Google ads

Selasa, 10 Mei 2011

aktivitas air

Keracunan makanan yang terjadi di masyarakat seringkali menelan korban jiwa. Kita perlu mewaspadai makanan yang mengandung bakteri patogen dan zat-zat beracun yang dijual dan beredar di pasaran. Makanan termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan manusia. Salah satu ciri makanan yang baik adalah aman untuk dikonsumsi. Jaminan akan keamanan pangan merupakan hak asasi konsumen. Makanan yang menarik, nikmat, dan tinggi gizinya, akan menjadi tidak berarti sama sekali jika tak aman untuk dikonsumsi. Menurut Undang-Undang No.7 tahun 1996, keamanan pangan didefinisikan sebagai suatu kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Makanan yang aman adalah yang tidak tercemar, tidak mengandung mikroorganisme atau bakteri dan bahan kimia berbahaya, telah diolah dengan tata cara yang benar sehingga sifat dan zat gizinya tidak rusak, serta tidak bertentangan dengan kesehatan manusia. Karena itu, kualitas makanan, baik secara bakteriologi, kimia, dan fisik, harus selalu diperhatikan.
Kualitas dari produk pangan untuk konsumsi manusia pada dasarnya dipengaruhi oleh mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dalam makanan memegang peran penting dalam pembentukan senyawa yang memproduksi bau tidak enak dan menyebabkan makanan menjadi tak layak makan. Beberapa mikroorganisme yang mengontaminasi makanan dapat menimbulkan bahaya bagi yang mengonsumsinya. Kondisi tersebut dinamakan keracunan makanan. Infeksi dan Keracunan Menurut Volk (1989), foodborne diseases yang disebabkan oleh organisme dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu infeksi makanan dan keracunan makanan. Infeksi makanan terjadi karena konsumsi makanan mengandung organisme hidup yang mampu bersporulasi di dalam usus, yang menimbulkan penyakit. Organisme penting yang menimbulkan infeksi makanan meliputi Clostridium perfringens, Vibrio parahaemolyticus, dan sejumlah Salmonella. Sebaliknya, keracunan makanan tidak disebabkan tertelannya organisme hidup, melainkan akibat masuknya toksin atau substansi beracun yang disekresi ke dalam makanan. Organisme penghasil toksin tersebut mungkin mati setelah pembentukan toksin dalam makanan. Organisme yang menyebabkan keracunan makanan meliputi Staphylococcus aureus, Clostridium botulinum, dan Bacillus cereus. Semua bakteri yang tumbuh pada makanan bersifat heterotropik, yaitu membutuhkan zat organik untuk pertumbuhannya. Dalam metabolismenya, bakteri heterotropik menggunakan protein, karbohidrat, lemak, dan komponen makanan lainnya sebagai sumber karbon dan energi untuk pertumbuhannya. Kandungan air dalam bahan makanan memengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba. Kandungan air tersebut dinyatakan dengan istilah Aw (water activity), yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Setiap mikroorganisme mempunyai Aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri pada Aw 0,90; khamir Aw 0,80-0,90, serta kapang pada Aw 0,60-0,70. Lebih dari 90 persen terjadinya foodborne diseases pada manusia disebabkan kontaminasi mikrobiologi, yaitu meliputi penyakit tifus, disentri bakteri atau amuba, botulism dan intoksikasi bakteri lainnya, serta hepatitis A dan trichinellosis. WHO mendefinisikan foodborne diseases sebagai penyakit yang umumnya bersifat infeksi atau racun yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang dicerna.
Air merupakan suatu senyawa yang terdiri dari dua atom hidrogen dan satu atom oksigen. Air tergolong senyawa polar karena terdapat ikatan polar yang tidak saling menetralkan antara kedua jenis atom penyusunnya. Dalam bahan pangan seperti buah-buahan dan sayur-sayuran terkandung air yang berbeda-beda seperti buah apel yang mengandung kadar air 80%, nenas 87% dan tomat sekitar 95%. Sedangkan buah yang mengandung kadar air terbesar yaitu semangka yang mencapai 97%
Peran air dalam bahan pangan dan pengolahannya sangat penting sekali, seperti:
1. Aktivasi Enzim dalam Bahan Pangan
Dalam bahan pangan, terdapat beberapa enzim yang hanya dapat bekerja jika ada air. Enzim tersebut tergolong enzim hidrolase seperti enzim protease, lipase, dan amilase

2. Pelarut Universal
Air merupakan senyawa polar yang hanya akan melarutkan senyawa yang polar. Senyawa-senyawa polar tersebut seperti garam (NaCl), vitamin (vitamin B dan C), gula (monosakarida, disakida, oligosakarida dan polisakarida) dan pigmen (klorofil).
3. Medium Pindah Panas
Dalam proses pengolahan pangan sering dilakukan pemasakan, dalam proses pemasakan tersebut digunakan kalor (panas). Kalor tersebut akan dihantarkan oleh air kebagian-bagian dalam bahan pangan secara merata, hal ini karena air mempunyai konduktivitas panas yang baik. Selain itu adanya air juga akan mempengaruhi kestabilan bahan pangan selama proses penyimpanan. Hal ini karena kestabilan bahan pangan tergantung dari aktivitas mikroba pembusuk seperti kapang, kamir dan jamur. Sedangkan aktivitas mikroba tersebut membutuhkan Aw (water activity) tertentu yang bersifat spesifik untuk tiap jenis mikroba.
Berdasarkan derajat keterikatannya air dalam bahan pangan, air dapat kita kelompokkan menjadi:
1. Air yang terikat secara fisik
Air jenis ini dapat dibagi lagi menjadi tiga jenis yaitu:
a. Air Kapiler
Air jenis ini terikat pada rongga-rongga kapiler dari bahan makanan
b. Air Terlarut
Air ini seakan-kan larut dalam bahan padat contohnya air gula dan air garam
c. Air adsorbsi
Air yang terkat pada permukaan bahan pangan dan daya ikatnya lemah serta mudah diputuskan.
2. Air yang terikat secara kimia
Air jenis ini dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu:
a. Air Konstitusi
Air jenis ini terikat pada senyawa lain (bagian dari senyawa itu )seperti protein, karbohidrat dan akan dihasilkan apbila senyawa tersebut dihidrolisis.
b. Air Kristal
Air jenis ini terikat pada senyawa lain dalam bentuk H2O. Contohnya CaSO4.5H2O
3. Air bebas
Air jenis ini disebut juga sebagai mobile atau free water dan mempunyai sifat air normal dan mudah terlepas.

Dalam ilmu pangan terdapat beberapa istilah yang terkait dengan air yaitu:
1.      Kadar Air
Istilah kadar air banyak digunakan di industri karena lebih mudah dicerna oleh masyarakat awam. Kadar air merupakan jumlah total air yang dikandung oleh suatu bahan pangan (dalam persen) dan istilah ini tidak menggambarkan aktivitas biologisnya. Untuk menentukan kadar air suatu bahan, mula-mula bahan makan tersebut di ukur massanya (M1). Setelah itu bahan tersebut di keringkan (dengan oven) sampai massanya tidak berubah lagi, massa pada saat konstan dicatat sebagai massa dua (M2) . Setelah dua data tersebut didapat maka kita dapat menentukan kadar air dalam bahan tersebut dengan menggunakan rumus :
Kadar Air = ((M1-M2)/M1) x 100%

2.      Kelembapan Relatif (RH)
Istilah ini menggambarkan kandungan air total yang dikandung oleh udara yang biasanya juga dinyatakan dalam persen. Untuk menentukan jumalah air yang dikandung di udara maka kita dapat menggunakan metode Kelembapan spesifik. Kelembapan spesifik adalah metode untuk mengukur jumlah uap air di udara dengan rasio terhadap uap air di udara kering. Kelembapan spesifik diekspresikan dalam rasio kilogram uap air, mw, per kilogram udara, ma.
Rasio tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

x= mw/ ma

3.      Ativitas Air (Aw)
Istilah ini menggambarkan derajat aktivitas air dalam bahan pangan, baik kimia dan biologis. Nilai untuk Aw berkisar antara 0 sampai 1 (tanpa satuan). Untuk menentukan Aw, terlebih dahulu kita harus tahu ERH (Equilibrium Relative Humidity) yang merupakan perbandingan antara tekanan udara dalam camber yang berisi garam (P) dan tekanan udara dari camber yang berisi bahan pangan (Po).

ERH = P/Po

Jika kita perhatikan, nilai perbandingan tersebut lebih kecil dari 1. Hal ini karena terjadi efek sifat koligatif akibat adanya garam dalam ruangan tersebut.
Suatu bahan yang akan kita tentukan Awnya ditaruh dalam cember yang berisi garam (LiCl, MgCl2, NaI, NaCl, K2CrO4 dan K­2Cr2O7) dan akan terjadi perubahan terhadap kadar air dan Aw yang pada ahirnya akan mencapai kondisi kesetimbangan. Jika Aw lebih besar dari ERH maka air akan dilepaskan ke udara sedangkan apabila Aw produk lebih rendah dari ERH maka air di udara akan masuk ke bahan pangan tersebut. Kondisi kesetimbangan akan tercapai apabila kadar air bahan tidak berubah lagi (tidak ada mobilisasi air lagi).

Aw=ERH/100

Aktivitas air menggambarkan jumlah air bebas yang dapat dimanfaatkan mikroba untuk pertumbuhannya. Istilah ini paling umum digunakan sebagai kriteria untuk keamanan pangan dan kualiatas pangan. Nilai Aw minimum yang diperlukan tiap mikroba berbeda-beda seabagai contoh kapang membutuhkan Aw > 0.7, khamir > 0.8 dan bakteri 0.9. Dari data tersebut dapat dilihat kapang paling tahan terhadap bahan pangan yang mengandung Aw rendah sedangkan bakteri paling tidak tahan terhadap Aw rendah. Dalam bahan pangan terdapat berbagai jenis atau tipe air.


Prinsip Pengawetan Pangan dengan Pengendalian Aktivitas Air

Nilai Aw berperan penting dalam menentukan tingkat stabilitas dan keawetan pangan, baik yang disebabkan oleh reaksi kimia, aktivitas enzim maupun pertumbuhan mikroba. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:


Pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan erat kaitannya dengan jumlah air yang tersedia untuk pertumbuhan mikroba didalamnya. Jumlah air didalam bahan yang tersedia untuk pertumbuhan mikroba dikenal dengan istilah aktivitas air (water activity = Aw). Aw pada bahan pangan mempengaruhi pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim. Sedangkan, pertumbuhan mikroba sangat erat kaitannya dengan keamanan pangan (food safety). Dengan kata lain, Aw sangat penting untuk kita perhitungkan, baik dalam pengolahan, penyimpanan, maupun distribusi bahan pangan. Beberapa jenis mikroba yang erat kaitannya dengan pangan serta nilai Aw minimum dimana mikroba tersebut dapat hidup dapat dilihat di bawah ini:



Dari kedua tabel di atas terlihat bahwa semakin tinggi nilai Aw (mendekati 1), semakin banyak mikroba yang dapat tumbuh. Terlihat pula bahwa jenis mikroba yang paling sakti (mampu hidup pada Aw cukup rendah) adalah kapang (mold), disusul oleh khamir (yeast) , dan terakhir bakteri yang memerlukan Aw relatif tinggi.
Cara untuk meningkatkan stabilitas dan keawetan pangan adalah dengan melakukan pengendalian Aw, yaitu dengan menurunkan nilai Aw pangan hingga berada di luar kisaran dari faktor penyebab kerusakan. Proses pengeringan, evaporasi, penambahan gula, penambahan bahan tampangan yang bersifat higroskopis atau penambahan garam adalah di antara cara untuk menurunkan nilai Aw. Pengeringan ditujukan untuk menurunkan jumlah air yang terdapat dalam pangan dimana sebagian air dari pangan diuapkan. Penguapan air ini dapat menurunkan Aw pangan. Agar dapat menghambat pertumbuhan mikroba, maka pengeringan harus dilakukan sehingga Aw dari pangan yang dikeringkan berada di bawah kisaran pertumbuhan mikroba (Aw<0.60). Pada kondisi ini, pangan tidak mengandung lagi air bebas yang diperlukan bagi pertumbuhan mikroba. Jika kandungan air bahan diturunkan, maka pertumbuhan mikroba akan diperlambat. Pertumbuhan bakteri patogen terutama Staphylococcus aureus dan Clostridium botulinum dapat dihambat jika Aw bahan pangan < 0.8 sementara produksi toksinnya dihambat jika Aw bahan pangan kurang dari < 0.85. Sehingga, produk kering yang memiliki Aw < 0.85, dapat disimpan pada suhu ruang. Tapi, jika Aw produk >0.85 maka produk harus disimpan dalam refrigerator untuk mencegah produksi toksin penyebab keracunan pangan yang berasal dari bakteri patogen. Perlu diperhatikan bahwa nilai Aw < 0.8 ditujukan pada keamanan produk dengan menghambat produksi toksin dari mikroba patogen. Pada kondisi ini, mikroba pembusuk masih bisa tumbuh dan menyebabkan kerusakan pangan. Bakteri dan kamir butuh kadar air yang lebih tinggi daripada kapang. Sebagian besar bakteri terhambat pertumbuhannya pada Aw < 0.9; kamir pada Aw < 0.8 dan kapang pada Aw < 0.7. Beberapa jenis kapang dapat tumbuh pada Aw sekitar 0.62. Karena itu, kapang sering dijumpai mengkontaminasi makanan kering seperti ikan kering dan asin yang tidak dikemas. Penghambatan mikroba secara total akan terjadi pada Aw bahan pangan < 0.6.
Pengeringan juga dapat menghambat reaksi kimia, seperti reaksi hidrolisis, reaksi Maillard dan reaksi enzimatis. Sebagaimana proses pengeringan, proses evaporasi (pemekatan) pun dapat menghilangkan sebagian air, sehingga dapat menekan reaksi kimia dan laju pertumbuhan mikroba. Cara lainnya untuk menurunkan Aw pangan adalah dengan menambahkan gula dan garam dengan konsentrasi tinggi. Gula bersifat higroskopis yang disebabkan oleh kemampuannya membentuk ikatan hidrogen dengan air. Adanya ikatan hidrogen antara air dan gula ini menyebabkan penurunan jumlah air bebas dan penurunan nilai Aw, sehingga air tidak dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba. Penambahan garam NaCl dapat menurunkan Aw, karena garam dapat membentuk interaksi ionik dengan air, sehingga air akan terikat yang menurunkan jumlah air bebas dan Aw-nya. Penambahan gula dan garam yang semakin tinggi akan menyebabkan penurunan nilai Aw. Produk pangan yang mengandung gula tinggi (misal molases, sirup glukosa, permen, dan madu) atau yang bergaram tinggi (misal ikan asin) relatif awet. Cara lain untuk menurunkan nilai Aw adalah dengan menambahkan ingredien pangan yang bersifat higroskopis, misalnya gula polihidroksil alkohol. Sorbitol adalah salah satu gula alkohol yang sering ditambahkan pada pangan semi basah, misalnya dodol. Gugus fungsional polihidroksil dari sorbitol dapat mengikat air lebih banyak melalui ikatan hidrogen, sehingga dapat menurunkan Aw air dari bahan. Dengan demikian, walaupun dodol memiliki kadar air yang relatif tinggi, namun Aw-nya rendah (0,5-0,6) yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Di samping dapat memperpanjang daya awet pangan, penurunan Aw dengan cara pengolahan di atas dapat menurunkan tingkat resiko keamanan pangan. Pangan dengan Aw dan pH tinggi (Aw>0,85 dan nilai pH>4,5) atau disebut dengan pangan berasam rendah (misalnya daging, susu, ikan, tahu, mie basah, dan sebagainya) merupakan kelompok pangan yang beresiko tinggi. Kelompok pangan ini mudah rusak oleh mikroba pembusuk dan sumber nutrisi yang baik bagi pertumbuhan mikroba patogen, terutama bakteri. Dengan menurunkan nilai Aw di bawah Aw optimum pertumbuhan mikroba, maka tingkat resikonya dapat diturunkan.

Tidak ada komentar:

Google Ads