Anatomi dan Fisiologi Ginjal
Ginjal
adalah sepasang organ retroperitoneal yang integral dengan homeostatis tubuh
dalam mempertahankan keseimbangan, termasuk keseimbangan fisika dan kimia.
Ginjal menyekresikan hormon dan enzim yang membantu pengaturan produksi
eritrosit, tekanan darah, serta metabolisme kalsium dan fosfor. Ginjal membuang
sisa metabolisme dan menyesuaikan ekresi air dan pelarut. Ginjal mengatur
volume cairan tubuh, asiditas dan elektrolit sehingga bisa mempertahankan
komposisi cairan yang normal (Baradero, 2008; Kelly, 2005)
Setiap
ginjal panjangnya 6 sampai 7,5 cm, lebarnya 5 sampai 6 cm dan tebal 1,5 sampai
2,5 cm. Pada orang dewasa beratnya kira-kira 120 sampai 160 gram. Bentuk ginjal
seperti biji kacang dan sisi dalamnya ada hilum menghadap ke tulang punggung.
Sisi luarnya cembung. Pembuluh-pembuluh ginjal semuanya masuk dan keluar pada
hilum. Ginjal kanan lebih pendek dari ginjal sebelah kiri. (Enday, 2006;
Ganiswara, 2005; Pearce, 2009)
Fungsi penting Ginjal bagi tubuh
yaitu:
a. Ekskresi
bahan yang tidak diperlukan
Eksresi yang terjadi pada ginjal yaitu ekskresi produk
buangan yang meliputi produk sampingan dari metabolisme karbohidrat (misal: air,
asam) dan metabolisme protein (misal: urea, asam urat, kreatinin), bersama
dengan bahan yang jumlahnya melebihi kebutuhan tubuh (misal: air) (Kenward and
Tan, 2003, Dipiro, 2005).
b. Fungsi
Endokrin
Ginjal berperan dalam mengeluarkan dan mensintesis banyak
hormon penting yang berperan dalam proses mempertahankan homeostatis, seperti
keseimbangan cairan dan elektrolit, asam basa, tekanan osmosa, dan pH (Kenward
dan Tan, 2003; Parazella, 2003; Dipiro, 2005)
c. Fungsi
Metabolisme
Ginjal berperan dalam berbagai aktivitas
metabolisme termasuk proses aktivasi vitamin D3, glukoneogenesis dan senyawa
endogen (seperti : insulin dan steroid) (Dipiro, 2005). Sehingga, ginjal dapat terlibat
dalam pengaturan tekanan darah, metabolisme kalsium, dan tulang serta
eritopoetin (Kenward and Tan, 2003; Dipiro, 2005).
Pemeriksaan Penunjang pada Penyakit Ginjal
1.
Urinalisis
Urinalisis merupakan analisis terhadap bahan
kimia dan komposisi fisik urin. Biasanya digunakan untuk mendiagnosa penyakit
ginjal, atau infeksi saluran kemih, dan untuk mendeteksi penyakit metabolik
yang berhubungan dengan ginjal (Dipiro, 2005; Setiyohadi, dkk., 2007).
a. Berat
Jenis Spesifik (Specific gravity)
Berat
jenis normal adalah 1,001-1,030 dan manunjukkan kemampuan pemekatan yang baik,
hal ini dipengaruhi oleh status hidrasi pasien. Berat jenis meningkat pada
pasien diabetes, proteinurea > 2g/24 jam. Nilai berat jenis menurun dengan
meningkatnya umur dan preginjal azotemia (Dipiro, 2005).
b. pH
pH
normal urin 4,5-7,8. Untuk pasien dengan asidosis tubulus ginjal pH urin
menjadi > 5,5. Hal ini disebabkan karena adanya gangguan sekresi ion
hidrogen pada tubulus distal (Dipiro, 2005; Setiyohadi,dkk., 2007).
c. Hemoglobin
Dalam kondisi normal tidak
dijumpai dalam urin. Bila positif harus dicurigai adanya hemolisis atau
mioglobinuria (Dipiro, 2005; Setiyohadi, dkk., 2007).
d. Glukosa
Pada
ginjal normal akan melakukan penyerapan kembali seluruh glukosa yang disaring
diglomerulus. Korelasi antara glukosa urin dengan glukosa serum berfungsi dalam
memonitor dan penyesuaian terapi antidiabetik (Dipiro, 2005; Setiyohadi, dkk.,
2007).
e. Keton
Asetoasetat
dan aseton dikeluarkan oleh pasien diabetes ketoasidosis. Kadang ada juga
diproduksi pada kondisi perut kosong. Tes ini didasarkan pada reaksi keton
dengan nitroprusid (Dipiro, 2005; Setiyohadi, dkk., 2007).
f. Nitrit
Nitrit
dibentuk dari konversi nitrat oleh bakteri pada saluran kemih melalui enzim
reduktase nitrat. Enzim ini banyak pada bakteri gram negatif dan tidak ada pada
bakteri jenis Pseudomonas, Staphylococcus albus dan Enterococcus. Adanya nitrit menunjukkan
adanya infeksi saluran kemih (Dipiro, 2005; Setiyohadi, dkk., 2007).
g. Leukosit
Jumlah
leukosit yang tinggi menunjukkan adanya infeksi saluran kemih (Dipiro, 2005;
Setiyohadi, dkk., 2007).
h. Protein
Proteinurea
sudah dianggap sebagai penanda utama dari penyakit ginjal. Evaluasi proteinurea
digunakan untuk menentukan tingkat keparahan penyakit gagal ginjal kronik serta
memonitor kemajuan penyakit. Dalam kondisi normal protein tidak akan
dikeluarkan melalui urine, protein di pertahankan diglomerulus.
Protein
urin dihitung dari urin yang dikumpulkan selama 24 jam. Metoda yang digunakan
yaitu metoda dipstick: nilai negatif (< 10 mg/dL, +1 (30 mg/dL), +2 (100
mg/dL), +3 (300 mg/dL), dan +4 (> 1.000 mg/dL). Dikatakan proteinurea bila
lebih dari 300 mg/hari. Hasil positif palsu dapat terjadi pada pemakaian obat
berikut : Penisilin dosis tinggi, klorpromazid, talbutamid, dan golongan sulfa
(Alan, 2013; Dipiro, 2005; Setiyohadi, dkk, 2007).
2.
Analisis
mikroskopik urin (Dipiro, 2005; Setiyohadi, dkk, 2007)
Pemeriksaan mikroskopik urin dilakukan untuk
melengkapi pemeriksaan urin secara kimiawi. Urin yang digunakan untuk proses
pemeriksaan adalah urin pertama atau kedua pagi hari, dan untuk mencegah
kerusakan sel harus segera dilakukan pemeriksaan.
a. Sel
Sel pada
sedimen urin dapat berasal dari sirkulasi (eritrosit dan leukosit), dan dari
traktus urinarius (sel tubulus dan epitel).
·
Eritrosit dalam urin ada 2
macam yaitu isomorfik berasal dari traktus urinarius dan dismorfik berasal dari
glomerulus. Bila eritrosit dominan dismorfik (> 80%) dari total eritrosit
disebut hematuria glomerulus. Dalam kondisi normal eritrosit dapat dijumpai
< 12.000 eritrosit/cc.
·
Leukosit, adanya leukosit
menandakan adanya inflamasi atau infeksi.
·
Sel tubulus ginjal, walaupun
jarang dilakukan pada pemeriksaan urinalisis rutin, namun sel ini sering
terlihat jelas pada Nekrosis Tubular Akut (NTA), glomerulonefritis atau
pielonefritis.
b. Kristal
Macam-macam
kristal yang dapat ditemukan dalam urin yaitu kristal asam urat, kristal
kalsium oksalat, kristal kalsium fosfat, kristal tripel fosfat, dan kristal
sistin.
c. Organisme
Bakteri
juga dapat ditemukan dalam urin, karena kontaminasi atau pemeriksaan yang
ditunda-tunda. Bakteri positif belum tentu infeksi karena belum tentu patogen,
dan akan dicurigai adanya infeksi jika ditemukan bersama leukosit penuh.
3.
Blood
Urea Nitrogen (BUN)
Urea adalah produk akhir metabolisme protein
yang mengandung nitrogen. Pada penurunan fungsi ginjal, kadar urea darah
meningkat. BUN dapat dipengaruhi keadaan-keadaan yang tidak berkaitan dengan
ginjal, misalnya peningkatan atau penurunan asupan protein dalam makanan atau
setiap peningkatan penguraian protein yang tidak lazim seperti cedera otot.
Maka BUN merupakan suatu indikator yang kurang tepat. Urea merupakan produk
nitrogen terbesar yang dikeluarkan melalui ginjal. Nilai normal konsentrasi
ureum plasma ≤ 80 mg/dl. Konsentrasi urea plasma kurang tepat bila digunakan
untuk menentukan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) karena kosentrasi urea
dipengaruhi oleh diet dan reabsorbsi tubulus (Dipiro, 2005).
4.
Kreatinin
Serum
Kreatinin serum merupakan produk sampingan dari
metabolisme otot rangka normal. Kadarnya dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu
diet, saat pengukuran, usia penderita, jenis kelamin, berat badan, latihan
fisik, keadaan pasien, dan obat (Kenward dan Tan, 2003). Kreatinin berperan sebagai
penanda standar dalam penentuan penyakit ginjal. Kreatinin serum akan meningkat
seiring dengan bertambahnya usia. Kreatinin clearence
telah dijadikan tetapan dalam menentukan fungsi ekskresi ginjal serta dapat
digunakan untuk menentukan kecepatan aliran darah ke ginjal sebagai fungsi
dasar dari ginjal. : filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubular dan sekresi
tubular ( Dipiro, 2005).
Pada orang sehat
kreatinin disekresikan dalam jumlah kecil (sekitar 10%), sekresinya
dipertahankan dibawah nilai Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) (Alan, 2013). LFG
merupakan penentuan dari indeks fungsi ginjal, yang diukur secara tidak
langsung dengan nilai kreatinin clearance
(Perazella, 2005; Belaiche,
2012). Nilai LFG sangat
penting sebagai awal diagnosa dan monitoring pasien gagal ginjal kronik,
sehingga dapat diketahui gangguan patologi yang terjadi pada ginjal (Dowling,
2008)
Cara yang paling umum digunakan dalam mengukur laju
filtrasi glomerulus adalah dengan mengukur kreatinin clearence (Bauer, 2006).
Pengumpulan dengan cara ini mengalami cukup
banyak kesulitan, antara lain:
1. Pengumpulan
urine yang sulit dan tidak lengkap
2. Pengukuran
serum creatinine yang waktunya tidak tepat
3. Waktu
pengumpulan urine yang salah
Sehingga dihasilkan nilai keratinin clearence yang tidak sebenarnya. (Bauer,
2006)
Metoda lain untuk penentuan nilai kreatinin clearence yaitu (Alan, 2013; Dowling,
et al, 2010; Mueller and Smoyer, 2009)
a. Persamaan
Cockrof and Gault digunakan untuk pasien dengan usia lebih dari 18 tahun,
pasien yang memiliki kelebihan berat badan yang tidak lebih dari 30% dari berat
badan idealnya dan pasien yang memiliki konsentrasi creatinine serum yang
stabil.
b. Persamaan
Jellife digunakan untuk pasien yang tinggi dan berat badannya tidak menjadi
masalah dan memiliki konsentrasi kreatinin serum yang tidak stabil.
c. Rumus
Salazar dan Corcoran digunakan untuk pasien yang memiliki kelebihan berat badan
lebih dari 30% berat badan ideal.
d. Persamaan
Schwartz digunakan untuk pasien anak-anak dan remaja
5.
Volume
Urine (Alan, 2013)
Klasifikasi urine output
pasien gagal ginjal:
a) Anuric :
lebih rendah dari 50 mL/24 jam, outcome yang di hasilkan buruk.
b) Oliguric
: 50-500 mL/24 jam
c) Non
oliguric : labih dari 500 mL/24 jam outcome yang di hasilkan baik karena
permasalahan menjadi lebih kecil pada kelebihan cairan.
6.
Cystatin
C
Cystatin
C adalah protein yang disekresikan oleh banyak sel (inhibitor cystein protease) yang bebas pada
filtrasi glomerulus dan tidak dieksresi oleh tubuli ginjal. Zat ini tidak
dipengaruhi oleh makanan, usia, masa otot serta luas permukaan tubuh, sehingga
dapat digunakan sebagai alternatif baru sebagai penanda uji fungsi ginjal
(Alan, 2013; Dipiro, 2005; Woitas, et al; 2000).
7.
Bersihan
Inulin
Inulin merupakan suatu polisakarida dengan berat
molekul yang relatif besar (5200 dalton) dan bisa di gunakan sebagai penanda
untuk penentuan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG). Inulin tidak terikat dengan
protein plasma, secara bebas di filtrasi di glomerulus tanpa di reabsorbsi
ataupun di eksresikan pada tubuli. Pengukuran konsentrasi inulin plasma dan
urin menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) (Dipiro, 2005).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar