Pengertian Dan Pengolongan Mikosis Superfisialis
Mikosis superfisialis
adalah penyakit kulit yang disebabkan jamur, yang mengenai lapisan kulit paling
atas (epidermis). Penyakit ini dapat menyerang kulit, rambut, ata kuku. Mikosis superfisial digolongkan
menjadi dua :
1. Dermatofitosis
Adalah penyakit pada
jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum kroneum pada epidermis,
rambut, kuku yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita.
Contoh : Tinea
Kapitis, Tinea Kruris, Tinea Korporis, Tinea Pedis, Tinea Ungunium, Tinea
Barbae
2. Non Dermatofitosis
Adalah penyakit yang
disebabkan oleh jamur yang bukan golongan dermatofita.
Contoh : Tinea
Versicolor, Tinea Nigra Palmaris, Piedra, Trichomycosis, Otomikosis
Sekarang kita akan membahas 2 mikosis
superfisialis yang paling umum dan paling sering ditemukan sehari-hari, yaitu:
1.
Dermatofitosis
2.
Pitiriasis
Versikolor
Dermatofitosis
v Definisi
Dermatofitosis adalah
penyakit jamur pada jaringan yang mengandung zat tanduk, seperti kuku, rambut,
dan stratum korneum pada epidermis, yang disebabkan oleh jamur golongan
dermatofita.
v Etiologi
Dermatofitosis
termasuk kelas Fungi imperfecti, yang
terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum,
Trichophyton dan Epidermophyton.2
Yang terbanyak ditemukan di Indonesia adalah Trichophyton rubrum. Dermatofita yang lain adalah Epidermophyton floccosum, Tricophyton
mentagrophytes, Microsporum canis, Microsporum gypseum, Tricophyton
concentricum, Tricophyton schoenleini dan Tricophyton tonsurans.
v Gambaran Klinis
Golongan jamur
dermatofita dapat menyebabkan kelainan yang khas. Satu jenis dermatofita dapat
menghasilkan bentuk klinis yang berbeda, bergantung pada lokalisasi anatominya.
Bentuk-bentuk klinis tersebut adalah tinea kapitis, tinea favosa, tinea
korporis, tinea imbrikata, tinea kruris, tinea manus et pedis dan tinea
unguium.1 Selain itu terdapat juga tinea barbe, dermatofitosis pada
dagu dan jenggot; tinea aksilaris pada ketiak, tinea fasialis pada wajah dan tinea
inkognito yang berarti dermatofitosis dengan bentuk klinis tidak khas oleh
karena telah diobati dengan steroid topikal kuat.
v Diagnosis
Pada sediaan kulit dan
kuku dengan 1 tetes larutan KOH 20 % yang terlihat adalah hifa, sebagai dua
garis sejajar, terbagi oleh sekat dan bercabang, maupun spora berderet (artospora)
pada kelainan kulit lama dan/atau sudah diobati.
Pada sediaan rambut dengan 1 tetes larutan KOH 10 % yang terlihat
adalah spora kecil (mikrospora) atau besar (makrospora). Spora dapat tersusun
di luar rambut (ektotriks) atau di dalam rambut (endotriks). Kadang-kadang
dapat terlihat juga hifa pada sediaan rambut.
1.
Tinea Kapitis
Definisi
Tinea kapitis adalah
kelainan kulit pada daerah kepala berambut yang disebabkan oleh jamur golongan
dermatofita.
Etiologi
Penyakit ini
disebabkan oleh spesies dermatofita dari genus Trichophyton dan Microsporum,
misalnya T.violaceum, T.gourvili, T.mentagrophytes,
T.tonsurans, M.audonii, M.Canis dan M.ferrugineum.
Gambaran Klinis
Penyakit ini sering
terjadi pada anak-anak, yang dapat ditularkan dari binatang peliharaan misalnya
anjing dan kucing. Keluhan penderita berupa bercak pada kepala, gatal dan
sering disertai rontoknya rambut di tempat lesi tersebut.
Ada 3 bentuk klinis
dari tinea kapitis:
1.
“Grey
patch ringworm”: merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh genus
Microsporum dan ditemukan pada anak-anak. Penyakit ini biasanya dimulai dengan
timbulnya papula merah kecil di sekitar folikel rambut. Papula ini kemudian
melebar dan membentuk bercak pucat karena adanya sisik. Penderita mengeluh
gatal, warna rambut menjadi abu-abu, tidak berkilat lagi. Rambut menjadi mudah
patah dan juga mudah terlepas dari akarnya. Pada daerah yang terserang oleh
jamur terbentuk alopesia setempat dan terlihat sebagai “grey patch”. Bercak abu-abu ini sulit terlihat batas-batasnya
dengan pasti, bila tidak menggunakan lampu Wood. Pemeriksaan dengan lampu Wood
memberikan fluoresensi kehijau-hijauan sehingga batas-batas yang sakit dapat
terlihat jelas.
2.
Kerion: merupakan tinea kapitis yang disertai
dengan reaksi peradangan yang hebat. Lesi berupa pembengkakan menyerupai sarang
lebah, dengan serbukan sel radang disekitarnya. Kelainan ini menimbulkan
jaringan parut yang menetap. Biasanya disebabkan jamur zoofilik dan geofilik.
3.
“Black
dot ringworm”: adalah tinea kapitis dengan
gambaran klinis berupa terbentuknya titik-titik hitam pada kulit kepala akibat
patahnya rambut yang terinfeksi tepat di muara folikel. Ujung rambut yang patah
dan penuh spora terlihat sebagai titik hitam. Biasanya disebabkan oleh genus Tricophyton.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan dengan
lampu Wood, dan pemeriksaan mikroskopis rambut langsung dengan KOH. Pada
pemeriksaan mikroskopis, akan terlihat spora di luar rambut (ectotrics) atau di dalam rambut (endotrics).
Diagnosis Banding
Tinea kapitis sering
dikelirukan dengan berbagai penyakit, seperti psoariasis vulgaris, dermatitis
seboroik dan alopesia areata.
Terapi
Pengobatan pada anak
biasanya diberikan per oral dengan griseofulvin 10-25 mg/kg berat badan per
hari selama 6 minggu. Dosis pada orang dewasa adalah 500 mg/hari selama 6
minggu. Penggunaan antijamur topikal dapat mengurangi penularan pada orang yang
ada di sekitarnya.
Selain antijamur, pada
bentuk kerion dapat diberikan kortikosteroid dalam jangka pendek, misalnya prednison
20 mg /hari selama 5 hari dengan pertimbangan bahwa obat tersebut dapat
mempercepat resolusi dan menghindarkan terjadinya reaksi id.
2.
Tinea Favosa
Definisi
Tinea favosa adalah
infeksi jamur kronis, terutama oleh T.schoenleini, T.violaceum dan M.gypseum.
Penyakit ini merupakan bentuk lain tinea kapitis, yang ditandai oleh skutula
berwarna kekuningan dan bau seperti tikus (mousy
odor) pada kulit kepala. Biasanya, lesinya menjadi sikatrik alopesia
permanen.
Gambaran Klinis
Gambaran klinis mulai
dari gambaran ringan, berupa kemerahan pada kulit kepala dan terkenanya folikel
rambut tanpa kerontokan, hingga skutula dan kerontokan rambut, serta lesi
menjadi lebih merah dan lebih luas. Setelah itu, terjadi kerontokan rambut
luas, kulit mengalami atrofi dan sembuh dengan jaringan parut permanen.
Diagnosis
Berdasarkan gejala
klinis dan pemeriksaan mikroskopis langsung, dengan menemukan miselium, “air bubbles” yang bentuknya tidak
teratur. Pada pemeriksaan dengan lampu Wood tampak fluoresensi hijau pudar (“dull green”).
Terapi
Prinsop pengobatan
sama dengan tinea kapitis. Untuk menghilangkan skutula dan debris, higiene
harus dijaga dengan baik.
3.
Tinea Korporis
Definisi
Tinea korporis adalah
infeksi jamur dermatofita pada kulit tidak berambut (glaborous skin) di daerah muka, badan, lengan dan tungkai.
Etiologi
Penyebab tersering
penyakit ini adalah T.rubrum dan T.mentagrophytes.
Gambaran klinis
Bentuk klinis biasanya
berupa lesi yang terdiri atas bermacam-macam eflorosensi kulit, berbatas tegas
dengan konfigurasi anular, arsinar atau polisiklik. Bagian tepi lebih aktif
dengan tanda perdangan yang lebih jelas. Daerah sentral biasanya menipis dan
terjadi penyembuhan, sementara di tepi lesi makin meluas ke perifer.
Kadang-kadang bagian tengahnya tidak menyembuh, tetapi tetap meninggi dan
tertutup skuama sehingga menjadi bercak yang besar.
Tinea korporis yang
menahun ditandai dengan sifat kronik. Lesi tidak menunjukkan tanda-tanda radang
yang akut. Kelainan ini biasanya terjadi pada bagian tubuh dan tidak jarang
bersama-sama dengan tinea kruris. Bentuk kronik yang disebabkan oleh T.rubrum kadang-kadang terlihat bersama
dengan tinea unguium.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan
berdasarkan gambaran klinis dan lokalisasinya, serta pemeriksaan kerokan kulit
dan larutan KOH 10-20 % dengan mikroskop untuk melihat hifa atau spora jamur.
Diagnosis Banding
Tinea korporis
mempunyai gambaran klinis yang mirip dengan pitiriasis rosea, psoariasis, lues
stadium II, morbus Hansen tipe tuberkuloid, dan dermatitis kontak.
Terapi
Pengobatan sistemik
berupa griseofulvin dosis 500 mg/hari selama 3-4 minggu; dapat juga ketokonazol
200 mg/hari selama 3-4 minggu; itrakonazol 100 mg/hari selama 2 minggu; atau
terbinafin 250 mg/hari selama 2 minggu. Pengobatan dengan salep Whitfeld masih
cukup baik hasilnya. Dapat juga diberikan tolnaftat, tolsiklat, haloprogin,
siklopiroksolamin, derivat azol, dan naftifin HCl.
4.
Tinea Imbrikata
Definisi
Tinea imbrikata adalah
penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita yang memberikan
gambaran khas berupa kulit bersisik dengan sisik yang melingkar-lingkar dan
terasa gatal.
Etiologi
Penyakit ini
disebabkan jamur dermatofita T.concentricum.
Gambaran Klinis
Penyakit ini dapat
menyerang seluruh permukaan kulit yang tidak berambut, sehingga sering
digolongkan dalam tinea korporis. Lesi bermula sebagai makula eritematosa yang
gatal, kemudian timbul skuama yang agak tebal dan konsentris dengan susunan
seperti genting. Lesi makin lama makin melebar tanpa meninggalkan penyembuhan
di bagian tengah.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan
berdasarkan gambaran klinis yang sangat khas berupa lesi konsentris.
Diagnosis Banding
Diagnosis bandingnya
ialah eritroderma dan pemfigus foliaseus.
Terapi
Pengobatan sistemik
griseofulvin dengan dosis 500 mg/hari selama 4 minggu. Sering terjadi kambuh
setelah pengobatan, sehingga memerlukan pengobatan ulang yang lebih lama. Obat
sistemik lain adalah ketokonazol 200 mg/hari, itrakonazol 100 mg/hari dan
terbinafin 250 mg/hari selama 4 minggu.
Pengobatan topikal tidak begitu efektif karena daerah yang terserang
luas. Dapat diberikan preparat yang mengandung keratolitik kuat dan
antimikotik, misalnya salep Whitfeld,
Castellani paint, atau campuran salisilat 5 % dan sulfur presipitatum 5 %,
serta obat-obat antimikotik berspektrum luas.
5.
Tinea Kruris
Definisi
Tinea kruris adalah
penyakit infeksi jamur dermatofita di daerah lipat paha, genitalia, dan sekitar
anus, yang dapat meluas ke bokong dan perut bagian bawah.
Etiologi
Penyebab umumnya
adalah E.floccosum, kadang-kadang
dapat juga disebabkan oleh T.rubrum.
Keluhan penderita adalah rasa gatal di daerah lipat paha sekitar anogenital.
Gambaran Klinis
Gambaran klinis
biasanya berupa lesi simetris di lipat paha kanan dan kiri, namun dapat juga
unilateral. Mula-mula lesi ini berupa bercak eritematosa dan gatal, yang lama
kelamaan meluas hingga skrotum, pubis, glutea, bahkan sampai seluruh paha. Tepi
lesi aktif, polisiklik, ditutupi skuama dan terkadang disertai banyak
vesikel-vesikel kecil.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan
berdasarkan gambaran klinis yang khas dan ditemukannya elemen jamur pada pemeriksaan
kerokan kulit dengan mikroskopik langsung memakai larutan KOH 10-20 %.
Diagnosis Banding
Tinea kruris dapat
menyerupai dermatitis seboroik, kandidosis kutis, eritrasma, dermatitis kontak
dan psoariasis.
Terapi
Pengobatan sistemik
menggunakan griseofulvin 500 mg/hari selama 3-4 minggu. Obat lain adalah
ketokonazol. Pengobatan topikal memakai salep Whitfeld, tolnaftat, tolsiklat,
haloprogin, siklopiroksolamin, derivat azol dan naftifin HCl.
6.
Tinea Manus Et Pedis
Definisi
Tinea manus et pedis
merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita di daerah
kulit telapak tangan dan kaki, punggung tangan dan kaki, jari-jari tangan dan
kaki, serta daerah interdigital.
Etiologi
Penyebab tersering
adalah T.rubrum, T. mentagrophytes
dan E.floccosum.
Gambaran Klinis
Penyakit ini sering
terjadi pada orang dewasa yang setiap hari harus memakai sepatu tertutup dan
pada orang yang sering bekerja di tempat yang basah, mencuci, bekerja di sawah
dan sebagainya. Keluhan penderita bervariasi mulai dari tanpa keluhan sampai
mengeluh sangat gatal dan nyeri karena terjadinya infeksi sekunder dan
peradangan.
Dikenal 3 bentuk
klinis yang sering dijumpai, yaitu:
1.
Bentuk intertriginosa. Manifestasi kliniknya
berupa maserasi, deskuamasi dan erosi pada sela jari. Tampak warna keputihan
basah dan dapat terjadi fisura yang terasa nyeri bila tersentuh. Infeksi
sekunder oleh bakteri dapat menyertai fisura tersebut dan lesi dapat meluas
sampai ke kuku dan kulit jari. Pada kaki, lesi sering mulai dari sela jari III,
IV dan V.
2.
Bentuk vesikular akut. Penyakit ini ditandai
terbentuknya vesikel-vesikel dan bula yang terletak agak dalam di bawah kulit
dan sangat gatal. Lokasi yang sering adalah telapak kaki bagian tengah dan
kemudian melebar serta vesikelnya memecah. Infeksi sekunder dapat memperburuk
keadaan ini.
3.
Bentuk moccasin
foot. Pada bentuk ini seluruh kaki dari telapak, tepi, sampai punggung kaki
terlihat kulit menebal dan berskuama. Eritem biasanya ringan, terutama terlihat
pada bagian tepi lesi.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan gambaran klinis dan pemeriksaan kerokan kulit dengan
larutan KOH 10-20 % yang menunjukkan elemen jamur.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding
adalah hiperhidrosis, akrodermatitis, kandidosis, serta lues stadium II.
Terapi
Pengobatan pada
umumnya cukup topikal saja dengan obat-obat antijamur untuk bentuk interdigital
dan vesikular. Lama pengobatan 4-6 minggu. Bentuk moccasin foot yang kronik
memerlukan pengobatan yang lebih lama, paling sedikit 6 minggu dan
kadang-kadang memerlukan antijamur per oral, misalnya griseofulvin,
itrakonazol, atau terbenafin.
7.
Tinea Unguium
Definisi
Tinea unguium adalah
kelainan kuku yang disebabkan oleh infeksi jamur golongan dermatofita.
Etiologi
Penyebab penyakit yang
sering adalah T.mentagrophytes dan T.rubrum.
Gambaran Klinis
Dikenal 3 bentuk
gejala klinis, yaitu:
1.
Bentuk subungual distalis. Penyakit ini mulai
dari tepi distal atau distolateral kuku. Penyakit akan menjalar ke proksimal
dan di bawah kuku terbentuk sisa kuku yang rapuh.
2.
Leukonikia trikofita atau leukonikia mikofita.
Bentuk ini berupa bercak keputihan di permukaan kuku yang dapat dikerok untuk
membuktikan adanya elemen jamur.
3.
Bentuk subungual proksimal. Pada bentuk ini,
kuku bagian distal masih utuh, sedangkan bagian proksimal rusak. Kuku kaki
lebih sering diserang daripada kuku tangan.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan
berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan kerokan kuku dengan KOH 10-20 % atau
dilakukan biakan untuk menemukan elemen jamur.
Diagnosis Banding
Dignosis banding dari
tinea unguium adalah kandidosis kuku, psoariasis kuku dan akrodermatitis.
Terapi
Pengobatan penyakit
ini memakan waktu yang lama. Pemberian griseofulvin 500 mg/hari selama 3-6
bulan untuk kuku jari tangan dan 9-12 bulan untuk kuku jari kaki merupakan
pengobatan standar. Pemberian itrakonazol atau terbenafin per oral selama 3-6
bulan juga memberikan hasil yang baik. Bedah skalpel tidak dianjurkan terutama
untuk kuku jari kaki, karena jika residif akan menggangu pengobatan berikutnya.
Obat topikal dapat diberikan dalam bentuk losio atau kombinasi krim bifonazol
dengan urea 40 % dan dibebat.
C. Pitiriasis
Versikolor
Definisi
Pitiriasis
versikolor merupakan infeksi jamur kulit superfisial yang umum, tidak berbahaya
bagi kesehatan alias jinak (benign) biasanya ditandai oleh makula
hipopigmentasi atau hiperpigmentasi dan patches di dada dan punggung. Pada
pasien dengan kecenderungan (predisposition), keadaan penyakit dapat
berulang atau kambuh lagi. Penyakit infeksi jamur ini berlokasi di stratum
korneum. Definisi lainnya adalah:
1. Infeksi
jamur superfisial yang ditandai dengan adanya makula di kulit, skuama halus,
disertai rasa gatal.
2. Infeksi jamur superfisialis yang kronis dan asimtomatis disebabkan oleh Malassezia furfur menyerang stratum korneum dari epidermis.
Sinonim
Di dalam berbagai literatur kedokteran ada beberapa istilah untuk menyebut
penyakit panu, seperti:
1. Tinea versikolor
2. Tinea versikolor
3. Pityriasis versicolor
4. Pitiriasis versikolor
5. Pitiriasis versikolor flava
6. Tinea flava
7. Chromophytosis
8. Kromofitosis
9. Dermatomycosis furfuracea
10. Dermatomikosis
11. Liver spots
12. Aeromia parasitica
13. Kleinenflechte
14. Hodi-Potsy
15. Cutaneous fungal infection
Penyebab (Etiologi)
Malassezia
furfur (dahulu dikenal sebagai Pityrosporum orbiculare, Pityrosporum
ovale) merupakan jamur lipofilik yang normalnya hidup di keratin kulit dan
folikel rambut manusia saat masa pubertas dan di luar masa itu. Alasan mengapa
organisme ini menyebabkan panu, pada beberapa orang sementara tetap sebagai
flora normal pada beberapa orang lainnya, belumlah diketahui. Beberapa faktor,
seperti kebutuhan nutrisi organisme dan respon kekebalan tubuh inang (host's
immune response) terhadap organisme sangatlah signifikan.
Sebagai
organisme yang lipofilik, Malassezia furfur memerlukan lemak (lipid)
untuk pertumbuhan in vitro dan in vivo. Lebih lanjut, tahap
miselium dapat dirangsang in vitro dengan penambahan kolesterol dan
ester kolesterol pada medium yang tepat. Karena organisme ini lebih cepat
berkoloni/mendiami kulit manusia saat pubertas dimana lemak kulit meningkat
lebih banyak dibandingkan pada masa remaja (adolescent) dan panu
bermanifestasi di area yang "kaya minyak" atau sebum-rich areas
(misalnya: di dada, punggung), variasi lemak di permukaan kulit individu
dipercaya berperan utama dalam patogenesis penyakit.
Bagaimanapun
juga, penderita panu dan subjek kontrol tidak memperlihatkan perbedaan
kuantitatif atau kualitatif pada lemak di permukaan kulit. Lemak di permukaan
kulit penting untuk kelangsungan hidup M furfur pada kulit manusia normal,
namun M furfur mungkin sedikit berperan pada perkembangan (pathogenesis)
panu. Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa dibandingkan lemak, asam amino
lebih berperan di dalam kondisi sakit (diseased state) atau dengan kata
lain sedang terkena panu. Secara in vitro, asam amino asparagin
menstimulasi pertumbuhan organisme, sedangkan asam amino lainnya, glisin,
menginduksi (menyebabkan) pembentukan hifa. Pada dua riset yang terpisah,
tampak bahwa secara in vivo, kadar asam amino meningkat pada kulit pasien
yang tidak terkena panu.
Faktor
kausatif lainnya yang juga signifikan adalah sistem kekebalan tubuh/imun
penderita. Meskipun sensitization melawan antigen M furfur biasa
terlihat pada populasi umum (sebagaimana dibuktikan oleh studi/riset
transformasi limfosit), fungsi limfosit pada stimulasi organisme terbukti lemah
(impaired) pada penderita yang terserang panu. Hasil (outcome)
ini sama dengan situasi sensitization dengan Candida albicans.
Singkatnya, kekebalan tubuh yang diperantarai oleh sel (cell-mediated
immunity) berperan pada penyebab (timbulnya) penyakit.
Patofisiologi
dan Patogenesis
Patofisiologi
Panu
disebabkan oleh organisme lipofilik dimorfik, Malassezia furfur, yang
hanya dapat dikultur pada media yang diperkaya dengan asam lemak berukuran C12-
sampai C14. Malassezia furfur atau yang juga dikenal dengan nama
singkat M furfur, merupakan salah satu anggota dari flora kulit manusia
normal (normal human cutaneous flora) dan ditemukan pada bayi (infant)
sebesar 18% sedangkan pada orang dewasa mencapai 90-100%. Pityrosporon
orbiculare, Pityrosporon ovale, dan Malassezia ovalis
merupakan nama lain (sinonim) dari Malassezia furfur. Sebelas spesies M
furfur telah teridentifikasi, dan Malassezia globosa merupakan salah
satu organisme yang biasa ditemukan pada penderita panu. Organisme ini dapat
ditemukan pada kulit yang sehat dan pada area kulit yang terkena penyakit kulit
(cutaneous disease). Pada penderita dengan penyakit klinis, organisme
ini ditemukan baik pada tingkat spora/ragi (yeast/spore stage) dan
bentuk filamentosa (hyphal).
Sebagian
besar kasus panu dialami oleh orang yang sehat tanpa disertai penurunan sistem
kekebalan tubuh (immunologic deficiencies). Meskipun demikian, beberapa
faktor dapat memengaruhi beberapa orang terkena panu sekaligus memicu
berubahnya bentuk (conversion) dari ragi saprofit (saprophytic yeast)
menjadi bentuk morfologis miselium, parasitik. Faktor-faktor tersebut antara
lain:
1. Kecenderungan (predisposition) genetik.
2. Lingkungan yang lembab, hangat.
3. Immunosuppression.
4. Malnutrition.
5. Cushing disease.
Human
peptide cathelicidin LL-37 berperan dalam pertahanan kulit melawan Malasseziaglobosa.
Meskipun merupakan bagian dari flora normal, M furfur dapat juga menjadi
patogen yang oportunistik. Organisme ini dipercaya juga berperan pada penyakit
kulit lainnya, termasuk Pityrosporum folliculitis, confluent and
reticulate papillomatosis, seborrheic dermatitis, dan
beberapa bentuk dermatitis atopik.
Sebagai
tambahan, panu merupakan penyakit kulit yang tidak berbahaya (benign skin
disease) yang menyebabkan papula atau makula bersisik pada kulit.
Sebagaimana namanya, tinea versikolor, (versi berarti beberapa)
kondisi yang ada dapat memicu terjadinya perubahan warna (discoloration)
pada kulit, berkisar dari putih menjadi merah menjadi coklat. Keadaan ini tidak
menular karena patogen jamur kausatif (causative fungal pathogen)
merupakan penghuni normal pada kulit.
Kulit
penderita panu dapat mengalami hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Pada kasus
hipopigmentasi, inhibitor tyrosinase [hasil dari aksi/kerja inhibitor tyrosinase
dari asam dicarboxylic yang terbentuk melalui oksidasi beberapa asam
lemak tak jenuh (unsaturated fatty acids) pada lemak di permukaan kulit]
secara kompetitif menghambat enzim yang diperlukan dari pembentukan pigmen melanocyte.
Pada kasus panu dengan makula hiperpigmentasi, organisme memicu pembesaran
melanosom yang dibuat oleh melanosit di lapisan basal epidermis.
Patogenesis
Perubahan
bentuk Malassezia dari blastospora menjadi miselium dipengaruhi oleh
berbagai faktor predisposisi. Asam dikarboksilat, yang dibentuk oleh oksidasi
enzimatis asam lemak pada lemak di permukaan kulit, menghambat tyrosinase
pada melanosit epidermis dan dengan demikian memicu hipomelanosis. Enzim ini
terdapat pada organisme (Malassezia).
Epidemiologi
1.
Frekuensi
Di Amerika serikat, panu lebih sering terjadi di daerah dengan
temperatur lebih tinggi dan kelembaban yang relatif lebih tinggi. Prevalensi
nasional panu sekitar 2-8% dari populasi. Insiden yang pasti di Amerika Serikat
sulit diperkirakan karena banyak orang yang terkena panu tidak berobat ke
dokter. Sedangkan di dunia internasional, panu terjadi di seluruh dunia, dengan
prevalensi yang dilaporkan sebanyak 50% di lingkungan yang panas dan lembab di
kepulauan Samoa Barat dan hanya 1,1% di temperatur yang lebih dingin di Swedia.
2.
Mortalitas/Morbiditas
Belum
ada laporan/data yang menyebutkan mortalitas/morbiditas pada penderita panu.
3.
Ras
Insiden
panu sama pada semua ras, meskipun perubahan pigmentasi kulit tampak lebih
jelas pada orang yang berkulit lebih gelap.
4. Jenis Kelamin
Berdasarkan
beberapa riset, disimpulkan bahwa tidak ada jenis kelamin yang lebih dominan
pada penderita panu.
5. Usia
Di
Amerika Serikat, panu sering dijumpai pada usia 15-24 tahun, saat kelenjar
sebasea (sebaceous glands) bekerja aktif. Angka kejadian sebelum
pubertas atau setelah usia 65 tahun jarang ditemukan.
Di negara-negara tropis, frekuensi usia
bervariasi. Sebagian besar kasus dijumpai pada usia 10-19 tahun di
negara-negara yang lembab dan lebih hangat, seperti: Liberia dan India. Menurut
Prof.Dr.R.S.Siregar, Sp.KK(K), panu dapat menyerang hampir semua umur, hampir
di seluruh dunia.
6.
Lingkungan
Keadaan
basah atau berkeringat banyak, menyebabkan stratum korneum melunak sehingga
mudah dimasuki Malassezia furfur.
7. Kebersihan (hygiene)
Kurangnya
kebersihan memudahkan penyebaran panu.
Pemeriksaan Fisik
Efloresensi (Gambaran Ruam atau Lesi Kulit atau Ujud
Kelainan Kulit)
Makula,
berbatas tegas (sharply marginated), berbentuk bundar atau oval, dan
ukurannya bervariasi. Beberapa pasien disertai Malassezia folliculitis dan
dermatitis seboroik. Pada kulit yang tidak berwarna coklat (untanned skin),
lesi berwarna coklat terang. Pada kulit coklat (tanned skin), lesi
berwarna putih. Pada orang yang berkulit gelap, terdapat makula coklat gelap.
Beberapa lesi panu berwarna merah.
Selain itu, panu merupakan makula yang dapat hipopigmentasi,
kecoklatan, keabuan, atau kehitam-hitaman dalam berbagai ukuran, dengan skuama
halus di atasnya.
Manifestasi
Klinis (Gejala, Keluhan)
Biasanya
timbul makula dalam berbagai ukuran dan warna, dengan kata lain terlihat
sebagai bercak-bercak berwarna-warni, berbentuk tidak teratur sampai teratur,
berbatas jelas sampai difus, ditutupi sisik halus dengan rasa gatal (ringan),
atau asimtomatik (tanpa gejala atau tanpa keluhan), dan hanya gangguan kosmetik
saja. Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar matahari atau kemungkinan
pengaruh toksis jamur terhadap pembentukan pigmen, sering dikeluhkan penderita.
Keluhan gatal, meskipun ringan, merupakan salah satu alasan penderita datang
berobat.
Predileksi
atau Distribusi
Panu
dapat terjadi di mana saja di permukaan kulit manusia, seperti: tubuh bagian
atas, lengan atas, leher, kulit kepala yang berambut, muka/wajah, punggung,
dada, perut (abdomen), ketiak (axillae), tungkai atas, lipat paha, paha,
alat kelamin (genitalia), dan bagian tubuh yang tak tertutup pakaian.
Bentuk
Panu
Bentuk
1
Gambaran
atau penampilan paling umum panu adalah banyak (numerous), berbatas
jelas (well-marginated), bersisik "kecil/sempurna" (finely
scaly), makula oval-bulat menyebar di batang tubuh (trunk) dan/atau
di dada, dan sesekali ada juga di bagian bawah perut, leher, dan ekstremitas
(anggota gerak) bagian proximal (dekat sumbu tubuh). Makula-makula
cenderung bergabung/menyatu, membentuk perubahan pigmen (pigmentary
alteration) patches yang tidak teratur. Sebagaimana arti istilah versicolor
(versi=beberapa), maka panu memiliki karakteristik adanya variasi warna kulit.
Area kulit yang terinfeksi panu dapat menjadi lebih gelap atau lebih terang
dibandingkan dengan kulit di sekitarnya. Kondisi ini mudah dan jelas terlihat
terutama saat bulan-bulan di musim panas. Metode light scraping kulit
yang terinfeksi panu dengan alat scalpel blade akan menunjukkan banyak
sekali keratin.
Bentuk
2
Bentuk
kebalikan (inverse form) dari panu juga ada, dimana kondisi ini memiliki
distribusi yang berbeda sepenuhnya, melibatkan daerah lipatan kulit (flexure),
wajah, atau area ekstremitas (anggota gerak, yaitu tangan dan kaki) yang
terpisah (isolated). Bentuk panu ini lebih sering terlihat pada hosts
yang immunocompromised (mengalami gangguan sistem kekebalan tubuh).
Bentuk ini dapat dikacaukan dengan kandidiasis, seborrheic dermatitis,
psoriasis, erythrasma, dan infeksi dermatofita.
Bentuk
3
Bentuk
ketiga infeksi M furfur pada kulit melibatkan folikel rambut. Kondisi
ini secara khas berlokasi di punggung, dada, dan extremities (anggota
gerak tubuh, meliputi tangan dan kaki). Bentuk ini secara klinis sulit
dibedakan dengan bacterial folliculitis. Gambaran Pityrosporum folliculitis
adalah perifollicular, pustul atau papula eritematosa. Faktor
predisposisi meliputi: diabetes, kelembaban yang tinggi, terapi antibiotik atau
steroid, dan terapi immunosuppressant. Sebagai tambahan, beberapa riset
melaporkan bahwa M furfur juga berperan di dalam seborrheic dermatitis.
Pemeriksaan Laboratorium
Presentasi
klinis panu jelas, khas (distinctive), dan diagnosis seringkali dibuat
tanpa pemeriksaan laboratorium. Sinar ultraviolet hitam (Wood) dapat digunakan
untuk menunjukkan pendar (fluorescence) warna keemasan (coppery-orange)
dari panu. Bagaimanapun juga, pada beberapa kasus, lesi panu terlihat lebih
gelap daripada kulit yang tidak terkena panu di bawah sinar Wood, hanya saja
tidak berpendar.
Diagnosis
biasanya ditegakkan dengan pemeriksaan potassium hydroxide (KOH), yang
menunjukkan gambaran hifa dengan cigar-butt yang pendek. Penemuan KOH
tentang spora dengan miselium pendek telah dianggap serupa dengan gambaran spaghetti
and meatballs atau bacon and eggs sebagai tanda khas panu. Untuk
visualisasi yang lebih baik, gunakan pewarnaan dengan tinta biru, tinta Parker,
methylene blue stain, atau Swartz-Medrik stain dapat ditambahkan
pada persiapan atau preparat KOH.
Dengan
pemeriksaan darah, tidak ada defisiensi definitif dari antibodi normal atau
komplemen yang tampak pada pasien panu, namun riset di area ini tetap
berlanjut. Sebagai contoh, meskipun seseorang yang terkena panu ternyata tidak
memiliki level antibodi spesifik diatas mereka dengan kontrol age-matched,
antigen M furfur benar-benar memperoleh respon imunoglobulin G spesifik pada
pasien dengan seborrheic dermatitis dan tinea versicolor. Ini terdeteksi oleh enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA) dan Western blotting assays.
M
furfur benar-benar menyebabkan munculnya antibodi immunoglobulin A,
immunoglobulin G, dan immunoglobulin M, dan juga dapat mengaktifkan komplemen
baik melalui jalur alternatif maupun jalur klasik. Berbagai riset telah
menemukan defek produksi limfokin, sel-sel natural killer T, menurunkan phytohemagglutinin
dan stimulasi concanavalin A interleukin 1, interleukin 10, serta
produksi interferon gamma oleh limfosit pada pasien. Meskipun berbagai tes ini
tidak menyarankan kelainan imunologis, namun tes ini benar-benar menyarankan
pengurangan respon tubuh terhadap elemen jamur yang spesifik yang memproduksi
panu.
Jadi,
ciri khas panu yang ditemukan pada pemeriksaan KOH adalah gambaran hifa
filamentosa dan bentuk globose yeast, yang sering disebut: spaghetti
dan meat balls, yaitu kelompok hifa pendek yang tebalnya 3-8 mikron,
dikelilingi spora berkelompok yang berukuran 1-2 mikron. Sedangkan
pada pemeriksaan dengan lampu Wood, tampak fluoresensi kuning keemasan atau blue-green
fluorescence of scales.
Penemuan Histologis
Organisme
yang menyebabkan panu berdiam/berlokasi di stratum corneum. M furfur
dapat dideteksi dengan hematoxylin dan eosin (H&E) saja, meskipun
pewarnaan periodic acid-Schiff (PAS) atau methenamine silver
lebih dapat menegakkan diagnosis.
Pada
kasus yang jarang, organisme dapat mencapai stratum granulosum, dan bahkan
ditemukan di dalam keratinocytes. Epidermis menunjukkan akantosis dan
hiperkeratosis ringan, dan suatu mild perivascular infiltrate tampak
nyata di dermis.
Suatu perubahan epidermis yang menyerupai acanthosis nigricans teramati pada keanekaragaman papula, dengan pembuluh darah yang berdilatasi yang terdapat pada lesi eritematosa.
Suatu perubahan epidermis yang menyerupai acanthosis nigricans teramati pada keanekaragaman papula, dengan pembuluh darah yang berdilatasi yang terdapat pada lesi eritematosa.
1 komentar:
maaf kak, bisa dicantumkan referensinya?
Posting Komentar