Google ads

Minggu, 21 Februari 2016

OBAT TETES MATA


 
I. PENDAHULUAN
1.1.    DEFINISI
     Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata. (FI IV hal 13)
     Sediaan mata merupakan produk steril, tidak mengandung partikel asing, dalam campuran dan wadah yang cocok untuk digunakan pada mata (RPS hal 1581)
     Suspensi obat mata adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yg terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada obat mata seperti yg tertera pada Suspensiones.(FI IV hal 14)
     Larutan optalmik adalah larutan steril basis lemak atau air dari alkaloid, garam alkaloid, antibiotik, atau zat lain yang dimasukkan ke dalam mata. (AOC thn1957 hal 221)
     Sediaan mata adalah larutan atau suspensi dengan pembawa air atau minyak steril yang mengandung satu atau lebih zat aktif yang dibutuhkan untuk digunakan pada mata. (Codex, 161-165).

1.2.    KEUNTUNGAN DAN KEKURANGAN
Keuntungan :
    Larutan mata memiliki kelebihan dalam hal kehomogenan, bioavailabilitas dan kemudahan penangananan.
    Suspensi mata memiliki kelebihan dimana adanya partikel zat aktif dapat memperpanjang waktu tinggal pada mata sehingga meningkatkan waktu terdisolusinya oleh air mata, sehingga terjadi peningkatan bioavailabilitas dan efek terapinya.
Kekurangan :
    Volume larutan yang dapat ditampung oleh mata sangat terbatas (± 7 mL) maka larutan yang berlebih dapat masuk ke nasal cavity lalu masuk ke jalur GI menghasilkan absorpsi sistemik yang tidak diinginkan. Mis. b-bloker untuk perawatan glaukoma dapat menjadi masalah bagi pasien gangguan jantung atau asma bronkhial.
    Kornea dan rongga mata sangat kurang tervaskularisasi, selain itu kapiler pada retina dan iris relatif non permeabel sehingga umumnya sediaan untuk mata adalah efeknya lokal/topikal.

1.3.  PENGGUNAAN OBAT TETES MATA
Obat-obat yang digunakan pada produk optalmik dapat dikategorikan menjadi : miotik, midriatik, siklopegik, anti-inflamatory agent, anti infeksi, anti galukoma, senyawa diagnostik dan anestetik lokal. (Codex hal 160).

1.4.  FAKTOR PENTING DALAM SEDIAAN TETES MATA
1.4.1 Syarat sediaan tetes mata
1.Steril
2.Isotonis dengan air mata, bila mungkin isohidris dengan pH air mata.
   Isotonis = 0,9% b/v NaCl, rentang yang diterima = 0,7 – 1,4 % b/v (Diktat hal 300) atau 0,7 – 1,5 % b/v (Codex hal 163). pH air mata = 7,4 (Diktat hal 301)
3.Larutan jernih, bebas partikel asing dan serat halus.
4.Tidak iritan terhadap mata (untuk basis salep mata)

1.4.2  Faktor Penting
Beberapa faktor penting dalam obat tetes mata  (Benny Logawa,39-40 ; Modul praktikum teknologi sediaan likuida & semisolida, thn 2003 hal 24 – 25)) :
     Sterilitas sediaan dan adanya bahan pengawet untuk mencegah kontaminasi mikroorganisme pada waktu wadah dibuka untuk digunakan.
     Jika tidak mungkin dibuat isotonis dan isohiris maka larutan dibuat hipertonis dan pH dicapai melalui teknik euhidri.
     Adanya air mata yang dapat mempersingkat waktu kontak antara zat aktif dengan mata (perlu penambahan bahan pengental).
     pH optimum (pH zat aktif) lebih diutamakan untuk menjamin stabilitas sediaan.
     Dapar yang ditambahkan mempunyai kapasitas dapar yang rendah (membantu pelepasan obat dari sediaan), tetapi masih efektif menunjang stabilitas zat aktif dalam sediaan. (modul praktikum tek. sediaan likuida dan semi solida, 2003, p 24-25)
     Konsentrasi zat aktif berpengaruh pada penetrasi zat aktif yang mengikuti mekanisme absorpsi dengan cara difusi pasif. (modul praktikum tek. sediaan likuida dan semi solida, 2003, p 24-25)
     Peningkat viskositas dimaksudkan untuk meningkatkan waktu kontak sediaan dengan kornea mata (modul praktikum tek. sediaan likuida dan semi solida, 2003, p 24-25)
     Beberapa larutan obat mata perlu hipertonik untuk meningkatkan daya serap dan menyediakan kadar bahan aktif yang cukup tinggi untuk menghasilkan efek obat yang cepat dan efektif. Apabila larutan obat seperti ini digunakan dalam jumlah kecil, pengenceran dengan air mata cepat terjadi sehingga rasa perih akibat hipertonisitas hanya sementara. (FI IV hal 13)
     Pembuatan obat mata dengan sistem dapar mendekati pH fisiologis dapat dilakukan dengan mencampurkan secara aseptik: larutan obat steril dengan larutan dapar steril. Walaupun demikian, perlu diperhatikan mengenai kemungkinan berkurangnya kestabilan obat pada pH yang lebih tinggi, pencapaian dan pemeliharaan sterilitas selam proses pembuatan. Berbagai obat, bila didapar pada pH yang dapat digunakan secara terapeutik, tidak akan stabil dalam larutan untuk jangka waktu yang lama. Sediaan ini dibeku-keringkan dan direkonstitusikan segera sebelum digunakan (misalnya asetilkolin klorida untuk larutan obat mata). (FI IV hal 13)

1.4.3   Pemilihan Bentuk Zat Aktif
Sebagian besar zat aktif yang digunakan untuk sediaan mata bersifat larut air atau dipilih bentuk garamnya yang larut air. Sifat-sifat fisikokimia yang harus diperhatikan dalam memilih garam untuk formulasi larutan optalmik yaitu :
1.      Kelarutan
2.      Stabilitas
3.      pH stabilitas dan kapasitas dapar
4.      Kompatibilitas dengan bahan lain dalam formula.
Sebagian besar zat aktif untuk sediaan optalmik adalah basa lemah. Bentuk garam yang biasa digunakan adalah garam hidroklorida, sulfat, dan nitrat. Sedangkan untuk zat aktif yang berupa sam lemah, biasanya digunakan garam natrium (Codex hal 161).

1.4.4 Suspensi Mata
Suspensi dapat dipakai untuk meningkatkan waktu kontak zat aktif dengan kornea sehingga memberi kerja lepas lambat yang lebih lama (Ansel, 559). Menurut Codex, pemilihan bentuk suspensi ( mis. Sediaan kortikosteroid) disebabkan :
·         Bioavailabilitas zat aktif yang rendah (karena kelarutan rendah) dalam bentuk larutannya.
·         Ketidakstabilan zat aktif dalam bentuk larutan dapat menhasilkan hasil urai yang toksik
Karena mata adalah organ yang sangat sensitif, maka partikel-partikel dalam suspensi dapat mengiritasi dan meningkatkan laju lakrimasi dan kedipan Maka solusinya, digunakan partikel yang sangat kecil yaitu dengan memakai zat aktif yang dimikronisasi (micronized).
Masalah utama suspensi optalmik adalah kemungkinan terjadinya perubahan ukuran partikel menjadi lebih besar selama penyimpanan (agregasi).
Untuk sediaan suspensi, surfaktan diperlukan untuk membasahi zat aktif hidrofob dan untuk memperlambat pengkristalan.
Pensuspensi yang biasa digunakan biasanya sama dengan bahan peningkat viskositas.


II. FORMULASI
2.1  FORMULA UMUM

     R/  Zat aktif
            Bahan pembantu :       Pengawet        Pendapar                    Surfaktan
                                                Pengisotonis    Peningkat viskositas
                                                Anti oksidan    Pensuspensi

2.2  TEORI BAHAN PEMBANTU
a.      PENGAWET
Larutan obat mata dapat dikemas dalam wadah takaran ganda bila digunakan secara perorangan pada pasien dan bila tidak terdapat kerusakan pada permukaan mata. Wadah larutan obat mata harus tertutup rapat dan disegel untuk menjamin sterilitas pada pemakaian pertama. Sedangkan untuk penggunaan pembedahan, disamping steril, larutan obat mata tidak boleh mengandung antibakteri karena dapat mengiritasi jaringan mata. (FI IV hal 13 & 14)
Kontaminasi pada sediaan mata dapat menyebabkan kerusakan yang serius, misalnya menyebabkan radang kornea mata.  Kontaminan yang terbesar adalah Pseudomonas aeruginosa.  Pertumbuhan bakteri bacillus Gram negatif ini terjadi dengan cepat pada beberapa medium dan menghasilkan zat toksin dan anti bakteri.  Sumber bakteri terbesar adalah air destilasi yang disimpan secara tidak tepat yang digunakan dalam pencampuran (AOC, 223).

Organisme lain yang bisa menghasilkan infeksi kornea seperti golongan proteus yang telah diketahui sebagai kontaminan dalam larutan metil selulosa. Selain bakteri, fungi juga merupakan kontaminan misalnya Aspergillus fumigatus. Virus juga merupakan kontaminan seperti herpes simplex, vaksin, dan moluscum contagiosum.  Umumnya pengawet tidak cocok dengan virus(AOC, 223 - 224).

Mikroorganisme lain yang dapat mengkontaminasi sediaan optalmik adalah Hemophillus influenza, Hemophillus conjunctividis, Neisseria gonorrhoeae, Neisseria meningitidis,dll (Repetitorium BL, 38).

        Pengawet yang dipilih seharusnya mencegah dan membunuh pertumbuhan mikroorganisme selama penggunaan.  Pengawet yang sesuai untuk larutan obat tetes mata hendaknya memiliki sifat sebagai berikut (AOC, 234) :
1.      Bersifat bakteriostatik dan fungistatik.  Sifat ini harus dimiliki terutama terhadap Pseudomonas aeruginosa.
2.      Non iritan terhadap mata (jaringan okuler yaitu kornea dan konjungtiva).
3.      Kompatibel terhadap bahan aktif dan zat tambahan lain yang dipakai.
4.      Tidak memiliki sifat alergen dan mensensitisasi.
5.      Dapat mempertahankan aktivitasnya pada kondisi normal penggunaan sediaan.

Golongan pengawet pada sediaan tetes mata (DOM hal 148

Jenis
Konsentrasi
Inkompatibilitas

Keterangan

Senyawa amonium kuartener :
Benzalkonium klorida


0,004 – 0,02 % (biasanya 0,01%)
Sabun, surfaktan anionik, salisilat, nitrat, fluorescein natrium.
·     Paling banyak dipakai untuk sediaan optalmik.
·     Efektivitasnya ditingkatkan dengan penambahan EDTA 0,02%.
Senyawa merkur nitrat :
·   Fenil merkuri nitrat
·   Thiomersal

0,01 – 0,005%
0,005%
Halida tertentu dengan fenilmerkuri asetat
Biasanya digunakan sebagai pengawet dari zat aktif yang OTT dengan benzalkonium klorida
Parahidroksi benzoat :
Nipagin, Nipasol
Nipagin 0,18% + Nipasol 0,02%
Ddiadsorpsi oleh makromolekul, interaksi dengan surfaktan nonionik
Jarang digunakan; banyak digunakan untuk mencegah pertumbuhan jamur, dalam dosis tinggi mempunyai sifat antimikroba yang lemah.
Fenol :
Klorobutanol

0,5 – 0,7%
Stabilitasnya pH dependent; aktivitasnya tercapai pada konsentrasi dekat kelarutan max
Akan berdifusi melalui kemasan polietilen low-density



Alkohol aromatik :
Feniletil alkohol

0,5 - 0,9% or 0,5%
Kelarutan dalam air rendah
Akan berdifusi melalui kemasan polietilen low-density, kadang2 digunakan dalam kombinasi dengan pengawet lain.

Kombinasi pengawet yang biasanya digunakan adalah :
·         Benzalkonium klorida + EDTA
·         Benzalkonium klorida + Klorobutanol/feniletilalkohol/ fenilmerkuri nitrat
·         Klorobutanol + EDTA/ paraben
·         Tiomerasol + EDTA
·         Feniletilakohol + paraben

b.      PENGISOTONIS
Pengisotonis yang dapat digunakan adalah NaCl, KCl, glukosa, gliserol dan dapar (Codex, 161-165). Rentang tonisitas yang masih dapat diterima oleh mata :
FI IV    : 0,6 – 2,0%                 RPS dan RPP      : 0,5 – 1,8%
AOC    : 0,9 – 1,4%                 Codex dan Husa : 0,7 – 1,5%
            Tapi usahakan berada pada rentang 0,6 – 1,5%

Hati-hati kalau bentuk garam zat aktif adalah garam klorida (Cl) karena jka pengisotonis yang digunakan adalah NaCl dapat terjadi kompetisi dan salting out.

c. PENDAPAR
Secara ideal, larutan obat mata mempunyai pH dan isotonisitas yang sama dengan air mata. Hal ini tidak selalu dapat dilakukan karena pada pH 7,4 banyak obat yang tidak cukup larut dalam air. sebagian besar garam alkaloid mengendap sebagai alkaloid bebas pada pH ini. Selain itu banyak obat tidak stabil secara kimia pada pH mendekati 7,4 (FI III, 13). Tetapi larutan tanpa dapar antara pH 3,5 – 10,5 masih dapat ditoleransi walaupun terasa kurang nyaman. Di luar rentang pH ini dapat terjadi iritasi sehingga mengakibatkan peningkatan lakrimasi (Codex, 161-165). Rentang pH yang masih dapat ditoleransi oleh mata menurut beberapa pustaka : 4,5 – 9,0 menurut AOC; 3,5 – 8,5 menurut FI IV

Syarat dapar (Codex, 161-165) :
1.      Dapat menstabilkan pH selama penyimpanan
2.      Konsentrasinya tidak cukup tinggi karena konsentrasi yang tinggi dapat mengubah pH air mata.

Menurut Codex, dapar yang dapat dipakai adalah dapar borat, fosfat dan sitrat. Tapi berdasarkan Suarat Edaran Dirjen POM tgl 12 Oktober 1999, asam borat tidak boleh digunakan untuk pemakaian topikal/lokal karena resiko toksisitasnya lebih besar dibandingkan khasiatnya untuk penggunaan topikal. Jadi, dapar yang boleh digunakan untuk sediaan optalmik hanya dapar fosfat dan sitrat.
Dapar yang digunakan sebaiknya adalah dapar yang telah dimodifikasi dengan penambahan NaCl yang berfungsi untuk menurunkan kapasitas daparnya.
            Dapar sitrat modifikasi Mc Ilvaine (Codex, 68)
pH
Na fosfat (Na2HPO4.12H2O)
g/L
Asam sitrat (C6H8O7.H20)
g/L

pH
Na fosfat (Na2HPO4.12H2O)
g/L
Asam sitrat (C6H8O7.H20)
g/L
2,2
2,4
2,6
2,8
3,0
3,2
3,4
3,6
3,8
1,4
4,4
7,8
11,4
14,7
17,7
20,4
23,1
25,4
20,6
19,7
18,7
17,7
16,7
15,8
15,0
14,2
13,6

5,2
5,4
5,6
5,8
6,0
6,2
6,4
6,6
6,8

38,4
39,9
41,5
43,3
45,2
47,3
49,6
52,1
55,3

9,7
9,3
8,8
8,3
7,7
7,1
6,5
5,7
4,8
4,0
4,2
4,4
4,6
4,8
5,0
27,6
29,7
31,6
33,5
35,3
36,9
12,9
12,3
11,7
11,2
10,7
10,2

7,0
7,2
7,4
7,6
7,8
8,0
59,0
62,3
65,1
67,1
68,6
69,7
3,7
2,7
1,9
1,3
0,9
0,58


d.      PENINGKAT VISKOSITAS
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemilihan bahan peningkat viskositas untuk sediaan optalmik adalah ( Codex, 161-165)
1.      Sifat bahan peningkat viskositas itu sendiri. Mis. Polimer mukoadhesif ( asam hyaluronat dan turunannya; carbomer) secara signifikan lebih efektif daripada polimer non mukoadhesif pada konsentrasi equiviscous.
2.      Perubahan pH dapat mempengaruhi aktivitas bahan peningkat viskositas.
3.      Penggunaan produk dengan viskositas tinggi kadang tidak ditoleransi baik oleh mata dan menyebabkan terbentuknya deposit pada kelopak mata; sulit bercampur dengan air mata; atau mengganggu difusi obat.
Penggunaan peningkat viskositas dimaksudkan untuk memperpanjang waktu kontak antara sediaan dengan kornea sehingga jumlah bahan aktif yang berpenetrasi dalam mata akan semakin tinggi sehingga menambah efektivitas terapinya ( Diktat kuliah teknologi steril, 303).
Viskositas untuk larutan obat mata dipandang optimal jika berkisar antara 15-25 centipoise (cps). Peningkat viskositas yang biasa dipakai adalah metilselulosa 4000 cps sebanyak 0,25% atau 25 cps sebanyak 1%, HPMC, atau polivinil alkohol (Ansel, 548-552). Menurut Codex, dapat digunakan turunan metil selulosa, polivinil alkohol, PVP, dekstran and makrogol.
Na CMC jarang digunakan karena tidak tahan terhadap elektrolit sehingga kekentalan menurun; kadang tidak tercampurkan dengan zat aktif (Diktat kuliah teknologi steril, 303).
Pada umumnya penggunaan senyawa selulosa dapat meningkatkan penetrasi obat dalam tetes mata, demikian juga dengan PVP dan dekstran. Jadi, pemilihan bahan pengental dalam obat tetes mata didasarkan pada ( Diktat kuliah teknologi steril, 304):
·   Ketahanan pada saat sterilisasi,
·   Kemungkinan dapat disaring,
·   Stabilitas, dan
·   Ketidakbercampuran dengan bahan-bahan lain.
Pangental yang sering dipakai adalah : Metilselulosa, HPMC dan PVP.
e.   ANTI OKSIDAN
Zat aktif untuk sediaan mata ada yang dapat teroksidasi oleh udara. Untuk itu kadang dibutuhkan antioksidan. Antioksidan yang sering digunakan adalah Na metabisulfit atau Na sulfit dengan konsentrasi sampai 0,3%. Vitamin C (asam askorbat) dan asetilsistein pun dapat dipakai terutama untuk sediaan fenilefrin.
Degradasi oksidatif seringkali dikatalisa oleh adanya logam berat, maka dapat ditambahkan pengkelat seperti EDTA. Penggunaan wadah plastik yang permeabel terhadap gas dapat meningkatkan proses oksidatif selama penyimpanan (Codex, 161-165; RPS, 1590).
f.  SURFAKTAN
Pemakaian surfaktan dalam obat tetes mata harus memenuhui berbagai aspek (Diktat kuliah teknologi steril, 304) :
1.      Sebagai antimikroba (Surfaktan golongan kationik seperti benzalkonium klorida, setil piridinium klorida, dll).
2.      Menurunkan tegangan permukaan antara obat mata dan kornea sehingga meningkatkan akti terapeutik zat aktif.
3.      Meningkatkan ketercampuran antara obat tetes mata dengan cairan lakrimal, meningkatkan kontak zat aktif dengan kornea dan konjungtiva sehingga meningkatkan penembusan dan penyerapan obat.
4.      Tidak boleh meningkatkan pengeluaran air mata, tidak boleh iritan dan merusak kormea. Surfaktan golongan non ionik lebih dapat diterima dibandingkan dengan surfaktan golongan lainnya.
Penggunaan surfaktan dalam sediaan optalmik terbatas karena bisa melarutkan bagian lipofil dari mata. Surfaktan non ionik, yang paling tidak toksik dibandingkan golongan lain, digunakan dalam konsentrasi yang rendah dalam suspensi steroid dan sebagai pembantu untuk membentuk larutan yang jernih.
Surfaktan dapat juga digunakan sebagai kosolven untuk meningkatkan solubilitas (jarang dilakukan). Surfaktan non ionik dapat mengadsorpsi senyawa pengawet antimikroba dan menginaktifkannya. (RPS, 1590)
Menurut Codex, surfaktan non ionik yang sering dipakai adalah Polisorbat 80 (Tween 80). Sedangkan menurut Diktat kuliah teknologi steril dapat juga digunakan Tween 20, benzetonium klorida, miristil-gamma-picolinium klorida, polioxil 40-stearat, alkil-aril-polietil alkohol, dioktil sodium sulfosuksinat, dll.


2.3 PERHITUNGAN
a. Metode Turunnya Titik Beku
Turunnya titik beku serum darah atau cairan lakrimal sebesar -0,52°C yang setara dengan 0,9% NaCl. Makin besar konsentrasi zat terlarut makin besar turunnya titik beku.



b. Ekivalensi NaCl
Didefinisikan sebagai suatu faktor yang dikonversikan terhadap sejumlah tertentu zat terlarut terhadap jumlah NaCl yang memberikan efek osmotik yang sama. Misalnya ekivalensi NaCl asam borat 0,55 berarti 1 g asam borat di dalam larutan memberikan jumlah partikel yang sama dengan 0,55 g NaCl.
        

Oleh karena itu zat aktif dengan tipe ionik yang sama dapat menyebabkan turunnya titik beku molal yang sama besar, maka Wells mengatasinya dengan menggolongkan zat-zat tersebut menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah ion yang dihasilkan. Lihat tabel III di Repetitorium Teknologi Sediaan Steril, hal. 15.

c. Metode Liso 

  
d Metode White – Vincent
Tonisitas yang diinginkan ditentukan dengan penambahan air pada sediaan parenteral agar isotonis. Rumus yang dipakai :
V = w x E x 111,1
Dengan V= volume dalam ml
w = berat dalam gram
E = ekivalensi NaCl
Contoh :
R/  Phenacaine hidroklorida    0,06 gr
     Asam borat                         0,30 gr
     Aqua bidestilata steril ad   100 ml
Maka : v = ( (0,06 x 0,20)+ (0,3 x 0,50)) x 111,1 ml
                            = 18 ml
Jadi obat dicampur dengan air sampai 18 ml. Lalu tambah pelarut isotonis sampai 100 ml


e. Metode Sprowls
Merupakan modifikasi dari metode White dan Vincent, dimana w dibuat tetap 0,3 gram, jadi  :
V = E x 33,33 ml


METODE DAN PROSEDUR PEMBUATAN
METODE STERILISASI
Ada dua metode pembuatan sediaan steril yaitu cara sterilisasi akhir dan cara aseptik.
         1. Cara Sterilisasi Akhir
Cara ini merupakan cara sterilisasi umum dan paling banyak digunakan dalam pembuatan sediaan steril. Zat aktif harus stabil terhadap molekul air dan pada suhu sterilisasi. Sediaan disterilkan pada tahap terakhir pembuatan sediaan. Semua alat setelah lubang-lubangnya ditutup dengan kertas perkamen, disterilkan dengan cara sterilisasi yang sesuai.
            2. Cara Aseptik
Cara ini terbatas penggunaanya pada sediaan yang mengandung zat aktif peka suhu tinggi dan dapat mengakibatkan penguraian atau penurunan kerja farmakologinya. Antibiotika dan beberapa hormon tertentu merupakan zat aktif yang sebaiknya diracik secara aseptik. Cara aseptik bukanlah suatu metode sterilisasi (Repetitorium Benny Logawa, hal 82) melainkan suatu cara kerja untuk memperoleh sediaan steril dengan mencegah kontaminasi jasad renik dalam sediaan.

Metode sterilisasi terutama ditentukan oleh sifat sediaan tersebut. Jika memungkinkan, penyaringan dengan penyaring membran steril merupakan metode yang baik. jika dapat ditunjukkan bahwa pemanasan tidak mempengaruhi stabilitas sediaan, sterilisasi obat dalam wadah akhir dengan otoklaf juga merupakan pilihan baik. Pendaparan obat tertentu disekitar pH fisiologis dapat menyebabkan obat tidak stabil pada suhu tinggi. Penyaringan dengan menggunakan penyaring bakteri adalah suatu cara yang baik untuk menghindari pemanasan, namun perlu perhatian khusus dalam pemilihan, perakitan dan penggunaan alat-alat. Sedapat mungkin gunakan penyaring steril 1x pakai. (FI IV hal 13).

Cara-cara Sterilisasi (FI IV hal 1112)

·   Sterilisasi uap
Proses sterilisasi termal menggunakan uap jenuh di bawah tekanan berlangsung di suatu bejana yang disebut otoklaf. Suatu siklus otoklaf yang ditetapkan dalam farmakope, untuk media atau pereaksi adalah selama 15 menit, 121oC, kecuali dinyatakan lain. Prinsip dasar kerja alat: udara di dalam bejana diganti dengan uap jenuh, dan hal ini dicapai dengan menggunakan alat pembuka atau penutup khusus. (FI IV hal 1112)

·   Sterilisasi panas kering
Proses sterilisasi termal untuk bahan yang tertera di farmakope dengan menggunakan panas kering biasanya dilakukan dengan suatu proses bets dalam suatu oven yang didesain khusus untuk tujuan tersebut. Distribusi panas dapat berupa sirkulasi atau disalurkan langsung dari suatu nyala terbuka. Suatu proses berkesinambungan sering digunakan untuk sterilisasi dan depirogenisasi alat kaca sebagai bagian dari sistem pengisian dan penutupan kedap secara aseptik yang berkesinambungan dan terpadu. (FI IV hal 1112)

·   Sterilisasi gas
Pilihan untuk menggunakan sterilisasi gas sebagai alternatif dari sterilisasi termal sering dilakukan jika bahan yang akan disterilkan tidak tahan terhadap suhu tinggi pada proses sterilisasi uap atau panas kering. Bahan aktif yang umumnya digunakan pada sterilisasi gas adalah etilen oksida. Keburukan dari bahan ini adalah sangat mudah terbakar (walaupun sudah dicampur dengan gas inert yang sesuai), bersifat mutagenik dan kemungkinan adanya residu toksik dalam bahan yang disterilkan terutama yang mengandung ion klorida. Proses sterilisasi umumnya berlangsung dalam bejana yang bertekanan yang didesain sama seperti pada otoklaf tetapi dengan tambahan bagian khusus yang hanya terdapat pada alat sterilisasi yang menggunakan gas. Keterbatasan utama dari proses sterilisasi etilen oksida adalah terbatasnya kemampuan gas tersebut untuk berdifusi sampai ke daerah yang paling dalam dari bahan yang disterilkan. (FI IV hlm 1112 - 1113)
Gas yang lain yang dapat dipakai yaitu formaldehid (untuk lemari).

·   Sterilisasi dengan radiasi ion
Keunggulan sterilisasi iradiasi meliputi reaktivitas kimia rendah, residu rendah yang dapat diukur dan kenyataan yang membuktikan bahwa variabel yang dikendalikan lebih sedikit. Ada 2 jenis radiasi ion yang digunakan yaitu disintegrasi radioaktif dari radioisotop (radiasi γ) dan radiasi berkas elektron.
Iradiasi hanya menimbulkan sedikit kenaikan suhu tetapi dapat mempengaruhi kualitas dan jenis plastik/kaca tertentu. (FI IV hlm 1113)

·   Sterilisasi dengan penyaringan
Sterilisasi larutan yang labil terhadap panas sering dilakukan dengan penyaringan menggunakan bahan yang dapat menahan mikroba, sehingga mikroba yang dikandung dapat dipisahkan secara fisika. Perangkat penyaring umumnya terdiri dari suatu matriks berpori bertutup kedap atau dirangkaikan pada wadah yang tidak permeabel. Efektivitas suatu penyaring media atau penyaring substrat tergantung pada ukuran pori bahan dan dapat tergantung pada daya absorbsi bakteri pada atau dalam matriks penyaring atau bergantung pada mekanisme pengayakan. Penyaringan untuk tujuan sterilisasi umumnya dilaksanakan menggunakan rakitan yang memiliki membran dengan porositas nominal 0,2 μm atau kurang. ( FI IV hlm 1114 - 1115).

Metode Sterilisasi

Metode
Karakteristik zat aktif, eksipien, wadah
Kerugian
Sterilisasi basah (autoklaf)
Tahan panas (121oC selama 15 menit) dan tahan lembab, cairan bercampur dengan air, wadah dapat ditembus oleh air
Tidak depirogenasi
Sterilisasi panas kering (oven)
Tahan panas (170oC selama 1 jam) tidak tahan lembab, cairan tidak bercampur dengan air
Dapat depirogenasi
Filtrasi menggunakan membran
Tidak tahan panas berbentuk cairan tidak dapat digunakan untuk wadah
Tidak depirogenasi, kemungkinan terjadi absorbsi zat pada membran dan leaching membran
Irradiasi (gamma, elektron)
Memiliki ikatan molekul stabil terhadap radiasi
Tidak depirogenasi, mahal dan dapat merusak ikatan molekul beberapa zat
Sterilisasi gas
Wasah polimer harus permeabel terhadap udara,uap air,gas



PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN
Akan dibuat sediaan tetes mata dengan kekuatan sediaan … % dengan volume … mL/botol
Jumlah yang akan dibuat :
1.      Untuk keperluan tugas = ……
2.      Untuk keperluan evaluasi = ± 60 wadah
Evaluasi fisika : uji kejernihan (3); penetapan bahan partikulat (2); penentuan bobot jenis dan pH (4); penentuan volume terpindahkan (30); penentuan viskositas dan aliran (10); volume sedimentasi (10); penampilan, kemampuan redispersi, penentuan homogenitas dan penentuan distribusi ukuran partikel (1).
Evaluasi kimia : identifikasi dan penetapan kadar (5)
Evaluasi biologi : uji sterilitas (20); uji efektivitas pengawet (5).
Jadi jumlah sediaan yang dibuat = …. Botol.


PROSEDUR PEMBUATAN DAN CARA STERILISASI
3.3.1 Prosedur pembuatan bahan pengental dan pensuspensi :
(1) HPMC
HPMC didispersikan dan dihidrasi dalam air sebanyak 20-30% dari jumlah air yang dibutuhkan. Lalu HPMC yang telah dihidrasi ini ditambahkan ke dalam air sambil terus diaduk dan dipanaskan pada suhu 80-90oC. Untuk mencapai volume yang diinginkan dapat ditambahkan air dingin.

(2) Metilselulosa
Dalam air dingin metilselulosa akan mengembang dan berdispersi perlahan membentuk dispersi koloid yang opalesence dan kental.

3.3.2 Prosedur pembuatan
Tahap pembuatan sediaan tetes mata : (Modul Praktikum Teknologi Sediaan Likuida dan Semisolida, Revisi 2003,hal 25)
1.      Timbang semua bahan pada kaca arloji sesuai dengan formula dan segera dilarutkan dengan menggunakan aquabides secukupnya.
2.      Jika terdapat beberapa bahan maka segera larutkan satu bahan sebelum menimbang bahan berikutnya.
3.      Masukkan semua bahan ke dalam gelas piala yang dilengkapi batang pengaduk, dan tambahkan aquabides hingga larut, bilas kaca arloji dengan aquabides minimal dua kali.
4.      Setelah semua bahan larut, tuang larutan tersebut ke dalam gelas ukur hingga volume tertentu di bawah volume akhir yang diinginkan (misal akan dibuat larutan 100 mL, maka larutan dalam gelas ukur diatur tepat 75 mL).
5.      Basahi terlebih dahulu kertas saring lipat rangkap 2 dengan menggunakan aquabides. Air pembasah ditempatkan dalam satu Erlenmeyer.
6.      Saring larutan dalam gelas ukur ke dalam Erlenmeyer bersih dan steril melalui corong dan kertas saring yang telah dibasahi.
7.      Bilas gelas piala dengan aquabides, tuang hasil bilasan ke dalam gelas ukur hingga tepat 25 mL (contoh) dan saring ke dalam Erlenmeyer yang berisi filtrat larutan sebelumnya.
8.      Saring kembali larutan yang telah tersaring melalui saringan G3 ke dalam kolom reservoir.
9.      Pengemasan dilakukan sesuai dengan proses sterilisasi sediaan
a.   Sterilisasi akhir terhadap bahan yang tahan suhu sterilisasi :
·         Jika sterilisasi adalah sterilisasi akhir maka larutan hasil penyaringan dengan saringan G3 diisikan ke dalam botol/vial yang sesuai dengan volumenya. Botol/vial ditutup dengan tutup karet, diikat dengan simpul champagne kemudian disterilkan (autoklaf).
·         Setelah disterilkan, larutan dituang ke dalam buret steril dan diisikan ke dalam botol tetes steril yang telah dikalibrasi. Pengisian dilakukan secara aseptik.
·         Pasang tutup botol yang telah disiapkan.
b.   Sterilisasi dengan cara filtrasi
·         Jika sterilisasi dilakukan dengan cara filtrasi maka setelah ad volume, larutan langsung difiltrasi dengan penyaring bakteri.
·         Setelah filtrasi, larutan diisikan ke dalam botol tetes yang telah dikalibrasi secara aseptik.
·         Pasang tutup botol yang telah disiapkan.
10.  Kemas botol/vial dalam dos dan beri etiket luar.
11.  Lakukan evaluasi mutu terhadap sediaan.

PROSEDUR PEMBUATAN OBAT TETES MATA (SUSPENSI)
Suspensi dengan pembawa air
1.      Suspending agent dikembangkan dalam air panas lalu dicampur dengan wetting  agent, bahan pengawet dan bahan pembantu lainnya. Sterilkan bersama dalam otoklaf.
2.      zat berkhasiat yang telah ditimbang digerus berturut-turut dalam mortar steril dan dicampur dengan pembawa yang telah disterilkan tadi (dalam keadaan dingin) sedikit demi sedikit sambil digerus.
3.      suspensi ini dituang ke dalam gelas ukur yang dilengkapi batang pengaduk dan volume akhir dicapai dengan menambahkan air steril.
4.      Sambil diaduk suspensi yang sudah homogen dituang ke dalam wadah tetes mata yang telah dikalibrasi.

Catatan :    
Pembuatan suspensi obat mata (mikronisasi) : Suspensi obat mata dibuat secara aseptik, diisikan langsung dari gelas ukur ke dalam botol steril yang telah dikalibrasi. Tutup dengan pipet tetesnya kemudian dipasang.
M Penandaan pada etiket harus tertera “ Tidak boleh digunakan lebih dari 1 bulan setelah tutup  dibuka”

3.3.3 Cara Sterilisasi Alat (Benny Logawa-Buku Penuntun Praktikum hal.44)

Nama alat
Cara sterilisasi
Waktu
Sendok porselen
Oven 170oC
1 jam
Spatel logam
Pinset
Batang pengaduk
Krusentang
Erlenmeyer
Gelas ukur
Autoklaf 121˚C
15 menit
Pipet ukur
Pipet tetes
Corong
Kertas saring
Kertas perkamen
Kain kasa
Kapas
Saringan G3
Slang karet buret
Jarum buret
Zalfkaart
Pakaian kerja
masker
sarung tangan
alas kaki
Cawan penguap
Oven 170˚C
1 jam
Kaca arloji
Gelas piala
Erlenmeyer
Kolom
Corong serbuk
Ayakan B40
Buret
Larutan fenol 5%
24 jam
Mortir & stemper
Dibakar dengan spiritus 96%

Peralatan bebas pirogen
Oven 170˚C
2 jam
                                                                            
IV. EVALUASI DAN PENYIMPANAN
4.1 EVALUASI SEDIAAN
4.1.1. Evaluasi Fisik
a.       Uji kejernihan (FI IV hal 998)
b.      Penentuan bobot jenis (FI IV <981>, hal 1030)
c.       Penentuan pH (FI IV <1071>, hal 1039)
d.      Penentuan bahan partikulat (FI IV <751>, hal 981)
e.       Penentuan volume terpindahkan (FI IV <1261>, hal 1089)
f.       Penentuan viskositas dan aliran (Diktat praktikum farmasi fisika hal 9, 10, 14)
g.      Volume sedimentasi (Lihat sediaan suspensi)
h.      Kemampuan redispersi (Lihat sediaan suspensi)
i.        Penentuan homogenitas (Lihat sediaan suspensi)
j.        Penentuan distribusi ukuran partikel (Lihat sediaan suspensi)
Catatan : evaluasi f-j untuk OTM Suspensi!

4.1.2. Evaluasi Kimia
a.       Identifikasi
b.      Penetapan kadar
c.       Penentuan potensi (untuk antibiotik)
d.       
4.1.3. Evaluasi Biologi
a.       Uji sterilitas (Lihat sediaan injeksi)
b.      Uji efektivitas pengawet (FI IV <61>, hal 854-855).

4.2 WADAH DAN PENYIMPANAN
(Codex, 166-167)
Saat ini wadah untuk larutan mata yang berupa gelas telah digantikan oleh wadah plastik feksibel terbuat dari polietilen atau polipropilen dengan built-in dropper.
Keuntungan wadah plastik :
·  Murah, ringan, relatif tidak mudah pecah
·  Mudah digunakan dan lebih tahan kontaminasi karena menggunakan built-in dropper.
·  Wadah polietilen tidak tahan autoklaf sehingga disterilkan dengan iradiasi atau etilen oksida sebelum dimasukkan produk secara aseptik.
Kekurangan wadah plastik :
·   Dapat menyerap pengawet dan mungkin permeabel terhadap senyawa volatil, uap air dan oksigen.
·   Jika disimpan dalam waktu lama, dapat terjadi hilangnya pengawet, produk menjadi kering (terutama wadah dosis tunggal) dan produk teroksidasi.

Persyaratan kompendial :
·   Farmakope Eropa dan BP mensyaratkan wadah untuk tetes mata terbuat dari bahan yang tidak menguraikan/merusak sediaan akibat difusi obat ke dalam bahan wadah atau karena wadah melepaskan zat asing ke dalam sediaan.
·   Wadah terbuat dari bahan gelas atau bahan lain yang cocok.
·   Wadah sediaan dosis tunggal harus mampu menjaga sterilitas sediaan dan aplikator sampai waktu penggunaan.
·   Wadah untuk tetes mata dosis ganda harus dilengkapi dengan penetes langsung atau dengan penetes dengan penutup berulir yang steril yang dilengkapi pipet karet/plastic (BP 2002 vol2 1869).

@ Penyimpanan  (BP 2002 vol2 1869)
·   Tetes mata disimpan dalam wadah “tamper-evident”. Kompatibilitas dari komponen plastik atau karet harus dicek sebelum digunakan.
·   Wadah untuk tetes mata dosis ganda dilengkapi dengan dropper yang bersatu dengan wadah. Atau dengan suatu tutup yang dibuat dan disterilisasi secara terpisah.
4.3 PENANDAAN
Farmakope Eropa dan BP mengkhususkan persyaratan berikut pada pelabelan sediaan tetes mata.
·   Label harus mencantumkan nama dan konsentrasi pengawet antimikroba atau senyawa lain yang ditambahkan dalam pembuatan. Untuk wadah dosis ganda harus mencantumkan batas waktu sediaan tersebut tidak boleh digunakan lagi terhitung mulai wadah pertama kali dibuka (waktu yang menyatakan sediaan masih dapat digunakan setelah wadah dibuka).
·   Kecuali dinyatakan lain lama waktunya tidak boleh lebih dari 4 minggu (BP 2002 vol2 1868)
·   Wadah dosis tunggal karena ukurannya kecil tidak dapat memuat indikasi dan konsentrasi bahan aktif.
·   Label harus mencantumkan nama dan konsentrasi zat aktif, kadaluarsa dan kondisi penyimpanan
·   Untuk wadah dosis tunggal, karena ukurannya kecil hanya memuat satu indikasi bahan aktif dan kekuatan/potensi sediaan dengan menggunakan kode yang dianjurkan, bersama dengan persentasenya. Jika digunakan kode pada wadah, maka pada kemasan juga harus diberi kode (BP 2002 vol2 1869).
·   Untuk wadah sediaan dosis ganda, label harus menyatakan perlakuan yang harus dilakukan untuk menghindari kontaminasi isi selama penggunaan (BP 2002 vol2 1869).

@  Labelling  (BP 2002 vol2 1869).
Label harus mencantumkan :
1.      Nama dan persentase zat aktif.
2.      Tanggal dimana sediaan tetes mata tidak layak untuk digunakan lagi.
3.      Kondisi penyimpanan sediaan tetes mata.
Untuk wadah dosis ganda, label harus menyatakan bahwa harus dilakukan perawatan tertentu untuk mencegah kontaminasi isi sediaan selama penggunaan.
V. SEDIAAN DI PASARAN /PUSTAKA
5.1  NAMA SEDIAAN DI PUSTAKA
a. FI IV
atropine sulfat (hal.116)                        pilokarpin nitrat(677)
gentamisin sulfat (407)                         sulfasetamida natrium (764)
homatropin hidrobromida (431)            timolol maleat (792)
kloramfenicol (191)                   tropikamida (808)
pilokarpin HCl (676)

b. FI III
tropikamida (619)
c. Fornas 1978
adrenalina (121)                                  hiosina (159)                          
antazolina nafasolina (30)                   homatropina (148)      
atropine (32)                                        kloramfenicol (65)
basitrasina neomisina (37)                   kortison (87)
betametason fosfat (48)                                  sulfasetamida (276)
deksametason neomisina (96)             oksitetrasiklina (223)
dwizolina (30)                                     perak proteina (31)
epinefrina (121)                                               pilokarpina HCl(246)
fenilefrina (241)                                  pilokarpina nitrat (246)          
fisostigmina salisilat                            prednison fosfat (252)
fisostigmina sulfat (243)                     skopolamina (159)
hidrokortison (151)                             tropikamida (298)

 

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Terimakasih kak sangat bermanfaat sekali sukses selalu. salam kenal saya Siti Hatijah dari ISB Atma Luhur

Google Ads