tiksotropik bila didiamkan. Partikel akan saling tolakmenolak dan tidak
membentuk jaringan tiga dimensi/tidak tiksotropik. Viskositas kurang jika
muatan berbeda.
Yang penting
dari clay dan antasida adalah struktur dan muatan elektrik. Sifat-sifat koloid
berbedabeda ada yang elektropositif dan elektonegatif. Sesuai dengan sifat
electromagnet muatan yang sama akan tolak menolak dan muatan yang berbeda akan
tarik menarik. Maka struktur clay akan membentuk bangunan seperti rumah.
Sehingga sifat aliran berbeda jika muatannya berbeda.
C. Proses Pengembangan Sediaan
Semua antasida dan clay menunjukkan
muatan permukaan sehingga pH sangat berperan. Jika salah pada pengaturan pH
dapat terlalu encer seperti air dan kental.
Contoh :
1.
R/ Malgadarat (yang banyak digunakan sebagai
antasida)
Bentonit
Secara permanent
ada muatan permukaan karena adanya substitusi isomorf.
2.
R/ Al(OH)CO3
Mg (OH)3
Mempunyai muatan
permukaan yang selalu tergantung pada pH karena terjadinya ionisasi hidroksil
permukaan dengan karbonat (ada CO3- teradsorpsi : sangat
mempengaruhi stabilitas koloid Al(OH)3). Jadi Al(OH)3 terkontaminasi oleh CO3
-.
Secara
prinsip harus hati-hati dalam pengembangan formulasi sediaan cair yang
mengandung muatan elektrik. Al3+ mempengaruhi flokulasi. Besarnya
efek muatan permukaan sangat terlihat jelas pada sifat-sifat biologi sediaan
terutama bentonit. Contoh : aliran bentonit dan kombinasi bentonit dan Al
berbeda.
Contoh
efek muatan permukaan terhadap reaktivitas asam. Dari suspensi antasida akan
ditemukan pada pembuatan produk dengan campuran Al(OH)3 dan Mg(OH)2. Zero point
dari Mg(OH)2 pada pH kurang lebih 10, sedangkan zero point dari Al(OH)3 pH 6,5.
Suspensi dari keduanya memeliki pH 8. Dalam hal ini Mg(OH)2 bermuatan negatif.
Sehingga ada gaya tarik elektrostatik antara dua bahan aktif. Jika diberi dapar
artinya kita memberi muatan elektrik. Sehingga mengubah komposisi muatan sistem
yang menimbulkan masalah-masalah lain.
D. Tipe-tipe
Suspensi Antasid (Pharm Dosage Form,
Disperse System, vol 2, 1989 hal 219) Terdapat empat tipe suspensi
antasid yaitu :
a. Single strength suspension, yaitu
suspensi antasid yang memiliki kapasitas penetralan 10-15 mekiv terhadap HCl
setiap 5 ml dosis.
b. Double strength suspension, yaitu
suspensi antasid yang memiliki kapasitas penetralan 20-30 mekiv terhadap HCl
setiap 5 ml dosis.
c.
Antasid mengandung antiflatulen atau anti
kembung. Antasid ini dapat single strength atau double strength, pada
umumnya mengandung 20-40 mg simeticone setiap 5 ml dosis
d.
Floating antasid suspension merupakan
antasid yang memiliki kapasitas penetralan rendah. Pada umumnya juga mangandung
alginate dan antasid berisi karbonat yang berkontak dengan asam lambung,
membentuk lapisan dengan kerapatan rendah dan melapisi permukaan lambung.
II. FORMULA
Formula Umum Suspensi Antasid
dan Clay
a.
Zat aktif (antasid, antiflatulen=anti kembung :
untuk antasida yang melepaskan CO2 atau kembung perlu ditambahkan antiflatulen,
dan clay).
b.
Suspending agent penting diperhatikan karena
peranan muatan dalam formulasi.
c.
Pemanis (mencegah kontaminasi mikroba dan
mencegah polimerisasi).
d.
Pengawet. Perlu diperhatikan sifat adsorpsi dan
pH efektif.
e.
Anticacking dan antigelling agent dari sediaan.
f.
Flavour.
g.
Mouth feel : mempengaruhi rasa mulut agar tidak
terasa pasir.
h.
Colouring agent
A. Zat Aktif
Suspensi Antasida (Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm.
209-213) 1. Antasida
a. Al(OH)3
Biasa digunakan dalam bentuk tunggal atau campuran reaksi. Agar reaksi
berjalan pada gastric pH rendah maka digunakan Al(OH)3 dalam bentuk amorf.
Al(OH)3 akan mengalami polimerisasi cepat membentuk kristalin. Dikenal dengan
nama gibbsite (bentuk kristalin). Bentuk gibbsite bereaksi lemah dan lama
dengan HCl. Dalam kebanyakan sediaan antasida Al(OH) CO3 yang digunakan. Dimana
CO3 akan memberikan stabilisasi reaktivitas asam pada polimerisasi. Al(OH)3
mempunyai kemampuan dapar lambung pada pH 3-4 (uji Rosset Rise Test/RRT).
Antasida ideal mampu mendapar pada pH 3-5 (lambung). Dengan meningkatnya pH
lebih dari 3 sebagian pepsin akan diinaktifkan. Sedangkan lebih 5 kemungkinan
terjadi pengikatan kembali asam/acid rebound. Al(OH)3 adalah antasida non
sistemik. Reaksi Al(OH)3 dengan HCl secara stoikiometri adalah :
Al(OH)3 + 3HCl Ã
AlCl3 + 3H2O
Ekivalensi 1 gram
Al(OH)3 kering mampu menetralkan 29,4 mekiv HCl. Sehingga bisa single strength
atau double strength.
·
Kelemahannya :
-
akan mengadsorpsi pepsin PO4 dan garam-garam
empedu
-
pada dosis tinggi akan menyebabkan konstipasi
-
akan memperlama pengosongan lambung.
·
Kebaikan : karena kandungan Na rendah maka dapat
digunakan untuk penderita hipertensi.
Untuk suspensi
biasanya digunakan bentuk gel atau cairan.
b. Mg(OH)2
Mg(OH)2 jarang digunakan sendiri, lazim campuran dengan Al(OH)3 karena
keuntungankeuntungan tadi. Mg(OH)2 berbentuk kristal “brussite” : yang
bereaksi dengan cepat dengan HCl meningkatkan pH lebih cepat pada pH>3.
Reaksinya adalah sebagai berikut :
Mg(OH)2 + 2 HCl Ã
Mg Cl2 + 2 H2O
Berbeda
dengan Al(OH)3, Mg(OH)2 tidak mampu mendapar lambung hingga pHnya 3-5 tetapi
pada pH 8-9. pH tinggi ini akan menimbulkan pengikatan kembali asam. Merupakan
antasida non sistemik. Muatan permukaan tergantung pada pH. Ekivalensinya 1 gr
Mg(OH)3 mampu menetralkan 34,3 mekiv HCl. Mengandung Na rendah sehingga dapat
digunakan pada penderita hipertensi. Menunjukkan efek laksatif, mengikat
beberapa garam empedu tapi tidak semudah Al(OH)3. Untuk suspensi
digunakan untuk gel, cairan, serbuk. Mg(OH)3 jika dikombinasi dengan Al(OH)3 :
suspensi bereaksi dengan HCl secara cepat dan mendapar lambung pada pH lambung
3-5. Bisa membentuk gel tiksotropik sehingga memerlukan penambahan antigelling
agent (Al menyebabkan polimerisasi, Mg menyebabkan tiksotropik jadi bentuk
dodol).
c.
CaCO3
CaCO3 digunakan sendiri atau campuran dengan Al atau Mg(OH). CaCO3 adalah
mineral bentuk kristalin “calcite”. CaCO3 kristalin bereaksi cepat dengan HCl yaitu
secara cepat meningkatkan pH lambung >3. Reaksi yang terjadi secara
stoikiometri :
CaCO3 + 2HCl à CaCl2 + CO2 + H2O
Menurut
RRT secara invitro : pH tetap terjaga pada pH 7 yang merangsang acid rebound.
Merupakan antasida nonsistemik. Penggunaan kronik dapat mengakibatkan gagal
ginjal. Dalam dosis tinggi dapat menyebabkan efek konstipasi, dapat meyebabkan
perut kembung karena membebaskan CO2. Tersedia dalam berbagai macam grade yang
berbeda dalam ukuran partikelnya. Dalam suspensi dengan grade yang ringan,
digunakan ukuran partikel 1-4 m.
d.
Magnesium trisilikat
Mg trisilikat : 2MgO. 3SiO2. XH2O merupakan antasida yang lemah. Kerja
onset lambat. Tidak mampu memenuhi syarat sediaan untuk obat bebas. Oleh sebab
itu selalu dikombinasi dengan antasida lain. Di dalam lambung, Mg trisilikat
yang belum atau tidak dapat bereaksi dapat teradhesi pada ulcer yaitu
memproteksi ulcer terhadap pengaruh-pengaruh asam lambung. Merupakan antasida
non sistemik. Acid consuming capacity : setelah empat jam pada 37ºC
mampu menetralisir 15 mekiv HCl, disamping juga protektif. Tidak menginaktifkan
pepsin pH<6. Mengikat beberapa asam empedu tetapi kurang dari Al(OH)3. Dalam
dosis tinggi akan menimbulkan efek laksan. Reaksi yang terjadi dengan HCl
adalah :
2MgO3SiO2 x H2O + HCl Ã
2MgCl2 + 3SiO2 + (x + 2)H2O
e.
Magnesium Karbonat
Mg3(CO3)2 tergantung dari cara manufaktur, komposisi dapat bervariasi.
Dari basic hydrated Mg3(CO3)2 dengan rumus Mg(CO3)4 Mg(OH)2 sampai bentuk
hidrat Mg3(CO3)2 dengan rumus Mg CO3 n H2O : sulit karena merupakan
campuran-campuran. Basic hydrated Mg3(CO3)2 mempunyai kapasitas penetralan 1 gr
dapat menetralisir 20,0 mekiv HCl. Dari uji invitro pH naik sampai >5 dan
dapat menyebankan acid rebound. Dosis moderat tinggi dapat menyebabkan efek
laksan, flatulensi karena melepaskan CO2. Ada dalam bentuk serbuk ringan,
serbuk berat. BJ tergantung pada kosentrasi reaktan, temperature selama
pengendapan. Terjadi aging selama manufaktur. Untuk antasida digunakan bentuk
ringan/light.
(MgCO3)4 . Mg(OH)2 5H2O + 10 HCl Ã
5MgCl2 + 4CO2 + 4H2O
f.
Magaldrat
Magaldrat merupakan kelompok hidrotalcite. Struktur seperti MgOH pada
mana ion Al menggantikan setiap 3 Mg dalam lactice prucid (struktur ruangnya).
Hal ini menyebabkan lactice bermuatan positif dimana anion terletak antara
lapisan Mg dan Al secara bergantian. Dalam malgadral sebagian anion adalah SO42-.
Struktur malgadral adalah Mg4Al2(OH).12 SO4. Kerja cepat dengan kemampuan
mendapar pada pH 3-5 (uji in vitro). Kapasitas penetralan asam 1 gram serbuk
malgadral sebanding dengan 25, 6 mekiv HCl. Sifat antara laksan dan konstipasi
relative seimbang. Kadar Na rendah. Tersedia dalam bentuk serbuk dan suspensi.
Na dapat berasal dari impurities dari pendaparan, sisa pijar/abu.
Mg4Al2(OH)12 SO4 + H2O + 2HCl Ã
MgSO4 + 3MgCl2 + 2AlCl3 + 13 H2O
2.
Clay
a. Kaolin
Kaolin adalah alumunium silikat hidrat dengan rumus kimia
Al2O3.2SiO2.2H2O. merupakan senyawa yang berasal dari alam. Untuk memurnikan
kaolin digunakan HCl atau asam sulfat. Kaolin memiliki sedikit muatan pada
permukaan partikelnya dan pada ujung partikelnya dia bermuatan negatif. Kaolin
tidak mengembang dalam air. Kaolin mengadsorpsi senyawasenyawa toksik. Ukuran
partikelnya berkisar 0,5-1 m. Kaolin mengandung 0,2% natrium,memiliki luas permukaan yang
kecil (7-30 m2/gm gm). Karena kemampuan adsorpsinya, maka ada
obat-obat yang dapat diadsorpsi oleh kaolin.
b.
Bentonit
Bentonit memiliki rumus kimia Al2O3.4SiO2.H2O. Secara struktur, bentonit
mirip dengan hectorite. Bentonit mengandung besi oksida, kalsium karbonat, dan
magnesium karbonat sebagai pengotor. Bentonit mengandung 1,5% natrium. Bentonit
tidak larut dalam air tetapi mengembang menjadi 12 kali dalam air. Bentonit
membentuk suspensi tiksotropik. Bersifat higroskopik sehingga harus disimpan
dalam wadah yang tertutup rapat. Bentonit dapat mengendap oleh asam. Bentonit
ini digunakan sebagai suspending agent, stabilizer emulsi, dan absorben. pH
suspensi bentonit sekitar 10. Memiliki luas permukaan partikel yang besar
(600-800 m2/gm). Bentonit ini inkompatibel dengan elektrolit kuat
dan partikel dengan muatan positif yang kuat. Kemampuan membentuk gel dari
bentonit ini dikurangi dengan adanya asam dan dapat ditingkatkan dengan alkali
seperti magnesium oksida.
c.
Attapulgit
Attapulgit ini merupakan alumunium silikat hidrat. Rumus kimianya MgO.Al2O3.SiO2.H2O.
Memiliki luas permukaan yang menengah (125-160 m2/gm) sehingga
memiliki kemampuan adsorpsi yang lebih tinggi dari kaolin. Suspensi yang
dihasilkannya bersifat tiksotropik dan memiliki pH sekitar 8,5. Viskositas
maksimum dicapai pada pH 6-8,5. Attapulgit ini tersedia dalam dua grade, yaitu
: bentuk aktif yang regular (ukuran partikel 2,9 m) dimana memiliki kemampuan
adsorpsi yang baik tetapi kemampuan koloidalnya rendah; dan bentuk aktif
koloidal (ukuran partikel 0,14 m) dimana memiliki kemampuan koliodal dan
adsorpsi yang baik.
d.
Magnesium Alumunium Silikat
Magnesium Alumunium Silikat merupakan bentonit magnesium, dimana
magnesium menggantikan tempat alumunium dalam struktur bentonit. Kemampuan
mengembangnya dalam air lebih besar daripada bentonit. Membentuk suspensi
tiksotropik pseudoplastik dan dapat dibasahi dan dikeringkan secara berulang
tanpa kehilangan kemampuan mengembangnya. Suspensi yang dibentuknya memiliki pH
9 dan stabil pada pH 3,5-11. Viskositas suspensinya meningkat dengan adanya
apans, lama penyimpanan, dan penambahan elektrolit. Mg Al silikat ini mencegah
terjadinya caking, mengandung 1,5% natrium.
3.
Antiflatulen (Antikembung)
Zat aktif antiflatulen ini adalah simetikon. Simetikon ini
memiliki kemampuan antifoam karena dapat mengurangi tekanan permukaan gas busa.
Biasanya dikombinasikan dengan antasid sebagai antiflatulen. Konsentrasi
simetikon dalam suspensi antasid berkisar 20-40 mg per 5 mL.
B. Suspending
Agent Untuk Suspensi Antasid
(Pharm.Dosage Form : Disperse System, vol 2, 1989, hal 213-215)
Tujuan penggunaan suspending agent pada formula antasid adalah untuk
mencegah pengendapan dan mencegah pembentukan caking dari beberapa bahan baku
antasid. Suspending agent juga dapat memperbaiki raba mulut sediaan antasid
yang pada umumnya berpasir dan berkapur. Suspending agent yang dapat digunakan
untuk sediaan antasid adalah suspending agent yang stabil pada pH tinggi (7,5 -
9,5). Suspending agent yang dapat menyebabkan ikatan silang dengan adanya
kation polivalen harus dihindari.
Suspending
agent yang biasa ditemui dalam sediaan antasid :
1.
Avicell RH 591
Avicel RC 591 terdiri dari 89% selulosa mikrokristalin dan 11% Na CMC
yang stabil pada rentang pH luas. Avicel RC 591 membentuk gel yang bersifat
tiksotropik pada kosentrasi rendah yang menunjukkan geseran tipis dengan
pengadukan sedang dapat diflokulasi dengan menggunakan polimer kationik dan
surfaktan.
2.
Alginat Alginat merupakan polisakarida
anion hidrofil dengan bobot molekul besar. Viskositas larutan akan menurun
dengan peningkatan suhu tetapi hal ini bersifat reversible. Alginat stabil pada pH 4-10 dan membentuk aliran
pseudoplastik. Alginat akan mengendap dengan adanya kation polivalen dan
inkompatibel dengan senyawa nitrogen quartener.
3. Metilselulosa-HPMC
Larut dalam air dingin dan tidak larut dalam air panas, membentuk aliran
pseudoplastik dan nontiksotropik, viskositas larutan akan menurun dengan
meningkatnya suhu dengan titik gel dicapai. Dapat berfungsi emulsifier tetapi
dapat menyebabkan busa. Stabil pada pH 3-11.
4. Guar gum
Merupakan polimer polisakarida non ionik produk netral dengan bobot
molekul besar, dapat mengembang dalam air dingin. Guar gum membentuk aliran
pseudoplastik nontiksotropik, viskositas akan menurun dengan meningkatnya suhu
secara reversible. Pemanasan yang terlalu lama dapat menimbulkan hilangnya
viskositas secara irreversible. Guar gum memiliki stabilitas pH yang baik,
rentan terhadap mikroba..
5. HPC
Merupakan polimer polisakarida non ionik dengan pH stabilitas 6-8, larut
dalam air pada suhu < 40oC dan akan mengendap pada suhu > 45oC,
dapat membentuk aliran pseuodoplastik. Nontiksotropik, dapat menimbulkan busa,
serta inkompatibel dengan pengawet paraben.
6. Xanthan gum
Merupakan polimer polisakarida anionik dengan bobot molekul tinggi,
membentuk aliran pseudoplastik, memiliki stabilitas yang baik, tetapi
larutannya dapat membentuk gel pada pH tinggi dengan adanya kation divalent,
dan membentuk gel dengan adanya kation trivalent pada pH netral. Meningkatnya
temperatur dapat sedikit merubah viskositasnya.
7. CMC
Merupakan polimer polisakarida anionik dengan bobot molekul besar.
Larutannya dapat mengendap dengan keberadaan kation trivalen, larutan karboksi
metil selulosa akan kehilangan viskositasnya pada peningkatan suhu. Stabil pada
pH 5-9 serta membentuk aliran pseudoplastik dan tiksotropik.
8. Mg Al Trisilikat
Merupakan clay yang dapat digunakan pada formula antasid unuk memperbaiki
disperse bahan dan mencegah pengendapan serta pembentukan cake. Penggunaannya
pada sediaan antasid harus diperhatikan terhadap kemungkinan terj adinya
interaksi dengan bahan aktif antasid yang berhubungan dengan muatan permukaan
masing-masing bahan.
C. Pemanis (Pharm. Dosage Form:
Disperse System Volume 2, hlm. 215 - 21 6)
Pemanis digunakan untuk memperbaiki keberterimaan rasa dan raba mulut
sediaan antasid. Beberapa pemanis dapat terabsoprsi pada permukaan alumunium
hidroksida sehingga dapat mengurangi kemampuan polimerisasi alumunium
hidroksida sehingga dapat menstabilkan kapasitas penetralan asam. Tetapi
beberapa pemanis juga dapat mencegah interaksi sampimg antara
alumunium-magnesium. Interaksi ini berupa peningkatan viskositas atau bahan
pembentukan gel yang dapat menurunkan kapasitas penetralan asam. Dalam
pemilihan pemanis harus dipertimbangkan adalah keseimbangan keberterimaan rasa,
harga, kandungan kalori, efek laksatif dan lain-lain.
Pemanis
yang digunakan untuk sediaan antasid :
1. Sukrosa
Memilki rasa baik dapat menambah konsistensi dan raba mulut suspensi,
kandungan kalori 4 kal/g, dapat menyebabkan karang gigi, harus diperhatikan pada
penderita diabetes dapat juga menimbulkan cap-locking hingga pengkristalan pada
leher botol.
2. Sorbitol
Memilki kemanisan setengah dari sukrosa, dapat memperbaiki raba mulut,
mengandung 4 kalori/g yang terabsorpsi sebagian maka sering dipertimbangkan menjadi
nonkalori, merupakan diuretic osmotic dengan mencegah polimerisasi selama
proses. Lambat laun dapat menimbulkan caplocking .Dapat menyebabkan diare.
3. Manitol
Memiliki efek mendinginkan, mengandung 4 kal/g yang terabsorpsi sebagian
maka sering dipertimbangkan menjadi nonkalori, merupakan diuretik osmotik dan
dapat menyebabkan diare. Dapat menstabilkan alumunium hidroksida dengan
mencegah polimerisasi selama proses.
4.
Sakarin
Merupakan pemanis sintetik dengan derajat kemanisan 500 kali sukrosa,
memilki aftertaste pahit. Kelarutannya rendah di dalam air tetapi garam natrium
dan kalsiumnya lebih mudah larut dalam air. Tidak mengandung kalori.
5.
Gliserin
Merupakan pemanis yang memiliki aftertaste baik dan dapat memperbaiki
raba mulut. Mengandung 4,3 kal/g dan dapat diberikan pada penderita diabetes,
merupakan diuretik osmotik dan dapat menyebabkan diare, dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya caplocking. Dapat menstabilkan alumunium hidroksida
dengan mencegah polimerisasi selam proses.
6.
Gliserizinat
Ammonium glisirizinat dan monoammonium glisirizinat merupakan pemanis
alam dengan derajat kemanisan 50 kali lebih manis dari sukrosa. Dapat digunakan
untuk menutupi rasa pahit dari bahan tetapi pemanis ini dapat menimbulkan busa.
D. Pengawet (Pharm.
Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm. 216-217)
Berkaitan dengan tingginya pH sediaan antasid maka dalam memformulasikan
sediaan antasid harus dipilih bahan-bahan pembantu yang dapat bekerja efektif
pada rentang pH tersebut. Untuk pengawet terdapat beberapa pilihan pengawet
yang dapat digunakan dalam sediaan antasid. Pada pH 8 pengawet seperti benzoate
dan sorbat tidak efektif karena akan terjadi ionisasi.
Beberapa pengawet
yang dapat digunakan utnuk sediaan antasid misalnya:
1.
Klorin (Natrium Hipoklorit)
Efektif membunuh bakteri, beberapa yeast, fungi dan protozoa. Stabil pada
pH alkali, lebih efektif pada pH asam. Hanya efektif untuk jangka pendek
(short-term) dan dapat berpengaruh pada rasa produk.
2.
Hidrogen Peroksida Efektif untuk melawan
sebagian besar mikroorganisme, efeknya tidak lama(short term) dan penggunaannya
harus dikombinasi dengan pengawet lain.
3.
Paraben
Paraben yang sering digunakan: metil, etil, propil dan butil ester.
Efektif untuk molds, yeast dan fungi. Inaktif untuk bakteri gram positif dan
kurang efektif untuk bakteri gram negatif. Efek paraben meningkat jika
dikombinasi dengan yang lain. Menimbulkan rasa pahit.
4.
Pasteurisasi Dengan proses koagulasi
protein dari mikroorganisme, short term dan harus dikombinasi dengan pengawet
lain.
5.
Ozonisasi Short term, dengan kombinasi pengawet lain dan dapat berpengaruh
terhadap rasa produk.
E. Anticaking dan antigelling agent (Pharm. Dosage Form:
Disperse System Volume 2, hlm. 217) Bahan-bahan ini digunakan untuk dapat
mempermudah redispersi padatan yang mengendap serta mencegah pembentukan gel
dari sediaan antasid.
1.
EDTA
Dapat
menyebabkan ikatan silang beberapa suspending agent yang dapat menyebabkan
peningkatan viskositas.
2.
Asam sitrat dan Kalium sitrat Digunakan
dalam sediaan antasid yang mengandung alumunium hidroksida untuk menurunkan
viskositas dan mencegah interaksi antara Al(OH)3 dengan senyawa magnesium.
3.
Kalium
Fosfat Digunakan sebagai dapar
dan sequestran agen.
4.
Silika
Cab-o-sil, aerosil dan quso adalah bentuk komersil dari silika, efektif
sebagai anticaking agent, walaupun pada konsentrasi tinggi dapat mempengaruhi
baik viskositas maupun raba mulut., silika juga dapat mengurangi derajat
sedimentasi suspensi.
F.
Flavour-mouthfeel
system (Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm.
217-218) Pemilihan flavour yang akan digunakan untuk sediaan antasid harus
mempertimbangkan stabilitas flavour pada pH tinggi, stabilitas dalam botol
plastik dan gelas, kemampuan untuk menutupi rasa tidak enak dari flavour, serta
tersedia dalam bentuk kering jika direncanakan pembuatan tablet kunyah.
Flavour
yang biasa digunakan dalam suspensi antasid antara lain : 1. Mint (pepermint, spearmint, dan
wintergreen), 2. Citrus (lemon,
lime, dan orange), 3. Cream (Vanilla),
dan 4.Anise. Senyawa yang
ditambahkan yang tidak memiliki rasa dan digunakan untuk memperbaiki mouthfeel
dalam antasid antara lain minyak mineral, milk solids, glisin, dan
gum alami dan buatan..
G.
Pewarna
(Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm. 218)
Semua pewarna yang larut air memiliki muatan listrik dan dapat
berinteraksi dengan senyawa yang muatannya berlawanan yang terdapat dalam
antasid dan clay. Hal ini akan menyebabkan warna yang dihasilkan tidak merata.
Jadi, untuk mencegah terjadi interaksi tersebut maka gunakan pewarna lake (pewarna yang tidak larut air).
H.
Air (Pharm.
Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm. 218)
Air merupakan konstituen utama dalam semua suspensi antasid dan clay.
Pengotor dalam air ini antara lain kalsium, magnesium, besi, silika, dan
natrium. Kation-kation tersebut biasanya disertai oleh anion karbonat,
bikarbonat, sulfat, dan klorida. Deionisasi dapat dicapai dengan destilasi,
pertukaran ion atau reverse osmosis. Untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme
dilakukan proses klorinasi, ozonisasi, sinar UV, pemanasan, dan filtrasi.
III. PEMBUATAN SUSPENSI ANTASIDA
A.
Contoh
formula
Tiap 60 ml
mengandung :
R/
Al(OH)3 300
mg
Gel
Al(OH)3 kering 4,7059
g
Na
CMC 5,00%
Gliserin 20,00%
Sorbitol 25,00
%
Sukrosa 5,00
%
Sakarin 0,02%
Na
Benzoat 0,10%
Minyak
peppermint 0,01%
Aquadest ad 60,00 ml
B. Penimbangan
1. Al(OH)3
Gel Al(OH)3
kering mengandung tidak kurang dari 76,5% Al(OH)3.
Al(OH)3 yang dibutuhkan adalah 300 mg/5ml Jumlah gel
Al(OH)3 kering yang dibutuhkan : Al(OH)3 =
100/76,5 x 300 mg
= 392,1569 mg/5
ml
Untuk 60 ml = 60,0 ml/5,0 ml x 392,1569 mg
= 4705,8826 = 4,7059 g
2.
Na CMC
Na CMC yang
dibutuhkan adalah 5,00% (BJ = 0,75 g/cm3)
Na CMC = 5/100 x
60 ml = 3 ml Na CMC yang ditimbang adalah Na CMC = 0,75 g/cm3 x 3 ml
= 0,0225 g =
22,5 mg
3.
Gliserin Gliserin yang dibutuhkan adalah 20%
Gliserin = 20/100 x 60 ml = 12 ml
4.
Sorbitol
Sorbitol yang dibutuhkan adalah 25% (BJ = 1,49 g/cm3)
Sorbitol = 25/100 x 60 ml = 15
ml
Banyaknya
sorbitol yang ditimbang :
Sorbitol = 15 ml x 1,49 g/cm3
= 0,2235 g =
223,5 mg
5.
Sukrosa
Sukrosa yang dibutuhkan adalah 25% (BJ = 1,56 g/cm3)
Sukrosa = 25/100 ml x 60 ml = 15 ml
Banyaknya
sukrosa yang ditimbang :
Sukrosa = 15 ml
x 1,56 g/cm3
= 0,234 g = 234
mg
6.
Sakarin
Sakarin yang dibutuhkan adalh 0,02% (BJ = 0,7 g/cm3)
Sakarin = 0,02/100 x 60 ml = 0,012 ml
Sakarin yang
ditimbang :
Sakari = 0,012 ml x 0,7 g/cm3
= 0,000084 g =
0,084 mg
7.
Na
benzoate
Na
benzoate yang dibutuhkan 0,1% (BJ = 1,15 g/cm3) Na benzoate = 0,1/100 x 60 ml
= 0,06 ml Na benzoate yang ditimbang
Na
benzoate = 0,06 ml x 1,15 g/cm3
= 0,00069 g =
0,69 mg
8.
Minyak
peppermint Minyak peppermint yang
dibutuhkan adalah 0,01% Minyak peppermint = 0,01/100 x 60 ml = 0,006 ml
C. Prosedur pembuatan
1.
Aquadest sebagai pelarut dididihkan, kemudian
dinginkan dalam keadaan tertutup.
2.
Penimbangan gel Al(OH)3 kering beserta
bahan-bahan pembantu yang lain.
3.
Haluskan bahan-bahan padat yang digunakan atau
diayak sampai rentang ukuran partikel tertentu.
4.
Ke dalam mortir yang lain, masukkan Na CMC
kemudian tambahkan aquadest sebanyak bobot Na CMC, gerus sampai terbentuk massa
jernih.
5.
Di dalam mortar, masukkan gel Al(OH)3 kering
tambahkan gliserin sebagai pembasah, gerus kuat sampai homogen.
6.
Tambahkan zat pensuspensi, Na CMC ke dalam
campuran (5), aduk sampai homogen.
7.
Larutkan sorbitol, sukrosa dan sakarin dalam
air, kemudian tambahkan ke dalam campuran (6), aduk sampai homogen.
8.
Larutkan Na benzoate dalam air (1:1,18) kemudian
tambahkan ke dalam campuran ( 4) aduk sampai homogen.
9.
Tambahkan minyak peppermint ke dalam campuran
(5), aduk sampai homogen.
10.
Tambahkan aquadest sedikit demi sedikit aduk
sampai homogen kemudian masukkan ke dalam botol yang telah ditara terlebih
dahulu (60 mL).
IV. EVALUASI SEDIAAN SUSPENSI ANTASIDA
A. Evaluasi Fisika
1.
Organoleptik
Dilakukan pengamatan terhadap warna (intensitas
warna), bau (terjadinya perubahan bau), rasa (perubahan mouthfeel),
penampilan (perubahan tekstur).
2.
Penentuan Volume sedimentasi
3.
Penentuan Redispersibilitas
4.
Penentuan distribusi ukuran partikel
5.
Penentuan viskositas dan sifat aliran
6.
Penentuan BJ
7.
Penentuan homogenitas
8.
Penentuan pH
B. Evaluasi Kimia
1.
Penetapan KPA (Kapasitas Penetralan Asam)
2.
Penetapan kadar (dalam monografi zat aktif
masing-masing)
3.
Identifikasi (dalam monografi zat aktif
masing-masing)
C. Evaluasi Biologi
1.
Penetapan uji batas mikroba (FI IV hal 847-854)
2.
Pengujian efektivitas pengawet (FI IV hal 854)
D. Evaluasi Wadah
1.
Pengamatan apakah terjadi pengembangan wadah
atau tidak.
2.
Pengamatan terjadinya penghilangan warna wadah.
3.
Pengamatan terhadap stabilitas penutup wadah.
V. CONTOH FORMULA SUSPENSI ANTASID
(Pharmaceutical Dosage Forms : disperse system,
Vol 2, hal 220) 1. Formula Antasid
R/ Alumunium
hidroksida gel (8,9%) Al2O3) Magnesium
hidroksida pasta (29.5% Mg(OH)2
Sorbitol
Mannitol Metil
paraben
Flavors
Asam sitrat
anhidrat
Propil paraben
Na Sakarin
Air
2. Formula Antiflatulen/Antasid
R/ Alumunium
hidroksida gel (8,9% Al2O3) Magnesium hidroksida pasta (29,5% Mg(OH)2) Sorbitol
Simethicone
(90,5%simethicone)
HPC
Metiparaben
Flavors
Avicell,RC-591
Asam Sitrat
anhidrat
Metilselulosa
|
0.03
|
|
Propilparaben
|
0.03
|
|
Na Sakarin
|
0.02
|
|
Air
|
58.87
|
|
3. Formula
Aluminium Hidroksida
|
% w/w
362.8 g = (300mgAl(OH)3 /5 ml)
|
|
R/
|
Alumunium
hidroksida
|
|
|
Larutan sorbitol
|
282.0 ml
|
|
Syrup
|
93.0 ml
|
|
Gliserin
|
25.0 ml
|
|
Metl paraben
|
0.9 ml
|
|
Propil paraben
|
0.3 ml
|
|
Flavour
Air ad
|
q.s
1000 ml
|
4. FORMULA
CLAY
%w/v
R/ Attapulgite koloidal 14
Sakarin 0.09
Metil
paraben 0.2
Propil
paraben 0.05
Flavour dan air
Tidak ada komentar:
Posting Komentar