Metode dan Proses Sintesis Poliuretan
Poliuretan
merupakan bahan polimer yang mengandung gugus fungsi uretan (-NHCOO-) dalam
rantai utamanya. Gugus fungsi uretan terbentuk dari reaksi antara gugus
isosianat dengan gugus hidroksil (Eli Rohaeti, 2003), seperti yang terlihat
pada
Pada awalnya banyak poliuretan yang
dipatenkan merupakan hasil reaksi diamin dan biskloroformat pada temperatur
rendah. Setelah itu berkembang metoda polimerisasi lelehan (melt
polymerization method) dan metoda larutan temperatur tinggi (high-temperature
solution method) yang meliputi reaksi diisosianat dengan diol. Metoda yang
meliputi reaksi diisosianat dengan diol berkembang lebih pesat melebihi metoda
biskloroformat-diamin karena lebih sederhana dan tidak menghasilkan produk
samping (Eli Rohaeti, 2003)
Manfaat Poliuretan
Saat ini, aplikasi poliuretan paling banyak (sekitar 70
%) adalah sebagai bahan busa, kemudian diikuti dengan elastomer, lem,
dan pelapis. Busa poliuretan bersifat fleksibel dipakai sebagai isolator,
termasuk laminat-laminat tekstil untuk pakaian musim dingin, panel pelindung
pada mobil, kain pelapis, tempat tidur, karpet dasar, spon sintesis, dan
berbagai pemakaian lainnya. Busa-busa yang keras paling umum dipakai dalam panel-panel
konstruksi terisolasi, untuk pengemasan
barang-barang yang lunak, untuk furnitur ringan, dan untuk perlengkapan flotasi
kapal laut (Stevens, 2001). Penggunaan bahan-bahan ini dalam bidang konstruksi
telah mendorong usaha-usaha pembutan poliuretan yang tidak bisa terbakar. Busa
poliuretan yang bersifat kaku juga digunakan pada insulasi dinding dan insulasi
lemari es.
Dewasa ini konsumsi bahan polimer poliuretan setiap
tahunnya mengalami peningkatan, terutama digunakan pada berbagai komponen kendaraan
yang meliputi bagian eksterior dan interior misalnya bumper, panel-panel body,
dan tempat duduk. Selain itu, poliuretan telah digunakan pula untuk insulasi tank
dan pipa, pabrik pelapis, alat-alat olahraga, serta sebagai bahan
pembungkus. Di bidang kedokteran, poliuretan digunakan sebagai bahan pelindung
muka, kantung darah, dan lain-lain (Rohaeti, 2006).
Poliuretan
dalam industri kertas dapat digunakan sebagai pelapis permukaan rol pada proses
pengkanjian (sizing) yang memiliki kecenderungan untuk membengkak dan terdegradasi melalui
hidrolisis. Pengkanjian dalam industri kertas merupakan proses pengisian
celah-celah serat selulosa yang terdapat pada kertas untuk memperoleh kualitas
permukaan yang baik. Proses pengisian ini dibantu oleh dua atau lebih rol yang
dilapisi dengan suatu bahan elastromer, dalam hal ini poliuretan sebagai
pelapis permukaan rol yang tahan terhadap larutan kanji (Rohaeti, 2007).
Sumber Gugus Isosianat
Poliuretan dapat disintesis dari gugus
isosianat yang terdapat pada metilen difenildiisosianat (MDI) dengan rumus
molekul C15H10N2O2. Senyawa ini berbahaya, mengiritasi, dan dapat
meningkatkan kepekaan.
Sumber Gugus Hidroksil
Senyawa yang mengandung gugus hidroksil dapat digunakan
sebagai bahan untuk sintesis poliuretan. Tidak hanya terbatas pada bahan
hidroksil sintetik, namun juga dapat diperolah dari bahan alam. Bahan alam yang
mengandung gugus hidroksil bebas diantaranya minyak jarak, minyak kedelai,
minyak kelapa sawit, minyak kelapa, dan Minyak bekas penggorengan sedangkan
dari bahan sintetik diperoleh dari polietilen glikol 400 (PEG 400) dan
1,4-butanadiol (Prasetya, 2010).
Untuk mengetahui gugus hidroksil aktif (yang akan bereaksi
dengan gugus isosianat) digunakan parameter bilangan hidroksil. Bilangan
hidroksil ialah jumlah asam asetat yang dipergunakan untuk mengesterkan 1 gram
minyak atau lemak yang ekuivalen dengan jumlah miligram KOH.
1). Minyak bekas penggorengan
Minyak bekas
penggorengan atau minyak sisa penggorengan merupakan sumber hidroksil yang
aplikatif bila digunakan pada proses pembuatan poliuretan. Gugus hidroksil
terdapat pada asam-asam lemaknya. Minyak bekas penggorengan sudah mengalami
oksidasi akibat pemanasan dan berbagai reaksi kimia lain sehingga gugus
hidroksil aktifnya semakin meningkat. Sebelum digunakan sebagai sumber
hidroksil pada pembuatan poliuretan, maka bilangan hidroksil minyak bekas
penggorengan harus sudah dipastikan.
2) Polietilen Glikol 400
Polietilen glikol (PEG) memiliki rumus molekul HO(C2H4O)nH.
PEG larut dalam banyak pelarut organik, seperti benzen,
CCl4, kloroform, dimetilformamida (DMF), dan asetonitril. PEG akan
larut sempurna dalam air, namun kelarutan akan menurun dengan bertambahnya
berat molekul polimer (Prasetya, 2010).
Karakterisasi Polimer
Analisis Gugus fungsi dengan Spektrofotometer Inframerah
Pada prinsipnya spektrofotometer inframerah mengukur
serapan radiasi elektromagnetik sebagai fungsi dari bilangan gelombang radiasi
(cm-1). Apabila seberkas cahaya dilewatkan terhadap benda, maka ada
suatu berkas sinar yang diserap dengan panjang gelombang tertentu dan ada
berkas sinar yang diteruskan.
Bila cahaya mempunyai energi yang sama dengan frekuensi
vibrasi senyawa, maka energi cahaya yang sesuai dengan panjang gelombang ini
diserap. Energi dari sinar UV-visible mampu mengeksitasi elektron, namun
penyerapan sinar infra merah oleh suatu atom hanya menyebabkan terjadinya
eksitasi vibrasi dalam atom-atom
tersebut, dari tingkat energi vibrasi dasar (ground state) ke tingkat
yang lebih tinggi (exited state). Perbedaan jenis ikatan dan massa atom
yang berikatan akan mempengaruhi energi vibrasi, sehingga menyerap pada
frekuensi yang berbeda. Perbedaan inilah yang menjadi dasar analisis gugus
fungsi dalam suatu senyawa.
Pengujian Ikatan Silang
Salah satu cara mengetahui keberadaan ikatan silang dalam
polimer dilakukan dengan mengukur derajat penggembungan. Hal ini dilakukan
dengan merendam polimer ke dalam suatu pelarut hingga batas waktu tertentu.
Kemudian selisih massa sebelum dan sesudah direndam ditentukan.
Derajat penggembungan yang semakin besar menunjukkan bahwa
sampel tersebut semakin mudah ditembus oleh pelarut. Hal ini berarti polimer
tersebut mengandung ikatan silang dalam jumlah sedikit. Sebaliknya, apabila
derajat penggembungan semakin kecil berarti polimer semakin sulit ditembus oleh
pelarut, artinya polimer tersebut mengandung ikatan silang dalam jumlah yang
banyak (Eli Rohaeti, 2004).
Analisis Sifat Termal
Differential Thermal
Analysis (DTA) adalah suatu teknik analisis
polimer, dimana suatu sampel polimer dan referensi inert dipanaskan.
Biasanya dilakukan dalam atmosfer nitrogen, dan kemudian transisi-transisi
termal dalam sampel tersebut dideteksi dan diukur. Pemegang sampel yang paling
umum dipakai adalah aluminium sangat kecil (emas atau grafit dipakai untuk
analisis-analisis di atas 800 °C), dan referensinya berupa cangkir kosong atau
cangkir yang mengandung bahan inert dalam daerah temperatur yang
diinginkan, misalnya alumina bebas air. Ukuran sampel bervariasi mulai dari 0,5
sampai 10 mg (Stevens, 2001)
DTA digunakan untuk mengetahui suhu transisi gelas (Tg) dan
suhu dekomposisi (Td). Tg merupakan suhu saat polimer melepaskan sifat-sifat
gelasnya dan mengambil sifat-sifat yang umumnya lebih menyerupai karet. Td
adalah suhu dimana terjadinya pemutusan ikatan suatu makromolekul menjadi
molekul-molekul penyusunnya yang lebih sederhana.
Thermographimetric Analysis (TGA) terutama dipakai
untuk menetapkan stabilitas panas polimer-polimer. Data dari TGA dicatat
sebagai termogram berat versus temperatur. Hilangnya berat bisa timbul dari
evaporasi lembab yang tersisa atau pelarut, tetapi pada suhu-suhu yang lebih
tinggi terjadi dari terurainya polimer. TGA juga bermanfaat untuk penetapan
volatilitas bahan pemlastik dan bahan-bahan tambahan lainnya (Stevens, 2001).
Analisis Sifat Mekanik
Sifat mekanik terjadi dari karakteristik struktur dan
morfologis yang sama dan cara dimana matriks polimer menjalani reorientasi
molekul akibat respon terhadap tegangan (Stevens, 2001).
Untuk mengukur kekuatan tarik (tegangan), regangan, dan
modulus terhadap suatu sampel, maka salah satu ujung dibuat tetap dan ujung yang
lain diberi beban yang bertambah dengan perubahan konstan hingga sampel putus.
Nilai tegangan suatu bahan merupakan
besarnya energi yang dibutuhkan untuk memutuskan bahan. Sedangkan regangan
merupakan seberapa besar pertambahan panjang bahan sebelum putus. Modulus elastisitas merupakan salah satu dari banyak sifat
mekanik yang tidak mudah diubah. Sifat ini hanya sedikit berubah oleh adanya
penambahan paduan, perlakuan panas, atau pengerjaan dingin (George, 1990).
Kekerasan merupakan ukuran ketahanan polimer terhadap
lekukan permukaan. Alat untuk melekuk bisa berupa pelekuk tipe jarum yang
dibebani pegas (uji Barcol) atau bola baja yang diperberat (uji Rockwell) (George, 1990). Pengujian kekerasan terhadap suatu bahan
polimer dapat menggunakan alat Shore A Durometer.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar