Google ads

Sabtu, 16 Mei 2015

PENYESUAIAN DOSIS PADA PASIEN GAGAL GINJAL.



       IA.  PENGUKURAN FUNGSI GINJAL
Bersihan kreatinin telah dijadikan tetapan dalam menentukan fungsi eksresi ginjal serta dapat digunakan untuk menentukan kecepatan aliran darah ke ginjal sebagai fungsi dasar ginjal: filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubular dan sekresi tubular (Guyton & Hall, 2006).
Tujuan utama penentuan indeks fungsi ginjal adalah mengukur GFR (Glomerulus Filtration Rate) atau laju filtrasi glomerulus. Bermacam–macam metode yang digunakan untuk mengukur dan memperkirakan fungsi ginjal pada perawatan akut dan rawat jalan. Memperkirakan GFR sangat penting sebagai awal diagnosis dan monitoring pasien dengan gagal ginjal kronik. Perkiraan nilai bersihan kreatinin sangat penting sebagai petunjuk penyesuaian dosis pada penurunan fungsi ginjal (Dowling, 2008).
Cara yang paling umum digunakan dalam mengukur laju filtrasi glomerulus adalah dengan mengukur bersihan kreatinin (Bauer, 2006). Kreatinin merupakan hasil metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan dieksresikan dalam urin dengan kecepatan yang sama. Oleh karena itu, kadarnya dalam serum hampir konstan dan berkisar 0,7 sampai 1,5 mg per 100 mL (nilai ini pada laki–laki lebih tinggi dari pada perempuan karena massa otot laki–laki lebih besar).
Laju bersihan kreatinin dapat diukur dengan mengumpulkan urin spesimen dalam suatu periode waktu dan mengumpulkan sampel darah untuk menentukan kreatinin serum pada waktu pertengahan waktu pengumpulan urin.
Laju bersihan kreatinin dapat dihitung dengan persamaan :
            
CrCl(in mL/min) =


dimana UCr adalah konsentrasi kreatinin urin dalam mg/dL, Vurin adalah volume urin yang dikumpulkan dalam mL, SCr adalah kreatinin serum yang dikumpulkan pada pertengahan waktu pengumpulan urin dalam mg/dL dan T adalah waktu dalam menit pengumpulan urin.
Karena kebiasaan urinasi yang sangat bervariasi, sebagian nefrolog menggunakan 24 jam sebagai waktu pengumpulan urin. Pengukuran dengan cara ini mengalami cukup banyak kesulitan, antara lain :
·         Pengumpulan urin yang sulit dan tidak lengkap
·         Pengukuran kreatinin serum yang waktunya tidak tepat
·         Waktu pengumpulan urin yang salah
Sehingga dihasilkan nilai bersihan kreatinin yang tidak sebenarnya. Pengukuran yang cepat dapat dilakukan dengan menggunakan kreatinin serum. Sebagian besar penghitungan pada pasien dengan usia lebih dari 18 tahun menggunakan rumus Cockcroft & Gault :


 
     CrClest =                                      untuk laki-laki



  0.85 (140-umur) BW
           72 x SCr
 
 
                 CrClest =                                                 untuk perempuan

dimana CrClest adalah penafsiran bersihan kreatinin dalam mL/min, umur dalam tahun, BW adalah berat badan dalam kg, SCr adalah kreatinin serum. Nilai 0,85 adalah faktor koreksi untuk perempuan karena perempuan memiliki massa otot yang lebih kecil dari pada laki-laki.
Metode dengan menggunakan rumus Cockcroft & Gault ini hanya dapat digunakan pada pasien dengan umur lebih dari 18 tahun, pada pasien yang tidak memiliki kelebihan berat badan dari 30 % berat badan idealnya dan pasien yang memiliki konsentrasi kreatinin  serum yang stabil.
Pada pasien dengan nilai kreatinin serum yang tidak stabil, persamaan Cockcroft & Gault tidak dapat digunakan. Pada situasi ini, digunakan metode alternatif yaitu rumus Jellife & Jellife. Rumus ini dapat digunakan untuk pasien yang memiliki konsentrasi kreatinin serum yang tidak stabil. Langkah pertama dilakukan dengan menghitung penafsiran produksi kreatinin. Rumus ini di tuliskan dalam persamaan sebagai berikut :
Essmale = IBW[29,3-(0,203 x umur)]    atau
Essfemale = IBW[25,1-(0,175 x umur]
dimana Ess adalah nilai eksresi kreatinin, IBW adalah berat badan ideal dalam kg dan umur dalam tahun.
Setelah didapatkan nilai penafsiran eksresi kreatinin, maka tahap selanjutnya dilakukan perhitungan terhadap nilai koreksi produksi kreatinin  dengan rumus :
Esscorrected = Ess[1,035 – (0,0337 x Scrave)]
E = Esscorrected


CrCl (in mL/min/1.73m2) = E/(14,4 x Scrave)
dimana Scrave nilai rata-rata dua kreatinin serum yang ditentukan dalam mg/dL, Scr1 adalah kreatinin serum pertama dan Scr2 adalah kreatinin  serum kedua, keduanya dalam mg/dL, dan ∆t selisih waktu antara pengukuran Scr1 dan Scr2 dalam menit.
Pasien yang memiliki kelebihan berat badan lebih dari 30% dari berat badan idealnya, menggunakan pengukuran bersihan kreatinin dengan metode yang lain yaitu dapat diukur dengan menggunakan persamaan Salazar & Corcoran sebagai berikut :
CrClest(males) =



 
CrClest(females) = 


dengan umur dalam tahun, wt adalah berat badan dalam kg, Ht tinggi dalam meter, dan SCr adalah kreatinin  serum dalam mg/dL.
Metode yang dapat digunakan untuk pasien anak–anak dan remaja dapat dihitung dengan persamaan berikut (Bauer, 2006):
CrClest = (ml/min/1,73 m2) = (0,45 x Ht)/ SCr              umur 0-1 tahun
CrClest = (ml/min/1,73 m2) = (0,55 x Ht)/ SCr                   umur 1-20 tahun.

A.    PENYESUAIAN DOSIS PADA PASIEN GAGAL GINJAL.
Pasien dengan fungsi ginjal yang telah menurun  dan penderita gagal ginjal stadium akhir memiliki peningkatan risiko terhadap efek obat yang tidak diinginkan karena obat yang diterima pasien akan memiliki masalah dalam  proses eksresis obat.
Pendekatan pada literatur menyatakan konsep perubahan disposisi obat pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Hal ini dideskripsikan dalam pendekatan butuhnya penyesuaian dosis individual untuk mengoptimalkan terapi dengan efek toksisitas yang sangat minimal yang diberikan sesuai dengan tingkat kerusakan ginjal (Matzke, 2002).
Regimen dosis pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dirancang berdasarkan perubahan farmakokinetik yang terjadi pada pasien dengan fungsi ginjal yang menurun. Secara umum, obat pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal memiliki perpanjangan waktu paruh eliminasi obat dan perubahan pada volume distribusi obat. Beberapa pendekatan klinik melakukan penghitungan bersihan obat berdasarkan monitoring fungsi ginjal. Dua pendekatan umum farmakokinetik untuk penyesuaian dosis didasarkan pada bersihan obat dan waktu paruh eliminasi obat.
Penyesuaian dosis pada pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal harus dibuat berdasarkan perubahan farmakodinamik dan farmakokinetik dari obat pada tiap individu pasien. Metabolit aktif obat mungkin terbentuk dan harus memperhatikan efek farmakologi yang muncul ketika dilakukan penyesuaian dosis. Metode berikut digunakan untuk menafsirkan regimen dosis pertama dan dosis pemeliharaan (Shargel, et al, 2005).

1. Metode Nomogram
Nomogram ini dibuat berdasarkan konsentrasi kreatinin serum, data pasien (tinggi, berat, umur dan jenis kelamin), dan farmakokinetik obat. Setiap nomogram memiliki kelemahan asumsi dan database obat.
Kebanyakan metode untuk penyesuaian dosis pada penyakit ginjal diasumsikan bahwa pada eliminasi nonrenal obat tidak berpengaruh terhadap penurunan fungsi ginjal dan jumlah konstanta kecepatan eksresi ginjal pada pasien uremia adalah sebanding dengan konstanta produk dan bersihan kreatinin.
Dimana  adalah konstanta kecepatan eliminasi obat nonrenal dan  adalah suatu konstanta. Gambar 4 menunjukkan nomogram yang memprentasikan persamaan diatas, dengan empat jenis obat, setiap obat memiliki konstanta kecepatan eksresi ginjal yang berbeda – beda.
Nomogram hubungan antara bersihan kreatinin dengan konstanta laju eliminasi obat (Shargel et al, 2005).

Metode nomogram menetapkan dan memperkirakan rasio konstanta laju eliminasi pada pasien uremia (k u)  terhadap konstanta laju eliminasi normal (k N) berdasarkan bersihan kreatinin. Pada metode ini, ditetapkan sederetan obat yang dikelompokkan berdasarkan jumlah obat yang dieksresikan dalam bentuk utuh melalui urin (fe). Berdasarkan Berdasarkan rasio k u/k N, dosis uremia dapat dihitung dengan persamaan.
Konstanta laju eliminasi beberapa jenis obat (Shargel, et al , 2005)

Nomogram ini mendeskripsikan persentase perubahan konstanta laju eliminasi normal (ordinat kiri) dan sebagai akibatnya terjadi peningkatan waktu paruh eliminasi (ordinat kanan) sebagai fungsi dari bersihan kreatinin. Obat – obat dengan kemiringan individual, diberikan disini.

Konstanta Laju Eliminasi Berbagai Jenis Obat (Shargel, et al , 2005).



Group
Drug
k N (hr 1)
k nr (hr 1)
k nr/k N%
A
Minocycline
0.04
0.04
100.0

Rifampicin
0.25
0.25
100.0

Lidocaine
0.39
0.36
92.3

Digitoxin
0.114
0.10
87.7
B
Doxycycline
0.037
0.031
83.8

Chlortetracycline
0.12
0.095
79.2
C
Clindamycin
0.16
0.12
75.0

Chloramphenicol
0.26
0.19
73.1

Propranolol
0.22
0.16
72.8

Erythromycin
0.39
0.28
71.8
D
Trimethoprim
0.054
0.031
57.4

Isoniazid (fast)
0.53
0.30
56.6

Isoniazid (slow)
0.23
0.13
56.5
E
Dicloxacillin
1.20
0.60
50.0

Sulfadiazine
0.069
0.032
46.4

Sulfamethoxazole
0.084
0.037
44.0
F
Nafcillin
1.26
0.54
42.8

Chlorpropamide
0.020
0.008
40.0

Lincomycin
0.15
0.06
40.0
G
Colistimethate
0.154
0.054
35.1

Oxacillin
1.73
0.58
33.6

Digoxin
0.021
0.007
33.3
H
Tetracycline
0.120
0.033
27.5

Cloxacillin
1.21
0.31
25.6

Oxytetracycline
0.075
0.014
18.7
I
Amoxicillin
0.70
0.10
14.3

Methicillin
1.40
0.19
13.6
J
Ticarcillin
0.58
0.066
11.4

Penicillin G
1.24
0.13
10.5

Ampicillin
0.53
0.05
9.4

Carbenicillin
0.55
0.05
9.1
K
Cefazolin
0.32
0.02
6.2

Cephaloridine
0.51
0.03
5.9

Cephalothin
1.20
0.06
5.0

Gentamicin
0.30
0.015
5.0
L
Flucytosine
0.18
0.007
3.9

Kanamycin
0.28
0.01
3.6

Vancomycin
0.12
0.004
3.3

Tobramycin
0.32
0.010
3.1

Cephalexin
1.54
0.032
2.1
k N untuk pasien dengan fungsi ginjal normal, k nr untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal  k nr/k N% = persen eliminasi romal pada gangguan fungsi ginjal.
Penghitungan penyesuaian dosis menggunakan nomogram ini dilakukan dengan membaca nilai persentase  dari nomogram sesuai dengan grafik kelompok obat yang digunakan. Selanjutnya, setelah nilai diketahui nilai  dapat diketahui dengan mengalikan nilai  dengan nilai  yang didapat dari tabel berdasarkan nama obat. Selanjutnya penyesuaian dosis dapat dihitung dengan persamaan;
Apabila interval dosis (τ) tetap konstan, dosis pada pasien uremia selalu lebih kecil dibandingkan dosis normal. Sebagai pengganti pengurangan dosis pada pasien uremia, biasanya dosis tetap konstan dan interval dosis (τ) diperpanjang berdasarkan persamaan
Dimana τ adalah interval dosis pada dosis pasien uremia dan τN adalah interval dosis untuk dosisi pada pasien dengan fungsi ginjal normal (Shargel, et al , 2005).

2. Metode fraksi eksresi obat dalam bentuk tidak berubah.
Pada kebanyakan obat, fraksi obat yang dieksresikan dalam bentuk tidak berubah ()telah ada dalam literatur. Tabel IV menunjukkan daftar obat dengan nilai  dan waktu paruh eliminasi. Metode  dalam menghitung penyesuaian regimen dosis pada pasien uremia secara umum telah digunakan pada banyak obat yang telah diketahui nilai  nya.

Fraksi Eksresi Obat Dalam Bentuk Tidak Berubah (Shargel, et al , 2005).

Obat
fe
t 1/2 normal (hr)a
Acebutolol
0.44 ± 0.11
2.7 ± 0.4
Asetaminofen
0.03 ± 0.01
2.0 ± 0.4
Acetohexamide
0.4
1.3
Allopurinol
0.1
2–8
Alprenolol
0.005
3.1 ± 1.2
Amantadine
0.85
10
Amikacin
0.98
2.3 ± 0.4
Amiloride
0.5
8 ± 2
Amoxicillin
0.52 ± 0.15
1.0 ± 0.1
Amphetamine
0.4–0.45
12
Amphotericin B
0.03
360
Ampicillin
0.90 ± 0.08
1.3 ± 0.2
Atenolol
0.85
6.3 ± 1.8
Azlocillin
0.6
1.0
Bacampicillin
0.88
0.9
Baclofen
0.75
3–4
Bleomycin
0.55
1.5–8.9
Bretylium
0.8 ± 0.1
4–17
Bumetanide
0.33
3.5
Carbenicillin
0.82 ± 0.09
1.1 ± 0.2
Cefalothin
0.52
0.6 ± 0.3
Cefamandole
0.96 ± 0.03
0.77
Cefazolin
0.80 ± 0.13
1.8 ± 0.4
Cefoperazone
0.2–0.3
2.0
Cefotaxime
0.5–0.6
1–1.5
Cefoxitin
0.88 ± 0.08
0.7 ± 0.13
Cefuroxime
0.92
1.1
Ceftriaxone
0.65
0.9 ± 0.18
Chloramphenicol
0.05
2.7 ± 0.8
Chlorphentermine
0.2
120
Chlorpropamide
0.2
36
Chlorthalidone
0.65 ± 0.09
44 ± 10
Cimetidine
0.77 ± 0.06
2.1 ± 1.1
Clindamycin
0.09–-0.14
2.7 ± 0.4
Clofibrate
0.11–0.32
13 ± 3
Clonidine
0.62 ± 0.11
8.5 ± 2.0
Colistin
0.9
3
Cytarabine
0.1
2
Cyclophosphamide
0.3
5
Dapsone
0.1
20
Dicloxacillin
0.60 ± 0.07
0.7 ± 0.07
Digitoxin
0.33 ± 0.15
166 ± 65
Digoxin
0.72 ± 0.09
42 ± 19
Disopyramide
0.55 ± 0.06
7.8 ± 1.6
Doxycycline
0.40 ± 0.04
20 ± 4
Erythromycin
0.15
1.1–3.5
Ethambutol
0.79 ± 0.03
3.1 ± 0.4
Ethosuximide
0.19
33 ± 6
Flucytosine
0.63–0.84
5.3 ± 0.7
Flunitrazepam
0.01
15 ± 5
Furosemide
0.74 ± 0.07
0.85 ± 0.17
Gentamicin
0.98
2–3
Griseofulvin
0
15
Hydralazine
0.12–0.14
2.2–2.6
Hydrochlorothiazide
0.95
2.5 ± 0.2
Indomethacin
0.15 ± 0.08
2.6–11.2
Isoniazid


  Rapid acetylators
0.07 ± 0.02
1.1 ± 0.2
  Slow acetylators
0.29 ± 0.05
3.0 ± 0.8
Isosorbide dinitrate
0.05
0.5
Kanamycin
0.9
2.1 ± 0.2
Lidocaine
0.02 ± 0.01
1.8 ± 0.4
Lincomycin
0.6
5
Lithium
0.95 ± 0.15
22 ± 8
Lorazepam
0.01
14 ± 5
Meperidine
0.04–0.22
3.2 ± 0.8
Methadone
0.2
22
Methicillin
0.88 ± 0.17
0.85 ± 0.23
Methotrexate
0.94
8.4
Methyldopa
0.63 ± 0.10
1.8 ± 0.2
Metronidazole
0.25
8.2
Mexiletine
0.1
12
Mezlocillin
0.75
0.8
Minocycline
0.1 ± 0.02
18 ± 4
Minoxidil
0.1
4
Moxalactam
0.82–0.96
2.5–3.0
Nadolol
0.73 ± 0.04
16 ± 2
Nafcillin
0.27 ± 0.05
0.9–1.0
Nalidixic acid
0.2
1.0
Netilmicin
0.98
2.2
Neostigmine
0.67
1.3 ± 0.8
Nitrazepam
0.01
29 ± 7
Nitrofuraniton
0.5
0.3
Nomifensine
0.15–0.22
3.0 ± 1.0
Oxacillin
0.75
0.5
Oxprenolol
0.05
1.5
Pancuronium
0.5
3.0
Pentazocine
0.2
2.5
Phenobarbital
0.2 ± 0.05
86 ± 7
Pindolol
0.41
3.4 ± 0.2
Pivampicillin
0.9
0.9
Polymyxin B
0.88
4.5
Prazosin
0.01
2.9 ± 0.8
Primidone
0.42 ± 0.15
8.0 ± 4.8
Procainamide
0.67 ± 0.08
2.9 ± 0.6
Propranolol
0.005
3.9 ± 0.4
Quinidine
0.18 ± 0.05
6.2 ± 1.8
Rifampin
0.16 ± 0.04
2.1 ± 0.3
Salicylic acid
0.2
3
Sisomicin
0.98
2.8
Sotalol
0.6
6.5–13
Streptomycin
0.96
2.8
Sulfisoxazole
0.53 ± 0.09
5.9 ± 0.9
Sulfinpyrazone
0.45
2.3
Tetracycline
0.48
9.9 ± 1.5
Thiamphenicol
0.9
3
Thiazinamium
0.41

Theophylline
0.08
9 ± 2.1
Ticarcillin
0.86
1.2
Timolol
0.2
3–5
Tobramycin
0.98
2.2 ± 0.1
Tocainide
0.20-0.70 (0.40 mean)
1.6–3
Tolbutamide
0
5.9 ± 1.4
Triamterene
0.04 ± 0.01
2.8 ± 0.9
Trimethoprim
0.53 ± 0.02
11 ± 1.4
Tubocurarine
0.43 ± 0.08
2 ± 1.1
Valproic acid
0.02 ± 0.02
16 ± 3
Vancomycin
0.97
5–6
                         

Metode Giusti-Hayton (1973) mengasumsikan bahwa efek dari penurunan fungsi ginjal pada porsi konstanta laju eliminasi ginjal dapat diperkirakan dari perbandingan bersihan kreatinin pasien uremia,  terhadap bersihan kreatinin normal,  :
Dimana  adalah konstanta laju eksresi obat pada pasien uremia dan  adalah laju eksresi ginjal normal.
Karena keseluruhan konstanta eliminasi pasien uremia,  adalah jumlah eliminasi melalui ginjal dan bukan ginjal,
Bila fe = k N r/k N = fraksi obat yang dieksresika dalam bentuk bebas melalui urin dan 1 – fe = k u nr/k N = fraksi obat yang dieksresikan bukan melalui ginjal. Disubtitusikan kedalam persamaan diatas sehingga diperoleh persamaan Giusti – Hayton. Dimana G adalah faktor Giusti – Hayton yang dapat dihitung dari  fe dan rasio pada pasien uremia terhadap bersihan normal.

atau
sehingga penyesuaian dosis dapat dihitung dengan persamaan
dimana, Du adalah dosis pada pasien uremia dan DN adalah dosis untuk fungsi ginjal normal. Peneyesuaian dosis juga dapat dilakukan dengan mengubah interval pemberian obat dengan persamaan :
dengan τu adalah interval untuk psien uremia dan τN adalah interval pada fungsi ginjal normal (Shargel, et al , 2005)

1 komentar:

Fitry blessing mengatakan...

Alhamdulillah suami saya sudan sembuh semenjak 6 bulan rutin br ikhtiar dengan pengobatan ikhwan 9779. Ini sudah 4 bulan tidak cuci darah semenjak di katakan dokter hermawan kalau ginjal suami saya sudah baikan dan tak perlu cuci darah lagi.
Ini saya bicara apa ada nya sesuai pengalaman pribadi dengan tujuan memberi semangat buat yang lain kalau gagal ginjal akut itu bisa di sembuhkan bukti nya suami saya sekarang sembuh.
Jadi saran saya yang sakit gagal ginjal akut dan ingin sembuh sebelum tr jadi keparahan bahkan bisa menjadi gagal ginjal kronis segeralah brobat rutin dan jaga makanan nya semoga bisa sembuh juga seperti suami saya yang secara rutin selama 6 bulan brobat dengan pengobatam ikhwan 9779 yang ada di aceh. Kalau bisa datang langsung kalau tidak bisa datang karna jauh bisa pesan obat saja dan rajin konsultasi dengan beliau, dan ini nomor beliau semoga beliau bisa membantu dan saudara bisa sembuh amin...
( PENGOBATAN IKHWAN 9779 NOMOR WA 0822-9423-8289)

Google Ads