Google ads

Minggu, 10 Januari 2016

Diabetes Mellitus (DM)



A.      Diabetes Mellitus (DM)
1.      Definisi
Diabetes mellitus ialah suatu penyakit degenaratif (pemunduran) yang ditandai oleh berbagai gejala sebagai akibat kadar gula darah yang tinggi. Walaupun penyakit ini mudah diketahui dengan cara memeriksakan kadar gula darah, namun pada tahap permulaan perjalanan penyakit, gejala yang dirasakan bukanlah sesuatu yang amat mengganggu pasien, bahkan kadangkala tidak menunjukkan gejala yang khas  (Tara, 2007).
Gula darah mengacu kepada glukosa yang terdapat dalam darah. Glukosa diangkut melalui aliran darah dari usus ke sel-sel tubuh. Glukosa ini merupakan “bahan bakar” untuk menghasilkan energi. Glukosa darah meningkat atau menurun mengikuti jenis makanan yang dikonsumsi tubuh. Normalnya, glukosa darah akan naik apabila kita makan makanan manis atau makanan berkarbohidrat tinggi (nasi, roti, atau kentang). Kira-kira 2 jam kemudian, pada tubuh orang sehat, kenaikan glukosa darah akan diikuti oleh kenaikan produksi insulin. Glukosa darah paling rendah pada pagi hari, sebelum kita makan apa-apa (Wicak, 2009).




Menurut Russel (2011) kriteria kadar gula darah yaitu :
1)        Kadar gula setelah puasa
a.    Normal                        : di bawah 100 mg/dl
b.    Pradiabetes      : 100 – 126 mg/dl
c.    Diabetes          : di atas 126 mg/dl
2)        Kadar gula 2 jam setelah makan
a.    Normal            : di bawah 140 mg/dl
b.    Pradiabetes      : 140 – 200 mg/dl
c.    Diabetes          : di atas 200 mg/dl

Tabel 2.1. Pengukuran Gula Darah


Bukan DM
Belum Pasti DM
DM
Kadar gula darah sewaktu mg/dl
Plasma vena
< 100
100-199
≥ 200

Darah kapiler
< 90
90-199
≥ 200
Kadar gula darah puasa mg/dl
Plasma vena
< 100
100-125
≥ 126

Darah kapiler
< 90
90-99
≥ 100
Sumber : PERKENI 2006
Diabetes mellitus juga merupakan keadaan ketika kadar gula dalam darah tinggi melebihi kadar gula normal. Penyakit ini biasanya disertai berbagai kelainan metabolisme akibat gangguan hormonal dalam tubuh. Kadar gula yang tinggi ini disebut sebagai kondisi hiperglikemia. DM yang juga populer dengan nama kencing manis itu adalah suatu kondisi yang diderita oleh seseorang karena kekurangan hormon insulin (Widjadja, 2009).
Kekurangan hormon insulin yang terjadi disebabkan oleh kurang aktifnya produksi hormon insulin dari sel kelenjar langerhans di organ pankreas. Berkurangnya produksi ini bisa karena menyusutnya jumlah sel penghasil hormon insulin sejak seseorang dilahirkan (bawaan atau keturunan). Serta dapat juga akibat serangan virus atau penyakit degenaratif. Seseorang dapat juga terkena walaupun hormon insulinnya cukup. Kejadian ini muncul karena reaksi tubuh terhadap kehadiran insulin kurang efisien atau tubuh tidak mampu menggunakan ketersediaan hormon tersebut dengan semestinya, sehingga tubuh tidak mampu mengoksidasi glukosa menjadi energi. Keadaan ini biasanya menyerang umur ≥30 tahun, karena faktor degenarasi, kurang olahraga, dan kegemukan  (Widjadja, 2009).
 Insulin dihasilkan oleh kelenjar pankreas. Kelenjar pankreas letaknya dilekukan usus dua belas jari dan sangat penting untuk menjaga keseimbangan kadar glukosa darah normal. Bila terjadi gangguan pada kerja insulin, baik secara kuantitas maupun kualitas, keseimbangan (glukosa darah yang 60-120 mg/dl waktu puasa dan di bawah 140 mg/dl 2 jam sesudah makan) atau dalam kondisi normal ini, akan terganggu, dan kadar glukosa darah cenderung naik  (Misnadiarly, 2006).


Kriteria diagnostik Diabetes Mellitus dan gangguan toleransi glukosa (Misnadiarly, 2006) :
1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) ≥ 200 mg/dI, atau
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) ≥ 126 mg/dI, atau
3. Kadar glukosa plasma ≥ 200 mg/dI pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada Tes Toleransi Glukosa Oral.
 
2.      Jenis Penyakit DM
a.    Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes mellitus yang bergantung dengan insulin atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) disebabkan kekurangan produksi insulin. DM ini dapat terjadi karena kerusakan sel beta langerhans di kelenjar pankreas akibat proses kekebalan tubuh terjadi pembunuhan sel tubuh oleh sistem imunitasnya sendiri. Penderita DM jenis ini mencapai 10 persen dari jumlah penderita penyakit ini  (Widjadja, 2009).
1)   Biasanya terdiagnosis di bawah 35 tahun.
2)   Tidak gemuk.
3)   Gejala timbul mendadak (akut)
Kebanyakan orang dengan DM tipe 1 hidup sehat dan aktif sebelum gejala diabetes berkembang. Kerusakan sel beta di mulai beberapa tahun sebelum gejala DM muncul. Jika hampir semua sel rusak, maka gejala hiperglikemia datang dengan cepat. Tidak ada yang dapat kita lakukan untuk menghentikan proses ini ataupun mencegahnya (Tara, 2007).
Menurut Russsel (2011) ada beberapa penyebab pankreas tidak dapat menghasilkan cukup insulin pada penderita diabetes tipe 1, antara lain karena :
1.    Faktor keturunan atau genetika
Jika salah satu atau kedua orang tua menderita diabetes, maka anak akan berisiko terkena diabetes.
2.    Autoimunitas
Autoimunitas yaitu tubuh alergi terhadap salah satu jaringan atau jenis selnya sendiri dalam hal ini, yang ada dalam pankreas. Tubuh kehilangan kemampuan untuk membentuk insulin karena sistem kekebalan tubuh menghancurkan sel-sel yang memproduksi insulin.
3.    Virus atau zat kimia
Virus atau zat kimia yang menyebabkan kerusakan pada pulau sel (kelompok-kelompok sel) dalam pankreas tempat insulin dibuat. Semakin banyak pulau sel yang rusak, semakin besar kemungkinan seseorang menderita diabetes.

b.    Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes mellitus yang tidak bergantung pada insulin atau Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) akibat kegagalan relatif sel beta langerhans di kelenjar pankreas sehingga produksi insulin yang terjadi dengan kualitas rendah tidak mampu merangsang sel tubuh agar menyerap gula darah, misalnya karena obesitas, pola makan yang tidak benar. Jenis ini paling banyak dijumpai, dapat mencapai 80% lebih dari keseluruhan penderita DM  (Widjadja, 2009).
1)   Biasanya terdiagnosis di atas 40 tahun.
2)   Biasanya gemuk.
3)   Gejalanya timbul perlahan-lahan (kronis).

Menurut WHO (2000), diabetisi tipe 2 adalah yang terbanyak diantara tipe-tipe DM lainnya. Kalangan professional menyatakan bahwa di Indonesia diabetisi tipe 2 mencapai 85-90% dari total diabetisi. Untuk itu diperlukan upaya pengendalian DM tipe 2, terutama melalui upaya pencegahan dan penanggulangan faktor risiko DM tipe 2 (Depkes RI, 2008).
DM tipe 2 cenderung diturunkan dalam keluarga. Tetapi tidak berarti jika keluarga diabetes, maka Anda pasti akan mendapatkan diabetes juga. Anda hanya mempunyai kecenderungan untuk mendapatkan diabetes. Banyak juga orang yang mempunyai kecenderungan namun diabetesnya tidak berkembang. DM tipe 2 biasanya datang di atas usia 40 tahun  (Tara, 2007).
Menurut Russel (2011) ada beberapa penyebab utama diabetes tipe 2 yaitu :
1.    Faktor keturunan
Apabila orang tua atau saudara sekandung yang menderita diabetes.


2.    Pola makan atau gaya hidup yang tidak sehat
Banyaknya gerai makanan cepat saji (fast food) yang menyajikan makanan berlemak dan tidak sehat.
3.    Kadar kolesterol tinggi
4.    Jarang berolahraga
5.    Obesitas atau kelebihan berat badan
Sekitar setengah orang dari DM tipe 2 adalah gemuk berlebihan. Sel-sel lemak yang membesar tidak memberikan respon yang baik terhadap kerja insulin, sehingga pankreas akan membuat insulin lebih banyak lagi. Kebutuhan tambahan pada pankreas dapat menyebabkan diabetes pada beberapa wanita selama kehamilan, dan hilang setelah melahirkan. Tapi kemudian dalam hidupnya diabetes ini mungkin akan muncul kembali (Tara, 2007).

c.    Diabetes Mellitus disebabkan oleh penyakit lain
Diabetes mellitus ini disebabkan penyakit lain, misalnya sirosis hati, penyakit kelenjar pankreas, infeksi, obat-obatan, dan lain-lain. Penderita DM jenis ini paling sedikit dijumpai, tidak mencapai 10% dari penderita DM keseluruhan (Widjadja, 2009).
Kerusakan pada pankreas yang memproduksi insulin, umpamanya, dapat mengakibatkan bermacam-macam dampak, termasuk penyakit diabetes. Mutasi gen juga kadang-kadang mengganggu sel beta pankreas dan membuatnya gagal menghasilkan insulin secara teratur sesuai kebutuhan tubuh, sehingga mengakibatkan terjadinya penyakit diabetes. Konsumsi obat-obatan secara tidak tepat mungkin pula membawa risiko timbulnya diabetes (Wicak, 2009).

d.   Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes dapat seketika diderita oleh ibu hamil yang sebelumnya tidak diketahui menderita diabetes (dikenal dengan gestational diabetes atau GDM). Data menunjukkan bahwa 2% - 5% ibu hamil terserang diabetes. Lazimnya diabetes jenis ini hilang setelah persalinan, tetapi 20% - 50% ibu-ibu yang menderita diabetes pada saat hamil tetap mengidap penyakit ini kemudian sebagai diabetes tipe 2 (Wicak, 2009).
Diabetes Mellitus gestasional dimana gejala-gejala yang muncul menyertai penyakit ini adalah polifagia (makan banyak), poliuria (kencing banyak), dan polidipsia (minum banyak). Kondisi lain yang muncul biasanya dapat berupa penurunan berat badan, gatal, kesemutan, mata kabur, mudah lelah, luka yang tidak sembuh, dan sering timbul infeksi kulit (Widjadja, 2009).

3.      Penyebab DM
Pola hidup dan makan sekarang ini disinyalir menjadi pemicu timbulnya DM. Berikut ini beberapa penyebab DM yaitu (Mistra, 2006) :
a.    Diabetes mellitus merupakan penyakit degeneratif yang disebabkan perubahan gaya hidup tidak sehat, lingkungan dan usia.
b.   Pola makan yang berubah ke arah makanan cepat saji (instan) yang memiliki gengsi dan lemak tinggi dibandingkan makanan alamiah.
c.    Perokok.
d.   Ada riwayat keluarga yang ada terkena DM (turunan)
e.    Stress menghadapi hidup atau persoalan lain.
f.    Kegemukan.
g.   Kerusakan kelenjar pankreas (tidak lagi memproduksi hormon insulin atau sedikit memproduksi hormon tersebut).

4.      Epidemiologi DM
a. Distribusi menurut orang
Berdasarkan proses timbulnya penyakit Diabetes Mellitus dapat disimpulkan bahwa orang yang berisiko mengalami Diabetes Mellitus adalah mereka yang memiliki riwayat Diabetes dari keluarga. Pasien Diabetes Mellitus tipe 2 umumnya dewasa usia 40-an dan mengalami kegemukan (obesitas), tidak aktif dan jarang berolahraga. Sedangkan pada Diabetes Mellitus tipe 1 biasanya terdapat pada anak-anak dan remaja , salah satu penyebabnya adalah seringnya mengkonsumsi fast food. Ibu yang melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4 kg juga berisiko mengalami DM.
Apabila dipresentasikan berdasarkan jumlah penderita dengan jumlah penduduk, maka pada usia sebelum 20 tahun angka kejadian DM diperkirakan 0,19% dan diatas usia 20 tahun diperkirakan mencapai 8,6%, sedang pada usia di atas 65 tahun 20,1 %. Bila melihat presentasi tersebut, bisa dibilang cukup tinggi. Sedangkan untuk jenis kelamin tidak mengalami perbedaan yang signifikan (Ehsa, 2010).
b. Distribusi menurut tempat
Sekitar 8,4 juta orang pada tahun 2000 dan diperkirakan terus meningkat dari tahun ke tahun yaitu sebanyak 21,3 juta orang penderita orang penderita Diabetes Mellitus. Prevalensi DM tertinggi berada pada daerah Kalimantan Barat dan Maluku Utara (11,1%), Riau (10,4%), NAD (8,5%), NTT(1,8%),dan Papua (1,7%).Hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 DM sebesar 1,2 %. Tahun 2001 (7,5%), tahun 2003 (14,7%), diperkotaan sebesar 7,2% dari pedesaan  (Ehsa, 2010).
c. Distribusi menurut waktu
Lamanya seseorang menderita penyakit dapat memberikan gambaran mengenai tingkat patogenesitas penyakit tersebut. Peningkatan angka kesakitan Diabetes Mellitus dari waktu ke waktu lebih benyak disebabkan oleh faktor herediter, life style (kebiasaan hidup) dan faktor lingkungannya. Komplikasi Diabetes Mellitus dengan penyakit lain terkait dengan lamanya seseorang menderita Diabetes Mellitus, semakin lama seseorang menderita Diabetes Mellitus maka komplikasi penyakit Diabetes Mellitus juga akan lebih mudah terjadi (Ehsa, 2010).









5.      Gejala-gejala DM
Ada 3 gejala klasik diabetes mellitus (Trias-POLI) yaitu  (Tara, 2007) :
1.      Sering Kencing (POLIURIA)
Glukosa yang banyak larut di dalam air seni akan mengakibatkan pasien banyak kencing. Gejala ini yang paling sering ditemui. Pasien tidak hanya sering kencing tetapi jumlah air seninya pun akan banyak. Pada orang normal, kadar glukosa dalam darah yang masih dapat dipertahankan oleh ginjal adalah sekitar 160-180 mg/dl, bila nilai ini dilampaui maka ginjal akan berusaha untuk mengeluarkannya melalui air seni. Secara kimiawi glukosa akan menarik air dan akan keluar bersama-sama. Maka tinggi kadar glukosa dalam darah makin banyak air seni yang akan diproduksi.

2.      Banyak Minum (POLIDIPSIA)
Gejala ini sebenarnya merupakan jawaban atau reaksi terhadap gejala sering kencing (poliuria). Bila badan mengalami kekurangan cairan maka secara otomatis isyarat akan dikirim ke otak sebagai pusat pengendalian sehingga akan timbul perasaan haus atau tenggorokan terasa kering. Selanjutnya orang itu akan semakin banyak dan semakin sering minum.

3.      Banyak Makan (POLIFAGIA)
Gejala ini kadang-kadang tidak terlalu menonjol, karena orang yang makan banyak tentu tidak akan mengeluh bahwa ia makan lebih banyak dari biasanya. Hal ini terjadi karena habisnya cadangan glukosa dalam sel-sel tubuh, walaupun kadar glukosa dalam darah sebenarnya cukup tinggi. Tetapi sel tubuh tidak dapat memanfaatkan glukosa yang ada dalam peredaran darah itu karena jumlah hormon insulin yang tidak mencukupi (yang fungsinya memasukkan glukosa ke dalam sel).

Selain itu, ada beberapa gejala lain yang dapat dirasakan selain TRIAS POLI di atas seperti (Mistra, 2006) :
1.        Berat badan menurun walaupun makan dalam porsi yang tetap.
2.        Kadang, berat badan cenderung bertambah.
3.        Gatal-gatal pada kelamin luar.
4.        Sering kesemutan pada salah satu sisi bagian tubuh, bisa sisi kiri atau sisi kanan terutama terasa pada kaki dan tangan.
5.        Penglihatan kabur dan akibatnya sering berganti kacamata.
6.        Melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4 kg.
7.        Mudah timbul bisul atau abses dengan kesembuhan yang lama.
8.        Gairah seksual menurun dan cenderung impotensi.
9.        Jika ada luka terutama di kaki biasanya akan sulit sembuh (ganggren) dan cenderung terus melebar sehingga dapat diamputasi atau berakhir pada kematian.
10.    Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan, atau melahirkan dengan berat bayi > 4 kg (Widjadja, 2009).
11.    Gigi mudah goyah dan mudah lepas (Widjadja, 2009).
12.    Bila tidak lekas diobati akan timbul rasa mual bahkan penderita akan jatuh koma (tidak sadarkan diri) dan disebut koma diabetik.
Koma diabetik adalah koma pada Diabetisi akibat kadar glukosa darah terlalu tinggi, biasanya melebihi (600 mg/dl). Dalam praktek, gejala dan penurunan berat badan inilah yang paling sering menjadi keluhan utama penderita untuk pergi berobat ke dokter (Tjokroprawiro, 2007).

6.      Komplikasi DM
a)    Komplikasi Akut
1.    Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan salah satu komplikasi akut yang tidak jarang terjadi dan sering kali membahayakan hidup penderitanya serta ditandai kadar gula yang melonjak turun di bawah 50-60 mg/dl. Komplikasi ini dapat disebabkan faktor eksogen maupun endogen  (Misnadiarly, 2006).
Faktor eksogen di antaranya akibat pemakaian insulin atau obat hipoglikemia oral yang tidak terkontrol dan tidak diikuti asupan kalori yang memadai. Di negara maju, hipoglikemia sering ditemukan pada penderita diabetes yang menggunakan insulin atau obat hipoglikemia oral bersamaan dengan alkohol yang berlebihan tanpa asupan kalori yang baik  (Misnadiarly, 2006).

Menurut Garnadi (2007), hipoglikemia biasanya disebabkan karena:
a.    Asupan kalori (makanan) kurang, terlalu ketat dalam membatasi asupan makanan, asupan makanan berkurang karena sakit, kesibukan yang menyebabkan lupa makan.
b.   Kelebihan dosis suntikan insulin.
c.    Aktifitas yang berlebih namun asupan kalori kurang, misalnya setelah aktifitas berat atau olahraga.
d.   Pengidap DM mengalami sakit lain selain DM yang menyebabkan tubuh butuh ekstra energi atau sakit menyebabkan asupan makanan menjadi kurang.

Menurut Garnadi (2007), gejala-gejala hipoglikemia yaitu :
a.    Lapar, mual, lemas
b.   Pusing, tekanan darah menurun
c.    Mata berkunang-kunang
d.   Gelisah, sulit berfikir, sulit bicara
e.    Tampak pucat, keringat dingin, tubuh gemetar dan berdebar-debar
f.    Pada keadaan berat tidak sadar (koma) dan kejang-kejang.







2.    Hiperglikemi
Menurut Garnadi (2007), keadaan hiperglikemi akut terjadi bila kadar gula darah sangat tinggi diatas normal. Hiperglikemi disebabkan karena:
a.    Asupan makanan (energi) yang terlalu banyak, misalnya sepulang dari pesta, pengidap tidak mengontrol makanannya.
b.    Berhenti atau lupa minum obat diabetes oral.
c.    Berhenti atau lupa menyuntikan insulin pada pengidap yang mendapatkan terapi insulin.
d.   Adanya stress fisik yang cukup berat karena pengidap mendapatkan penyakit lain, misalnya serangan jantung.

3.    Infeksi
Menurut Misnadiarly (2006), pengidap diabetes cenderung terkena infeksi karena 3 alasan utama yaitu :
a.    Bakteri tumbuh baik jika kadar glukosa darah tinggi.
b.    Mekanisme pertahanan tubuh rendah pada orang yang terkena diabetes.
c.    Kompilkasi terkait diabetes yang meningkatkan risiko infeksi.
Infeksi yang pada umumnya menyerang pengidap diabetes termasuk infeksi kulit, infeksi saluran kencing, penyakit pada gusi, tuberkulosis, dan beberapa jenis infeksi jamur (Misnadiarly, 2006).



b.    Komplikasi Kronis
1)   Penyakit jantung dan pembuluh darah
DM merupakan faktor risiko untuk menimbulkan penyakit jantung koroner (PJK). PJK dapat menyebabkan gagal jantung. Kerusakan pembuluh darah menyebabkan aliran darah berkurang. Apabila mengenai pembuluh darah kaki dapat terjadi diabetik. Gejala awalnya luka sukar sembuh pada kaki yang berlanjut menjadi borok. Bila borok menyebar dapat mengancam untuk dilakukan tindakan amputasi kaki (Garnadi, 2007).
Kelebihan glukosa darah akan menekan dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah secara alamiah membangun dinding lebih kuat. Namun dinding pembuluh darah yang semakin tebal membuat pembuluh darah menjadi semakin kaku dan tidak elastis lagi serta terganggu fungsinya, alih-alih menjadi lebih baik (Wicak, 2009).
Lama-kelamaan pembuluh darah justru rusak atau tersumbat. Jika aliran darah mampet dan tidak lancar, kita menyaksikan bahwa komplikasi diabetes ternyata dapat mengakibatkan penderitanya menjadi berpenyakit jantung atau cardiovascular (Wicak, 2009).

2)   Kerusakan pada ginjal (Nefropati diabetik)
Nefropati diabetik adalah gangguan fungsi ginjal akibat kebocoran selaput penyaring darah. Diabetes mempengaruhi pembuluh darah kecil ginjal akibatnya efisiensi ginjal untuk menyaring darah terganggu. Pasien dengan nefropati menunjukan gambaran gagal ginjal menahun seperti lemas, mual, pucat sampai keluhan sesak napas akibat penimbunan cairan. Adanya gagal ginjal dibuktikan dengan kenaikan kadar kreatinin yang berkisar antara 2-7,1% pasien Diabetes Mellitus (Misnadiarly, 2006).

3)   Kerusakan Saraf (Neuropati)
Gula darah tinggi menghancurkan serat saraf dan satu lapisan lemak di sekitar saraf. Saraf yang rusak tidak bisa mengirimkan sinyal ke otak dengan baik, sehingga akibatnya bisa kehilangan indera perasa, meningkatnya indera perasa atau nyeri di bagian yang terganggu. Kerusakan saraf tepi tubuh lebih sering terjadi. Kerusakan dimulai dari jempol kaki serta berlanjut hingga telapak kaki dan seluruh kaki yang menimbulkan mati rasa, kesemutan, seperti terbakar, rasa sakit, rasa tertusuk, atau kram pada otot kaki (Misnadiarly, 2006).

4)   Kerusakan pada mata (Retinopati diabetik)
Diabetes juga dapat menimbulkan gangguan pada mata berupa retinopati diabetik. Keadaan ini, disebabkan rusaknya pembuluh darah yang memberi makan retina. Bentuk kerusakan bisa bocor dan keluar cairan atau darah yang membuat retina bengkak atau timbul endapan lemak yang disebut eksudat (Russel, 2011).

5)   Diabetic Ketoacidosis
Diabetic Ketoacidosis (DKA) adalah komplikasi akut yang dialami penderita diabetes karena tubuh keracunan keton. Hal ini terjadi, sebab tubuh yang kekurangan insulin memerintahkan hati agar mengurai lemak menjadi keton untuk dipergunakan sebagai bahan bakar. Apabila kejadian ini berlangsung secara periodik, tidak akan menimbulkan masalah. Pada kasus DKA, hati terus menerus mengubah lemak menjadi keton, sehingga keton tersebut menurunkan ph darah. Analisis urin akan menunjukkan kandung keton (Wicak, 2009).
Gejala DKA, antara lain, wajah pucat, jantung berdebar cepat, penderitanya mengalami dehidrasi, dan sesak nafas; juga merasa sakit pada bagian perut. Penderita DKA mesti segera ditolong secara medis. DKA lebih sering terjadi pada penderita diabetes Tipe 1 daripada Tipe 2 (Wicak, 2009).

7.      Pencegahan DM
a)    Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita, tetapi berpotensi untuk menderita DM. Tentu saja untuk pencegahan primer ini harus dikenal faktor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya DM dan upaya yang perlu dilakukan untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut (Misnadiarly, 2006).
Penyuluhan sangat penting perannya dalam upaya pencegahan primer. Masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial lainnya harus diikutsertakan. Demikian pula pemerintah melalui semua jajaran terkait seperti Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan perlu memasukkan upaya pencegahan primer DM dalam program penyuluhan dan pendidikan kesehatan  (Misnadiarly, 2006).

b)   Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal penyakit. Deteksi dini dilakukan dengan pemeriksaan penyaring, namun kegiatan tersebut memerlukan biaya besar. Memberikan pengobatan penyakit sejak awal berarti mengelola DM dengan baik agar timbul penyulit lanjut DM. Dalam mengelola pasien DM, sejak awal sudah harus diwaspadai dan sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Penyuluhan mengenai DM dan pengelolaannya memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien berobat (Misnadiarly, 2006).

c)    Pencegahan Tersier
Jika penyakit menahun DM ternyata terjadi juga, maka pengelola harus berusaha mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap. Sebagai contoh obat aspirin dosis rendah (80-325 mg) dapat dianjurkan untuk diberikan secara rutin bagi pasien DM yang sudah mempunyai makroangiopati (pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak, pembuluh darah kapiler retina mata, pembuluh darah kapiler ginjal) (Misnadiarly, 2006).

Penyakit DM dapat dicegah dengan cara menghilangkan atau menghindari faktor risiko yang dapat diubah, yaitu sebagai berikut (Sutedjo, 2010) :
1.    Mengatur pola makan, lebih-lebih bagi seseorang yang sudah memiliki faktor risiko yang tidak dapat diubah, yaitu usia mendekati 40 tahun dan ada riwayat keturunan DM. Pola makan yang baik yaitu makanan alami tinggi serat dan tinggi protein.
2.    Mencegah kegemukan dengan olahraga teratur dan menyeimbangkan antara aktivitas dengan pola makan.
Manfaat olahraga yang dilakukan secara rutin dan teratur bagi penderita DM adalah :
a)    Menurunkan kadar gula darah.
b)   Memperlancar peredaran darah sehingga retensi insulin berkurang dan sensitivitas atau kepekaan insulin bertambah.
c)    Menurunkan berat badan, mencegah kegemukan yang akan memperberat peningkatan kebutuhan insulin.
d)   Mengurangi terjadinya komplikasi yang berkaitan dengan peningkatan lemak darah, dengan cara memperbaiki metabolisme lemak dan meningkatkan kadar HDL sebagai faktor pelindung dari kejadian penyakit jantung koroner.
e)    Mempertahankan tekanan darah agar tidak bertambah dan mengurangi hiperkoagulasi dalam pembuluh darah yang menyebabkan sumbatan.
3.    Menghindari konsumsi obat yang menjadikan kadar gula darah tinggi (diabetogenik atau antagonistik insulin) jangka panjang, misalnya: glukagon, adrenalin, ekstrak tiroid, dan obat kontrasepsi hormonal.
4.    Konseling perkawinan untuk menghindari perkawinan antara wanita dan pria yang keduanya mempunyai dominasi menurunkan penyakit DM tipe I maupun II.

B.       Faktor Risiko DM
1.                  Faktor risiko tidak dapat diubah
a.    Umur
Diabetes Mellitus dapat menyerang segala usia dan tingkat sosial ekonomi. Di Indonesia terdapat 1,2-2,3% penderita DM dari seluruh penduduk yang berusia di atas 15 tahun (Tara, 2007).
Biasanya untuk diabetes mellitus tipe II terjadi pada usia > 40 tahun. Tingginya usia seiring dengan banyaknya paparan yang mengenai seseorang dari unsur-unsur di lingkungannya terutama makanan  (Sutedjo, 2010).

b.    Jenis Kelamin
Pasien perempuan ternyata lebih peduli pada kondisi badannya (berat badan) dibandingkan laki-laki. Penelitian ini dilaporkan oleh Bell, Summerson, Spangler & Konen, (1998). Pada pasien perempuan itu, pertambahan lemak tubuh berkorelasi positif dengan stres dan berkorelasi negatif dengan emosi positif (gembira,dll). Pada gilirannya stres dan emosi negatif itu bisa memicu perilaku yang justru menambah lemak (Tara, 2007).
Menurut Wicak (2009) bahwa perbedaan jenis kelamin tidak ada data akurat yang dapat memastikan bahwa laki-laki atau perempuan yang lebih rentan terserang diabetes. Angka-angka pada suatu wilayah berbeda dengan wilayah lain, sehingga tidak dapat ditarik suatu kesimpulan. Baik pria maupun wanita dianggap memiliki risiko sama besar terserang diabetes. Namun ada catatan bahwa pada wilayah yang angka penderita diabetesnya tinggi, pria lebih mudah terserang diabetes, terutama pria berusia lanjut; sedangkan pada wilayah yang angka penderita diabetesnya rendah, justru wanita lebih mudah terserang diabetes.

c.    Riwayat Keluarga
Risiko mendapatkan diabetes mellitus akan tinggi bila ada anggota keluarga (ayah, ibu) dengan riwayat diabetes mellitus. Faktor keturunan saja tidak cukup untuk menjadikan seseorang mengidap diabetes bila tidak didukung oleh berbagai faktor risiko lainnya. Jadi walaupun orang tua mengidap DM belum tentu anaknya mengidap DM (Garnadi, 2007).
Faktor keturunan memang memegang peranan penting pada kejadian penyakit ini. Hal ini dikuatkan oleh timbulnya penyakit ini dalam keluarga. Apabila orang tua (salah satu atau keduanya) menderita diabetes, maka kemungkinan anak-anaknya menderita penyakit ini lebih besar. Namun demikian kini telah diketahui bahwa terdapat faktor-faktor lain juga disamping keturunan yang dapat mencetuskan penyakit ini, seperti infeksi oleh virus, kegemukan, kesalahan pada pola makan, proses menua, stress, minum obat-obatan yang mempunyai efek samping menaikkan kadar glukosa darah dan lain-lain (Tara, 2007). 
Dalam penelitian ini, peneliti tidak meneliti faktor risiko riwayat keluarga. Karena faktor genetik hanya diturunkan oleh keluarga yang mempunyai hubungan darah (ayah). Sehingga untuk mengurangi bias penelitian ini, peneliti tidak mencantumkan faktor risiko riwayat keluarga.

2.                  Faktor risiko dapat diubah
a.    Berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh/IMT)
Indeks massa tubuh (IMT) atau Body Mass Indeks (BMI), adalah hasil pengukuran  berat  badan dibagi dengan tinggi badan. Yang memberikan  gambaran  akurat  tentang  lemak  tubuh.  IMT  yang dianggap  normal  adalah  antara  18,6-24,9  sedangkan  IMT  yang melebihi  dari  25  berarti  kelebihan  berat  badan,  dan  nilai yang >29 didefinisikan  sebagai  obesitas  (Freeman dan Junge, 2008).
Berat badan lebih atau obesitas terjadi bila makanan yang dimakan mengandung energi melebihi kebutuhan tubuh, sehingga kelebihan energi tersebut akan disimpan tubuh sebagai cadangan energi dalam bentuk lemak yang mengakibatkan seseorang menjadi gemuk. Bila makan berlebih dalam jangka waktu lama, cadangan lemak yang ditimbun menjadi lebih banyak lagi sehingga seseorang menjadi obesitas (Depkes RI, 2008).
Ada beberapa faktor yang mendasari seseorang makan berlebih antara lain:
1)   Kecemasan atau pada orang yang cenderung depresi sering mencari ketenangan dengan makan banyak.
2)   Kebiasaan ngemil (makan diluar jam makan) goreng-gorengan atau makanan jajanan yang mengandung tinggi kalori dan protein.
3)   Mengikuti gaya hidup modern (life style), makan berlebih dan kurang olahraga atau aktivitas fisik.
Kelebihan berat badan merupakan salah satu faktor risiko DM. Cara sederhana untuk mengetahui kelebihan berat badan adalah dengan mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT). Penggunaan IMT disini hanya berlaku untuk orang dewasa > 18 tahun dan tidak dapat diterapkan untuk pengukuran status gizi bayi anak, remaja dan ibu hamil serta olahragawan (Depkes RI, 2008).
Batas ambang IMT untuk orang Indonesia dikategorikan merujuk WHO yang telah dimodifikasi bedasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa Negara berkembang.

Rumus mencari IMT yaitu :
IMT = Berat Badan (Kg)
            Tinggi Badan (m2)

Tabel 2.2. Batas Ambang IMT
KATEGORI
IMT
Kurus
Kekurangan berat badan tingkat berat
< 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan
17,0 – 18,4
Normal
18,5 – 25,0
Kegemukan
Kelebihan berat badan tingkat ringan
> 25,0 – 27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat
> 27,0
Sumber : Pedoman Praktis memantau status gizi orang dewasa, Depkes RI 1994.

b.    Aktivitas Fisik
Kebugaran jasmani dapat menggambarkan kondisi fisik seseorang untuk mampu melakukan kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas sehari-hari. Makin tinggi tingkat kebugaran jasmani seseorang makin tinggi kemampuan fisik dan produktivitas kerjanya, misalnya seseorang masih sanggup melakukan aktivitas fisik rutin dan mengisi waktu senggangnya serta masih memiliki cukup tenaga untuk menghadapi hal-hal yang bersifat mendadak. Selain itu masih mampu mengatasi stress lingkungan yang dapat mengganggu kesehatannya (Depkes RI, 2008).
Latihan fisik/olahraga pada diabetisi dapat menyebabkan peningkatan pemakaian glukosa darah oleh otot yang aktif sehingga latihan fisik/olahraga secara langsung dapat menyebabkan penurunan kadar lemak tubuh, mengontrol kadar glukosa darah, memperbaiki sensitivitas insulin, menurunkan stress, mencegah terjadinya DM tipe 2 pada penderita gangguan toleransi glukosa dan lain-lain (Depkes RI, 2008).
Penggolongan aktifitas fisik menurut WHO, yang sesuai dengan pengendalian faktor risiko DM adalah dengan melakukan latihan fisik sedang sampai berat selama 30 menit atau lebih secara terus menerus dan dilakukan seminggu 3 (tiga) kali (selang sehari) merupakan aktivitas fisik yang dapat meningkatkan kebugaran jasmani (Depkes, 2008).

c.    Kebiasaan Merokok
Rokok merupakan produk utama dari tembakau yang mengandung unsur tar termasuk golongan senyawa polisiklik aromatik hidrokarbon, mengandung nikotin CO, HCN, dan benzopyrene (Depkes RI, 2008).
Aktivitas perokok dapat dibagi dua golongan, yakni : perokok aktif dan perokok pasif (bukan perokok, tetapi secara teratur kontak dengan lingkungan yang berasap rokok). Perokok pasif menghisap asap rokok 75% dari asap rokok yang dikeluarkan perokok aktif. Diabetisi yang merokok cenderung mengalami penyakit yang berkaitan dengan pembuluh darah sehingga lebih banyak mengalami komplikasi seperti kebutaan, impotensi, gagal ginjal dan tindakan amputansi (Depkes RI, 2008).

d.   Pola Makan
Konsumsi makanan yang tidak seimbang, tinggi gula dan rendahnya serat juga merupakan faktor risiko dari DM. Perencanaan makanan yang dianjurkan seimbang dengan komposisi energi yang dihasilkan oleh karbohidrat, protein dan lemak, seperti : karbohidrat = 45-65%, protein = 10-20% dan lemak = 20-25% (Depkes RI, 2008).
Pergeseran pola makan dalam masyarakat kita seiring dengan kemajuan teknologi, membuat kita beralih dari mengonsumsi makanan tradisional ke makanan siap saji yang kaya lemak jenuh. Makan tidak lagi memikirkan menu sehat melainkan asal kenyang dan enak. Jadwal makan pun tidak teratur, kadang tidak sempat sarapan, kadang tidak makan siang (Waluyo, 2009).
Dalam penelitian ini, peneliti tidak memasukkan faktor risiko pola makan. Karena keterbatasan yang dimiliki peneliti, selain itu peneliti tidak mengetahui ukuran yang pasti tentang pola makan yang salah sebagai faktor risiko Diabetes Mellitus.




e.    Kadar Kolesterol
Menurut Hardjono (2009), kadar lemak darah yang paling sehat adalah :
1.    Kolesterol total di bawah 200 mg/dL.
2.    Kolesterol LDL  (kolesterol yang tidak baik) di bawah 130 mg/dL.
3.    Kolesterol HDL (kolesterol yang baik) lebih dari 35 mg/dL.
4.    Trigliserida di bawah 200 mg/dL.
Orang yang memiliki diabetes biasanya memiliki kadar kolesterol tinggi dan/atau kadar trigleserida yang tinggi. Tubuh menggunakan kolesterol untuk membangun dinding sel dan memproduksi berbagai vitamin dan hormon. Tubuh menggunakan trigliserida sebagai timbunan lemak.
Timbunan lemak akan membuat tubuh merasa hangat, melindungi organ tubuh dan merupakan cadangan energi bagi tubuh. Pada saat timbunan lemak tak terkendali, mereka berkumpul dan mengeras menjadi plak arteri yang menghalangi aliran darah menuju jantung (Hardjono, 2009).

Tabel 2.3. Standar Kadar Lemak Darah
Profil Lemak
Diinginkan
mg/dl
Diwaspadai
mg/dl
Berbahaya
mg/dl
Kolesterol Total
< 200
200-239
>240
Kolesterol LDL
<130
130-159
>160
Kolesterol HDL
>45
36-44
<35
Trigliserida
<200
200-399
>400
Sumber: Konsesus Nasional Pengelolaan Dislipidemia Indonesia

Tidak ada komentar:

Google Ads