Faktor
risiko kolesterol dibagi dua, yakni faktor risiko yang dapat dikendalikan dan yang tidak dapat
dikendalikan. Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan antara lain usia.
Biasanya semakin bertambah usia, kadar kolesterol semakin tinggi. Selain itu,
jenis kelamin juga merupakan salah satu faktor. Biasanya wanita memiliki risko
terkena kolesterol tinggi ketika masa menopause karena pada masa ini kadar LDL
dalam tubuh wanita cenderung meningkat. Faktor genetik juga bisa menjadi faktor
risiko yang mempengaruhi tingginya kadar HDL atau LDL seseorang (Arumdati,
2009).
Sementara
itu, faktor risiko yang dapat dikendalikan antara lain faktor gaya hidup,
seperti obesitas, kandungan gizi pada makanan yang kurang diperhatikan saat
dikonsumsi, kurang aktivitas yang bisa memicu naiknya kadar kolesterol, dan
merokok. Semua faktor ini dapat membantu pembentukan penumpukan lemak pada
dinding arteri. Jika kolesterol yang menumpuk dalam darah semakin banyak, maka
akan terjadi penyumbatan darah hingga berisiko penyakit jantung, stroke, dan
penyakit kardiovaskular lainnya (Arumdati, 2009).
1.
Faktor Risiko Yang Tidak Dapat
Dikendalikan
a.
Umur
Semakin bertambah umur semakin bertambah umur maka semakin tinggi risiko untuk
menderita kadar kolesterol tinggi. Risiko paling tinggi pada umur 40 tahun
keatas. Kadar kolesterol pada laki-laki dan perempuan mulai meningkat umur 20
tahun. Pada laki-laki kolesterol meningkat sampai umur 50 tahun. Pada perempuan
sebelum menopause (45-50 tahun) lebih rendah dari pada laki-laki dengan umur
yang sama. Setelah menopause kadar kolesterol perempuan meningkat menjadi lebih
tinggi dari pada laki-laki (Karma, 2010).
Risiko penyakit jantung dan pembuluh darah
meningkat pada usia diatas 55 tahun untuk laki-laki dan diatas 65 tahun untuk
perempuan. Pada usia >
18 tahun deteksi dini untuk mengetahui kadar kolesterol dalam darah sudah dapat
ditegakkan. Karena pada usia
tersebut kadar kolesterol dalam darah sudah mengalami peningkatan (Depkes RI,
2009).
b.
Jenis Kelamin
Sebelum menopouse, wanita berisiko dengan kolesterol lebih
rendah dibanding pria. Tetapi setelah menopouse, kadar kolesterol dalam tubuh wanita meningkat. Sebelum
menopouse, wanita terlindungi dari LDL atau kolesterol jahat karena hormon
estrogen pada wanita cenderung meningkatkan kadar HDL. Tetapi ketika memasuki masa menopouse, kadar estrogen dalam
tubuh mulai menurun dengan drastis dan menyebabkan kadar LDL meningkat
sementara HDL menurun (Arumdati, 2009).
Masa
premenopause, perempuan dilindungi oleh hormon estrogen, sehingga dapat mencegah
aterosklerosis. Estrogen
dengan kolesterol bekerja dengan cara meningkatkan HDL dan menurunkan LDL pada
darah. Setelah menopause, kadar estrogen pada perempuan akan menurun, sehingga
terjadi hiperkolesterol dan aterosklerosis menjadi setara dengan laki-laki
(Anies, 2010).
c.
Keturunan
Hampir 80%
kolesterol di dalam darah diproduksi oleh tubuh. Faktor genetik menyebabkan
produksi kolesterol setiap
orang berbeda. Sehingga, sebagian orang mengalami
hiperkolesterol meskipun hanya sedikit mengonsumsi makanan dengan kandungan
kolesterol tinggi (Herliana dan Sitanggang, 2009).
Ada variasi
kelainan genetis yang mempengaruhi tubuh menghasilkan lipid. Terkait dengan
risiko penyakit jantung, kelainan lipid yang paling merusak meningkatkan kadar LDL dan menurunkan kadar
HDL. Riwayat keluarga terkait masalah jantung dapat meningkatkan risiko siapa pun untuk menderita penyakit jantung.
Namun, bagi orang dengan
mutasi gen yang menyebabkan kadar kolesterol tinggi dan usia yang sangat muda,
risikonya hampir pasti (Freeman dan Junge, 2008).
Dalam
penelitian ini, peneliti tidak meneliti faktor risiko genetik. Karena faktor
genetik hanya diturunkan oleh keluarga yang mempunyai hubungan darah (ayah).
Sehingga untuk mengurangi bias penelitian ini, peneliti tidak mencantumkan
faktor risiko genetik.
2.
Faktor Risiko Yang Dapat Dikendalikan
a.
Indeks Massa Tubuh (IMT)
Indeks massa tubuh (IMT) atau Body Mass Indeks (BMI), adalah hasil pengukuran
berat badan dibagi dengan tinggi badan. Yang
memberikan gambaran akurat tentang
lemak tubuh. IMT yang dianggap normal adalah
antara 18,6-24,9 sedangkan IMT yang
melebihi dari 25 berarti kelebihan berat badan,
dan nilai yang >29 didefinisikan sebagai obesitas (Freeman dan Junge, 2008).
Obesitas
(kegemukan) berisiko tinggi terserang penyakit jantung. Kolesterol LDL hanya
turun sedikit apabila berat badan turun 5-10 kg. Obesitas dapat meningkatkan kadar
kolesterol dan LDL kolesterol (Yatim, 2010).
Berat Badan (kg)
IMT =
Tinggi Badan2 (m)
Tabel 2.2 Klasifikasi Obesitas
Menurut WHO (1998)
Indeks Massa Tubuh (IMT)
|
Kategori
|
< 18,5
|
Berat badan kurang
|
18,5-24,9
|
Berat badan normal
|
25-29,9
|
Berat badan lebih
|
30-34,9
|
Obesitas I
|
35-39,9
|
Obesitas II
|
>39,9
|
Sangat obesitas
|
sumber : Arumdati, 2009
Distribusi
lemak tubuh berperan penting dalam peningkatan faktor risiko penyakit jantung
dan pembuluh darah. Penumpukan lemak di bagian sentral tubuh akan meningkatkan
risiko penyakit jantung dan pembuluh darah. Lingkar perut > 90 cm
untuk laki-laki dan > 80 cm untuk perempuan (obesitas sentral) akan
meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah (Depkes RI, 2009).
b.
Lingkar Perut
Fakta menunjukkan bahwa distribusi
lemak tubuh berperan penting dalam peningkatan faktor risiko penyakit jantung
dan pembuluh darah. Penumpukan lemak dibagian sentral tubuh akan meningkatkan
risiko penyakit jantung dan pembuluh darah. Lingkar perut > 90 cm
untuk laki-laki dan > 80 cm untuk perempuan (Obesitas Sentral) akan
meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah (Depkes RI,
2009).
Lemak perut yang dikenal dengan
istilah abdominal fat mencakup lemak
subkutan (subcutaneous fat) dan lemak
omentum (visceral fat) yang
melingkupi lemak yang terletak di belakang rongga perut (retroperitoneal fat) serta organ-organ dalam perut. Penumpukan tersebut
bukan hanya sebagai cadangan penyimpanan energi atau pembakaran karbohidrat
yang berlebih, namun dari banyak riset yang dilakukan, sel-sel lemak terutama
lemak di sekitar perut juga bersifat aktif secara biologis. Lemak di bagian
perut lebih berbahaya, sebagian ahli lebih memilih penghitungan lingkar perut,
pinggang atau pinggul pada wanita sebagai tolak ukur obesitas dari pada berat
badan atau beberapa penghitungan indeks massa
tubuh (BMI), dan patokan yang sering diambil untuk pria <90 cm dan wanita
<80 cm (Daniel, 2010).
Penumpukan lemak di bagian perut merupakan
salah satu penyebab munculnya berbagai penyakit. Penumpukan lemak diperut dapat mempengaruhi pelepasan hormon-hormon
yang memiliki hubungan respon sel terhadap
penyebab penyakit termasuk insulin terhadap diabetes yang mengakibatkan
resistensi insulin dalam pengaturan kadar
gula, selain itu beberapa bahan kimia yang berkaitan dengan sistem imun, kardiovaskular
(pembuluh darah). Dalam resiko penyakit-penyakit pembuluh darah seperti
hipertensi, stroke dan penyakit jantung, penumpukan lemak dan ketidakseimbangan
komposisi tadi akan dibarengi dengan peningkatan kolesterol yang bisa menumpuk
sebagai plak di dinding-dinding pembuluh darah sehingga salurannya semakin
sempit dan menghambat aliran darah. Akibatnya, jantung memompa darah lebih kuat
sehingga terjadi hipertensi (tekanan darah tinggi) dan selanjutnya bisa
menyebabkan pecahnya pembuluh darah. Terhambatnya aliran darah dari dan ke
jantung juga akan menyebabkan gangguan pada jantung dan otot-ototnya (Daniel,
2010).
c.
Pola Makan
Pola hidup sehat
menjadi sesuatu yang sulit dilakukan saat ini. Rutinitas membuat pola makan menjadi
tidak teratur dan aktivitas fisik pun makin
minim dilakukan. Kurang kesadaran terhadap pola hidup sehat menyebabkan berbagai
masalah kesehatan rentan terjadi. Salah satunya, peningkatan kolesterol di
dalam darah. Konsumsi daging, otak, jeroan, udang, dan makanan tinggi lemak
lainnya dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah (Arumdati, 2009).
Dalam
penelitian ini, penelliti tidak memasukkan faktor risiko pola makan. Karena
keterbatasan yang dimiliki peneliti, selain itu peneliti tidak mengetahui
ukuran yang pasti tentang pola makan yang salah sebagai faktor risiko
hiperkolesterol.
d.
Kebiasaan Merokok
Merokok dapat mempengaruhi sistem kardiovaskular,
dengan cara menurunkan kadar oksigen dan memicu proses kerusakan jantung. Beberapa
penelitian dalam lingkup kecil juga menunjukkan bukti bahwa merokok dapat
menurunkan kolesterol (HDL) dan meningkatkan kolesterol (LDL) (Ihsan, 2011).
Risiko penyakit jantung koroner pada
perokok 2-4 kali lebih besar daripada yang bukan perokok. Kandungan zat racun dalam rokok antara lain tar,
nikotin dan karbon monoksida. Rokok akan menyebabkan penurunan kadar oksigen
dalam jantung, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi, penurunan kadar
kolesterol HDL, peningkatan penggumpalan darah, dan kerusakan endotel pembuluh
darah koroner (Depkes RI, 2009).
e.
Aktivitas Fisik
Olahraga aerobik, yang menggerakkan kelompok otot besar
secara rutin dan berulang selama
periode waktu yang panjang, dianggap sebagai jenis olahraga yang baik bagi
jantung. Contohnya, jalan kaki dengan kecepatan sedang, jogging dan lari, bersepeda,
berenang, tari aerobik olahraga dayung, ski lintas alam dan raket tunggal. Olahraga
aerobik mengurangi risiko penyakit jantung dengan menurunkan trigliserida dan
menaikkan kadar kolesterol HDL; dengan menurunkan tekanan darah, lemak tubuh,
gula darah, dan stres mental; serta dengan menyeimbangkan kecenderungan darah
untuk menggumpal (Freeman dan Junge, 2008).
Aktivitas fisik
yang bersifat ringan (denyut jantung meningkat
sampai 10 kali permenit) sudah memberi dampak yang baik, tetapi harus dilakukan
hampir setiap hari, sedangkan aktivitas fisik mingguan yang bersifat sedang atau
berat cukup dilakukan 2-3 kali seminggu, yang penting teratur. Olahraga yang murah dan
mudah seperti jalan kaki 6 kilometer per jam, senam aerobik beban sedang (Senam Jantung Sehat),
menari,
dan Olah raga bela
diri. Melakukan kegiatan seperti naik tangga dua tingkat,
membawa barang 10 kg, mencangkul dan kegiatan berkebun sudah cukup bermanfaat
dalam upaya pencegahan kardiovaskuler. Aktivitas fisik sedang dalam bentuk
apapun, asalkan mampu meningkatkan frekuensi nafas yang tidak sampai
terengah-engah sudah cukup baik untuk mencegah penyakit jantung dan stroke
(Kusmana,2009) .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar