Proses
Pembuatan CPO Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tumbuhan industri penting
penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Komoditas
perkebunan
kelapa sawit menghasilkan keuntungan besar sehingga
banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit.
Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia.
Pengolahan
Kelapa sawit merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usaha perkebunan
kelapa sawit. Hasil utama yang dapat diperoleh ialah minyak sawit, inti sawit,
sabut, cangkang dan tandan kosong. Pabrik kelapa sawit (PKS) dalam konteks
industri kelapa sawit di Indonesia dipahami sebagai unit ekstraksi crude palm
oil (CPO) dan inti sawit dari tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. PKS
tersusun atas unit-unit proses yang memanfaatkan kombinasi perlakuan mekanis,
fisik, dan kimia. Kualitas hasil minyak CPO yang diperoleh sangat dipengaruhi
oleh kondisi buah (TBS) yang diolah dalam pabrik. Sedangkan proses pengolahan
dalam pabrik hanya berfungsi menekan kehilangan dalam pengolahannya, sehingga
kualitas CPO yang dihasilkan tidak semata-mata tergantung dari TBS yang masuk
ke dalam pabrik.
Pada
prinsipnya proses pengolahan kelapa sawit adalah proses ekstraksi CPO secara
mekanis dari tandan buah segar kelapa sawit (TBS) yang diikuti dengan proses
pemurnian. Secara keseluruhan proses tersebut terdiri dari beberapa tahap
proses yang berjalan secara sinambung dan terkait satu sama lain. Kegagalan
pada satu tahap proses akan berpengaruh langsung pada proses berikutnya. Oleh
karena itu setiap tahap proses harus dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan
norma-norma yang ada.
Sejarah Perkebunan Kelapa Sawit
Kelapa
sawit (Elaeis guineensis) berasal dari kawasan tropis Afrika, tersebar
di hutan hujan Sierra Leone hingga Kongo, Republik Demokratis Kongo. Spesiesnya
dikenalkan pada Malaysia pada awal abad ke-20 dan pertama kali ditanam untuk
tujuan komersial pada tahun 1917.
Kelapa
sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada
tahun 1848. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor. Pada saat yang
bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat Revolusi
Industri pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide
membuat perkebunan kelapa sawit.
Pada tahun
1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial dengan
perintisnya di Hindia Belanda adalah Adrien Hallet, seorang Belgia, yang
lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di
Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai
5.123 Ha. Hingga menjelang pendudukan Jepang, Hindia Belanda (Indonesia)
merupakan pemasok utama minyak sawit dunia. Semenjak pendudukan Jepang,
produksi merosot hingga tinggal seperlima dari angka tahun 1940. Usaha
peningkatan pada masa Republik dilakukan dengan program Bumil (buruh-militer)
yang tidak berhasil meningkatkan hasil, dan pemasok utama kemudian diambil alih
Malaya (lalu Malaysia).
Baru
semenjak era Orde Baru perluasan areal penanaman digalakkan,
dipadukan dengan sistem PIR Perkebunan. Perluasan areal perkebunan kelapa
sawit terus berlanjut akibat meningkatnya harga minyak bumi sehingga peran
minyak nabati meningkat sebagai energi alternatif.
Beberapa
pohon kelapa sawit yang ditanam di Kebun Botani Bogor hingga sekarang masih
hidup, dengan ketinggian sekitar 12 m, dan merupakan kelapa sawit tertua
di Asia Tenggara yang berasal dari Afrika.
Manfaat Kelapa Sawit
Minyak
sawit digunakan sebagai bahan baku minyak
makan, margarin, sabun, kosmetika,
industri baja, kawat, radio, kulit dan
industri farmasi. Minyak sawit dapat digunakan untuk begitu beragam
peruntukannya karena keunggulan sifat yang dimilikinya yaitu tahan oksidasi
dengan tekanan tinggi, mampu melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh bahan
pelarut lainnya, mempunyai daya melapis yang tinggi dan tidak menimbulkan
iritasi pada tubuh dalam bidang kosmetik.
Bagian
yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah. Bagian daging
buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi
bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya. Kelebihan minyak
nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki
kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan
baku margarin.
Ampasnya
dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas yang disebut bungkil inti
sawit itu digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam.
Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang.
Sisa pengolahan buah sawit sangat
potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan difermentasikan
menjadi kompos.
Kelapa Sawit dan Pemanfaatannya
Sebagai Energi Alternatif
Bahan
bakar nabati dalam bentuk biofuel, sebagai sumber energi dewasa ini telah
manjadi trend bagi negara-negara maju untuk menekan ketergantungan
negara-negara tersebut terhadap bahan bakar fosil yang harganya semakin meroket
dan jumlahnya semakin terbatas. Salah satu bentuk biofuel yang dimanfaatkan
adalah biodisel. Sumber utama biodisel adalah minyak kelapa sawit dan minyak
jarak. Tapi karena faktor efektifitas, kelapa sawit menjadi pilihan utama dalam
pembuatan biodisel, mengingat dengan luas areal yang sama, kelapa sawit mampu
menghasilkan biodisel dua kali lipat lebih banyak daripada minyak jarak.
Pada
umumnya, biodiesel yang berasal dari minyak kelapa sawit bisa diturunkan
tingkatannya dan saat terbakar, memiliki emisi yang lebih sedikit dibandingkan
dengan bahan bakar petroleum tradisional. Biasanya, biofeul ini dicampur dengan
bahan bakar petroleum tradisional.
Dampak Negatif Industri Kelapa Sawit
bagi Ekologi
Dampak
negatif yang terungkap dari aktivitas perkebunan kelapa sawit bagi ekologi
diantaranya:
a. Keanekaragaman Hayati: persoalan tata ruang, dimana monokultur,
homogenitas dan overloads konversi yang mengancam keanekaragaman hayati
karena pengembangan perkebunan kelapa sawit.
b. Kerusakan Hutan: pembukaan lahan sering kali dilakukan dengan cara
tebang habis dan land clearing dengan cara pembakaran demi efesiensi biaya dan
waktu.
c. Pohon Neraka: Kerakusan unsur hara dan air tanaman monokultur
seperti sawit, dimana dalam satu hari satu batang pohon sawit bisa menyerap 12
liter air tanah (hasil peneliti lingkungan dari Universitas Riau-T. Ariful Amri
MSc). Oleh karena itu, kelapa sawit kadang disebut sebagai pohon neraka
oleh para pemerhati lingkungan hidup.
d. Emisi Karbon: CPO yang digunakan untuk
biodisel akan menyebabkan kerusakan hutan akibat konversi menjadi perkebunan
kelapa sawit.
e. Seleksi Alam: munculnya hama migran
baru yang sangat ganas karena jenis hama baru ini akan mencari habitat baru
akibat kompetisi yang keras dengan fauna lainnya.
f. Konflik Sosial: terjadinya konflik horiziontal dan vertikal akibat
masuknya perkebunan kelapa sawit. sebut saja konflik antar warga yang menolak
dan menerima masuknya perkebunan sawit dan bentrokan yang terjadi antara
masyarakat dengan aparat pemerintah akibat sistem perijinan perkebunan sawit.
g. Bencana Alam: selanjutnya, praktek
konversi hutan alam untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit seringkali
menjadi penyebab utama bencana alam seperti banjir dan tanah longsor.
h. Langkanya Makanan dan Naiknya Harga
Komoditas: program bahan bakar nabati diperkirakan akan menyebakan
naiknya harga komoditi pertanian tertentu, yang akhirnya berdampak pada
meningkatnya harga produk pangan yang berbahan baku komoditi tersebut.
i. Polusi: permasalahan utama dengan
minyak kelapa sebagai biodiesel terletak pada bagaimana tanaman tersebut
diolah.
j. Kerusakan Tanah: perkebunan di
Indonesia sangat merusak karenanya setelah 25 tahun masa panen, lahan kelapa
sawit kebanyakan ditinggalkan dan menjadi semak belukar.
Gagasan Solutif dari Dampak negatif
yang Ditimbulkan Industri Kelapa Sawit
Tidak
dapat dipungkiri bahwa peran industri perkebunan kelapa sawit bagi perekonomian
Indonesia sangat strategis, dan para pengusahanya mendapatkan keuntungan besar.
Disamping itu, industri perkebunan kelapa sawit mampu menciptakan lapangan
kerja baru, sementara permintaan dunia terhadap minyak nabati dan berbagai
produk turunan yang berasal dari minyak kelapa sawit semakin meningkat. Namun
demikian, apakah arti semuanya itu bila kehidupan kita terancam akibat semakin
rusaknya hutan alam Indonesia? Apakah berbagai kerugian yang terjadi (biaya
lingkungan dan biaya sosial yang timbul) dapat dibayar dengan keuntungan yang
diperoleh?
Penulis
merekomendasikan kepada pemerintah agar segala bentuk konversi hutan alam untuk
pengembangan perkebunan kelapa sawit agar segera dihentikan karena menimbulkan
dampak negatif yang lebih mahal harganya dibandingkan manfaat yang didapat.
Selanjutnya proses konversi bisa dilakukan dengan memanfaatkan lahan tidur atau
lahan kritis yang cukup luas yaitu sekitar 30 juta Ha. Sehingga lahan kritis
tersebut bisa bermanfaat untuk lingkungan sekitar tanpa menimbulkan kerusakan
yang besar.
Pemanfaatan
CPO sebagai energi alternatif juga malah bisa menjadi bumerang bagi negara
Indonesia jika sarana pendukung pengolahan energi alternatif belum memadai. CPO
yang dihasilkan hanya akan dimanfaatkan oleh negara maju karena mereka telah
memiliki teknologi yang mencukupi untuk mengolahnya.
Seharusnya
pemerintah sadar jika mereka telah dibohongi. Oleh karena itu perlu sanksi yang
tegas bagi para pengusaha yang hanya ingin memanfaatkan kayu dari hutan alam.
Sanksi juga harus dilakukan bagi para pengusaha yang membuka lahan dengan cara
membakar hutan. Selain itu, mekanisme konsultasi publik dengan masyarakat adat
perlu dilakukan untuk menyelesaikan masalah konflik lahan.
Minyak Kelapa
Sawit
Produk minyak
kelapa sawit sebagai bahan makanan mempunyai dua aspek kualitas. Aspek pertama
berhubungan dengan kadar dan kualitas asam lemak, kelembaban dan kadar kotoran.
Aspek kedua berhubungan dengan rasa, aroma dan kejernihan serta kemurnian
produk. Kelapa sawit bermutu prima (SQ, Special Quality) mengandung asam lemak
(FFA, Free Fatty Acid) tidak lebih dari 2 % pada saat pengapalan. Kualitas
standar minyak kelapa sawit mengandung tidak lebih dari 5 % FFA. Setelah
pengolahan, kelapa sawit bermutu akan menghasilkan rendemen minyak 22,1 % ‐ 22,2 % (tertinggi) dan kadar asam lemak bebas 1,7 % ‐ 2,1 % (terendah).
Standar Mutu
Mnyak Kelapa Sawit
Mutu minyak
kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua arti, pertama, benar‐benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati
lain. Mutu minyak kelapa sawit tersebut dapat ditentukan dengan menilai sifat‐sifat fisiknya, yaitu dengan mengukur titik lebur angka
penyabunan dan bilangan yodium. Kedua, pengertian mutu sawit berdasarkan
ukuran. Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu
internasional yang meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam besi, logam tembaga,
peroksida, dan ukuran pemucatan. Kebutuhan mutu minyak kelapa sawit yang
digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan non pangan masing‐masing berbeda. Oleh karena itu keaslian, kemurnian,
kesegaran, maupun aspek higienisnya harus lebih Diperhatikan. Rendahnya mutu
minyak kelapa sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor‐faktor tersebut dapat langsung dari sifat induk pohonnya,
penanganan pascapanen, atau kesalahan selama pemrosesan dan pengangkutan.
Dari beberapa
faktor yang berkaitan dengan standar mutu minyak sawit tersebut, didapat hasil
dari pengolahan kelapa sawit, seperti di bawah ini :
a.
Crude Palm Oil
b.
Crude Palm Stearin
c.
RBD Palm Oil
d.
RBD Olein
e.
RBD Stearin
f.
Palm Kernel Oil
g.
Palm Kernel Fatty Acid
h.
Palm Kernel
i.
Palm Kernel Expeller (PKE)
j.
Palm Cooking Oil
k.
Refined Palm Oil (RPO)
l.
Refined Bleached Deodorised Olein (ROL)
m.
Refined Bleached Deodorised Stearin (RPS)
n.
Palm Kernel Pellet
o.
Palm Kernel Shell Charcoal
Mutu minyak
kelapa sawit yang baik, umumnya mempunyai:
1.
Kadar air < 0,1%
2.
Kadar
kotoran < 0,01%
3.
Kandungan asam
lemak bebas, serendah mungkin yaitu < 2%
4.
Bilangan
peroksida < 2
5.
Bebas dari
warna merah & kuning, tidak berwarna hijau, harus berwarna pucat dan jernih
6.
Kandungan logam
berat serendah mungkin, bahkan bebas dari ion logam.
Komposisi
Kimia Minyak Kelapa Sawit
Minyak
kelapa sawit dan inti minyak kelapa sawit merupakan susunan dari fatty
acids, esterified, serta glycerol yang masih banyak lemaknya.
Didalam keduanya tinggi serta penuh akan fatty acids, antara 50%
dan 80% dari masing‐masingnya.
Minyak kelapa sawit mempunyai 16 nama carbon yang penuh asam lemak
palmitic acid berdasarkan dalam minyak kelapa minyak kelapa sawit
sebagian besar berisikan lauric acid. Minyak kelapa sawit
sebagian besarnya tumbuh berasal alamiah untuk tocotrienol, bagian dari
vitamin E. Minyak kelapa sawit didalamnya banyak mengandung vitamin K dan
magnesium.
Ukuran
dari asam lemak (Fas) dalam minyak kelapa sawit sebagai acuan:
a. Kadar Asam Lemak Dalam Minyak
Sawit
Palmitic C16
44.3%
Stearic C18
4.6%
Myristic C14
1.0%
Oleic C18
38.7%
Linoleic C18
10.5%
Lainnya 0.9%
b. Asam Lemak Dalam Minyak Inti Sawit
Lauric C12 48.2%
Myristic C14 16.2%
Palmitic C16 8.4%
Capric C10 3.4%
Caprylic C8 3.3%
Stearic C18 2.5%
Oleic C18 15.3%
Linoleic C18 2.3%
PROSES
PENGOLAHAN
KELAPA SAWIT MENJADI CPO
PKS ( Pabrik Kelapa Sawit ) pada umumnya mengolah
bahan baku berupa Tandan Buah Segar (TBS) menjadi minyak kelapa sawit CPO
(Crude Palm Oil) dan inti sawit (Kernel). Proses pengolahan kelapa kelapa sawit
sampai menjadi minyak sawit (CPO) terdiri dari beberapa tahapan yaitu:
3.1.1. Jembatan Timbang
Hal
ini sangat sederhana, sebagian besar sekarang menggunakan sel-sel beban, dimana
tekanan dikarenakan beban menyebabkan variasi pada sistem listrik yang diukur.
Pada Pabrik Kelapa Sawit jembatan timbang yang dipakai menggunakan sistem
computer untuk meliputi berat. Prinsip kerja dari jembatan timbang yaitu truk
yang melewati jembatan timbang berhenti ±
5 menit, kemudian dicatat berat truk awal sebelum TBS dibongkar dan sortir,
kemudian setelah dibongkar truk kembali ditimbang, selisihberat awal dan akhir
adalah berat TBS yang ditrima dipabrik.
3.1.2. Penyortiran
Kualitas
buah yang diterima pabrik harus diperiksa tingkat kematangannya. Jenis buah
yang masuk ke PKS pada umumnya jenis Tenera dan jenis Dura. Kriteria matang
panen merupakan faktor penting dalam pemeriksaan kualitas buah distasiun
penerimaan TBS (Tandan Buah Segar). Pematangan buah mempengaruhi terhadap
rendamen minyak dan ALB (Asam Lemak Buah) yang dapat dilihat pada tabel berikut
:
Kematangan buah
|
Rendamen minyak (%)
|
Kadar ALB (%)
|
Buah mentah
|
14 – 18
|
1,6 – 2,8
|
Setengah matang
|
19 – 25
|
1,7 – 3,3
|
Buah matang
|
24 – 30
|
1,8 – 4,4
|
Buah matang
|
28 – 31
|
3,8 – 6,1
|
Setelah
disortir TBS tersebut dimasukkan ketempat penimbunan sementara ( Loding ramp )
dan selanjutnya diteruskan ke stasiun perebusan ( Sterilizer ).
3.1.3. Proses Perebusan
(Sterilizer)
Lori
yang telah diisi TBS dimasukan kedalam sterilizer dengan menggunakan capstand.
Tujuan
perebusan :
1.Mengurangi
peningkatan asam lemak bebas.
2.Mempermudah
proses pembrodolan pada threser.
3.Menurunkan
kadar air.
4.Melunakan
daging buah, sehingga daging buah mudah lepas dari biji.
Bila
poin dua tercapai secara efektif maka semua poin yang lain akan tercapai juga.
Sterilizer memiliki bentuk panjang 26 m dan diameter pintu 2,1 m. Dalam
sterilizer dilapisi Wearing Plat setebal 10 mm yang berfungsi untuk menahan
steam, dibawah sterilizer terdapat lubang yang gunanya untuk pembuangan air
condesat agar pemanasan didalam sterilizer tetap seimbang. Dalam proses
perebusan minyak yang terbuang %7,0±.
Dalam melakukan proses perebusan diperlukan uap untuk memanaskan sterilizer
yang disalurkan dariboiler. Uap yang masuk ke sterilizer 2,8 - C140,cmkg302dan
direbus selama 90 menit.
3.1.4. Proses Penebah
(Thereser Process)
§
Hoisting Crane
Fungsi
dari Hoisting Crane adalah untuk mengangkat lori dan menuangkan isi lori ke
bunch feeder (hooper). Dimana lori yang diangkat tersebut berisi TBS yang sudah
direbus.
§
Thereser
Fungsi
dari Theresing adalah untu memisahkan buah dari janjangannya dengan cara
mengangkat dan membantingnya serta mendorong janjang kosong ke empty bunch
conveyor.
3.1.5. Proses
Pengempaan (Pressing Process)
Proses
Kempa adalah pertama dimulainya pengambilan minyak dari buah Kelapa Sawit
dengan jalan pelumatan dan pengempaan. Baik buruknya pengoperasian peralatan
mempengarui efisiensi pengutipan minyak. Proses ini terdiri dari :
§
Digester
Setelah
buah pisah dari janjangan, maka buah dikirim ke Digester dengan cara buah masuk
ke Conveyor Under Threser yang fungsinya untuk membawa buah ke Fruit Elevator
yang fungsinya untuk mengangkat buah keatas masuk ke distribusi
conveyor yang kemudian menyalurkan buah masuk ke Digester. Didalam digester
tersebut buah atau berondolan yang sudah terisi penuh diputar atau diaduk
dengan menggunakan pisau pengaduk yang terpasang pada bagian poros II, sedangkan
pisau bagian dasar sebagai pelempar atau mengeluarkan buah dari digester ke
screw press.
Fungsi
Digester :
1.Melumatkan
daging buah.
2.Memisahkan
daging buah dengan biji.
3.Mempersiapkan
Feeding Press.
4.Mempermudah
proses di Press.
5.Menaikkan
Temperatur.
§
Screw Press Fungsi dari Screw Press adalah untuk memeras berondolan yang telah
dicincang, dilumat dari digester untuk mendapatkan minyak kasar. Buah – buah
yang telah diaduk secara bertahap dengan bantuan pisau – pisau pelempar
dimasukkan kedalam feed screw conveyor
dan mendorongnya masuk kedalam mesin pengempa (twin screw press). Oleh adanya
tekanan screw yang ditahan oleh cone, massa tersebut diperas sehingga melalui
lubang – lubang press cage minyak dipisahkan dari serabut dan
biji. Selanjutnya minyak menuju stasiun clarifikasi, sedangkan ampas dan biji
masuk kestasiun kernel.
3.1.6 Proses Pemurnian
Minyak ( Clarification Station )
Setelah
melewati proses Screw Press maka didapatlah minyak kasar / Crude Oil dan ampas
press yang terdiri dari fiber. Kemudian Crude Oil masuk ke stasiun klarifikasi
dimana proses pengolahannya sebagai berikut :
§
Sand Trap Tank ( Tangki Pemisah Pasir)
Setelah
di press maka Crude Oil yang mengandung air, minyak,lumpur masuk ke Sand Trap
Tank. Fungsi dari Sand Trap Tank adalah untuk menampung pasir. Temperatur pada
sand trap mencapai 95’C
§
Vibro Seperator / Vibrating Screen
Fungsi
dari Vibro Separator adalah untuk menyaring Crude Oildari serabut – serabut
yang dapat mengganggu proses pemisahan minyak. Sistem kerja mesin penyaringan
itu sendiri dengan sistem getaran – getaran pada Vibro kontrol melalui
penyetelan pada bantul yang di ikat pada elektromotor. Getaranyang kurang
mengakibatkan pemisahan tidak efektif.
Fungsi
dari VCT adalah untuk memisahkan minyak, air dan kotoran (NOS) secara
gravitasi. Dimana minyak dengan berat jenis yang lebih kecil dari 1 akan berada
pada lapisan atas dan air dengan berat jenis = 1 akan berada pada lapisan
tengah sedangkan NOS dengan berat jenis lebih besar dari 1 akan berada pada
lapisan bawah. Fungsi Skimmer dalam VCT adalah untuk membantu mempercepat
pemisahan minyak dengan cara mengaduk
dan memecahkan padatan serta mendorong lapisan minyak dengan Sludge. Temperatur
yang cukup (950C) akan memudahkan proses pemisahan ini. Prinsip kerja didalam
VCT dengan menggunakan prinsip keseimbangan antara larutan yang berbeda jenis.
Prinsip bejana berhubungan diterapkan dalam mekanisme kerja di VCT.
Fungsi
dari Oil Tank adalah untuk tempat sementara Oil sebelum diolah oleh Purifier.
Pemanasan dilakukan dengan menggunakan Steam Coil untuk mendapatkan temperature
yang diinginkan yakni 95oC. Kapasitas Oil Tank10 Ton / Jam.
§
Oil Purifier
Fungsi
dari Oil Purifier adalah untuk mengurangi kadar air dalam minyak dengan cara
sentrifugal. Pada saat alat ini dilakukan proses diperlukan temperatur suhu
95oC.
§
Vacuum Dryer
Fungsi
dari Vacuum Dryer adalah untuk mengurangi kadar air dalam minyak produksi.
Sistem kerjanya sendiri adalah minyak disimpan kedalam bejana melalui Nozel.
Suatu jalur resirkulasi dihubungkan dengan suatu pengapung didalam bejana,
sehingga bilamana ketinggian permukaan minyak menurun pengapung akan membuka
dan mensirkulasi minyak kedalam bejana.
§
Sludge Tank
Fungsi
dari Sludge Tank adalah tempat sementara sludge ( bagian dari minyak kasar yang
terdiri dari padatan dan zat cair) sebelum diolah oleh sludge seperator.
Pemanasan dilakukan dengan menggunakan sistem injeksi untuk mendapatkan
temperatur yang dinginkan yaitu 95oC.
§
Sand Cyclone / Pre- cleaner
Fungsidari
Sand Cyclone adalah untuk menangkap pasir yang terkandung dalam sludge dan
untuk me mudahkan proses selanjutnya.
Fungsi
dari Brush Strainer adalah untuk mengurangi serabut yang terdapat pada sludge sehingga
tidak mengganggu kerja Sludge Seperator. Alat ini terdiri dari saringan dan
sikat yang berputar.
§
Sludge Seperator
Fungsi
dari Sludge Seperator adalah untuk mengambil minyak yang masih terkandung dalam
sludge dengan cara sentrifugal. Dengan gaya sentrifugal,minyak yang berat
jenisnya lebih kecil akan bergerak menuju poros dan terdorong keluar melalui
sudut – sudut ruang tangki pisah.
§
Storage Tank
Fungsi
dari Storage Tank adalah untuk penyimpanan sementara minyak produksi yang
dihasilkan sebelum dikirim. Storage Tank harus dibersihkan secara terjadwal dan
pemeriksaan kondisi Steam Oil harus dilakukan secara rutin, karena apabila
terjadi kebocoran pada pipa Steam Oil dapat mengakibatkan naiknya kadar air
pada CPO.
Telah
dijabarkan bahwasanya setelah pengepresan akan menghasilkan Crude Oil dan
Fiber. Fiber tersebut akan masuk kestasiun Kernel dan akan dijabarkan proses
pengolahannya.
§
Cake Breaker Conveyor (CBC)
Fungsi
dari Cake Breaker Conveyor adalah untuk membawa dan memecahkan gumpalan Cake
dari stasiun Press ke depericarper.
§
Depericarper
Fungsi
dari Depericarper adalah untuk memisahkan fiber dengan nut dan membawa fiber
untuk menjadi bahan bakar boiler. Fungsi kerjanya adalah tergantung pada berat
massa, yang massanya lebih ringan (fiber) akan terhisap oleh fan tan. Yang
massanya lebih berat (nut) akan masuk ke Nut Polishing drum.
Fungsi
dari Nut Polishing Drum adalah :
1.Membersihkan
biji dari serabut – serabut yang masih melekat.
2.Membawa
nut dari Depericarper ke Nut transport.
3.Memisahkan
nut dari sampah.
4.Memisahkan
gradasi nut.
§
Nut Silo
Fungsi
dari Nut Silo adalah tempat penyimpanan sementara nut sebelum diolah pada
proses berikutnya. Bila proses pemecahan nut dengan menggunakan nut Craker maka
nut silo harus dilengkapi dengan sistem pemanasan (Heater).
Fungsi
dari riplle Mill adalah untuk memecahkan nut. Pada Riplle Mill terdapat rotor
bagian yang berputar pada Riplle Plate bagian yang diam. Nut masuk diantara
rotor dan Riplle Plate sehingga saling berbenturan dan memecahkan cangkang dari
nut.
§
Claybath
Fungsi
dari Claybath adalah untuk memisahkan cangkang dan inti sawit pecah yang besar
dan beratnya hampir sama. Proses pemisahan dilakukan berdasarkan kepada
perbedaan berat jenis. Bila campuran cangkang dan inti dimasukan kedalam suatu
cairan yang berat jenisnya diantara berat jenis cangkang dan inti maka untuk
berat jenisnya yang lebih kecil dari pada berat jenis larutan akan terapung
diatas dan yang berat jenis nya lebih besar akan tenggelam. Kernel memiliki
berat jenis lebih ringan dari
pada
larutan calcium carbonat sedangkan cangkang berar jenisnya lebih besar.
Fungsi
dari Hydro Cyclone adalah :
1.Mengutip
kembali inti yang terikut kecangkang.
2.Mengurangi
losis (inti cangkang) dan kadar kotoran.
§
Kernel Dryer
Fungsi
dari Kernel Dryer adalah untuk mengurangi kadar air yang terkandung dalam inti
produksi. Jika kandungan air tinggi pada inti akan mempengaruhi nilai
penjualan, karena jika kadar air tinggi maka ALB juga tinggi.Pada Kernel Silo
ada 3 tingkatan yaitu atas 70 derajat celcius, tengah 60 derajat,bawah 50
derajat celcius. Pada sebagian PKS ada yang menggunakan sebaliknya yaitu atas
50 derajat, tengah 60 derajat, dan bawah 70 derajat celcius.
§
Kernel Storage
Fungsi
dari Kernel ini adalah untuk tempat penyimpanan inti produksi sebelum dikirim
keluar untuk dijual. Kernel Storage pada umumnya berupa bulksilo yang
seharusnya dilengkapi dengan fan agar uap yang masih terkandung dalam inti
dapat keluar dan tidak menyebabkan kondisi dalam Storage lembab yang pada
akhirnya menimbulkan jamur kelapa sawit.
Detail
Kerja Screw Press
Prinsip
ekstraksi minyak dengan cara ini adalah menekan bahan lumatan dalam tabung yang
berlubang dengan alat ulir yeng berputar sehingga minyak akan keluar lewat
lubang-lubang tabung. Besarnya tekanan alat ini dapat diatur secara elektris
dan tergantung dari volume bahan yang di press. Alat ini terdiri dari sebuah
selinder yang berlubang lubang didalam terdapat sebuah ulir yang berputar.
Tekanan kempa diatur oleh dua buah kerucut (conus) berada pada kedua ujung
pengempa, yang dapat digerakkan maju mundur secara hidrolik. Tekananhidrolik
pada komulator 50 – 70 kg / cm3 mengakibatkan ampas basah. Kehilangan minyak
pada ampas dan biji tidak sempurna karena akan mempengaruhi pada proses stasiun
selanjutnya, ampas yang basah akan mengakibatkan pembakaran didalam dapur tidak
sempurna. Tekanan yang terlampau tinggi misalnya 70 kg / cm3 akan mengakibatkan
kehilangan inti yang begitu tinggi sehingga keseimbangan dalam mesin ini sangat
diperlukan. hal yang perlu deperhatikan adalah ampas kempa yang keluar harus
merata dalam arti tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering, bila terjadi
gangguan / kerusakan, sehingga screw press harus berhenti untuk waktu yang lama
maka untuk mencegah hal - hal yang tidak diiginkan screw press harus selalu di
periksa, untuk perbaikan pada screw press maka ampas yang tertinggal didalam
mesin pengempa harus dikosongkan, sehingga dapat diperbaiki. Kecepatan putar
mesin pengempa harus disesuaikan dengan kapasitas Tanda Buah Segar yang akan
dipress, dengan tujuan agar efesinsi proses pressing lebih optimal, sehingga
target yang diiginkan perusahaan dapat tercapai sesuai dengan
ketentuan
- ketentuan yang diterapkan oleh perusahaan. Screw Press dipakai untuk
memisahkan minyak kasar dari daging buah yang telah dicabik dengan Oil Losses
dan nut pecah menimum pada ampas press. Alat ini terdari sebuah selinder yang
berlubang - lubang dan di dalamnya terdapat 2 buah ulir yang berputar
berlawanan arah. tekanan Press diatur oleh 2 buah konus berda pada bagian ujung
press, yang dapat digerakanmaju mundur secara hidrolic. Masa yang keluar dari
ketel adukan melalui, feeder Screw bagi Press yang memakainya (sebahagian
minyak keluar) masuk kedalam main screw untuk dipress lebih
lanjut. Minyak yang keluar dari Feeder Screw dan main Srew ditampung dalam
talang minyak (oil getter). untuk mempermudah pemisahan dan pengaliran minyak
pada Feeder Screw dilakukan injeksi uap dan penambahan air panas.
Pengolahan
Buah Sawit menjadi CPO, pengolahan buah sawit menjadi CPO dilakukan dalam
beberapa tahap yaitu penerimaan tandan buah segar (TBS), perebusan, perontokan,
pelumatan, ekstraksi minyak dan klarifikasi.
1. Penerimaan Tandan Buah Segar
Tandan Buah Segar ( TBS ) dikelola
dengan baik untuk menghindari kerusakan pada buah yang dapat menyebabkan
rendahnya kualitas minyak yang dihasilkan (Bas iron 2005).
2. Perebusan
Perebusan dilakukan menggunakan uap
pada tekanan 3 kg/cm2 pada suhu 143’C selama 1 jam. Proses ini dilakukan untuk
mencegah naiknya jumlah asam lemak bebas karena reaksi enzimatik, mempermudah
perontokan buah, dan mengkondisikan inti sawit untuk meminimalkan pecahnya inti
sawit selama pengolaban berikutnya.
3. Perontokan
Tujuan dari perontokan adalah
memisahkan buah yang sudah direbus dari tandannya. Perontokan dilakukan dengan
dua cara yaitu penggoyangan dengan cepat dan pemukulan.
4. Pelumatan
Pelumatan dilakukan untuk memanaskan
buah kembali, memisahkan perikrap dari inti, dan memecah sel minyak sebelum
mengalami ekstraksi. Kondisi terbaik pelumatan ada pada suhu 95-100 ‘C selama
20menit.
5. Ekstraksi minyak
Ekstraksi minyak biasanya dilakukan
dengan mesin pres akan menghasilkan dua kelompok produk yaitu ( 1) campuran
antara air, minyak dan padatan, (2) cake yang mengandung serat dan inti.
6. Klarifikasi
Minyak kasar hasil ekstraksi akan
memiliki komposisi 66% minyak, 24% air, dan 10% padatan bukan minyak (nonoily
solids, NOS). Karena kandungan padatannya
cukup tinggi, maka harus dilarutkan
dengan air untuk mendapatkan pengendapan yang diinginkan. Setelah dilarutkan,
minyak kasar disaring untuk memisahkan bahan berserat. Produk kemudian
diendapkan untuk memisahkan minyak dan endapan. Minyak pada
bagian atas diambil dan dilewatkan pada pemumi setrifugal yang diikuti oleh
pengering vakum. Selanjutnya didinginkan sebelum disimpan dalam tangki
penyimpan.
Standar Mutu Olahan Kelapa sawit (Crude Palm Oil)
No.
|
Komponen
CPO
|
Satuan
|
Mutu I
|
Mutu II
|
1.
|
Asam lemak bebas (ALB)
|
%
|
Maks. 3
|
maks. 5
|
2.
|
Air
|
%
|
Maks. 0,2
|
maks. 0,2
|
3.
|
Kotoran
|
%
|
Maks. 0,02
|
maks. 0,02
|
4.
|
Peroksida (mek/gram)
|
%
|
Maks. 0,50
|
maks. 0,50
|
5.
|
Besi
|
ppm
|
Maks. 5
|
maks. 5
|
Sumber : SNI (Standar Nasional
Indonesia) – DSN, 1995
Pemurnian CPO
CPO yang
diekstrak secara komersial dari TBS walaupun dalam jumlah kecil mengandung
komponen dan pengotor yang tidak diinginkan. Komponen ini termasuk serat
mesokrap, kelembaban, bahan-bahan tidak larut, asam lemak bebas,
phospholipida,logam, produk oksidasi, dan bahan-bahan yang memiliki bau yang
kuat. Sehingga diperlukan proses pemumian sebelum digunakan (Basiron 2005).
Pemurnian CPO dapat dilakukan dengan dua metode yaitu pemurnian fisik dan
pemurnian kimiawi. Perbedaan utama dua jenis pemurnian ini ada pada cara
menghilangkan asam lemak bebas. Akan tetapi kedua metode dapat menghasilkan
refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) yang memiliki kualitas dan
stabilitas yang diinginkan.Metode pemurnian yang pertama adalah pemumian fisik
yang merupakan metode pemumian yang lebih popular karena lebih efektif dan
efisien.
3.2 PENGOLAHAN MINYAK
GORENG
lndustri minyak goreng di Indonesia sebagian besar
menggunakan bahan baku kelapa sawit dan kelapa atau kopra. Hal ini disebabkan
oleh karena bahan baku yang dapat digunakan untuk membuat minyak goreng seperti
kacang kedelai, kacang tanah, jagung, biji bunga matahari, biji kapok dianggap
masih kecil dan belum ekonomis untuk dibuat menjadi minyak goreng
(Indocommercial 1997). Industri minyak goreng yang menggunakan bahan baku
kelapa sawit umumnya diusahakan oleh perkebunan milik negara dan swasta baik
industri skala besar maupun menengah, sedangkan yang menggunakan kelapa
sebagian besar diusahakan oleh industri kecil dan industri rumah tangga. Untuk
minyak goreng dari kelapa sawit, bahan baku yang digunakan adaiah CPO (crude
palm oil) dan PKO yang merupakan produk akhir dari perkebunan kelapa sawit.
Sedangkan bahan baku untuk pembuatan minyak goreng dari kelapa adalah kopra dan
crude coconut oil (CCO), yang merupakan produk dari perkebunan rakyat. Pada umumnya industri pengolahan
minyak goreng yang berasal dari kelapa dibangun dekat dengan konsumen minyak
goreng. Lain halnya dengan industri pengolahan kelapa sawit (TBS) menjadi CPO
dan PKO, industri ini diusahakan dekat dengan bahan bakunya dengan tujuan untuk
menghemat ongkos angkut karena mempertimbangkan berat TBS ( Tandan Buah Segar)
disamping mempertimbangkan rusak komponen tandan buah segar (TBS)
itu sendiri (perishable).
Proses pengolahan minyak kelapa sawit menjadi minyak
goreng secara garis besar dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu proses
pemerasan dan ekstraksi daging buah(excocarp) hingga dihasilkan crude oil (CPO)
dan inti sawit (palm kernel). Selanjutnya intisawit ini dipisahkan dari daging
buahnya dan diperas untuk menghasilkan minyak sawit (palm kernel oil, PKO).
Dari kedua bahan ini nantinya dapat proses lebih lanjut menjadi minyak goreng.
Untuk mendapatkan minyak goreng dari crude palm oil (CPO), lakukan proses
fraksinasi yaitu pemisahan stearin dalt oiein dalam CPO. selanjutnya untuk
memperoleh minyak goreng sawit, olein direfinasi melalui proses penetralan
dengan alkali lemah, proses penggelantangan (bleaching) dan proses deodorizing.
Proses penetralan dimaksudkan untuk menghilangkan kandungan berbagai fosfatida,
dan proses bleaching yang menggunakan bleaching earth dimaksudkan untuk
mendapatkan minyak goreng yang berwarna jernih.Sedangkan proses deodorizing
diperlukan untuk menghilangkan bau yang keras yang tidak disukai. Sehingga
mendapatkan minyak goreng yang lembut dan lebih disukai. Sedikit berbeda dengan
proses pembuatan minyak goreng dari bahan baku CPO yang menggunakan proses
fraksinaksi dan refinasi, proses pembuatan minyak goreng dari
kelapa kopra yang banyak dipakai oleh industri minyak goreng besar di Indonesia
hanya menggunakan proses refinasi.
Minyak goreng merupakan salah satu bahan makanan
pokok yang dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia, baik yang
berada di pedesaan maupun di perkotaan. Fungsi minyak goreng pada umumnya bukan
sebagai bahan baku, namun sebagai bahan pembantu. Fungsinya sangat penting
dalam menciptakan aroma, rasa, warna, daya simpan dan dalam beberapa hal juga
untuk peningkatan gizi. Oleh karena itu, minyak goreng dapat dikategorikan
sebagai komoditas yang cukup strategis, pengalaman selama ini menunjukkan bahwa
kelangkaan minyak goreng dapat menimbulkan dampak ekonomis dan politis yang
cukup 3 berarti bagi perekonomian nasional (http://www.mb.ipb.ac.id).
Standar Mutu Minyak Goreng
Berdasarkan SNI - 3741- 1995
Kriteria Persyaratan
1.
Bau dan Rasa Normal
2.
Warna Muda Jernih
3.
Kadar Air max 0,3%
4.
Berat Jenis 0,900 g/liter
5.
Asam lemak bebas Max 0,3%
6.
Bilangan Peroksida Max 2 Meg/Kg
7.
Bilangan Iod 45 – 46
8.
Bilangan Penyabunan 196 – 206
9.
Index Bias 1,448 - 1,450
10. Cemaran Logam Max 0,1 mg/kg\
Perbandingan antara Minyak Filma, Bimoli dan Minyak Curah
1.
Minyak Filma
Minyak filma
ini mengandung 3 Nutrisi di dalamnya yaitu : Omega 6 Omega 9 Vitamin E. Filma
mengandung asam lemak tak jenuh, Omega 9 dan Omega 6. Asam lemak tak jenuh
dapat membantu menjaga kadar kolesterol sebagaimana adanya. Omega 6 adalah asam
lemak esensial yang diperlukan tubuh.Filma berwarna kuning keemasan berasal
dari kandungan Beta Karoten alami (Pro Vitamin A).Filma diproses dari buah
sawit segar pilihan dengan Sistem Pemurnian Terintegrasi Penuh sehingga
menghasilkan minyak goreng berkualitas jernih bernutrisi
2.
Minyak Bimoli
Beberapa
keunggulan minyak Bimoli diantaranya :
o Mengandung
Omega 9 (sekitar 40-45%) dan Omega 3 cis.
o Bebas
kolesterol.
o Proses
produksi yang digunakan adalah Pemurnian Multi Proses (PMP) yang meliputi 6
tahap pemurnian
o
Aman untuk dikonsumsi.
o
Penyusunan maksimum adalah lima karton. Jauhkan dari panas dan sinar matahari.
Dapat disimpan selama 24 bulan.
3.
Minyak Curah
Minyak goreng
curah berbeda dengan minyak goreng bermerek, seperti filma, bimoli dan
sebagainya. Karena minyak goreng bermerek dua kali penyaringan, sedangkan
minyak goreng curah proses penyaringan hanya satu kali,'' terangnya. Sehingga
dari warnanya berbeda dengan minyak goreng bermerek yang lebih jernih dibanding
minyak goreng curah. Begitu juga kandungan yang terdapat antara minyak curah
dan minyak kemasan. Dari segi kandungan minyak curah kadar lemaknya lebih
tinggi dan juga kandungan asam oleat dibanding minyak kemasan,'' tuturnya.
Namun tidak ada masalah menggunakan minyak curah, asalkan tidak berlebihan dan
tidak digunakan berulang-ulang kali, sampai berwarna coklat pekat hingga
kehitam-hitaman. Karena pemakaian berulang-ulang pada minyak makan, sangat
tidak baik bagi kesehatan. Sekedar diketahui, minyak curah hanya mengalami
penyaringan sampai tahap olein. Dan masih mengandung soft stearin (minyak
fraksi padat) pada tingkat tertentu. Oleh karena itu minyak curah biasanya
lebih keruh dibandingkan minyak bermerek. Selain itu tingkat sanitasi dan
kebersihannya kurang baik, tidak sebersih minyak bermerek. Oleh karena itu,
kalau ada minyak curah yang bening dan bersih sebenarnya lebih aman karena
tidak mengandung antioksidan. Tetapi jenis itu jarang dijumpai di pasar.
3.3 PENGOLAHAN MINYAK
INTI SAWIT
Minyak
Mentah Inti Sawit (PKO), SNI 0003-1987
Kriteria
Uji :
No.
|
Kriteria
|
Satuan
|
Pesyaratan
|
1.
|
Asam lemak
bebas (sbg asam laurat)
|
% (w/w)
|
Maks 5,0
|
2.
|
Kandungan benda asing
|
% (w/w)
|
Maks 0,05
|
3.
|
Kadar air
|
% (w/w)
|
Maks 0,45
|
1. CAKE BREAKER CONVEYOR
Ampas press
yang berasal dari Screw Press terdiri
dari serat halus (Vibre) dan biji (Nut) dengan kandungan air yang masih
tinggi dan menggumpal, oleh sebab itu gumpalan serat halus ini perlu diuraikan
dan dikeringkan dengan alat pemecah ampas yang disebut dengan Cake Breaker Conveyor ( CBC ). Alat ini
berperan memecahkan gumpalan ampas, mengeringkan dan mengangkut ke alat Fibre Cyclone. Untuk mempermudah
pemecahan gumpalan dan mempersiapkan ampas kering agar mudah diproses lebih
lanjut pada Depericarper dan sesuai
dengan persyaratan bahan bakar untuk Boiler, maka pemanasan pada CBC dilakukan
dengan pemanas mantel (Steam Jacket)..
Ampas press yang terlalu basah akibat
pengee-press-an yang tidak sempurna pada alat press akan dapat menyebabkan
kerusakan alat CBC yaitu patah poros dan
setidaknya akan mempersulit pemisahan serat dengan biji, yang pada akhirnya
dapat mengurangi kalori bakar pada Boiler. Semakin tinggi kadar air dalam serat
akan menyebabkan kalor bakar yang rendah dan berakibat langsung pada pencapaian
tekanan kerja dan kapasitas uap yang dihasilkan boiler.
Pemecahan gumpalan ampas press yang sempurna dapat
mendukung proses pemisahan serat dengan biji dalam Depericarper, yang merupakan penentu dalam efisiensi pemecahan biji
dalam alat pemecah biji. Penguapan air pada CBC dilakukan dengan pemanasan
ampas disepanjang mantel CBC. akan tetapi cara pengeringan ini sering kurang
sempurna, karena panjang CBC yang terlalu pendek. Akibatnya hisapan fibre
cyclone menjadi kurang kuat dan proses evaporasi uap disini menjadi tidak
sempurna sehingga kelembaban udara diatas permukaan ampas akan tetap tinggi,
dan hanya akan menghasilkan serat basah yang dapat menurunkan kalor bakar
serat. Untuk mengatasi ini CBC dibuat dalam keadaan terbuka.
2. POLISHING
DRUM
Ampas press yang telah diurai oleh Cake Breaker perlu dipisah antara fraksi
ringan dan fraksi berat dengan cara di tiup oleh blower. Fraksi ringan terdiri dari serat, inti pecah halus,
pecahan tempurung tipis dan debu. Fraksi berat terdiri dari biji utuh, biji
pecah, inti utuh dan inti pecah. Pemisahan fraksi ini tergantung dari efisiensi
penggunaan blower.
Fraksi berat akan di proses lanjut dalam Depericarper, untuk menghilangkan serat
– serat yang masih melekat pada cangkang biji. Semua serat yang ada harus
hilang, karena Serat yang masih terdapat dicangkang biji dapat mengganggu
jalannya proses pemecahan biji oleh Nut
Cracker. Biji yang masih berserat kurang daya pentalnya ( Collision ) ,
akibatnya proses pemecahan biji menjadi lebih lama, dan sekaligus juga
mengurangi kapasitas unit.
Beberapa
factor yang mempengaruhi keberhasilan Polishing
Drum antara lain :
a. Kemiringan
Drum Berputar,
Sudut
kemiringan drum berputar akan menentukan lamanya biji di poles. Semakin lama
biji dipoles dalam drum berputar maka mutu biji semakin baik yaitu serat yang
terdapat dalam biji semakin sedikit.
b.
Kecepatan Putar Polishing Drum
Kecepatan
Putar akan mempengaruhi gaya gesekan antara drum dan biji. Putaran yang
diinginkan ialah putaran yang menyebabkan biji berguling guling pada bagian
dinding drum dan tidak melebihi tinggi Tangkai poros drum.
c. Kondisi
Permukaan Dalam Drum.
Permukaan
bagian dalam drum yang dibuat lobang halus dengan garis tengah 0,5 CM akan
membuat proses pemolesan menjadi sempurna.
d. Hisapan
Angin
Bertujuan
untuk membuang serat halus yang masih terdapat dipermukaan drum dan yang masih
melekat pada biji akan dapat menghambat atau mengurangi gaya gesekan antara
biji dengan drum.
3. FERMENTASI BIJI
Biji mengandung pectin,
yang terdapat antara tempurung dengan inti. Untuk mempermudah proses pemecahan
biji oleh Cracker, maka pectin yang berfungsi sebagai perekat inti
pada tempurung perlu dirombak dengan proses kimia seperti fermentasi.
Fermentasi ialah salah satu proses biokimia yang dikembangkan pada pengolahan
biji sawit di dalam Nut Silo .
Waktu tunggu pemeraman di dalam Nut Silo berpengaruh langsung pada proses hidrolisa sebagai upaya
menurunkan kadar air biji dan siap di umpan pada Cracker.
Lamanya pemeraman yang dianggap memenuhi kriteria ialah 24 – 48 jam, dengan
kadar air biji sekitar 15 % ( 51 ).
Pemeraman biji sering dialiri dengan udara panas
hingga suhu Silo berkisar antara 40 -
60°C. Pemanasan dengan suhu rendah bertujuan untuk membantu proses hidrolisa,
bila suhu terlalu tinggi dapat menyebabkan pectin
mongering dan sulit dihidrolisa, sehingga pemecahan di Cracker kurang berhasil, yaitu meningkatnya inti pecah, inti lekat
dalam tempurung yang berarti menurunnya
kualitas.
4. NUT GRADING
Alat pemecahan biji disebut dengan Nut Cracker. Biji yang telah diperam
dalam Nut Silo akan dipecahkan dalam Nut Cracker. Sebelum proses pemecahan
biji terlebih dahulu dilakukan seleksi berdasarkan ukuran biji dengan
menggunakan alat “Nut Grading” yaitu
drum berputar terdiri dari ukuran lobang yang berbeda – beda. Biji yang telah
diseleksi terdiri dari tiga fraksi yaitu kecil ( 8 – 14 mm ), sedang ( 15 – 17
mm ) dan besar ( 18 mm ).
Variasi
ukuran biji banyak tergantung kepada jenis tanaman. Faktor yang mempengaruhi
variasi biji dalam kelompok fraksi tergantung pada :
a. Retention time dalam proses pemisahan.
Semakin lama biji berada dalam drum maka kesempatan biji untuk lolos dari
lobang yang sesuai semakin tinggi.
b. Semakin
panjang ukuran nut grading pemisahan semakin sempurna, karena kesempatan
memisah akan lebih banyak
c. Perbandingan
setiap kolom, yakni kolom fraksi kecil lebih panjang dari pada kolom untuk fraksi
yang lebih besar. Hal ini berkaitan dengan volume umpan biji yang harus melalui
kolom fraksi kecil dan berakhir pada kolom fraksi besar.
d. Semakin
cepat putaran Nut Grading maka
kesempatan biji untuk keluar dari lobang disetiap kolom akan semakin kecil ( 68
).
5. PEMECAHAN BIJI
5.1. Nut Cracker
Alat
ini berfungsi memecahkan biji dengan system bentur biji ke di dinding yang
keras. Mekanisme pemecahan ini didasarkan pada kecepatan putar, radius dan
massa biji yang dipecahkan. Karena factor massa yang merupakan factor yang
selalu berubah ubah maka perlu dilakukan penggelompokan biji, dan ini telah
dimulai dari “Nut Grading”. Karena
biji telah dikelompokkan menjadi tiga fraksi maka Cracker disediakan tiga unit. Ketiga Cracker tidak mempunyai putaran yang sama, sebab semakin kecil
ukuran biji maka dibutuhkan putaran yang lebih tinggi. Penentuan kecepatan
putaran mempengaruhi besarnya persentase inti pecah dan inti lekat.
Faktor
yang mempengaruhi keberhasilan pemecahan biji antara lain :
a. Karakter
biji
Biji
yang kecil akan lebih sulit dipecah dibanding dengan biji yang besar. Semakin
banyak serat yang melekat dalam biji maka biji akan lebih sulit dipecahkan, dan
sering menghasilkan biji pecah dan inti lekat. Kadar air biji yang rendah akan
lebih mudah dipecah dan menghasilkan inti utuh. Kadar air yang diinginkan ialah
15 %. Kadar air tersebut dapat dicapai jika dilakukan pemeraman yang sempurna.
b. Kapasitas
olah
Pemecahan
biji di atas kapasitas yang sudah ditetapkan akan menurunkan efisiensi pemecahan
biji, yaitu sering ditemukan biji utuh dan inti lekat dengan persentase yang
besar.
c. Kelengkapan
“nut cracker” dengan alat penangkap logam berat
Alat
pemecah biji yang tidak dilengkapi dengan alat penangkap logam dapat
menyebabkan kerusakan dinding nut cracker sehingga permukaan tidak rata dan
menyebabkan biji tidak pecah sempurna.
5.2.
Ripple mill
Tahun 1979, Pellet Technology Australia PTY LTD
mengembangkan pemakaian Ripple Mill,
yang pada awalnya dimulai dari pemecahan biji bunga matahari, biji kapas, dan
kacang kedelai. Ripple Mill terdiri
dari dua bagian yaitu Rotating Rotor
dan Sationary Plate.
Rotating Rotor
terdiri dari 30 batang Rotor Rod yang
terbuat dari High Carbon Steel yang terdiri dari 2 lapis yaitu 15
batang dipasang dibagian luar dan 15 batang dibagian dalam. Stationary Plate terbuat dari High Carbon Steel dengan permukaan
bergerigi tajam.
Mekanisme pemecahan biji berbeda dengan Nut Cracker, yaitu dengan cara
melemparkan biji dengan Rotor pada
dinding bergerigi dan menyebabkan pecahnya biji. Efisiensi pemecahan biji
dipengaruhi kecepatan putaran Rotor
sebagai resultante gaya, jarak antara Rotor
dengan plat bergerigi dan ketajaman gerigi plat disusun sedemikian rupa
sehingga berperan sebagai penahan dan pemecah.
Biji yang berada dalam alat mengalami frekuensi
benturan yang cukup tinggi baik dengan plat bergerigi maupun antar Rotor. Sehingga frekuensi pukulan ini
dapat menembakan biji lebih mudah lekang. Untuk menjamin kontinuitas biji yang
masuk dan tetap seimbang dengan kapasitas olah, maka alat ini dilengkapi dengan
pengatur umpan serta dilengkapi dengan penangkap logam.
Alat ini dapat memecahkan biji tanpa melalui
pemeraman dalam nut silo asalkan dalam proses perebusan dilakukan dengan
sempurna yaitu tekanan rebusan 3kg/cm² dengan system 3 puncak selama 90 menit,
yang setara dengan kadar air 15 %. Efisiensi pemecahan biji dipengaruhi :
a. Kondisi
Ripple Mill. Keadaan plat yang
bergerigi tumpul dan rod yang bengkok akan menyebabkan pemecahan tidak efektif.
b. Jarak
Rotor dengan plat bergerigi. Jarak
yang terlalu rapat akan menyebabkan persentase biji yang remuk cukup tinggi dan
bila jarak terlalu renggang maka pemecahan biji tidak sempurna.
c. Putaran
Rotor. Putaran yang terlalu cepat
akan menghasilkan biji yang hancur dan terlalu rendah menyebabkan banyak biji
yang tidak pecah.
d. Bentuk
biji. Ukuran biji yang heterogen, bentuk biji yang gepeng dan lonjong akan
menyebabkan efisiensi pemecahan biji yang rendah.
Oleh
sebab itu untuk setiap penggunaan Ripple
Mill oleh setiap PKS perlu dilakukan
penyesuaian terhadap biji yang diolah ( 80 ).
6. PEMISAHAN INTI DENGAN TEMPURUNG
6.1. Clay Bath
Tanah
liat dapat tersuspensi dalam air dan memiliki berat jenis larutan di atas satu,
tergantung dari konsentrasi tanah liat yang dilarutkan. Larutan ini disebut CLAY BATH yang dapat digunakan untuk
memisahkan dua kelompok padatan yang memiliki berat jenis ( BJ ) yang berbeda.
Inti sawit basah memiliki berat jenis 1.07 sedangkan cangkang 1.15 – 1.20. Maka
untuk memisahkan inti dan cangkang dibuat BJ larutan 1.12 sehingga inti
mengapung dan cangkang akan tenggelam.
Hasil
gilingan pemecah biji masuk kedalam bak dan inti mengapung sedangkan cangkang
bergerak kedasar bak. Inti yang mengapung ditangkap dengan menggunakan talang
dan diayak serta disiram dengan air agar inti bebas tanah liat, sedangkan
cangkang dihisap dari dasar bak dan dipompakan kedalam saringan kemudian
dikirim ke Shell Hopper.
Agar
sifat suspensi tanah liat dapat stabil maka dilakukan pompa sirkulasi agar
tidak terjadi pengendapan tanah liat. Akibat pertambahan zat yang tersuspensi seperti debu dari inti maka
terjadi perobahan berat jenis cairan sehingga efisiensi pemisahan akan menurun
oleh sebab itu perlu dilakukan kontrol setiap waktu secara terjadual.
Faktor
yang mempengaruhi efisiensi pemisahan :
a. Berat
jenis suspensi. Pemisahan inti termasuk “Continuous
Process”, dan berat jenis dapat berobah akibat pertambahan zat tersuspensi
yang berasal dari pecahan biji yang memiliki berat yang berbeda dengan tanah
liat. Akibatnya pemisahan inti dan cangkang tidak sesuai dengan yang
diinginkan. Untuk mempertahankan suspensi tersebut maka sering dilakukan
penyesuaian BJ dengan penambahan tanah liat atau penggantian suspensi secara
terjadwal.
b. Kualitas
tanah liat. Karena kesulitan memperolah tanah liat maka sering orang mencari
tanah liat seperti kaolin. Kaolin memiliki warna dan sifat yang baik, akan
tetapi harganya tinggi. Orang mencoba dengan menggunakan kapur ( CaCO3 ), akan
tetapi akan diperoleh suspensi yang tidak baik dan hal ini dapat terlihat
apabila pemompaan berhenti kapur mengendap dan sangat sulit untuk mengaktifkan kembali. Juga kapur
memiliki sifat yang tidak baik yaitu terjadinya pembentukan busa sehingga
mempersulit pemisahan inti.
6.2. Hydro Cyclone
Hasil
olahan cracker sebelum memasuki Hydro
Cyclone mengalami pemisahan fraksi halus oleh Winnowing. Sampah halus akan terpisah dari fraksi berat akan
dicampur dengan air yang kemudian inti dipisahkan dari tempurung berdasarkan
berat jenis. Untuk memperbesar selisih berat jenis inti dengan tempurung maka
campuran dilewatkan melalui Cyclone,
sehingga inti akan keluar dari atas permukaan cyclone dan tempurung dari bagian
bawah yang kemudian masing – masing fraksi diangkut ke pengolahan yang lebih
lanjut.
Keberhasilan
pemisahan tempurung dari inti dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain :
a. Tekanan
pompa air yang melalui Cyclone,
tekanan yang lebih tinggi akan mempercepat pemisahan inti dan cangkang. Semakin
tinggi tekanan pompa maka pemisahan akan lebih sempurna, dan sebaliknya.
b. Putaran
Cyclone semakin baik jika permukaan
bagian dalam lebih rata. Permukaan dalam yang tidak rata umumnya disebabkan
oleh pukulan benda berat seperti logam dan batu yang akan menyebabkan pemisahan
inti dan cangkang tidak sempurna. Hal inilah yang selalu menjadi masalah dalam
pengoperasian Hydro Cyclone.
c. Kebersihan
umpan. Kandungan serat dan debu yang tinggi dalam cairan Hydro Cyclone akan mempengaruhi pemisahan inti dan cangkang. Oleh
sebab itu diperlukan pengoperasian Separating
Collumn ( LTDS ) yang lebih sempurna. Selain untuk menghilangkan debu ( dust ) juga dapat berperan untuk
d. menghilangkan
inti pecah kecil yang dapt menggunakan kapasitas olah Hydro Cyclone.
e. Rotasi
penggantian air. Partikel halus dan atau debu yang terdapat pada cairan
hydrocyclone akan mempengaruhi berat jenis cairan yang menyebabkan pemisahan
inti dan
cangkang tidak berlangsung
sebagaimana mestinya. Oleh
sebab itu dilakukan penggantian
air Hydro Cyclone secara terjual dengan dasar viskositas.
f.
Biji bulat yang tidak terpecahkan dalam pemecah biji perlu dilakukan pemisahan
dengan ayakan biji, sehingga biji dikembalikan ke Conveyor pengangkut biji ke
alat pemecah biji.
Keberhasilan
pemisah inti dengan Hydro Cyclone
dapat diketahui dari jumlah kandungan kotoran ( cangkang ) dalam inti sawit.
Pemisahan inti yang dianggap cukup baik jika kadar cangkang < 6.0 % . Dan
kadar inti dalam tumpukan cangkang tidak lebih dari 2 %. Kadar kotoran inti
yang dipisahkan dengan menggunakan tanah liat memenuhi mutu standar mutu yakni
< 6.0 %. Cara pemishan cangkang dengan tanah liat mengandung kelemahan - kelemahan
yaitu :
1.
Keterbatasan persediaan tanah liat disekitar pabrik.
2.
Menimbulkan pengotoran disekitar lokasi pabrik, yaitu dalam proses pembuangan
Lumpur.
6.3. Hisapan angin
Pemisahan
cangkang dari inti dilakukan
dengan memanfaatkan perbedaan berat jenis dari fraksi. Fraksi ringan umumnya lebih cepat
dipisahkan dibanding dengan fraksi berat.Disamping massa dari materi yang
dipisahkan juga dipengaruhi bentuknya. Materi yang berbentuk lempengan lebih mudah terhisap dan
dapat dipisahkan.
Pemisahan
inti cangkang dilakukan dengan beberapa tahap :
Hisapan tahap pertama
Hisapan
ini merupakan upaya untuk menghilangkan debu dan partikel halus seperti pecahan
cangkang, inti dan serat. Alat penghisap ini disebut winnowing yang terdiri
dari kolom dan dilengkapi dengan air ock. Hisapan ini umumnya agak lemah,
sehingga hanya bertujuan untuk mengurangi volume campuran inti cangkang.
Hisapan tahap kedua
Hisapan
ini bertujuan untuk memisahkan cangkang dari inti. Dalam hal ini terjadi
pemisahan cangkang dengan hisapan, yaitu karena bentuknya yang lempeng dan
tipis mudah terangkat keatas akibat hisapan sedang inti yang umumnya bulat dan
tebal jatuh ke bagian kolom bawah. Hisapan yang terlalu kuat akan menyebabkan
inti ikut terangkut keatas dan menyebabkan efisiensi pengutipan inti turun, dan
jika hisapan terlalu lemah maka dalam inti banyak dijumpai cangkang. Oleh sebab
itu pada PKS yang memiliki Hydro Cyclone
sering dibuat tekanan kuat sehingga diperoleh inti bersih. Sedangkan tumpukan
cangkang yang masih banyak mengandung inti diolah dalam Hydro Cylone, sehingga diperoleh 3 jenis
keluaran yaitu : inti kering, inti basah dan cangkang.
Hisapan tahap ketiga
Hisapan
ini adalah untuk memisahkan inti yang terdapat dalam tumpukan cangkang hasil
hisapan Tahapan Kedua. Daya hisap ketiga ( P³ ) disini lebih kecil dari hisapan
kedua ( P² ) dan lebih besar dari hisapan pertama ( P¹ ). Dan juga dapat
dilakukan pemisahan cangkang secara bertingkat dari tekanan hisapan yang paling
rendah ke daya hisapan lebih tinggi ( P¹
< P³ <
P² ).
Faktor
yang mempengaruhi efisiensi pemisahan inti dengan cara hisapan angin dapat
dipengaruhi oleh :
1.
Kemampuan “Separating Column” untuk
membuang debu dan partikel halus, sehingga mempermudah pemisahan inti dan
cangkang.
2.
Stabilitas daya hisap alat yang ditantukan daya hisap blower yang dipengaruhi oleh variasi ampere arus listrik. Apabila
hisapan terputus – putus atau daya bervariasi maka sering terjadi turbulensi
dalam column alat dan inti yang
dihasilkan tidak bersih. Stabilitas tersebut juga dipengaruhi apakah column penghisap bocor atau tidak.
3.
Pengaturan Air Lock, sebagai penentu
terhadap daya hisapan, yang dihubungkan dengan kondisi umpan.
4.
Kontinuitas umpan yang masuk. Jumlah umpan masuk akan mempengaruhi efisiensi
pengutipan dan pemisahan inti, semakin besar jumlah umpan maka daya hisap akan
menurun dan menyebabkan penurunan efisiensi.
Hisapan
dengan angin mempunyai keuntungan jika dibandingkan dengan pemisahan secara
basah seperti “Claybath” dan “Hydrocyclone” yaitu inti yang dihasilan
tidak basah sehingga keperluan energi untuk pengeringan inti hanya sedikit, dan
kemungkinan kerusakan minyak dalam pengeringan semakin kecil. Juga dengan cara
ini keadaan pabrik bersih tidak sekotor “Kernel
Plant” yang menggunakan pemisahan inti system batas.
7. PENGERINGAN INTI
7.1. Umum
Air
merupakan media untuk proses reaksi biokimia seperti pembentukan asam lemak
bebas, pemecahan protein dan hidrolisa karbohidrat, yang cukup banyak
terkandung terutama dalam inti sawit yang dihasilkan dengan pemisahan secara
basah. Kandungan air dalam inti berkisar 15 – 25 % tergantung dari proses
pengolahannya.Untuk mengawetkan inti sawit yang keluar dari alat pemisah biji
perlu dilakukan usaha untuk menurunkan kandungan air sehingga tidak terjadi
proses penurunan mutu. Proses penurunan mutu umumnya terjadi selama proses
penyimpanan, oleh sebab itu perlu diperhatikan proses dan kondisi penyimpanan
serta interaksi antara kelembaban udara dengan kadar air inti.Kadar air inti
yang diinginkan dalam penyimpanan adalah 6 – 7 %, karena pada kadar air
tersebut mikroba sudah mengalami kesulitan untuk hidup, dan kondisi ruangan
penyimpanan dapat diatur pada kelembaban nisbi 70 %. Umumnya pada inti yang
sudah kering tidak lagi ditemukan “plant
enzim”, akan tetapi dijumpai enzim yang berasal dari mikroba yang
terkontaminasi selama penanganan atau penyimpanan.Permukaan inti sawit yang
basah merupakan media tumbuhan mikroba yang lebih baik, sehingga spora atau
mycelium yang menempel pada permukaan tersebut lebih cepat tumbuh. Mikrobia
tersebut akan menghasilkan enzim yang dapat merusak lemak, protein, karbohidrat
dan vitamin baik secara hydrolysa ataupun dengan oksidasi. Oleh sebab itu dalam
pengawetan inti pertama – tama ditujukan untuk menurunkan air permukaan.Kadar
air permukaan inti hasil pemisahan basah dapat diatasi dengan melewatkan inti
pada ayakan getar sihingga air cepat kering dan ada baiknya jika dibantu dengan
pemberian uap panas.Inti sawit dapat tahan lama disimpan selama 6 bulan dengan
ALB akhir, jika kandungan air inti sangat rendah. Sedangkan inti sawit pecah
menunjukkan kecepatan reaksi pembentukan ALB yang lebih cepat. Oleh sebab itu
dengan kandungan air 7 % dan terdapat inti pecah 15 % menunjukkan kecepatan
pembentukan asam lemak, dapat dicatat untuk beberapa PKS diperoleh hasil bahwa
setelah penyimpanan 6 bulan diperoleh ALB antara 3 – 5 % ( 49 ).
7.2. Pengeringan Inti
Alat
pengeringan inti terdiri dari Type Batch
dan Continuous Process. Tipe Batch tidak lagi berkembang karena
terdiri dari alat pengering yang menggunakan sinar matahari, ini banyak
dilakukan di Arika. Dan yang berkembang dewasa ini ialah Contionuous Process yang disebut dengan silo inti.Pengering inti
yang berkembang ialah tipe rectangulair dan tipe Cylindrical, keduanya hampir bersamaan prinsip kerjanya.
a. Type Rectangulair
Alat
ini mengeringkan inti dengan udara panas, yaitu mengalirkan udara melalui
heater yang terdiri dari spiral berisi uap panas dengan suhu 130 ºC ( heater atas ), 85 ºC ( heater
tengah ) dari 60 ºC ( heater bawah ).
Untuk memperoleh mutu inti yang sesuai dengan keinginan konsumen maka pemanasan
pada ke tiga tingkat tersebut dibuat suhu
yang
berbeda – beda yaitu suhu atas, tengah dan bawah untuk pengeringan inti basah
berturut – turut 70, 80 dan 60 ºC. Udara panas dihembuskan dan keluar dari
lobang yang sudah ada, sehingga pengeringan inti setiap lapisan dapat terjadi
dengan baik. Masa pengeringan tergantung dari kadar air dalam inti, yang
dipengaruhi oleh system perebusan buah, fementasi biji dan system pemisahan
inti dan cangkang.Pengeringan yang terlalu lama dapat menyebabkan penggosongan
dan oksidasi pada minyak inti. Pengeringan inti yang baik ialah pengeringan
dengan suhu rendah dengan tujuan agar penguapan berjalan lambat dan merata
untuk permukaan dan bagian dalam inti, jika pengeringannya dengan suhu tinggi
maka akan terjadi kerusakan inti. Penyimpangan pada pengeringan sering terjadi
tanpa disadari oleh si operator. Pengeringan yang terlalu cepat dengan suhu
yang tinggi dapat menyebabkan “Case
Hardening” dan mutu minyak inti menurun.Pengeringan dengan alat ini sering
mengalami penyimpangan yaitu terdapatnya inti yang dibagian sudut sering
melekat dan tidak turun kebawah, dan bila diturunkan terdapat mutu inti yang
tidak baik. Hal ini dapat terjadi apabila shaking grate tidak beroperasi dengan
baik dan juga disebabkan inti yang kotor banyak mengandung sampah.
b. Type Cylindrical
Silo
inti berbentuk silinder yang dilengkapi dengan Heater berada diatas silinder. Udara dihembuskan dari atas ke bawah
melalui pipa ditengah silinder kemudian disebarkan ke seluruh dinding silo.
Keadaan suhu inti dalam silo tidak berbeda dengan suhu inti pada tipe Rectangulair, yaitu dengan pengaturan
letak dari heater yang dibuat bertingkat dalam Column tengah silo.
Alat
pengering memiliki keuntungan yaitu inti tidak ada yang tertinggal dibagian
dinding, karena jatuhnya inti kebawah berbentuk cincin ( 0 ), sedangkan pada
tipe rectangular jatuhnya inti berbentuk cone ( V ) pada titik tengah. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa pengeringan pada silo tipe silinder lebih
homogen dibandingkan dengan tipe rectengulair.
8. POLA PENGOLAHAN INTI
Efisiensi Pengutipan Inti ( EPI ) ditinjau dari segi
teknik dan ekonomis, EPI yang tinggi jika rendemen inti yang diperoleh
mendekati rendemen teoritis, umumnya lebih besar dari 90%. Sedangkan
kenyataannya bahwa realisasi di lapangan sekarang berkiksar antar 80 – 85 %.
Angka ini perlu dinaikkan dengan merancang pabrik pengolah biji di PKS yang
efisien dan ekonomis.
Berdasarkan pengamatan di beberapa PKS terlihat
bahwa alat pengolah biji yang memiliki investasi yang tinggi dan perawatan yang
efektif ialah Hidro Cyclone, sehingga
alat ini tidak lagi ditempatkan dalam pola yang akan dikemukakan di bawah.
Sedangkan antara Nut Cracker dan Ripple Mill masih terdapat keuntungan
dan kelemahan kedua alat tersebut, akan tetapi ditinjau dari segi kebutuhan
alat pendukung lainnya maka diusulkan memakai Ripple Mill.
8.1. Pola pertama “Sistem Basah”
Pada pola pertama ini, pengolahan
inti antara lain dari unit Fermentasi, Ripple
Mill, Claybath dan Kernel Drier ( Type Cylindrical )
Pola
pertama “Sistem Basah”
Pemeraman biji dengan silo biji yang dialiri dengan
udara panas diatur suhu Silo berkisar antara 50º - 70ºC. Suhu Nut Silo bagian atas 70ºC, bagian tengah
60ºC, dan bagian bawah 50ºC. Pemanasan dengan suhu rendah bertujuan untuk
membantu proses hidrolisa, bila suhu terlalu tinggi dapat menyebabkan pectin mengering dan sulit dihidrolisa,
sehingga pemecahan di Cracker kurang
berhasil, yaitu meningkatnya inti pecah, inti lekat dalam tempurung yang dapat
menurunkan kualitas.
Ripple Mill
merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi kelemahan Nut Cracker ( konvensional ) dalam proses pemecahan biji. Ripple Mill digunakan karena spesifikasi
peralatan ( sederhana, lebih murah dan pemakaian energi lebih murah ), mutu
produksi lebih baik, dan operasional lebih mudah. Kelemahannya Rotor Rod tidak tahan terhadap benturan
benda keras, dan pengelasan ripple plate agak sulit. Kelemahan ini dapat
diatasi dengan memasang alat penangkap logam.
Kernel Drier
Type Cylindrical dipilih karena pengeringan tipe
ini lebih homogen dibandingkan dengan Type
Rectangulair. Pola ini merupakan sistem basah, sehingga pada waktu
mengeringkan inti sawit di Kernel Drier akan memerlukan energi yang sangat
besar.
8.2. Pola kedua “Sistem Kering”
Pada
pola kedua ini, pengolahan inti antara lain terdiri dari unit Fermentasi, Ripple Mill, Pneumatic I, Pneumatic II dan
Kernel Drier ( Type Cylindrical ).
Pola
ini merupakan sistem kering, karena tidak menggunakan Claybath maupun Hydro Cyclone.
Hisapan dengan angin ( Pneumatic )
mempunyai keuntungan jika dibandingkan dengan pemisahan secara basah sehingga
keperluan energi untuk mengeringkan inti hanya sedikit, dan kemungkinan
kerusakan minyak dalam pengeringan semakin kecil. Dengan cara ini keadaan
pabrik bersih tidak sekotor “kernel
plant” yang menggunakan pemisahan inti system basah. Akan tetapi jumlah
inti yang tidak terkutip sangat tinggi.Pada pola ini, Pneumatic I dan Pneumatic
II berfungsi untuk memisahkan kotoran yang terdiri dari debu dan partikel halus
Pola
kedua “Sistem Kering”
(
cangkang ), sehingga dalam pelaksanaannya perlu ditambah dengan Phneumatic III.
Phneumatic III berguna untuk memisahkan inti dari tumpukan cangkang. Penambahan
Phneumatic III akan menambah biaya investasi tetapi akan meningkatkan rendeman
inti.
8.3. Pola ketiga “Gabung Sistem basah dan Sistem
kering”
Pada
pola ketiga ini, pengolahan inti antara lain terdiri dari unit Fermentasi, Ripple Mill, Phneumatic I, Phneumatic II,
Claybath dan Kernel Drier ( type Cylindrical ). Pola ini merupakan gabungan
antara system basah dan system kering, sehingga system ini memerlukan 2 unit Kernel Drier, satu unit untuk
mengeringkan inti sawit yang berasal dari Claybath
dan satu unit lagi untuk mengeringkan inti sawit yang berasl dari Phneumatic.
Pola
ketiga “Gabungan Sistem Basah dan Sistem Kering”
3.4 INDUSTRI HILIR
KELAPA SAWIT
Perkembangan Industri
Hilir/Oleokimia Dasar di Kalimantan Timur
Kalimantan timur dengan kekayaan sumberdaya dan
agroekologinya menyimpan potensi pengembangan komoditi perkebunan salah satunya
adalah kelapa sawit. Produk olahan dari minyak sawit dapat diversifikasikan
menjadi produk-produk oleokimia salah satunya adadalah oleokimia dasar.
Komoditas kelapa sawit merupakan
salah satu komoditas perkebunan yang peranannya sangat penting dalam penerimaan
devisa negara, penyerapan tenaga kerja serta pengembangan perekonomian rakyat
dan daerah. Untuk lebih meningkatkan peran kelapa sawit tersebut, berbagai
usaha perlu dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah minyak sawit, diantaranya
adalah dengan melakukan diversifikasi produk menjadi produk-produk oleokimia
seperti oleokimia dasar, pelumas, bahan kosmetik, surfaktan, plasticizer, sabun
dan biolilin. Nilai tambah produk-produk tersebut berkisar antara 4-5 kali dari
harga minyak sawit (PPKS, 2003). Industri yang menggunakan bahan baku minyak
sawit menjadi produk non pangan masih relatif kecil. Pada tahun 1996, dari
total konsumsi minyak dunia yaitu 96,9 juta ton yang terdiri dari minyak sawit
dan inti sawit sekitar 18,6% hanya 14 juta ton saja digunakan untuk bahan baku
non pangan terutama oleokimia. Penggunaan tersebut antara lain untuk sabun 55%,
fatty acids 15%, fatty alcohol 10%, gliserin 6%, methyl ester sulphonate 4% dan
yang lainnya sekitar 10%. Produk hilir, non pangan mempunyai nilai tambah yang
tinggi. Akan tetapi industri nonpangan/oleokimia indonesia kurang berkembang
terutama apabila dbandingkan dengan Malaysia. Beberapa penyebab kurang
berkembangnya industri oleokima Indonesia adalah karena besarnya investasi
industri tersebut serta terbatasnya pasar oleokimia dunia. Pemerintah Propinsi
Kalimantan Timur telah melihat potensi dan peluang pengembangan produk hasil
tanaman sawit. Hal ini dapat dilihat adanya rencana Pemprov Kaltim untuk
mengembangkan kluster industri dan pelabuhan internasional (KIPI) berbasis
kelapa sawit di Maloy Katim untuk mendukung Indonesia sebagai Negara pengekspor
CPO menuju penghasil berbagai produk turunan CPO dan meningkatkan berbagai
nilai tambah produk turunan CPO melalui inovasi dan diversifikasi produk
turunan CPO baik untuk bahan pangan maupun non pangan di wilayah timur
Indonesia. Luas tanam kelapa sawit di Indonesia dari tahun ke tahun semakin
meningkat. Salah satu Provinsi yang mengalami peningkatan luas lahan sawit
cukup besar adalah Provinsi Kalimantan Timur. Luas tanam perkebunan kelapa
sawit di Kalimantan Timur dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan.
Jumlah luas tanam kelapa sawit tahun 2004 sebesar 171.580,50 ha dengan jumlah
produksi 957.058 ton, tahun 2008 meningkat menjadi 409.564 ha dengan produksi 1.664.311
ton. Hasil produksi kelapa sawit yang semakin meningkat ini berpotensi untuk
diolah menjadi produk yang lebih mempunyai nilai tambah seperti hasil industri
oleokimia dari bahan kelapa sawit. Dalam upaya memberikan informasi yang benar
dan tepat kepada investor, diperlukan profil proyek investasi yang
menggambarkan sumberdaya dan prospektif pengembangan industri hilir/oleokimia
dasar berbasis minyak sawit di Kalimantan Timur.
Oleokimia adalah penggunaan CPO untuk produk kimia.
Kapasitas produksi industri oleokimia dasar di Indonesia masih relatif kecil,
padahal mempunyai nilai tambah yang cukup besar. Oleokimia semula merupakan
produk alternatif terhadap petrokimia, namun dalam perjalanannya oleokimia
semakin mendominasi pasokan industri kimia lanjut tertentu khususnya industri toiletries
dan personal care (hair care seperti shampoo, bahan
pembersih seperti sabun dan deterjen). Industri oleokimia dasar yaitu fatty
acid, glycerine dan fatty alcohol mengalami pertumbuhan yang
sangat pesat. Pada tahun 1988 produksi oleokimia dasar Indonesia baru mencapai
79,50 ribu ton, naik menjadi 217,70 ribu ton pada tahun 1993 dan menjadi 652
ribu ton pada tahun 1998 atau tumbuh dengan laju sekitar 23,50 persen per
tahun. Industri oleokimia di Indonesia merupakan industri yang memiliki backup
bahan baku yang sangat melimpah karena Indonesia merupakan produsen bahan baku
bagi industri ini yakni CPO terbesar di dunia. Meskipun memiliki industri bahan
baku yang melimpah, namun perkembangan industri ini masih kalah dibandingkan
dengan negara tetangga seperti Malaysia yang kapasitas produksinya mencapai dua
kali lipat dari Indonesia. Sebagai gambaran, Indonesia menguasai sekitar 12
persen permintaan oleochemical dunia yang mencapai enam juta metrik ton per
tahun, sementara Malaysia mencapai 18,6 persen. Industri ini tidak lepas dari
permasalahan di dalam negeri yang salah satunya adalah jaminan pasokan bahan
baku berupa CPO yang belum sepenuhnya teratasi karena produksi CPO lebih banyak
diekspor daripada dipasok ke industri dalam negeri. 2.1.2.1. Gambaran produk Oleokimia merupakan produk kimia yang
berasal dari minyak atau lemak, baik nabati maupun hewani. Pembuatannya
dilakukan dengan cara memutus struktur trigliserida dari minyak atau lemak
tersebut menjadi asam lemak dan gliserin, atau memodifikasi gugus fungsi
karboksilat dan hidroksilnya, baik secara kimia, fisika maupun biologi.
Oleokimia dibagi menjadi dua yaitu oleokimia dasar dan turunannya atau produk
hilirnya. Oleokimia dasar terdiri atas fatty acid, fatty methylester, fatty
alcohol, fatty amine dan gliserol. Selanjutnya produk-produk turunannya antara
lain adalah sabun batangan, detergen, sampo, pelembab, kosmetik, bahan tambahan
untuk industri plastik, karet dan pelumas. Dalam perdagangan dikenal dua jenis
oleokimia, yaitu oleokimia alami dan oleokimia buatan. Oleokimia alami
diperoleh dari minyak nabati atau lemak hewan dan bersifat mudah terurai.
Industri oleokimia dapat mengkonversi minyak sawit menjadi oleokimia. Oleokimia
buatan diperleh dari minyak bumi (petrokimia) seperti propilen dan etilen yang
bersifat tidak mudah terurai. Tidak semua produk oleokimia dapat disubsitusikan
oleh prosuk petrokimia. Hanya gliserol dan fatty alcohol yang dapat disubsitusi
menggunakan propilen dan etilen sebagai bahan baku. Industri oleokimia yang
dimaksud dalam tulisan ini adalah industri antara yang berbasis minyak kelapa
sawit (CPO) dan minyak inti sawit (PKO). Dari kedua jenis produk ini dapat
dihasilkan berbagai jenis produk antara sawit yang digunakan sebagai bahan baku
bagi industri hilirnya baik untuk kategori pangan ataupun non pangan. Diantara
kelompok industri antara sawit tersebut salah satunya adalah oleokimia dasar (fatty
acid, fatty alcohol, fatty amines, methyl esther, glycerol). Produk-produk
tersebut menjadi bahan baku bagi beberapa industri seperti farmasi, toiletries,
dan kosmetik.
Fatty
alcohol sebagian besar digunakan untuk produksi deterjen sebesar 48 persen dan
pembersih kemudian disusul oleh penggunaan sebagai bahan antioksidan sebesar 11
persen. Sedangkan glycerin banyak digunakan antara lain untuk sabun, kosmetik
dan obat-obatan yang mencakup 37 persen dari total konsumsi material ini.
Struktur Industri Industri
Hilir/oleokimia dasar memiliki produk turunan dan aplikasi produk yang sangat
beragam. Oleokimia dasar berupa Glycerol, fatty acid, fatty acid methyl ester
dapat dibuat dari minyak dan lemak . Oleokimia dasar ini dapat diproses lebih
lanjut menjadi produk-produk turunannya.
PENGEMBANGAN
INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
Kelompok produk lainnya yag cukup banyak menggunakan
glycerin adalah Alkyd resin dan makanan masing-masing 13 dan 12 persen.
Asam lemak metil ester (Fatty methylester)
mempunyai peranan utama dalam industri oleokimia. Metil ester digunakan sebagai
senyawa intermediate untuk sejumlah oleokimia yaitu seperti fatty alcohol,
alkanolamida, a-sulfonat, metil ester, gliserol monostearat, surfaktan gliserin
dan asam lemak lainnya. Perusahaan Lion of Japan bahkan telah menggunakan metil
ester untuk memproduksi sabun mandi yang berkualitas, selain itu metil ester
saat ini telah digunakan untuk membuat minyak diesel sebagai bahan bakar
alternatif. Metil ester mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan asam
lemak (fatty acid), diantaranya yaitu: 1) Pemakaian energi sedikit
karena membutuhkan suhu dan tekanan lebih rendah dibandingkan dengan asam
lemak; 2) Peralatan yang digunakan murah. Metil ester bersifat non korosif dan
metil ester dihasilkan pada suhu dan tekanan lebih rendah, oleh karena itu proses
pembuatan metil ester menggunakan peralatan yang terbuat dari karbon steel,
sedangkan asam lemak bersifat korosif sehingga membutuhkan peralatan stainless
steel yang kuat; 3) lebih banyak menghasilkan hasil samping gliserin yaitu
konsentrat gliserin melalui reaksi transesterifikasi kering sehingga
menghasilkan konsentrat gliserin, sedangkan asam lemak, proses pemecahan lemak
menghasilkan gliserin yang masih mengandung air lebih dari 80%, sehingga
membutuhkan energi yang lebih banyak; 4) metil ester lebih mudah didistilasi
karena titik didihnya lebih rendah dan lebih stabil terhadap panas; 5) dalam
memproduksi alkanolamida, ester dapat menghasilkan superamida dengan kemurnian
lebih dari 90% dibandingkan dengan asam lemak yang menghasilkan amida dengan kemurnian
hanya 65-70%; 6) metil ester mudah dipindahkan dibandingkan asam lemak karena
sifat kimianya lebih stabil dan non korosif. Metil ester dihasilkan melalui
reaksi kimia esterifikasi dan transesterifikasi.
Kapasitas Produksi
oleokimia
Perkembangan industri oleokimia di Indonesia masih
belum semaju dibandingkan dengan negara Malaysia yang juga memiliki industri
kelapa sawit. Kondisi ini tidak terlepas dari strategi pengembangan industri
sawit Indonesia yang pada awalnya lebih ditekankan sebagai industri primer
yakni CPO terutama untuk diekspor sebagai sumber devisa non migas. Berbeda
dengan Malaysia yang PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS
MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR, mengembangkan industri sawitnya secara
bersama dengan pengembangan industri hilir oleokimia. Industri oleokimia dasar
Indonesia sendiri masih mengalami kendala dalam hal pemenuhan kebutuhan bahan
baku. Industri oleokimia dasar Indonesia memiliki pangsa produksi sebesar 9 %
produksi oleokimia dasar dunia dan 31,6 % produksi oleokimia dasar Asia
Tenggara. Hal ini disebabkan karena kecenderungan untuk mengekspor CPO dalam
bentuk primernya. Di wilayah ASEAN Indonesia di wilayah ASEAN merupakan
produsen ketiga setelah Malaysia dan Filipina. Malaysia tercatat memilki pangsa
produksi sebesar 18,6 % produksi oleokimia dasar dunia dan 65 % produksi
oleokimia dasar Asia Tenggara.
Jenis oleokimia yang diproduksi oleh industri
oleokimia di wilayah Jawa sudah sampai turunan tingkat II yaitu fatty acids dan
fatty alcohol, dilain pihak di wilayah Jawa dan Batam telah memproduksi
surfaktan. Untuk produksi Fatty Alcohol, industri oleokimia di wilayah Sumatera
telah memproduksi produk turunan alcohol sulfat, etoksilat dan beberapa
beberapa surfaktan primer lain ang berbasis alcohol yaitu alcohol etersulfat,
sodium alkyl, eterosulfat, fatty alcohol sulfat dan metilester (Hadi Soebroto,
dalam bisnis Indonesia, 2006).
3 komentar:
Posting yang sangat bagus. Saya baru saja menemukan weblog Anda dan ingin mengatakan bahwa
saya benar-benar suka berselancar di posting blog Anda.
Bagaimanapun saya akan berlangganan feed rss Anda dan
saya harap Anda menulis sekali lagi segera!
Jual Hot Thermal Oil - HTO
Jual Mesin Pemanas Asphalt
Fabrikasi Thermal oil
Jual Thermal Oil Heater
Jual Hot Thermal Oil
Jual Tangki Mixing Asphalt
Jual Thermal Oil untuk CPO
Keren. Informasinya sangat lengkap.Ikut belajar dari tulisan ini. Terimakasih
Tentang proses atau pun cara sudah dijelaskan cukup detail. apakah bisa dijelaskan kembali komposisi bahanbaku dan bahanbaku penolong yang dibutuhkan dalam produksi? termasuk bahan-bahan kimia serta penjelasan kegunaan masing-masing bahan kimia tersebut.
Posting Komentar