Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan suatu metoda yang digunakan
untuk menguji bahan-bahan yang bersifat toksik (Ahmed et al., 2011).
Toksisitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu zat yang memiliki sifat
destruktif pada sel terutama yang menyangkut proses suatu sel dalam sistem
kekebalan tubuh (Clayman,
1989).
Uji toksisitas menggunakan Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) ini pertama kali dilakukan oleh
Meyer et al (1982). Mereka mengujikannya
pada larva udang Artemia salina Leach
sebagai hewan percobaan. Pengujian dengan larva udang ini merupakan skrining
awal untuk senyawa-senyawa yang diduga berkhasiat sebagai antikanker. Hasil uji
toksisitas dengan metoda BSLT dapat diketahui dari jumlah kematian larva udang Artemia salina Leach karena pengaruh
ekstrak atau senyawa tertentu dari dosis yang telah ditentukan. Metoda BSLT
mempunyai kemampuan dalam mendeteksi 14 diantara 24 ekstrak etanol spesies
Euphorbiaceae yang aktif terhadap uji 9-PS (sel leukimia in vitro pada tikus) pada penelitian Meyer (1982), dan kemampuannya
mendeteksi 5 diantara 6 senyawa yang aktif terhadap uji sel karsinoma
nasofaring, serta banyak penelitian yang lain yang membuktikan bahwa BSLT dapat
memberikan korelasi yang baik terhadap uji tersebut. Selain itu, BSLT memiliki
beberapa keuntungan, antara lain pelaksanaannya sederhana, waktu relatif cepat,
tidak memerlukan peralatan khusus, menggunakan sedikit sampel, serta tidak
memerlukan serum hewan seperti pada metoda sitotoksik lainnya (Indiastuti et al., 2008).
Untuk mengukur tingkat toksisitas suatu
senyawa dapat digunakan beberapa pengukuran, yaitu LC50 (Lethal Concentration 50%), LD50 (Lethal Dose 50%) dan ED50 (Efective Dose 50%). LC50 (Lethal Concentration 50%) adalah
konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian 50% hewan percobaan selama waktu
tertentu. LD50 (Lethal Dose
50%) adalah dosis yang dibutuhkan untuk membunuh 50% organisme uji. ED50
(Efective Dose 50%) adalah dosis 50%
organisme uji memperlihatkan efek aktivits yang nyata. Pada metode BSLT,
pengukuran tingkat suatu senyawa digunakan LC50. Suatu tanaman atau
hasil isolasi dianggap menunjukkan aktivitas toksisitas bila mempunyai nilai LC50
kecil dari 1000 ppm, sedangkan untuk senyawa murni dianggap menunjukkan aktivitas toksisitas bila
mempunyai nilai LC50 kecil dari 200 ppm.
2.5. Larva Artemia
salina Leach
Artemia
salina Leach adalah udang-udangan tingkat rendah yang hidup sebagai
zooplankton, dan menghuni perairan yang berkadar garam tinggi. Apabila kadar
garam kurang dari 6% telur Artemia salina
Leach akan tenggelam sehingga telur tidak bisa menetas. Sedangkan apabila kadar
garam lebih dari 25% telur akan tetap berada dalam kondisi tersuspensi,
sehingga dapat menetas dengan normal (Fox,
2004; Harefa, 1997).
Klasifikasi
Artemia salina Leach sebagai berikut:
Filum :Arthropoda
Kelas :
Crustacea
Subklas :Branchipoda
Ordo :
Anostraca
Famili :
Artemiidae
Genus :
Artemia
Brine
shrimp merupakan nama
lain dari Artemia, yaitu suatu
kelompok udang-udangan dari phylum Arthopoda.
Artemia ini hidup di danau-danau
garam (berair asin) yang ada diseluruh dunia. Kista Artemia akan tenggelam dan tidak menetas jika kadar garam tempat
hidupnya kurang dari 6%, dan akan menetas jika kadar garam lebih dari 25%.Kista
dari Artemia ini dapat hidup
bertahun-tahun, bahkan ada yang hidup sampai lebih dari 10.000 tahun. Kista Artemia akan menetas menjadi embrio
setelah 15-20 jam pada suhu 25°C, kemudian dalam waktu beberapa jam embrio ini
akan berubah menjadi naupli yang sudah dapat berenang bebas. Naupli yang
berwarna kecoklatan inilah yang dijadikan pengamatan pada uji Brine Shrimp LethalityTest (BSLT) (Harefa, 1997).
|
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kehidupan Artemia adalah salinitas, oksigen terlarut,
suhu, pH, aerasi.Salah satu keistimewaan Artemia adalah kemampuannya
dalam beradaptasi terhadap rentang salinitas yang luas. Salah satu keunggulan
jasad renik ini adalah kemampuannya dalam beradaptasi terhadap berbagai kondisi
lingkungan, seperti salinitas dan suhu.(Muhammaad,
2014). Untuk memungkinkan hidupnya
naupli diperlukan temperatur 25-30ºC dengan kadar salinitas 30-35 ppt sedangkan
pH yang diperlukan adalah 8-9, jika pH dibawah 5 atau diatas 10 udang tersebut
dapat mati. Cahaya yang cukup sangat dibutuhkan dalam proses penetasan dan akan
menguntungkan bagi pertumbuhannya. Selain itu suplai oksigen juga harus tetap
dijaga agar naupli dapat tetap hidup dan berkembang.
Penggunaan udang Artemia
salina Leach dalam uji toksisitas dengan metoda Brine Shrimp LethalityTest ini mempunyai beberapa keuntungan, antara lain kista
mudah didapat, murah, mudah disimpan beberapa tahun ditempat yang kering, dan
tidak memerlukan kondis aseptis yang khusus, serta udang ini memiliki
sensitivitas yang lebih tinggi tehadap senyawa toksik bila dibandingkan dengan
organisme laut lainnya. Pertumbuhan dari udang Artemia salina Leach yang cepat ini dapat dikorelasikan dengan
pertumbuhan sel kanker yang cepat, sehingga metoda ini dapat digunakan sebagai
penapisan awal senyawa yang bersifat sitotoksik (Ayo et al.,
2007; Krishnaraju et al., 2005; Pisutthanan et al., 2004; Lellau et al.,
2003; Meyer et al. 1982).
2.6.2. Media perkembangbiakan Artemia salina
Diperlukan media yang khusus dalam pembiakkan udang
artemia untuk uji Brine shrimp tersebut, tetapi media yang digunakan dapat
dibuat dalam bentuk sederhana dan murah (Harefa, 1997). Media dibuat dalam
bentuk kaca yang terdiri dari dua bagian yaitu bagian yang gelap dan bagian
yang terang. Kista udang diletakkan pada bagian yang gelap dan akan bergerak
kedaerah yang terang setelah menetas menjadi larva. Untuk membiakkan udang
artemia diperlukan media dengan syarat-syarat sebagai berikut:
1.
Salinitas antara 20-30
ppt (parts per thousand) atau 1-2
sendok teh garam per liter air tawar. Untuk buffer dapat ditambahkan magnesium
sulfate (20% dari konsentrasi air garam) atau setengah sendok teh per liter
air.
2.
Suhu
air 26-28ºC (suhu kamar)
3.
Berikan
sinar selama penetasan (dapat digunakan lampu standar grow-lite atau lampu 60 watt).
4.
Aerasi
yang cukup, untuk menjaga oksigen terlarut sekitar 3 ppm.
5.
pH
8 atau lebih, jika pH turun dibawah 7 dapat ditambahkan soda kue untuk
menaikkan pH.
6.
Kepadatan
sekitar 2 gram perliter (Harefa, 1997).
Penetasan terbaik menurut Bahari (2011) adalah pada suhu 28ºC dengan
salinitas sekitar 35%
2.6.3. Pengujian toksisitas dengan metodeBrine
Shrimp LethalityTest(BLST)
Untuk
pengujian toksisitas dengan metoda Brine
Shrimp LethalityTest ini diperlukan larutan sampel dengan 3 konsentrasi,
dimana biasanya dipakai konsentrasi 1000, 100, dan 10 ppm, atau jika belum
mencapai LC50 pada konsentrasi tersebut, dapat diturunkan jadi 1
ppm. Tetapi konsentrasi ini tidak mutlak,
dapat digunakan jumlah konsentrasi sesuai yang diinginkan, misalnya 250, 25 dan
2,5 ppm. Vial dapat digunakan sebagai wadah untuk sampel yang sudah dibuat
dalam berbagai konsentrasi tersebut, dimana masing-masing konsentrasi dibuat 3
vial (3 kali pengulangan). Jumlah larva yang diperlukan untuk uji adalah 10
ekor untuk masing-masing vial. Kematian larva
udang dapat diamati setelah 24 jam, jumlah hewan yang mati dalam
masing-masing vial dapat digunakan untuk menghitung LC50 (Novianti.,
etal 2013).
Siklus hidup Artemia salina Leach dimulai dari saat menetasnya kista atau telur.
Setelah 15-20 jam pada suhu 25ºC kista akan menetas menjadi embrio. Dalam waktu
beberapa jam embrio ini masih menempel pada kulit kista. Pada fase ini embrio
akan menyelesaikan perkembangannya kemudian berubah menjadi naupli yang sudah
akan bisa berenang bebas. Artemia salina
Leach yang baru menetas tidak akan
makan, karena mulut dan anusnya belum terbentuk sempurna. Pada awalnya naupli
akan berwarna orange kecoklatan akibat masih mengandung kuning telur dalam
tubuhnya, yang akan bertahan selama 72 jam. Sehingga naupli tidak membutuhkan
makanan untuk selang waktu 72 jam tersebut. Untuk kultur pertumbuhan
selanjutnya, larva membutuhkan makanan berupa mikro alga, bakteri dan dentritus
organik lainnya. Naupli akan berganti kulit sebanyak 15 kali sebelum menjadi
dewasa dalam waktu 8 hari (Fox,
2004; Harefa, 1997).
Variabel yang penting dalam membiakkan udang Artemia salina Leach ini adalah pH, temperatur, cahaya dan oksigen. pH 8-9 merupakan
yang paling baik, sedangkan pH dibawah 5 atau lebih besar dari 10 dapat
membunuh Artemia salina Leach. Cahaya
minimal diperlukan dalam proses penetasan dan akan sangat menguntungkan bagi
pertumbuhan mereka. Lampu standar grow-lite sudah cukup untuk keperluan hidup Artemia salina Leach (Fox,
2004; Harefa, 1997).
Uji
toksisitas merupakan uji pendahuluan untuk mengamati aktivitas farmakologi
suatu senyawa. Prinsip uji toksisitas adalah bahwa komponen bioaktif selalu
bersifat toksik jika diberikan dengan dosis tinggi dan menjadi obat pada dosis
rendah. Larva udang memiliki kulit yang tipis dan peka terhadap lingkungannya
sehingga banyak digunakan dalam uji toksisitas. Zat atau senyawa asing yang ada
di lingkungan akan terserap ke dalam tubuh secara difusi dan langsung
memengaruhi kehidupannya. Larva udang
yang sensitif ini akan mati apabila zat atau senyawa asing tersebut bersifat toksik. Uji toksisitas digunakan
untuk mengetahui pengaruh racun yang dihasilkan oleh dosis tunggal dari suatu
campuran zat kimia pada hewan coba sebagai uji pra skrining senyawa bioaktif antikanker
(Hamburger & Hostettmann, 1991; Mc. Laughlin & Rogers, 1998)
Uji
toksisitas mempunyai korelasi dengan aktivitas obat antikanker. Berdasarkan pada
nilai-nilai IC50, sitotoksisitas yang tingkat ekstrak dapat dibagi
menjadi kuat (<100 μg/ml), sedang (101-200 μg/ml),
dan lemah (>200 μg/ml). Semakin rendah
nilai IC50 semakin tinggi toksisitas terhadap kematian
hewan percobaan, maka senyawa tersebut aktif terhadap sel tumor atau sel kanker
(Subarnas et al.,
2012).
Salah satu
metoda yang digunakan untuk menguji senyawa yang memiliki bioaktivitas sebagai
antikanker dari senyawa yang diisolasi adalah Brine shrimp lethality test (BSLT), dimana tujuan dari penggunaan
metode ini adalah sebagai uji pendahuluan yang dapat mendukung penemuan
senyawa-senyawa antikanker (Mudi & Salisu, 2009).
b.
Uji
Toksisitas Terhadap Hasil Ekstraksi dengan Metode BSLT (Zou, et al., 2014)
Kista udang Artemia salina
Leach ditetaskan dalam wadah pembiakan yang berisi air laut, dan digunakan
setelah 48 jam setelah larva menetas.
Pengujian dilakukan dengan konsentrasi 1000, 100, 10 ppm dengan pengulangan
masing-masing tiga kali. Sebanyak 40 mg ekstrak uji dilarutkan dalam 4 ml
metanol (larutan induk 10.000
ppm). Pembuatan konsentrasi 100 ppm dengan cara pengenceran
larutan induk 10.000 ppm sebanyak 0,5 ml ditambahkan metanol hingga 5 ml maka
diperoleh konsentrasi ekstak uji 1000 ppm kemudian di pipet sebanyak 0.5 ml larutan
ekstrak uji tersebut ke dalam vial uji hingga nantinya didapat konsentrasi 100
ppm setelah penambahan air laut hingga 5 ml dan untuk konsentrasi 10 ppm dibuat
dari larutan uji 100 ppm dengan cara yang sama.
Masing-masing
vial uji dibiarkan metanolnya menguap. Larutkan kembali ekstrak uji dengan DMSO sebanyak 50 ml,
selanjutnya tambahkan air laut hingga batas kalibrasi (5 ml). Masukkan larva
udang pada masing-masing vial sebanyak 10 ekor. Kemudian
amati larva udang setelah 24 jam. Dari data yang dihasilkan dihitung LC50
dengan metode kurva menggunakan tabel
probit.
Untuk kontrol,
DMSO sebanyak 50 ml
dipipet dengan menggunakan pipet mikro ke dalam vial uji, dan ditambahkan air
laut. Masukkan larva Artemia salina Leach 10 ekor. Masing-masing kosentrasi
dibuat 3 kali pengulangan.
Lethal
Concentration 50
(LC50)
LC50
(Lethal Concentration 50%)
adalah besarnya konsentrasi yang dapat membunuh hewan
percobaan sebanyak 50% dari keseluruhannya.Untuk uji toksisitas dengan metoda
Brine shrimp, sampel uji dikatakan aktif jika LC50 kecil dari
1000 ppm.Sejauh ini metoda penentuan LC50 ada 3 macam, yaitu metoda
Kurva, metoda dan
Farmakope Indonesia(Pradipta, 2007).
Metode Kurva
Metode kurva menggunakan
log kertas probit yang di desain khusus untuk perhitungan dosis/respon. Metoda
ini pertama kali dikembangkan oleh Miller dan Trainter. Garis vertikal
menyatakan nilai probit dan persentasi respon. Sedangkan garis horizontal
menyatakan dosis/konsentrasi yang digunakan Dari kurva baku dapat diturunkan
harga LC50 (Meyer et al., 1982).
Tabel 2.1. Nilai probit sesuai dengan
besarnya persentase kematian
%
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
0
|
….
|
2,674
|
2,946
|
3,119
|
3,249
|
3,555
|
3,445
|
3,524
|
3,595
|
3,659
|
10
|
3,718
|
3,773
|
3,825
|
3,874
|
3,920
|
3,964
|
4,006
|
4,046
|
4,085
|
4,122
|
20
|
4,158
|
4,194
|
4,228
|
4,261
|
4,294
|
4,326
|
4,357
|
4,387
|
4,417
|
4,447
|
30
|
4,476
|
4,504
|
4,532
|
4,560
|
4,597
|
4,615
|
4,642
|
4,668
|
4,695
|
4,721
|
40
|
4,747
|
4,773
|
4,798
|
4,824
|
4,849
|
4,900
|
4,925
|
4,950
|
4,950
|
4,975
|
50
|
5,000
|
5,050
|
5,05
|
5,075
|
5,100
|
5,126
|
5,151
|
5,202
|
5,202
|
5,227
|
60
|
5,253
|
5,279
|
5,305
|
5,332
|
5,358
|
5,385
|
5,413
|
5,468
|
5,468
|
5,496
|
70
|
5,524
|
5,553
|
5,583
|
5,613
|
5,643
|
5,674
|
5,706
|
5,772
|
5,772
|
5,806
|
80
|
5,842
|
5,878
|
5,915
|
5,954
|
5,994
|
6,036
|
6,080
|
6,175
|
6,175
|
6,227
|
90
|
6,282
|
6,341
|
6,405
|
6,476
|
6,476
|
6,645
|
6,751
|
6,881
|
7,054
|
7,326
|
100
|
9,768
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Metode Farmakope Indonesia.
Pada metoda ini, LC50
dapat dihitung secara matematis dengan menggunakan rumus sebagai berikut
(Farmakope Indonesia IV, 1995):
M
= a
– b ( Spi – 0,5 ),
dimana
:
M
=Log
LD50 atau LC50
a =
Log dosis atau konsentrasi terendah yang masih dapat menyebabkan kematian100% pada hewan percobaan.
b = Beda log dosis atau konsentrasi yang berurutan
Spi =Jumlah hewan yang mati dibagi dengan jumlah hewan
seluruhnya yang
menerima dosis atau konsentrasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar