I. Pendahuluan
I.I Pengertian hipertensi
Tekanan darah adalah daya dorong ke semua arah pada seluruh permukaan
yang tertutup pada dinding bagian dalam jantung dan pembuluh darah. Tekanan
darah terhadap dinding arteri elastic dapat diukur dengan suatu alat penggukur
khusus yaitu manometer air raksa. Tensi yang diproleh biasanya dinyatakan dalam
mm Hg. Tekanan darah sistolis adalah tekanan pada dinding arteri sewaktu
jantung menguncup, dan tekanan darah diastole adalah bila jantung sudah
mengendur kembali. Tekanan darah sistol selalu lebih tinggi dari pada tekanan
darah diastole.
Hipertensi adalah suatu kondisi klinis dimana terjadi peningkatan tekanan
darah secara konsisten diatas tekanan darah normal , dimana tekanan darah normal
adalah 120 - 140/80 - 90 mmHg. Hipertensi merupakan penyakit yang tidak bisa
disembuhkan tetapi bisa di kontrol sehingga mencapai tekanan darah normal, jika
tidak di kontrol maka menyebabkan kerusakan target organ, kalau pada ginjal
akan menyebabkan gagal ginjal, pada jantung akan menyebabkan gagal jantung,
infark miokard, aritmia dan pada otak akan menyebabkan stroke, semuanya
berujung kepada kematian.
Meningkatnya tekanan darah akan memperberat kerja jantung dan pembuluh
darah, sehingga mempercepat terbentuknya arterosklerosis di pembuluh darah,
jika arteroklerosis terbentuk di pembuluh darah jantung akan berakibat
terjadinya iskemia ( supply darah ke jantung tidak mencukupi kebutuhan
jantung) kemudian di ikuti oleh gejala nyeri dada yang disebut dengan angina
kemudian berlanjut terjadinya kematian jaringan otot jantung dan berujung
kepada terjadinya gagal jantung dan kematian. Jika arterosklerosis terbentuk di
pembuluh darah utama jantung akan berakibat kepada kematian mendadak. Jika
arterosklerosis terbentuk di pembuluh darah otak akan berakibat kematian
jaringan otak atau disebut stroke dan juga berujung kepada kematian. Pada
ginjal, hipertensi mengakibatkan terjadinya penebalan dinding arteri dan
kapiler ginjal sehingga fungsi ginjal untuk filtrasi menjadi kurang efisien dan
kemudian berlanjut kepada terjadinya gagal ginjal dan kematian.
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibedakan atas hipertensi primer dan
hipertensi sekunder.
Hipertensi primer (essensial)
Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi
merupakan hipertensi essensial(hipertensi primer).2 Literatur lain mengatakan,
hipertensi essensial merupakan95% dari seluruh kasus hipertensi.Beberapa
mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi initelah
diidentifikasi, namun belum satupun teori yang tegas menyatakanpatogenesis
hipertensi primer tersebut. Hipertensi sering turun temurun dalamsuatu
keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegangperanan
penting pada patogenesis hipertensi primer. Menurut data, bila
ditemukangambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang monogenik dan
poligenikmempunyai kecenderungan timbulnya hipertensi essensial. Banyak
karakteristikgenetik dari gen-gen ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium,
tetapi juga didokumentasikan adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi
kallikreinurine, pelepasan nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal,
danangiotensinogen.
Hipertensi sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari
penyakitkomorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah.
Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal
akibat penyakit ginjal kronis ataupenyakit renovaskular adalah penyebab
sekunder yang paling sering.Obat-obattertentu, baik secara langsung ataupun
tidak, dapat menyebabkan hipertensi ataumemperberat hipertensi dengan menaikkan
tekanan darah.. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka
denganmenghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati/mengoreksi
kondisikomorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam
penangananhipertensi sekunder.
I.2 Patofisiologi
Tekanan darah arteri
Tekanan darah arteri adalah tekanan yang
diukur pada dinding arteri dalammillimeter merkuri. Dua tekanan darah arteri
yang biasanya diukur, tekanan darahsistolik (TDS) dan tekanan darah diastolik
(TDD). TDS diperoleh selamakontraksi jantung dan TDD diperoleh setelah
kontraksi sewaktu bilik jantung diisi.Banyak faktor yang mengontrol tekanan
darah berkontribusi secara potensialdalam terbentuknya hipertensi;
faktor-faktor tersebut adalah
Ø Meningkatnya
aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan/atau variasi diurnal),
mungkin berhubungan dengan meningkatnya respons terhadap stress psikososial dll
Ø Produksi
berlebihan hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor
Ø Asupan
natrium (garam) berlebihan
Ø Tidak
cukupnya asupan kalium dan kalsium
Ø Meningkatnya
sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya produksi angiotensin II dan
aldosteron
Ø Defisiensi
vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan peptide natriuretik
Ø Perubahan
dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin yang mempengaruhi tonus vaskular dan
penanganan garam oleh ginjal
Ø Abnormalitas
tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada pembuluh darah kecil di ginjal
Ø Diabetes
mellitus
Ø Resistensi
insulin
Ø
Obesitas
Ø Meningkatnya
aktivitas vascular growth factors
Ø Perubahan
reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung, karakteristik inotropik
dari jantung, dan tonus vaskular
Komplikasi hipertensi
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama
akan merusak endothel arteri danmempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari
hipertensi termasuk rusaknya organtubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak,
dan pembuluh darah besar. Hipertensiadalah faktor resiko utama untuk penyakit
serebrovaskular (stroke, transientischemic attack), penyakit arteri
koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal,dementia, dan atrial fibrilasi.
Bila penderita hipertensi memiliki faktor-faktorresiko kardiovaskular lain maka akan meningkatkan mortalitas danmorbiditas
akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut. Menurut StudiFramingham, pasien
dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko yangbermakna untuk penyakit
koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagaljantung.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin yang
direkomendasikan sebelum memulai terapiantihipertensi adalah urinalysis, kadar
gula darah dan hematokrit; kalium,kreatinin, dan kalsium serum; profil lemak
(setelah puasa 9 – 12 jam) termasukHDL, LDL, dan trigliserida, serta
elektrokardiogram. Pemeriksaan opsionaltermasuk pengukuran ekskresi albumin
urin atau rasio albumin / kreatinin.Pemeriksaan yang lebih ekstensif untuk
mengidentifikasi penyebab hipertensitidak diindikasikan kecuali apabila
pengontrolan tekanan darah tidak tercapai.
I.3 Penatalaksanaan Hipertensi
Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan:
1. Terapi nonfarmakologi
Menerapkan gaya hidup sehat
bagi setiap orang sangat penting untuk mencegahtekanan darah tinggi dan
merupakan bagian yang penting dalam penangananhipertensi. Semua pasien dengan
prehipertensi dan hipertensi harus melakukanperubahan gaya hidup. Perubahan
yang sudah terlihat menurunkan tekanan darahdapat terlihat pada tabel 4 sesuai
dengan rekomendasi dari JNC VII. Disampingmenurunkan tekanan darah pada
pasien-pasien dengan hipertensi, modifikasi gayahidup juga dapat mengurangi
berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi padapasien-pasien dengan tekanan darah
prehipertensi.
Modifikasi gaya hidup yang
penting yang terlihat menurunkan tekanan darahadalah mengurangi berat badan
untuk individu yang obes atau gemuk;mengadopsi pola makan DASH (Dietary
Approach to Stop Hypertension) yangkaya akan kalium dan kalsium; diet rendah
natrium; aktifitas fisik; danmengkonsumsi alkohol sedikit saja. Pada sejumlah
pasien dengan pengontrolantekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat
antihipertensi; mengurangigaram dan berat badan dapat membebaskan pasien dari
menggunakan obat.
Program diet yang mudah
diterima adalah yang didisain untuk menurunkan beratbadan secara perlahan-lahan
pada pasien yang gemuk dan obes disertaipembatasan pemasukan natrium dan
alkohol. Untuk ini diperlukan pendidikan kepasien, dan dorongan
moril.Fakta-fakta berikut dapat diberitahu kepada pasien supaya pasien
mengertirasionalitas intervensi diet:
a. Hipertensi
2 – 3 kali lebih sering pada orang gemuk dibanding orangdengan berat badan
ideal
b. Lebih
dari 60 % pasien dengan hipertensi adalah gemuk (overweight)
c. Penurunan
berat badan, hanya dengan 10 pound (4.5 kg) dapatmenurunkan tekanan darah
secara bermakna pada orang gemuk
d. Obesitas
abdomen dikaitkan dengan sindroma metabolik, yang jugaprekursor dari hipertensi
dan sindroma resisten insulin yang dapatberlanjut ke DM tipe 2, dislipidemia,
dan selanjutnya ke penyakitkardiovaskular
e. Diet
kaya dengan buah dan sayuran dan rendah lemak jenuh dapatmenurunkan tekanan
darah pada individu dengan hipertensi
f. Walaupun
ada pasien hipertensi yang tidak sensitif terhadap garam,kebanyakan pasien
mengalami penurunaan tekanan darah sistolik dengan pembatasan natrium
2. Terapi Farmakologi
Ada 9 kelas obat antihipertensi . Diuretik, penyekat beta, penghambat
enzimkonversi angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB),
danantagonis kalsium dianggap sebagai obat antihipertensi utama. Obat-obatini
baik sendiri atau dikombinasi, harus digunakan untuk mengobati mayoritaspasien
dengan hipertensi karena bukti menunjukkan keuntungan dengan kelas obatini.
Beberapa dari kelas obat ini (misalnya diuretik dan antagonis kalsium)mempunyai
subkelas dimana perbedaan yang bermakna dari studi terlihat dalammekanisme
kerja, penggunaan klinis atau efek samping.
Penyekat alfa, agonis alfa2
sentral, penghambat adrenergik, dan vasodilator digunakan sebagai
obatalternatif pada pasien-pasien tertentu disamping obat utama.Evidence-based
medicine adalah pengobatan yang didasarkan atas bukti terbaikyang ada dalam
mengambil keputusan saat memilih obat secara sadar, jelas, danbijak terhadap
masing-masing pasien dan/atau penyakit. Praktek evidence-baseduntuk hipertensi
termasuk memilih obat tertentu berdasarkan data yangmenunjukkan penurunan
mortalitas dan morbiditas kardiovaskular atau kerusakantarget organ akibat
hipertensi. Bukti ilmiah menunjukkan kalau sekadarmenurunkan tekanan darah,
tolerabilitas, dan biaya saja tidak dapat dipakai dalamseleksi obat hipertensi.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini, obat-obatyang paling berguna adalah
diuretik, penghambat enzim konversi angiotensin(ACEI), penghambat reseptor
angiotensin (ARB), penyekat beta, dan antagoniskalsium (CCB).
II. Swamedikasi
Swamedikasi atau pengobatan sendiri adalah upaya seseorang dalam
mengobati gejala penyakit tanpa konsultasi dengan dokter terlebih dahulu.
Menurut WHO,
peningkatan kesadaran untuk perawatan sendiri ataupun pengobatan sendiri
(swamedikasi) diakibatkan oleh beberapa faktor berikut ini :
Ø Faktor Sosial ekonomi
Dengan meningkatnya pemberdayaan masyarakat, berakibat pada semakin
tinggi tingkat pendidikan & semakin mudah akses untuk mendapatkan
informasi. Dikombinasikan dengan tingkat ketertarikan individu terhadap masalah
kesehatan, sehingga terjadi peningkatan untuk dapat berpartisipasi langsung
terhadap pengambilan keputusan dalam masalah kesehatan.
Ø Gaya hidup
Kesadaran mengenai adanya dampak beberapa gaya hidup yang dapat berakibat
pada kesehatan, membuat semakin banyak orang yang lebih perduli untuk menjaga
kesehatannya daripada harus mengobati bila terjadi penyakitnya kelak.
Ø Kemudahan memperoleh produk obat
Saat ini pasien & konsumen lebih memilih kenyamanan membeli obat yang
bisa diperoleh dimana saja, dibandingkan harus menunggu lama di rumah sakit
atau klinik.
Ø Faktor kesehatan lingkungan
Dengan adanya praktek sanitasi yang baik, pemilihan nutrisi yang tepat
serta lingkungan perumahan yang sehat, meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
untuk dapat menjaga & mempertahankan kesehatan serta mencegah terkena
penyakit.
Ø Ketersediaan produk baru
Saat ini, semakin banyak tersedia produk obat baru yang lebih sesuai
untuk pengobatan sendiri. Selain itu, ada juga beberapa produk obat yang telah
dikenal sejak lama serta mempunyai indeks keamanan yang baik, juga telah
dimasukkan ke dalam kategori obat bebas, membuat pilihan produk obat untuk
pengobatan sendiri semakin banyak tersedia.
PERAN APOTEKER DALAM SWAMEDIKASI
Dengan semakin banyak masyarakat yang melakukan pengobatan sendiri atau
swamedikasi, maka informasi mengenai obat yang tepat & sesuai dengan
kebutuhan mereka juga semakin diperlukan. Dalam hal itulah maka apoteker
mempunyai peranan penting untuk memberikan informasi yang tepat tentang obat
kepada pasien atau konsumen.
Berikut adalah
peranan apoteker dalam pengobatan sendiri atau swamedikasi, menurut WHO :
1. Peran apoteker sebagai komunikator
-
Apoteker harus menginisiasi dialog dengan pasien atau dokter
pasien tersebut bila diperlukan, untuk memperoleh riwayat pengobatan pasien
sebelumnya.
-
Untuk dapat memberikan saran mengenai obat bebas yang
sesuai, maka apoteker harus bertanya pertanyaan yang sesuai kepada pasien &
juga mampu memberikan informasi penting yang dibutuhkan (seperti cara konsumsi
obat atau indeks keamanan obat).
-
Apoteker juga harus mempersiapkan diri & dilengkapi
dengan peralatan yang memadai untuk melakukan skrening terhadap kondisi atau
penyakit tertentu, tanpa melampaui kewenangan seorang dokter.
-
Apoteker juga harus menyediakan informasi yang objektif
tentang obat.
-
Apoteker juga harus dapat menggunakan & mengartikan
sumber informasi lain, untuk dapat memenuhi kebutuhan pasien atau konsumen.
-
Apoteker harus dapat membantu pasien melakukan pengobatan
sendiri atau swamedikasi yang tepat & bertanggung jawab, atau memberikan
saran ke pasien untuk konsultasi lebih lanjut ke dokter bila diperlukan.
-
Apoteker harus dapat menjamin kerahasiaan informasi tentang
keadaan kesehatan pasien.
2. Peran apoteker sebagai penyedia obat
-
Apoteker harus dapat menjamin, bahwa obat-obatan yang disediakannya
berasal dari sumber resmi yang dapat dipercaya serta mempunyai kualitas yang
baik.
-
Apoteker juga harus menyediakan penyimpanan yang tepat untuk
obat-obatan yang ada.
3. Peran apoteker sebagai seorang pengajar
& pengawas.
Untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik, maka apoteker juga
disarankan untuk berpartisipasi dalam kegiatan peningkatan kemampuan diri yang
berkelanjutan, seperti misalnya melanjutkan pendidikannya lagi. Selain itu,
apoteker biasanya juga didampingi oleh staf non-apoteker lain, yang perlu untuk
diawasi & diberikan pelatihan yang sesuai. Oleh karena itu, apoteker juga
sebaiknya membuat :
-
Pedoman penyerahan ke apoteker.
-
Pedoman untuk tenaga kesehatan lainnya yang terlibat dalam
hal penanganan obat.
4. Peran apoteker
sebagai rekan setara
Untuk dapat
memberikan informasi yang tepat, maka sangat penting bagi apoteker untuk dapat
memiliki kerjasam yang baik dengan berbagai kalangan, seperti :
-
Tenaga kesehatan lainnya.
-
Perkumpulan seprofesi.
-
Industri farmasi.
-
Pemerintahan (baik lokal maupun nasional).
-
Pasien & masyarakat umum.
5. peran apoteker
sebagai promotor kesehatan
Sebagai seorang
anggota tenaga kesehatan, maka apoteker juga harus dapat :
-
Berpartisipasi dalam skrening masalah kesehatan untuk dapat
mengidentifikasi adanya masalah kesehatan.
-
Berpartisipasi dalam hal promosi masalah kesehatan, sehingga
dapat meningkatkan kesadaran mengenai masalah kesehatan ataupun pencegahan
penyakit.
-
Menyediakan saran kepada individu untuk membantu mereka
membuat pilihan yang tepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar