A. Metode Pembuatan
Ada
dua metode pembuatan sediaan steril yaitu cara sterilisasi akhir dan cara
aseptik.
1.
Sterilisasi
Akhir
Metode ini merupakan metode yang paling umum dan paling
banyak digunakan dalam pembuatan sediaan steril. Persyaratannya adalah zat
aktif harus stabil dengan adanya molekul air dan tingginya suhu sterilisasi.
Sediaan disterilkan pada tahap terakhir pembuatan sediaan.
Contoh
yang paling banyak digunakan pada metode ini adalah sterilsasi dengan autoklaf
(suhu 121 °C, selama 15 menit).
2. Aseptik
Metode
ini biasanya digunakan untuk zat aktif yang sensitif terhadap suhu tinggi yang
dapat mengakibatkan penguraian dan penurunan kerja farmakologinya. Antibiotika
dan beberapa hormon tertentu merupakan zat aktif yang sebaiknya dikerjakan
secara aseptik. Metode aseptik bukanlah suatu cara sterilisasi melainkan suatu
cara kerja untuk memperoleh sediaan steril dengan mencegah kontaminasi jasad
renik dan partikulat dalam sediaan jadi.
Keterangan
:
·
Penimbangan zat aktif
Zat aktif biasanya ditimbang dilebihkan sesuai persyaratan yang ada di
monografi untuk mencegah kemungkinan berkurangnya kadar dalam sediaan akibat
proses pembuatan ataupun dalam penyimpanan. (Contoh : persyaratan kadar zat X =
98-102 %, maka penimbangan zat aktif dilebihkan 2 %)
·
Bebas pirogen Hal ini
baru dilakukan jika volume larutan suntik sebanyak 10 ml atau lebih. Pembebasan
pirogen dilakukan dengan penambahan 0,1 % karbon aktif dihitung terhadap volume
total (b/v), kemudian dipanaskan pada suhu 60-70 °C selama 15 menit sambil
sesekali diaduk. Waktu dihitung setelah suhu mencapai 60-70 °C
·
Bebas oksigen atau
karbondioksida Hal ini baru dilakukan jika diperlukan terutama jika zat aktif
diketahui peka terhadap kedua gas tersebut. Pembebasan oksigen atau
karbondioksida dilakukan dengan cara memanaskan air suling selama 30 menit
dihitung sejak mendidih kemudian dialiri gas nitrogen sambil didinginkan.
·
Sterilisasi lemari dan
ruang Lemari disterilkan dengan uap formaldehid hasil pemanasan serbuk
para-formaldehid dalam cawan penguap panas yang diletakkan dalam lemari. Ruang
disterilkan dengan sinar UV selama 24 jam sebelum digunakan.
B. Prosedur Pembuatan
1. Larutan
(Sterilisasi akhir)
Jika
zat sensitif terhadap cahaya, maka pengerjaan dilakukan pada ruang terlindung
cahaya, di bawah lampu natrium
a. Zat aktif digerus dan ditimbang berlebih
sesuai kebutuhan menggunakan kaca arloji, kemudian dimasukkan ke dalam gelas
piala. Kaca arloji dibilas 2 kali dengan aqua pro injeksi
b. Zat aktif dilarutkan dalam sejumlah
tertentu aqua pro injeksi
c. Setelah zat aktif dan semua zat tambahan
terlarut, larutan tersebut kemudian dituang ke dalam gelas ukur sehingga volume
tertentu di bawah volume akhir
d. Kertas saring rangkap 2 yang akan digunakan
untuk menyaring dibasahi sejumlah tertentu aqua pro injeksi terlebih dahulu,
kemudian corong dipindahkan ke erlenmeyer lain yang telah steril
e. Larutan yang ada di gelas ukur disaring ke
dalam labu erlenmeyer yang telah disiapkan. IPC dilakukan dengan mengukur pH
sediaan. Kekurangan aqua pro injeksi dituangkan sedikit demi sedikit untuk
membilas gelas piala lalu dituang ke gelas ukur. Air bilasan tersebut kemudian
disaring lagi ke dalam erlenmeyer yang telah berisi filtrat larutan hingga
volume total seluruh larutan genap ... mL
f. Larutan yang telah disaring dituang ke
dalam kolom reservoir melalui membran filter bakteri yang diletakkan di atas
glass filter G5 (ukuran pori-pori 0,45 µm)
g. Larutan dituang ke dalam buret steril
kemudian ujungya ditutup dengan alumunium foil
h. Sebelum diisikan ke dalam wadah, jarum
buret dibersihkan dengan kapas yang telah dibasahi alkohol 70 %. Setiap wadah
diisi dengan larutan ..C.. mL sesuai persyaratan volume FI IV
i. Ampul/vial yang telah berisi zat aktif,
bila diperlukan dialiri dengan gas nitrogen
j. (Bila wadah ampul) Ampul ditutup dengan
api dan disterilkan menggunakan autoklaf secara terbalik dalam gelas piala
yang telah dialasi kapas (121 C selama 15 menit) atau metode lain yang sesuai
(Bila wadah vial) Vial ditutup dengan tutup karet lalu
di-seal dengan alumunium cap, kemudian disterilkan menggunakan autoklaf dalam
gelas piala yang telah dialasi kapas (121 C selama 15 menit) atau metode lain
yang sesuai
k. Setelah sterilisasi akhir, dilakukan
evaluasi sediaan
l. Sediaan dikemas dalam dus yang sudah
diberi etiket dan disertakan brosur informasi obat
Pencampuran eksipien dilakukan di awal, dengan cara
melarutkan dahulu eksipien masing2 baru ditambahkan ke dalam larutan stok
2. Larutan (Metode
Aseptik)
Semua pengerjaan pembuatan sediaan dilakukan di bawah
LAF, ruangan kelas 2 (jika zat sensitif terhadap cahaya, maka pengerjaan
dilakukan pada ruang terlindung cahaya, di bawah lampu natrium)
a. Semua bahan baku (zat aktif + eksipien)
yang telah ditimbang disterilisasi dengan metode yang sesuai
b. Prosedur b-f sama dengan yang tercantum
pada metode sterilisasi akhir
c. Larutan yang telah disaring, dituang ke
dalam kolom reservoir melalui membran filter bakteri yang diletakkan di atas
filter glass G3 (ukuran pori-pori 0,22 µm)
d. Larutan dituang ke dalam buret steril
kemudian ujungnya ditutup dengan alumunium foil
e. Sebelum diisikan ke dalam wadah, jarum
buret dibersihkan dengan kapas yang telah dibasahi alkohol 70 %. Setiap wadah
diisi dengan larutan C mL sesuai persyaratan volume FI IV
f. Ampul/vial yang telah berisi zat aktif,
bila diperlukan dialiri dengan gas nitrogen
g. Dilakukan evaluasi sediaan
i. Sediaan dikemas dalam dus yang sudah
diberi etiket dan disertakan brosur informasi obat
3. Injeksi
Suspensi Kering tanpa granulasi (Sterilisasi Akhir)
Jika zat sensitif terhadap cahaya, maka pengerjaan
dilakukan pada ruang terlindung cahaya, di bawah lampu natrium
a. Zat aktif dan eksipien digerus, kemudian
ditimbang sejumlah yang dibutuhkan
b. Masing-masing zat digerus dan dicampurkan
sampai homogen dalam mortir
c. Campuran sediaan ditimbang dan dimasukkan
ke dalam vial dengan bantuan corong dan zalfkaart
d. Vial ditutup dengan tutup karet lalu di-seal
dengan alumunium cap, kemudian disterilkan dalam
autoklaf (121 ºC selama 15
menit) atau metode lain yang sesuai
e. Setelah sterilisasi akhir, dilakukan evaluasi
sediaan
f. Sediaan dikemas dalam dus yang sudah diberi
etiket dan disertakan brosur informasi obat
4. Injeksi
Suspensi Kering tanpa granulasi (Metode Aseptik)
Semua pengerjaan pembuatan sediaan dilakukan di bawah
LAF, ruangan kelas 2 (jika zat sensitif terhadap cahaya, maka pengerjaan
dilakukan pada ruang terlindung cahaya, di bawah lampu natrium)
a. Zat aktif dan eksipien digerus kemudian
ditimbang sejumlah yang dibutukan lalu disterilisasi dengan metode yang sesuai
b. Campurkan zat aktif dan eksipien dalam
mortar steril lalu gerus sampai homogen
c. Campuran diayak melalui ayakan B40
d. Campuran ditimbang kemudian dimasukkan ke
dalam vial dengan bantuan corong dan zalfkart
e. Vial ditutup dengan karet dan alumunium cap
f. Dilakukan evaluasi sediaan
g. Sediaan dikemas dalam dus yang sudah diberi
etiket dan disertakan brosur informasi obat
5. Injeksi
Suspensi dengan Pembawa Air (Metode Aseptik)
a. Suspending agent dikembangkan dengan cara
yang sesuai lalu dicampur dengan eksipien lainnya.
Sterilisasi bersama dalam
autoklaf (121 ºC selama 15 menit)
b. Timbang zat aktif, sterilisasi, gerus dalam
mortar yang steril kemudian dicampurkan dengan pembawa yang telah disterilkan
tadi (dalam keadaan dingin) sedikit demi sedikit sambil digerus
c. Suspensi tersebut dituang ke dalam gelas
ukur yang dilengkapi batang pengaduk dan volume akhir dicapai dengan penambahan
aqua pro injeksi
d. Setelah diaduk homogen, suspensi dituang ke
dalam vial steril yang telah dikalibrasi
6. Injeksi
Suspensi dengan Pembawa Minyak (Metode Aseptik)
a. Suspending agent dicampur bersama minyak
kemudian disterilkan di dalam oven (170 ºC, 30 menit)
b. Timbang zat aktif, sterilisasi, gerus dalam
mortar yang steril kemudian dicampurkan dengan pembawa yang telah disterilkan
tadi (dalam keadaan dingin) sedikit demi sedikit sambil digerus
c. Suspensi tersebut dituang ke dalam gelas
ukur yang dilengkapi batang pengaduk dan volume akhir dicapai dengan penambahan
minyak steril (tanpa suspending agent)
d. Setelah diaduk homogen, suspensi dituang ke
dalam vial steril yang telah dikalibrasi
7. Injeksi Larutan
Minyak (Metode Aseptik)
a. Timbang zat aktif, campurkan ke dalam
minyak, kemudian sterilisasi dalam oven (170 C, 30 menit)
b. Campuran tersebut dituang ke dalam gelas
ukur yang dilengkapi batang pengaduk, genapkan volume dengan penambahan minyak
steril
c. Setelah diaduk homogen, suspensi dituang ke
dalam vial steril yang telah dikalibrasi
8. Injeksi Emulsi
M/A (Metode Aseptik)
a. Zat-zat larut minyak dicampur dalam minyak
dan emulgator minyak, sterilisasi dalam oven (170 ºC, 30 menit)
b. Zat-zat larut air dicampur dalam aqua pro
injeksi dan emulgator air, sterilisasi dalam autoklaf (121 ºC, 15 menit)
c. Campur dan gerus kedua campuran tersebut
pada suhu yang sama (60-70 ºC) dalam mortar steril
d. Campuran tersebut dituang ke dalam gelas
ukur yang dilengkapi batang pengaduk, genapkan volume dengan penambahan aqua
pro injeksi
e. Setelah diaduk homogen, suspensi dituang ke
dalam vial steril yang telah dikalibrasi
Catatan untuk penimbangan zat ( Benny Logawa )
Volume tiap ampul/vial dilebihkan sesuai dengan kelebihan
volume yang dianjurkan dalam FI IV, p. 1044
Volume yang tertera dalam
|
Kelebihan
volume yang dianjurkan (mL)
|
|
penandaan (mL)
|
Untuk cairan encer
|
Untuk cairan kental
|
0,5
1,0
2,0
5,0
10,0
20,0
30,0
50,0 atau lebih
|
0,10
0,10
0,15
0,30
0,50
0,60
0,80
2%
|
0,12
0,15
0,25
0,50
0,70
0,90
1,20
3%
|
Volume sediaan yang harus diisikan ke dalam setiap
ampul/vial:
Jika: Volume tiap
ampul/vial = a mL
Kelebihan volume yang dianjurkan = b mL
Maka: Volume tiap
ampul/vial = a+ b = c mL
Volume sediaan yang akan dibuat:
Ampul :
V=(n+2)c+6
Vial : V=n.c+6
Keterangan:
V = volume sediaan yang harus dibuat
n = jumlah sediaan yang akan dibuat
C = ampul/vial
c = volume sediaan yang harus diisikan ke
dalam setiap ampul/vial
6 = volume untuk membilas buret: 2 x 3 mL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar