Volumetri
merupakan suatu metode yang didasarkan pada pengukuran volume sejumlah larutan
pereaksi yang diperlukan untuk bereaksi dengan senyawa yang hendak ditentukan.
Salah satu jenis analisis volumetrik adalah titrasi (H.J. Roth, 145).
I. PRINSIP
Dalam analisis
volumetri, zat yang akan dianalisis dibuat dalam bentuk larutan kemudian
direaksikan dengan larutan baku (titran) yang kadarnya telah diketahui.
Penambahan titran dilakukan sampai sejumlah titran tersebut ekivalen dengan jumlah zat yang
dianalisis.
II. KELEBIHAN
ANALISIS SECARA VOLUMETRI
1.
Teliti sampai 1 bagian dalam 1000
2.
Alat sederhana, cepat dan tidak
menjemukan
III.
KETERBATASAN
ANALISIS VOLUMETRIK
Tidak semua
reaksi kimia dapat menjadi reaksi dasar titrasi. Beberapa syarat yang harus
dipenuhi untuk titrasi antara lain
A. Reaksi antara zat yang dititrasi dan
reagen harus berlangsung cepat
Kondisi ini
dipenuhi pada reaksi asidimetri, alkalimetri dan pada reaksi pembentukan
senyawa yang sedikit terdisosiasi serta senyawa kompleks. Pada reaksi
presipitasi, presipitat tidak selalu terpisah secara spontan. Perak halida
hampir terbentuk seketika; presipitat mikrokristalin seperti barium sulfat dan
timbal sulfat terpisah lebih lambat, terutama pada larutan yang encer. Pada
kasus-kasus ini penambahan alkohol dapat memberikan hasil yang lebih baik,
karena alkohol menurunkan kelarutan dari garam-garam anorganik yang sedikit
larut sehingga meningkatkan kecepatan pengendapan. Berbagai reaksi redoks tidak
terjadi seketika. Pada kondisi ini penambahan katalis tertentu dapat
meningkatkan laju reaksi. Bila laju reaksi lambat atau bila titik akhir tidak
dapat dideteksi dengan cara yang sederhana, maka dapat ditambahkan reagen
berlebih, dan kelebihan reagen dititrasi kembali dengan larutan standar yang
sesuai setelah reaksi yang sebelumnya sempurna.
Untuk
mempercepat reaksi:
a.
dengan penambahan alkohol (pengendapan)
b.
dengan penambahan katalis (redoks)
B. Reaksi harus jelas secara stoikiometris,
dan tidak ada reaksi samping
Persamaan reaksi
antara titran dengan analit harus terdefinisi dengan pasti. Reaksi harus
spesifik, jika ada zat pengganggu harus dihilangkan terlebih dahulu. Terkadang
dimungkinkan untuk mengembangkan metoda empiris di mana terdapat reaksi
sampingan. Dalam hal ini kondisi percobaan harus jelas. Namun umumnya, metode
empiris ini tidak dianjurkan.
C. Zat lain yang ada dalam larutan tidak
bereaksi atau tidak terlibat dengan reaksi utama
Reduktor sering
bereaksi perlahan dengan oksigen atmosfer sehingga larutan hanya stabil sesaat
(larutan akan teroksidasi dan kehilangan sifat reduksinya. Pada titrasi
reduktor sering ditemukan reaksi utama yang terjadi memicu (menginduksi) reaksi
antara zat yang direduksi dengan oksigen. Contohnya larutan sulfit atau
bisulfit dioksidasi oleh udara, karena reaksi sulfit atau bisulfit diinduksi
oleh iodin.
D. Harus ada indikator untuk mendeteksi
titik akhir
Bila tidak ada
indikator yang sesuai sering digunakan metode fisikokimia, misalnya perubahan
potensial elektroda tertentu (titrasi potensiometri), perubahan konduktivitas
listrik larutan selama titrasi (titrasi konduktometri), atau perubahan arus
selama elektrolisis larutan yang dititrasi (titrasi amperometri).
E. Reaksi
harus kuantitatif, kesetimbangan harus bergeser ke kanan, agar diperoleh
perubahan yang tajam sehingga ketelitiannya tinggi (kimia
analitik:20).
Arah atau reaksi yang membentuk produk harus
diketahui kuantitatif, yaitu dari tetapan keseimbangan (Keq) reaksi harus besar
(>108)
IV.
PENGGOLONGAN TITRASI
A.
BERDASARKAN
REAKSI YANG TERJADI
1.
TITRASI
ASIDIALKALIMETRI (ASAM BASA) Ã didasarkan pada perpindahan proton dari zat yang
bersifat asam atau basa, baik dalam lingkungan air atau dalam lingkungan bebas
air (TBA). Asam dan garam dari basa yang sangat lemah dapat
dititrasi dengan basa standar (ALKALIMETRI);
basa dan garam dari asam yang sangat lemah dapat dititrasi dengan asam standar
(ASIDIMETRI).
H+ +
OH‑« H2O
H+ +
A-« HA
B+ +
OH-« BOH
2.
TITRASI
PERSIPITASI (PENGENDAPAN) Ã didasarkan pada terjadinya endapan yang sukar larut
.
Ag+ + Cl-« AgCl
3 Zn++ +2 K4Fe(CN)6« K2Zn3[Fe(CN)6]2
+ 6 K+
Metode dengan pembentukan lapisan endapan ini biasanya disebut proses
presipitasi. Salah satu reagen yang umum adalah perak nitrat. Analisis
volumetrik menggunakan reagen ini sering disebut ARGENTIMETRI (ARGENTOMETRI).
3.
TITRASI REDOKS
(REDUKSI OKSIDASI) Ã didasarkan pada perpindahan elektron, reaksi
oksidasi-reduksi yang berlangsung secara kuantitatif. Titik akhir reaksi dapat
ditentukan secara potensiometri atau kolorimetri.
Oksidator yang terkenal dan sering digunakan antara lain kalium
permanganat, seri sulfat, kalium dikromat, iodin, kalium iodat, kalium bromat,
dan bromin. Reduktor yang sering digunakan antara lain natrium tiosulfat (untuk
titrasi iodin), ferro sulfat, arsenik trioksida, titan klorida, dan krom
klorida.
4. TITRASI KOMPLEKSOMETRI (PEMBENTUKAN KOMPLEKS) Ã didasarkan pada reaksi
antara zat pengkompleks organik dengan ion logam.
2 CN- +Ag+« Ag(CN)2-
Zat yang diuji juga dapat diubah secara kuantitatif menjadi suatu kompleks yang larut, atau menjadi
suatu senyawa yang sedikit berdisosiasi, contoh: 2 Cl- + Hg++« HgCl2
Pengelompokan ini berdasarkan sifat dari senyawa yang akan ditentukan
kadarnya. Sifat zat bisa pengoksidasi atau pereduksi, bisa asam atau basa, bisa
membentuk kompleks atau tidak, bisa mengendap atau tidak. Misalkan senyawa yang
akan ditentukan konsentrasinya bersifat asam lemah, maka digunakan titrasi asam
basa dengan peniter/titran berupa basa kuat (NaOH) kemudian ditentukan titik
dimana kedua zat tersebut bereaksi secara sempurna dengan menggunakan indikator
yang berubah warna dengan perubahan pH.
B. BERDASARKAN
METODE PENGERJAAN/TEKNIK, titrasi dibagi menjadi (Beckett, vol.1):
1.
TITRASI LANGSUNG Ã
melakukan titrasi langsung terhadap zat yang akan ditetapkan.
Titrasi langsung untuk asam lemah. PH larutan ekivalen adalah di atas 7,
indikator yang seringkali digunakan adalah fenolftalein (Beckett,135).
Titrasi langsung untuk basa kuat. Indikator yang seringkali digunakan
adalah metil jingga/oranye (Beckett,138).
Titrasi langsung untuk basa lemah. PH larutan ekivalen adalah di bawah 7,
indikator yang seringkali digunakan adalah metil merah (Beckett,143).
2.
TITRASI LANGSUNG DENGAN BLANKO
3.
TITRASI KEMBALI/ TIDAK LANGSUNG (Beckett,144): Ã
dilakukan dengan penambahan titran dalam jumlah berlebih kemudian kelebihan
titran dititrasi dengan titran lain. Kesalahan menjadi lebih besar dan memakan
waktu yang lebih lama.
Cara ini umumnya digunakan untuk (Beckett, 144-145):
a.
senyawa yang mudah menguap jika
dititrasi langsung (amoniak)
b.
senyawa yang sukar larut (kalsium
karbonat). Cara : senyawa dikocok dengan air, ditambah pereaksi berlebih, kelebihan pereaksi
dititrasi kembali
c.
senyawa hanya bereaksi cepat jika ada
pereaksi berlebih (asam laktat)
d.
senyawa yang membutuhkan pemanasan,
sedangkan pereaksi yang digunakan terurai oleh pemanasan.
4.
TITRASI KEMBALI DENGAN BLANKO (Beckett, 148):
Titrasi
dengan blanko merupakan titrasi tanpa sampel, digunakan sebagai koreksi untuk
memastikan bahwa pelarut yang digunakan baik, tidak menimbulkan zat lain yang
akan bereaksi dengan semua bahan yang akan digunakan.
Larutan baku primer adalah
larutan yang dapat diperoleh dalam keadaan murni dan dapat dimurnikan, bersifat
stabil, tidak higroskopis dan mudah diperoleh. Larutan baku sekunder adalah
Larutan yang konsentrasinya diketahui dengan penentuan oleh baku primer, di
mana larutan ini mengandung sejumlah ekivalen tertentu reagen perliter (konsentrasi
: N/L),umumnya mudah terurai dan tidak stabil. Larutan ini
ditambahkan dari buret pada larutan yang mengandung sampel uji. Perlakuan ini
dikenal sebagai titrasi dan Larutan baku itu sendiri biasa disebut
dengan titran. Prinsip: sejumlah larutan baku ditambahkan dari buret pada
larutan uji sampai sejumlah yang ekivalen dengan zat yang diuji. Titik ekivalen
ini disebut juga titik akhir teoritis (TEP ‘Theoretical End Point’).
Untuk menunjukkan titik akhir ini digunakan indikator yang ditambahkan
dari luar atau dari dalam ke dalam sistem titrasi. Bila reaksi visual titrasi
telah sempurna, indikator akan memberikan perubahan visual (perubahan warna
maupun kekeruhan) pada larutan yang dititrasi. Titik di mana terjadi perubahan
warna ini disebut titik akhir titrasi (EPT ‘End Point of Titration’).
EPT tidak harus selalu sama dengan TEP. Yang perlu diperhatikan adalah
pemilihan indikator sehingga perbedaan TEP dan EPT sekecil mungkin.
Ada 4 macam
indikator : i. asam-basa, i. redoks, i. Logam, dan i. Elektrometrik (alat
penunjuk titik akhir). Yang juga memegang peranan penting dalam analisis
volumetrik adalah amilum sebagai indikator pada iodometri dan indikator
adsorpsi pada pengendapan (H.J. Roth, 176).
Bila sifat dari indikator dan sistem yang dititrasi diketahui, kita dapat
menghitung perbedaan TEP dan EPT yang dinyatakan dalam % zat yang diuji.
Perbedaan ini disebut dengan kesalahan titrasi dan membutuhkan koreksi
blanko-indikator (KBI) untuk mengoreksi jumlah volume titran untuk EPT
dibandingkan dengan volume titran yang dibutuhkan untuk TEP. KBI ini hanya
dapat digunakan jika perbedaan antara TEP dan EPT relatif kecil, dan tergantung
dari jenis kesalahan titrasi yang terjadi maka hasil KBI ini dapat ditambahkan
atau dikurangkan pada volume titran
untuk EPT (Analitycal Chemistry).
TEP :
miliekivalen peniter = miliekivalen analit
Vpeniter x Npeniter = Vsampel x
Nsampel
Vpeniter x Npeniter = berat sampel
dalam mg / bobot ekivalen
V. INDIKATOR
Pada umumnya,
sejumlah indikator ditambahkan ke dalam sistem yang akan dititrasi, dan diamati
perubahan warna larutan. Indikator ini disebut dengan indikator internal
(dalam). Pada beberapa kasus, interaksi indikator dan sistem yang dititrasi
terjadi sebelum titik akhir dicapai, akibatnya titik akhir dicapai lebih awal,
misalnya titrasi fosfat dengan uranil asetat dengan indikator kalium
ferrosianida. Uranil ferrosianida yang berwarna coklat kemerahan sangat sedikit
larut sehingga kalium ferrosianida bereaksi dengan ion uranil sebelum titik akhir
dicapai. Hasil yang baik diperoleh hanya bila sejumlah kecil cairan supernatan
ataupun filtrat diuji pada pelat tetes atau secarik kertas saring dengan
menggunakan kalium ferrosianida sebagai indikator eksternal (luar). Yang
lebih umum adalah indikator eksternal
pada titrasi dengan menggunakan I2 sebagai peniter atau hasil antara
seperti pada titrasi iodometri atau iodimetri. Hasil reaksi antara peniter
dengan titrat diteteskan pada kertas saring baru kemudian ditambahkan larutan
kanji (indikator) di kertas saring (penambahannya dilakukan di luar
erlenmeyer). Bila memungkinkan penggunaan indikator internal lebih disukai
daripada indikator eksternal. Indikator eksternal merupakan indikator yang
ditambahkan pada sistem menjelang TEP (titik ekivalen) atau digunakan di luar
sistem (misal pada pelat tetes), umumnya karena cenderung tidak stabil atau
bisa juga karena alasan lain (misal bereaksi dengan peniter sebelum TE seperti
contoh diatas).
Interval
perubahan warna indikator (FI
IV, 1206-1208)
Interval perubahan
warna ini dapat diketahui secara eksperimental dengan penambahan larutan dapar,
dan sisanya bergantung penilaian subjektif pengamat. Perubahan warna indikator
disetai dengan perubahan strukturnya.
Beberapa contoh
indikator (FI IV, 1206-1208) (Underwood:143)
No
|
Nama dagang
|
Melarut baik pada..
|
Perubahan warna dari asam ke basa
|
Trayek pH
|
1
|
Asam pikrat
|
|
Tidak
berwarna → kuning
|
0,1 – 0,8
|
2
|
Timol biru
|
Etanol, larutan alkali encer
|
Merah →
kuning
|
1,2 – 2,8
|
3
|
2,6 dinitrofenol
|
|
Tidak
berwarna → kuning
|
2 - 4
|
4
|
Metil kuning
|
|
Merah →
kuning
|
2,9 -4
|
5
|
Bromfenol biru
|
Etanol, larutan alkali hidroksida
|
kuning ®biru
|
3,0 - 4,6
|
6
|
merah kongo
|
|
biru ®merah
|
3,0 - 5,0
|
7
|
Metil oranye
|
air panas
|
merah ® kuning
|
3,1 - 4,4
|
8
|
Bromkresol hijau
|
Etanol, larutan alkali hidroksida
|
kuning ® biru
|
3,8 - 5,4
|
9
|
metil merah
|
Etanol
|
merah ®kuning
|
4,2 - 6,2
|
10
|
Metil ungu
|
|
Ungu →
hijau
|
4,8 – 5,4
|
11
|
p-nitrofenol
|
|
Tidak
berwarna → kuning
|
5,6 – 7,6
|
12
|
Bromkresol ungu
|
Etanol, larutan alkali hidroksida
|
kuning ® ungu
|
5,2 - 6,8
|
13
|
Bromtimol biru
|
Etanol, larutan alkali hidroksida
|
kuning ® biru
|
6,0 - 7,6
|
14
|
merah netral
|
agak sukar larut dlm air dan
etanol
|
merah ® kuning
|
6,8 - 8,0
|
15
|
merah fenol
|
alkali karbonat, hidroksida
|
kuning ® biru
|
6,8 - 8,4
|
16
|
merah kresol
|
Etanol, larutan alkali hidroksida
encer
|
kuning ® merah
|
7,2 - 8,8
|
17
|
p-a-naftolftalein
|
|
Kuning →
biru
|
7 – 9
|
18
|
Fenolftalein
|
Etanol
|
tidak
berwarna ® merah
|
8,0 – 9,6
|
19
|
biru nile hidroklorida
|
sukar larut dlm etanol dan as.
asetat glasial
|
biru ® merah muda
|
9,0 - 13,0
|
20
|
Timolftalein
|
Etanol, larutan alkali hidroksida
|
tidak
berwarna ® biru
|
9,3 - 10,6
|
21
|
Alizarin kuning F
|
|
Kuning →
violet
|
10,1 – 12
|
22
|
biru hidroksi naftol
|
Air
|
kuning
kemerahan dgn Ca2+. biru
gelap dgn dinatrium edetat berlebih
|
12,0 -
13,0
|
23
|
biru oraset BP
|
|
dari biru
(basa) - ungu (netral) - merah muda (asam)
|
Untuk TBA
|
24
|
1,3,5 -
trinitrobenzena
|
|
Tidak berwarna → oranye
|
12 – 14
|
VI.
PENJELASAN
A.
TITRASI ASIDIMETRI DAN ALKALIMETRI (NETRALISASI)
Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi
antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal
dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai
reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa)
1. KONSEP
ASAM BASA:
a. Arrhenius
: asam adalah senyawa yang jika dilarutkan dalam air akan terurai menjadi H+ dan anion sedangkan basa terurai menjadi OH-
dan kation (berlaku untuk senyawa anorganik dalam pelarut air).
b. Bronsted
: asam adalah senyawa yang cenderung melepas proton, basa cenderung menangkap
proton (berlaku dalam semua pelarut). Dengan demikian asam dapat berada dalam beberapa
bentuk:
·
molekul
netral : CH3COOH
H+ + CH3COO-
·
Ion
positif : NH4+ H+
+ NH3
·
Ion
negatif : H2PO4- H+ + HPO42-
c. Lewis
: asam adalah akseptor pasangan elektron, basa adalah donor pasangan elektron.
Jadi, asam tidak harus mengandung hidrogen.
NH3
(basa) + BF3 (asam) H3N:BF3
2.
JENIS TITRASI ASAM BASA:
a.
Titrasi asam kuat dengan peniter basa
kuat (misal : NaOH atau KOH) (Beckett,
104, 131-134)
·
Menghasilkan garam yang tidak
terhidrolisis dalam larutan air.
·
pH pada titik ekivalen =7 (netral).
·
pH berubah dengan cepat saat mendekati
TE.
·
Contoh : penentuan HBr, Asam Hypophospor
encer, asam nitrat, asam perklorat, (72% w/w dan 60% w/w), kalium hidrogen
sulfat, asam sulfat, thiamin HCl, dan penentuan aldehid dan keton dalam minyak
esensial (Beckett, 131-134).
·
Indikator yang digunakan adalah yang
mempunyai rentang pH dari 4-10 ( H.J.Roth.,
202)
b.
Titrasi basa kuat dengan peniter asam
kuat (misal : HCl atau H2SO4) (Beckett, 110, 138-139).
·
Menghasilkan garam yang tidak
terhidrolisis dalam larutan air dan larutan menjadi kristal pada titik ekivalen
(pH ekiv = 7).
·
Contoh: penentuan boraks dalam larutan
air sebagai campuran borat dan natrium tetraborat, natrium salisilat,
etilenadium, injeksi/tablet Na-bikarbonat
·
Indikator yang digunakan adalah yang
mempunyai perubahan pH dari 5-10
c.
Titrasi asam lemah dengan basa kuat (Beckett, 107)
·
Menghasilkan garam yang akan
terhidrolisis tergantung tetapan disosiasi asamnya.
·
pH pada titik ekivalen > 7.
·
Karena asam peka terhadap CO2
maka harus menggunakan air bebas CO2 dan NaOH bebas Na2CO3.
·
Contoh : penentuan asam formiat, asam
maleat, asam nikotinat, asam salisilat, asam askorbat, asam sulfanilat,
penentuan bilangan asam lemak nabati, asam borat, fenilbutazon, furosemida,
sikloserin
·
Digunakan indikator yang berubah warna
pada daerah alkali, misalnya : fenolftalein,biru timol
d.
Titrasi basa lemah (pKb £ 6) dengan asam
kuat (Beckett, 116, 143-144).
·
menghasilkan garam yang terhidrolisis.
·
pH pada titik ekivalen <7.
·
Contoh: penentuan aminofilin, salep
merkuri ammonia, piridin
·
Indikator yang digunakan adalah
indikator dengan rentang pH 3,5-6 seperti metil jingga, metil merah, biru
bromfenol atau hijau bromkresol.
3.
INDIKATOR
YANG BIASA DIGUNAKAN DALAM ASIDI-
ALKALIMETRI (FI IV, hlm 1208)
Indikator
|
Trayek pH
|
Warna
|
|
Asam
|
Basa
|
||
Kuning
metil
|
2,4
– 4,0
|
Merah
|
Kuning
|
Biru
bromfenol
|
3,0
– 4,6
|
Kuning
|
Biru
|
Jingga
metil
|
3,2
– 4,4
|
Merah
muda
|
Kuning
|
Hijau
bromkresol
|
4,0
– 5,4
|
Kuning
|
Biru
|
Merah
metil
|
4,2
– 6,2
|
Merah
|
Kuning
|
Ungu
bromkresol
|
5,2
– 6,8
|
Kuning
|
Ungu
|
Biru
bromtimol
|
6,0
– 7,6
|
Kuning
|
Biru
|
Merah
fenol
|
6,8
– 8,2
|
Kuning
|
Merah
|
Merah
kresol
|
7,2
– 8,8
|
Kuning
|
Merah
|
Biru
timol
|
8,0
– 9,2
|
Kuning
|
Biru
|
Fenolftalein
|
8,0
– 10,0
|
Tak
berwarna
|
Merah
|
Timolftalein
|
9,3
– 10,5
|
Tak
berwarna
|
Biru
|
4.
LARUTAN
BAKU
Baku primer
digunakan sebagai standarisasi/ pembakuan. Baku primer sudah diketahui
komposisinya. Sebelum menentukan konsentrasi analit, peniter dibakukan dengan
baku primer agar konsentrasi peniter diketahui dengan cermat
Larutan baku
asam biasanya dibakukan terhadap Na2CO3 , Na tetraboraks
atau tris (hidroksi metil) amino metan. Larutan baku basa dibakukan terhadap kalium biftalat atau asam
benzoat. Larutan baku asam yang sering digunakan dalam asidi alkalimetri umumnya
dibuat dari HCldan H2SO4 . HCl lebih disukai untuk
senyawa yang memberikan endapan dg H2SO4 seperti Ba(OH)2.
H2SO4 lebih disukai untuk titrasi dengan pemanasan karena
kemungkinan terjadi penguapan pada pemanasan dengan HCl yang dapat menimbulkan
bahaya.
Larutan baku
alkali yang sering digunakan NaOH, KOH, dan Ba(OH)2. Larutan ini
mudah menyerap CO2 dari udara membentuk karbonat sehingga
konsentrasinya dapat berubah dengan cepat.
CO2 + H2O « H2CO3
H2CO3 + 2OH-« CO32-
+ 2H2O
Karena itu,
larutan baku alkali dibuat bebas karbonat dan penyimpanannya dilengkapi dengan
’soda lime tube’. Air yang digunakan untuk pembuatan larutan basa atau untuk
melarutkan sampel asam harus dididihkan dan didinginkan dalam hampa udara.
Larutan basa harus diproteksi terhadap gas CO2 dari udara. Selama
titrasi berlangsung, gas CO2 dapat terabsorpsi ke dalam larutan yang
menyebabkan pH larutan menurun. Larutan dapat dititrasi pada titik didihnya
atau aliri gas N2 untuk mengusir CO2 dari permukaan dan
dalam larutan. Semua larutan baku alkali harus sering dibakukan ulang.
Kebanyakan amin
alifatik dan sedikit amin aromatik dapat dititrasi dengan asam kuat dalam
lingkungan air. Sedangkan senyawa amida tidak dapat dititrasi, karena bersifat
amfoter (N+). Beberapa asam dan basa cukup kuat untuk dititrasi
tetapi tidak cukup larut dalam air. Pelarut hidroalkohol dapat digunakan untuk
meningkatkan kelarutannya sehingga titrasi dapat berlangsung dengan baik dan
memuaskan. Cara lain untuk mengatasi ketidaklarutan sampel adalah dengan cara
titrasi kembali. Beberapa alkaloida dapat dititrasi dengan cara ini.
Kadang-kadang produk titrasi berupa endapan yang tidak larut. Hal ini dapat
menganggu pengamatan perubahan warna indikator pada penentuan titik akhir
titrasi. Titrasi dua fase dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini dengan
menggunakan pelarut yang tidak campur seperti kloroform atau eter yang
ditambahkan pada sistem. Dengan pengocokan kuat produk titrasi tidak larut air
akan pindah ke lapisan organik (modul).
5.
INDIKATOR ASAM-BASA
Indikator yang
digunakan baik pada asidimetri maupun alkalimetri adalah asam organik lemah
(indikator asam) atau basa organik lemah (indikator basa), di mana bentuk yang
terdisosiasinya mempunyai warna yang berbeda dengan bentuk yang tidak
terdisosiasi. Kekuatan asam/basa dari indikator ini harus lebih kecil dari
kekuatan senyawa yang hendak ditentukan dan larutan pengukur yang digunakan.
Perubahan warna tersebut terjadi akibat adanya reaksi disosiasi dan konstitusi
[terjadi akibat tautomeri / valensiometri] (H.J.
Roth, 176-177). Pemilihan indikator asam-basa didasarkan pada besarnya
persentase rentang kesalahan yang dapat diperoleh dari kurva titrasi. Jika
rentang kesalahan yang diperoleh masih kecil, maka indikator tersebut dapat
digunakan.
Warna indikator
asam dapat diketahui dengan membandingkan konsentrasi dua bentuk yang berbeda,
yaitu HI dan I-, sesuai dengan persamaan:
warna
=
|
[HIn]
|
=
|
bentuk
tidak terdisosiasi (asam)
|
=
|
[H3O+]
|
[In-]
|
bentuk
terdisosiasi (basa)
|
KI
|
Kita dapat
membedakan warna asam dengan baik apabila nilai:
[H3O+]
|
=
|
[HIn]
|
³ 10
|
KI
|
[In-]
|
dan warna basa
dengan baik bila:
[H3O+]
|
=
|
[HIn]
|
<
0,1
|
KI
|
[In-]
|
Sehingga :
[H3O+]
|
=
|
0,1
s.d. 10
|
KI
|
Þ [H3O+]
= 0,1 KI s.d. 10 KI
Þ bentuk log : pH
= pKI ± 1
(Analitycal Chemistry, 250-251)
6. INDIKATOR
CAMPURAN
Pada kasus
tertentu kita dapat menggunakan campuran dua indikator dengan pewarna tertentu
yang tepat untuk menghasilkan perubahan warna yang lebih jelas pada pH tertentu
sehingga menjadi pilihan bila dengan indikator yang umum perubahan warna tidak
jelas. Contoh campuran indikator:
-
Bromkresol hijau (0,1%) + metil merah (0,1%) (3:1), berubah di pH 5,1, warna
asam: merah, basa: hijau
- Merah kresol (0,1%) + timol biru (0,1%)
(1:3), warna asam: kuning, basa: violet, pH 8,2 – 8,4: pink.
Pemilihan
indikator campuran ini berdasarkan kemiripan rentang pH (rentang pH berdekatan)
dan perubahan warna di daerah asam/basa yang berbeda satu sama lain antar
indikator.
7. KAPASITAS
PENETRALAN
Fungsi antasid
adalah menetralkan HCl yang disekresi oleh sel pariteal. Secara kuantitatif
antasid dibandingkan berdasarkan KPA-nya. KPA adalah jumlah HCl 1 N (dalam mEq)
yang dapat dinetralkan oleh antasida sehingga mencapai pH 3,5 dalam waktu 15
menit.
Reaksi:
Al(OH)3 + 3 HCl ® AlCl3 + 3 H2O
(reaksi
pelan)
Mg(OH)3 + 2 HCl ®
MgCl2 + 2 H2O (reaksi
pelan/sedang)
CaCO3 + 2 HCl ® CaCl2 + H2O
+ CO2 (reaksi
cepat)
NaHCO3 + HCl ® NaCl + H2O + CO2 (reaksi cepat)
B. TITRASI
PENGENDAPAN
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan
senyawa-senyawa lain yang membentuk
endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. Metode Argentometri
disebut juga dengan metode pengendapan karena memerlukan pembentukan senyawa
yang relatif tidak larut atau endapan.
1. PENGGUNAAN TITRASI
PENGENDAPAN
a.
Reaksi
pengendapan menunjukkan tercapainya titik akhir dengan cepat (hasil kali
kelarutan endapan harus sekecil
mungkin dan konsentrasi awal larutan sampel harus cukup besar)
b.
Tidak
ada ion yang mengganggu reaksi pengendapan
c.
Terdapat
indikator yang dapat menunjukkan titik akhir titrasi secara akurat
2.
DALAM
PRAKTEK, TITRASI PENGENDAPAN DILAKUKAN DENGAN DUA CARA :
a.
Titrasi
langsung, larutan pengendap ditambahkan sedikit demi sedikit pada larutan bahan
yang akan ditentukan sampai tercapai TAT.
b.
Titrasi
tidak langsung, larutan pengendap ditambahkan pada larutan sampel secara
berlebih, lalu kelebihan pengendap dititrasi kembali.
Yang banyak
digunakan dalam analisis kuantitatif adalah reaksi pengendapan ion
halogenida,ion pseudohalogen dan ion lainnya oleh ion perak dan ion raksa. Oleh
karena itu titrasi pengendapan lebih dikenal sebagai titrasi argentometri dan
merkurimetri. Pada umumnya digunakan indikator dengan sifat mengendap dengan
penambahan kelebihan peniter.
Titrasi yang
umum digunakan adalah titrasi argentometri cara Mohr, Prinsipnya adalah titrasi
ion halogen (Cl-, Br-, atau I-) dalam suasana
netral dengan AgNO3 menggunakan indikator K2CrO42-.
Pada permulaan titrasi akan terjadi endapan perak klorida (AgCl) dan setelah
tercapai titik ekivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi
dengan kromat dengan membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah.
Cl- + Ag+« AgCl putih ¯ SAgCl = 1,56 x 10-10
CrO42-
+ Ag+ « Ag2CrO4
merah SAg2CrO4 = 9 X
10-12
(Ilmu Kimia Analitik Dasar, 179)
Pada titrasi ini
kesalahan akan meningkat jika larutannya makin encer. Metode Mohr terbatas untuk larutan dengan
nilai pH netral antara 6,5-9 karena
dalam larutan yang lebih basa, perak oksida akan mengendap dan dalam larutan
asam, konsentrasi ion kromat akan sangat berkurang.
3. TITRASI
ARGENTOMETRI
Merupakan salah
satu bagian dari titrasi presipitimetri (pengendapan) menggunakan Peniter
Larutan Ag+ biasanya dalam bentuk AgNO3
Tulis salah satu
metode berikut sesuai zat aktif anda:
a.
Cara Liebeg (Beckett, 191)
·
TAT
ditentukan dengan terjadinya kekeruhan.
·
Prinsip
: Penentuan ion CN- dengan pembentukkan kompleks AgCN yang sangat
stabil
·
Reaksi
-
(Larutan
perak nitrat ditambahkan pada larutan alkali sianida akan terbentuk endapan
putih dapat larut, reaksi sbb : 2 CN- + Ag+«
Ag(CN)2-
-
jika
reaksi telah sempurna, penambahan perak nitrat akan mghasilkan endapan perak
nitrat. Reaksi : Ag(CN)2- + Ag
berlebih « 2 AgCN ¯ (TAT Ã Kekeruhan tetap)
·
Hasil
memuaskan jika pemberian pereaksi mendekati titik akhir dillakukan
perlahan-lahan. Dan tidak dapat dilakukan pada larutan Aminoalkalis.
b.
Cara
Deniges (memperbaiki cara Liebig)
Prinsip
: modifikasi dengan menambahkan Kalium Iodida 0,01 M sebagai indikator dan
amonia 0,2 M untuk melarutkan perak sianida.
Ag Ag(CN)2 + NH3« 2 Ag(NH3)2+
+ 2CN-
Terbentuknya kekeruhan dari perak iodida digunakan sebagai penunjuk titik
akhir.
Ag(NH3)2+ + I-« AgI + 2 NH3
Selama titrasi perak iodida tetap larut karena adanya kelebihan ion
sianida, sampai titik ekivalen tercapai.
AgI + 2 CN- « Ag (CN)2- + I-
c.
Cara
Guy Lussac
Prinsip
: dilakukan titrasi ion Cl- dengan Ag+ sehingga terbentuk
endapan AgCl. Titik akhir ditentukan dengan membandingkan kekeruhan baku
(dimana Cl- = Ag+) dengan kekeruhan sampel.
Reaksi
: Cl- + Ag+« AgCl
d.
Cara
Mohr
·
Prinsip
: prinsipnya adalah titrasi ion halogen (Cl-, Br-, atau I-)
dalam suasana netral dengan AgNO3 menggunakan indikator K2CrO42-.
Pada permulaan titrasi akan terjadi endapan perak klorida (AgCl) dan setelah
tercapai titik ekivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi
dengan kromat dengan membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah.
·
Reaksi
:
Cl- + Ag+« AgCl putih ¯ SAgCl = 1,56 x 10-10
CrO42- + Ag+ « Ag2CrO4
merah SAg2CrO4
= 9 X 10-12
·
Pada
titrasi ini kesalahan akan meningkat jika larutannya makin encer. Metode Mohr
terbatas untuk larutan dengan nilai pH netral
antara 6,5-9 karena dalam larutan yang lebih basa, perak oksida akan
mengendap dan dalam larutan asam, konsentrasi ion kromat akan sangat berkurang.
·
Cara
untuk membuat larutan Netral :
-
dari larutan Asam à (+)
CaCO3 atau NaHCO3
secara berlebihan.
-
dari larutan Alkalis à (+)
Asam asetat kemudian di(+) sedikit demi sedikit berlebihan CaCO3.
·
Cara
pengerjaan :
-
Untuk pembuatan NaCl (baku primer) dan
AgNO3 (baku sekunder) : kedua zat dimasukkan ke dalam oven dengan
suhu 250-300oC selama 2 jam kemudian didinginkan dalam eksikator.
-
5 mL larutan NaCl 0,05 N + 0,5 mL K2CrO4
5%
-
Titrasi dengan larutan AgNO3
0,1 M sampai coklat merah (Ag-kromat).
·
KERUGIAN
metode Mohr :
-
Bromida dan Klorida kadarnya dapat
ditetapkan dengan metode Mohr akan tetapi untuk iodida dan tiosianat tidak
memberikan hasil yang memuaskan, karena endapan perak klorida atau perak
tiosianat mengadsorbsi ion kromat, sehingga memberikan titik akhir yang kacau.
-
Adanya ion-ion seperti sulfida, fosfat,
dan arsenat juga akan mengendap.
-
TAT kurang sensitif jika menggunakan
larutan yang encer.
-
Ion-ion yang diadsorbsi dari sampel
menjadi terjebak dan mengakibatkan hasil yang rendah sehingga pengocokan yang
kuat mendekati TAT diperlukan untuk membebaskan ion yang terjebak.
·
Titrasi
langsung iodida dengan perak nitrat dapat dilakukan dengan penambahan amilum
dan sejumlah kecil senyawa pengoksidasi. Warna biru akan hilang pada saat TAT
dan warna putih kuning dari endapan perak iodida (AgI) akan muncul.
e.
Cara
Volhard
·
Prinsip
: dilakukan Titrasi ion Ag+ dengan CNS- menggunakan
indikator Fe3+ (harus dalam suasana asam).
·
Reaksi
: Ag+ + CNS-«
AgCNS
CNS- berlebih + Fe3+« Fe(CNS)3 (merah muda)
·
Dilakukan
penentuan kadar ion halogen (Cl-, Br-, atau I-
) menggunakan metode titrasi balik. Larutan ion halogen ditambahka AgNO3
berlebih. kelebihan AgNO3 dititrasi dengan KCNS menggunakan
indikator Fe3+ (dalam suasana asam).
·
Reaksi
:
X + AgNO3«
AgX
Ag berlebih + CNS-« Ag(CNS)
CNS- berlebih + Fe3+« Fe(CNS)2 (merah muda)
·
Syarat
metode Volhard :
-
pH larutan harus dibawah 3 Ã
diasamkan larutan baku Kalium/ Amonium tiosianat.
-
Perak klorida disaring sebelum titrasi
kembali. Suspensi ini harus dididihkan beberapa menit supaya terjadi koagulasi
perak klorida dan melepaskan ion perak yang diadsorbsi oleh permukaan perak
klorida. Filtrat yang telah dingin kemudian dititrasi.
-
Setelah penambahan larutan baku perak
nitrat , ditambah kalium nitrat sebagai koagulan, suspensi didihkan selama 3
menit. Terjadi desorbsi dan pada pendinginan desorbsi dicegah oleh kalium
nitrat.
-
Ditambah cairan yang tidak bercampur
dengan air untuk melapisi perak klorida, sehingga mencegah interaksi dengan
tioasianat. Yang paling baik adalah nitrobenzena (1 mL nitrobenzena untuk
setiap 50 mg klorida).
-
Untuk hasil yang telitià titrasi
dikocok kuat-kuat supaya ion ion perak yang diadsorbsi oleh endapan perak
tiosianat dapat bereaksi dengan tiosianat.
-
besi (III) tidak boleh ditambahkan
sebelum iodida diendapkan semua oleh perak nitrat.
·
Cara
pengerjaan (modul AFA) :
-
2
mL larutan klorida diasamkan dengan 1 mL HNO3 6N
-
Tambahkan
larutan AgNO3 0,05 N (5 mL)
-
Endapan
disaring dan dicuci dengan 3 kali 1 mL HNO3 2N
-
Filtrat
dan cucian disatukan + 5 tetes ferri ammonium sulfat 40%
-
Titrasi
dengan NH4CNS (KCNS) 0,1 N sampai merah jingga (maksimal 10 tetes).
f.
Cara
Fajans
Menurut pustaka (H.J. Roth., 251),
metode ini sudah tidak digunakan dalam farmakope yang kini berlaku.
·
Prinsip
: penentuan ion Cl-, Br-, CNS-, Ag+,
I- menggunakan indikator adsorpsi (senyawa organik yang bersifat
asam/basa lemah) yang mempunyai warna yang berbeda pada keadaan teradsorpsi dan
tidak teradsorpsi
Titran
|
Titer
|
Indikator
|
Cl-
, Br-, CNS-
|
AgNO3
|
Fluoresin
Diklofluoresin
|
Ag+
|
NaCl
|
Fluoresin
Diklofluoresin
|
Cl-,
Br-, CNS-
|
AgNO3
|
Eosin
|
·
Hal
yang harus diperhatikan pada metode Fajans :
-
Endapan
sedapat mungkin dijaga koloid.
-
Garam
netral dalam jumlah besar, ion bervalensi banyak harus dihindarkan karena
mempunyai daya mengkoagulasi.
-
Larutan
tidak boleh terlalu encer.
-
Ion
indikator harus berlawanan muatan dengan ion pengendap.
-
Ion
indikator harus tidak teradsorbsi sebelum TAT, tetapi harus segera teradsorbsi
kuat setelah tercapai TAT.
-
Ion
indikator tidak boleh teradsorbsi sangat kuat, misal titrasi klorida dengan
eosin, dimana indikator teradsorbsi lebih dulu sebelum TAT tercapai.
g.
Cara
Budde
·
Prinsip
: dilakukan untuk menentukan kadar asam barbiturat bebas atau tersubstitusi
pada posisi 5,5. Barbiturat dititrasi oleh AgNO3 dalam larutan yang
mengandung alkali-karbonat sampai terjadi kekeruhan. Mula-mula terbentuk
polimer kompleks barbiturat-perak yang larut (perbandingan 1:1). Pada titik
akhir titrasi, kelebihan Ag membentuk Barbiturat-perak yang sukar larut
(perbandingan 1:2). (H.J.Roth, 255)
·
Reaksi:
Ag+ + Barbiturat «
Ag-Barbiturat (1:1) larut
Ag+ berlebih ® Ag-Barbiturat (1:2) tidak larut
·
Pembuatan
Larutan Baku & Pembakuannya
Larutan Baku Perak Nitrat
-
Pembuatan larutan baku perak nitrat 0,1
N
Prosedur : keringkan serbuk perak nitrat pada 1200C selama 2
jam, dinginkan dalam eksikator. Timbang 16,989 g serbuk tersebut dan larutkan
dalam air secukupnya sampai 1 L dalam labu takar. Larutan perak nitrat harus
terlindung dari cahaya (botol coklat).
-
Pembakuan Larutan perak nitrat 0,1 N
Prosedur : Tinbang dengan sekasama ± 2,9 g NaCl murni larutkan dalam air
secukupnya dalam labu takar 500 mL. Pipet 25,0 mL masukkan dalam erlenmeyer 250
mL dan ditambah 1 mL larutan indikator kalium kromat( pipet 1 mL). Dari buret
tambahkan larutan perak nitrat perlahan, goyangkan cairan sampai terbentuk
warna merah yang stabil.
4. TITRASI
MERKURIMETRI
Titrasi
merkurimetri dilakukan dengan prinsip terbentuknya garam merkuri yang tidak
terionisasi. Titik akhir titrasi ditunjukkan oleh terbentuknya senyawa berwarna
antara ion Hg2+ dengan ion indikator.
5. TITRASI KOMPLEKSOMETRI (PEMBENTUKAN KOMPLEKS)Ã didasarkan pada reaksi
antara zat pengkompleks organik yang larut air dan praktis tidak terdisosiasi
dengan ion logam. Memungkinkan penentuan analisis pengukuran untuk sejumlah
kation bervalensi banyak dalam larutan air. (J.Roth,
257)
2 CN- +Ag+« Ag(CN)2-
Zat yang diuji juga dapat diubah secara kuantitatif menjadi suatu kompleks
yang larut, atau menjadi suatu senyawa yang sedikit berdisosiasi, contoh:
2 Cl- + Hg++« HgCl2
1.
PRINSIP
Titrasi
kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks antara
kation dengan zat pembentuk kompleks. Sebagai zat pembentuk kompleks yang
banyak digunakan dalam titrasi ini adalah garam dinatrium EDTA (disimbolkan
menjadi H4Y).
Kestabilan dari
senyawa kompleks yang terbentuk tergantung dari: kation dan pH larutan, maka
titrasi harus dilakukan pada pH tertentu. (FI
III 824)
disosiasi kompleks akan ditentukan oleh pH larutan. Menurunkan pH akan menurunkan
kestabilan kompleks logam EDTA. Pada umumnya kompleks EDTA dengan ion logam
divalen stabil pada larutan basa sedikit asam (pH:4-6;8-10), sedangkan kompleks
ion logam tri dan tetravalen stabil pada pH yang lebih rendah (pH:1-3).
pH minimum
titrasi kompleksometri dengan EDTA untuk setiap logam berbeda :
Besi (III) 1,2
Raksa (II) 2,0
Nikel (II) 3,2
Tembaga (II) 3,3
Timbal (II) 3,5
Zink (II) 3,8
Kadmium (II) 4
Alumunium (III) 4,2
Kobal (II) 7,4
Strontium (II) 10,2
Magnesium(II) 10,2
2.
PENETAPAN T.A.T :
Untuk menentukan
titik akhir titrasi digunakan indikator logam. Indikator logam, yaitu indikator
yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam. Ikatan kompleks antara
ion logam dan indikator harus lebih lemah daripada ikatan kompleks atau peniter
dan ion logam. Larutan indikator bebas memiliki warna yang berbeda dengan
larutan kompleks indikator.
Reaksi:
M-Ind
(warna B) + EDTA M-EDTA + Ind
(warna A)
Indikator yang
sering digunakan adalah kalkon, asam kalkon karboksilat, hitam eriokrom, dan
jingga xilenol.
a.
Untuk logam yang dengan cepat dapat
mebentuk senyawa kompleks à titrasi
langsung.
b.
Untuk logam yang dengan lambat membentuk
senyawa kompleks à titrasi
kembali.
(FI III hal 824).
Contoh titrasi
beberapa logam: Alumunium, Bismut, Kalsium, Magnesium, Seng, Timbal
(FI III hal 824)
3.
CARA-CARA TITRASI KOMPLEKSOMETRI :
Jenis titrasi kompleksometri diarahkan
pada stabilitas khelat yang terjadi selama titrasi dan kemudian baru pada
apakah ada indikator logam yang memenuhi syarat. Titik akhir suatu titrasi
kompleksometri juga dapat ditentukan secara elektrokimia. Untuk titik akhir
potensiometri dibutuhkan elektrode ion selektif.
a.
Titrasi langsung à ion
logam yang ada dalam larutan dititrasi langsung dengan larutan EDTA menggnakan
indikator logam
Penentuan TAT :
M-indikator + EDTA2-Ã M-EDTA + indikator 2-(J.Roth, 263)
b.
Titrasi kembali à jika
penentuan TAT tidak mungkin dilakukan atau untuk logam yang tidak bisa
dititrasi langsung karena pada pH stabilitas mengendap. Larutan yang hendak ditentukan
direaksikan dengan larutan EDTA berlebih dan dititrasi kembali dengan larutan
Mg Sulfat atau larutan Zn sulfat dengan konsenrasi sama.
Contoh:
penentuan kompleksometri garam kobalt, nikel, alumunium dan raksa.
Penentuan TAT :
M-EDTA + EDTA + indikator 2- + Zn 2+Ã M-EDTA + Zn-EDTA + Zn-indikator (J.Roth, 263)
c.
Titrasi substitusi à jika
tidak ada indikator yang sesuai atau jika ion logam pada pH yang digunakan pada
titrasi akan mengendap sebagai hidroksida atau untuk ion logam yang tidak
bereaksi sempurna dengan indikatr logam. Terutama digunakan untuk penentuan
kadar garam kalsium dan magnesium.
Skema titrasi
: Mg-EDTA + M2+« M-EDTA + Mg2+
(J.Roth, 263)
4.
PENGAMATAN T.A.T
Titik akhir
titrasi diamati melalui :
a.
Visual oleh mata
b.
Potensiometri
c.
Amperometri
d.
Konduktometri
e.
Spektrofotometri
BEBERAPA CONTOH
SISTEM TITRASI KOMPLEKSOMETRI PADA OBAT
Sampel
|
Pelarut
|
Peniter
|
Indikator
|
Sediaan obat
|
Kalsium
glukonat
|
Air
dibasakan dengan NaOH
|
Dinatrium
edetat
|
Kalkon
(merah jambu menjadi biru)
|
Injeksi
kalsium glukonat
|
Kalsium
laktat
|
Air
|
Dinatrium
edetat
|
Biru
hidroksi naftol (biru)
|
Kalsium
laktat
|
Kalsium
pantotenat
|
Air
|
Dinatrium
edetat
|
Biru
hidroksi naftol (biru)
|
Tablet
kalsium pantotenat
|
Alukol
|
Air
|
Pb(NO3)2
|
Jingga
xilenol
|
Suspensi
antasida
|
Metil
tiourasil
|
Air
|
Raksa
(II) asetat
|
Difenilkarbazon
|
Metil
tiourasil
|
PEMBAKUAN
Peniter
|
Dibakukan dengan
|
Indikator
|
Titik akhir
|
Dinatrium
edetat
|
CaCO3
|
Biru
hidroksi naftol
|
Warna
biru pekat
|
|
ZnSO4
|
Eriokrom
hitam T
|
Warna
merah jadi biru
|
Larutan
Pb(NO3)2
|
Dinatrium
edetat
|
Eriokrom
hitam T
|
Warna
merah jadi biru
|
Larutan
Raksa (II) asetat
|
Dinatrium
edetat
|
Eriokrom
hitam T
|
Warna
merah jadi biru
|
Daftar pustaka
-
FI III,hlm 824-825
-
J.Bassett,”Vogel,Kimia Analisis
Kualtitatif Anorganik”, hlm 299.
-
Roth, “Analisis Farmasi”,hal 257-268
-
Beckett,
A.F. and Stenlake, J.E., 1970, Practical
Pharmaceutical Chemistry, 2nd Ed., Athlone Press, London, 104,
107, 110, 16-117, 131-135, 137-139, 143-145, 148, 191, 286-288, 304-305.
-
Day,
R.A. and Underwood, A.L., 1992, Analisis
Kimia Kuantitatif, ed.6, Penerbit
Erlangga, Jakarta, 143.
-
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Farmakope
Indonesia, Jakarta, 1206-1208.
-
Panduan Praktikum Kimia
Fisika Farmasi,
1996, 56
-
Phytopharmaceutical
Technology,
1989, 96,100–101
-
Roth,
H.J. dan Blaschke, G, 1996, Analisis
Farmasi, Terjemahan Sarjono Kisman dan Slamet Ibrahim, Cet. IV, Gajah Mada University Press, 145, 176-177,
202, 251, 255.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar