Google ads

Jumat, 25 Desember 2015

Parameter Farmakokinetika



Secara praktis, makna klinik dari parameter-parameter tersebut adalah sebagai berikut:

1.      Tetapan kecepatan absorpsi (Ka)

Tetapan kecepatan absorpsi menggambarkan kecepatan absorpsi, yakni masuknya obat ke dalam sirkulasi sistemik dari absorpsinya (saluran cerna pada pemberian oral, jaringan otot pada pemberian intramuskuler, dsb). Nilai ini merupakan resultante dari kecepatan disolusi obat dari bentuk sediaannya dari pelarutannya dalam lingkungan tempat absorpsi, proses absorpsi itu sendiri, dan proses lebih jauh yang mungkin telah berlangsung, yakni distribusi dan eliminasi. Bila terjadi hambatan dalam proses absorpsi, akan didapatkan nilai Ka yang lebih kecil. Satuan dari parameter ini adalah fraksi persatuan waktu (jam-1 atau menit-1). Selain Ka, gambaran kecepatan disolusi juga bisa diperoleh dari nilai Tlag (lag-time), yakni tenggang waktu antara saat pemberian obat dengan munculnya kadar obat di sirkulasi sistemik (darah/serum/plasma). Satuan untuk Tlag adalah jam atau menit.

2.      Waktu mencapai kadar puncak (Tmax)

Nilai ini menunjukkan kapan kadar obat dalam sirkulasi sistemik mencapai puncak. Di samping Ka, Tmax ini juga digunakan sebagai parameter untuk menunjukkan kecepatan absorpsi, dan parameter ini lebih mudah diamati/dikalkulasi dari pada Ka. Hambatan pada proses absorpsi obat dapat dengan mudah dilihat dari mundurnya/memanjangnya T max. Satuan: jam atau menit.

3.      Kadar puncak (Cmax)

Kadar puncak adalah kadar tertinggi yang terukur dalam darah/serum/plasma. Nilai ini merupakan resultante dari proses absorpsi, distribusi dan eliminasi, dengan pengertian bahwa pada saat kadar mencapai puncak, proses-proses absorpsi, distribusi dan eliminasi berada dalam keadaan seimbang. Selain menggambarkan derajad absorpsi, nilai Cmax ini umumnya juga digunakan sebagai tolok ukur, apakah dosis yang diberikan cenderung memberikan efek toksik atau tidak. Dosis dikatakan aman apabila kadar puncak obat tidak melebihi kadar toksik minimal (KTM). Satuan parameter ini adalah berat/volume (ug/ml atau ng/ml) dalam darah/serum/plasma.

4.      Tetapan kecepatan eliminasi (Kel)

Tetapan kecepatan eliminasi menunjukkan laju penurunan kadar obat setelah proses-proses kinetik mencapai keseimbangan. Satuannya adalah fraksi per waktu (jam-1 atau menit-1). Nilai ini menggambarkan proses eliminasi, walaupun perlu diingat bahwa pada waktu itu mungkin proses absorpsi dan distribusi masih berlangsung. Secara praktis, nilai ini kemudian diterjemahkan kedalam parameter lain, yakni T 1/2. Tetapan ini dapat ditentukan dengan rumus:

Kel= 0,693/ T ½

5.      Waktu paro eliminasi (T1/2)

Secara definitif, waktu paro eliminasi adalah waktu yang diperlukan agar kadar obat dalam sirkulasi sistemik berkurang menjadi separonya. Nilai parameter ini merupakan terjemahan praktis dari nilai Kel. Nilai T 1/2 ini banyak digunakan untuk memperkirakan berbagai kondisi kinetik, misalnya kapan obat akan habis dari dalam tubuh, kapan sebaiknya dilakukan pemberian ulang (interval pemberian), kapan kadar obat dalam sirkulasi sistemik mencapai keadaan tunak (steady state) pada pemberian berulang, dsb. Nilai T 1/2 ini dapat dihitung dengan rumus 0,693/Kel.

6.      Luas daerah di bawah kurva (AUC)

Kadar obat dalam sirkulasi sistemik (darah/serum/ plasma) vs. waktu (AUC) Nilai AUC (Area Under Curve) dapat dihitung pada berbagai periode pengamatan, sesuai kebutuhan,  misalnya AUC0-12, AUC0-24 atau AUC0-~. Nilai ini menggambarkan derajat absorpsi, yakni berapa banyak obat diabsorpsi dari sejumlah dosis yang diberikan. Dengan membandingkan nilai AUC pemberian ekstravaskuler terhadap AUC  intravena  suatu obat  dengan dosis yang  sama,  akan didapatkan  nilai ketersediaan  hayati absolut (= F), yakni fraksi obat yang dapat diabsorpsi dari pemberian ekstravaskuler. lamanya kadar obat berada di atas kadar efektif minimal (KEM), dan intensitas efek dapat digambarkan kadar obat terhadap KEM.

7.      Klirens (Clearance)

Di atas telah diuraikan, bahwa parameter-parameter yang lazim digunakan untuk menggambarkan proses eliminasi adalah nilai T1/2 atau Kel (T 1/2 lebih disukai). Namun, sebenarnya nilai-nilai tersebut hanya merupakan apa yang  terlihat saja (penampakan luar), dan didapatkan dari perhitungan matematis yang diturunkan dari perubahan kadar obat dalam darah dari waktu ke waktu. Sebenarnya Kel dan T1/2 tersebut merupakan hasil dari suatu proses yang dinamakan klirens (CL = Clearance), yakni kemampuan tubuh untuk membersihkan darah  dari obat yang termuat di dalam tubuh (= Vd). Bila diformulasikan hubungan antara CL dengan Kel atau T1/2, akan didapatkan persamaan berikut:

CL = Vd x Kel

atau

Klirens, yang secara definitif diartikan sebagai kemampuan tubuh untuk membersihkan darah dari obat per satuan waktu, dapat dibedakan menjadi 3 hal, yakni 1) klirens yang berasal dari kerja hepar sebagai organ metabolisme utama, 2) klirens yang berasal dari kerja ginjal sebagai organ ekskresi utama dan 3) klirens yang berasal dari organ-organ lain.

CL(tubuh total) = CLhepar + Cginjal + CLlain-lain

Pada kebanyakan obat, hepar dan ginjal memegang peran paling penting dalam proses eliminasi obat, sehingga klirens yang disebabkan organ-organ lain dapat diabaikan, maka didapat persamaan:

CL(tubuh total) = CLhepar + CLginjal

Pada obat-obat yang eliminasi utamanya melalui metabolisme hepatal (misalnya metronidazol, teofilin, dll.), maka klirens oleh organ-organ lain dapat diabaikan sehingga

CL(tubuh total) = CL(hepar)

Sedangkan obat-obat yang eliminasi utamanya melalui ekskresi ginjal, maka:

CL(tubuh total) = CL(ginjal)

CL(tubuh total) juga dapat dihitung dari persamaan

Secara ringkas, kemampuan hepar untuk membersihkan darah dari obat persatuan waktu ditentukan oleh kemampuan metabolisme obat oleh hepar dalam sesaat (rasio ektraksi = extraction ratio) dan oleh kecepatan aliran darah yang melalui hepar. Rasio ekstraksi adalah suatu nilai yang menggambarkan fraksi obat yang dapat dimetabolisme oleh hepar pada saat sejumlah obat melalui hepar. Dengan demikian, makin besar rasio ekstraksi, makin besar kemampuan hepar untuk membersihkan darah, sehingga makin sedikit fraksi obat yang masih tertinggal di sirkulasi sistemik. Demikian juga, makin cepat aliran darah yang melalui hepar, makin tinggi kemampuan hepar membersihkan darah dari obat.

Tidak ada komentar:

Google Ads