Saat ini, penelitian mengenai teknologi pengobatan
sudah mengalami kemajuan yang sangat bagus dan memungkinkan untuk menghitung
konsentrasi didalam plasma dari obat yang digunakan secara klinis. Tetapi,
memonitor secara rutin konsentrasi obat dalam plasma hanya bisa dilakukan pada
sejumlah obat. Pada bab ini akan ditunjukkan kapan monitor efek terapi obat
dapat dilakukan dan untuk menunjukkan batasan dari keterangan obat yang
didapat.
Pada umumnya, nilai kadar obat dalam plasma dapat
dimonitor bila ada hubungan korelasi dengan efek farmakologinya atau efek
toksik. Tetapi, walaupun hubungan itu terlihat bisa jadi tidak perlu dilakukan
monitoring obat karena efek farmakologinya banyak, jelas, dan efek yang
dihasilkan langsung seperti diuretik, antikoagulan, dan hipnotik.
Monitor penggunaan obat dilakukan pada:
1. Obat-obat yang memiliki indek terapi sempit
2. Obat-obat dengan farmakokinetik linear
3. Variabel farmakokinetik yang luas
4. Hubungan efek samping dengan kadar obat didalam
plasma
5. Hubungan dosis tertentu dengan respon yang
dihasilkan
Penggunaan
penghitungan konsentrasi obat dalam plasma:
1. Untuk mengetahui dosis yang sesuai
2. Untuk menunjukkan ketidaksesuaian dalam pengobatan
3. Jika pasien menunjukkan gejala toksik dari obat
yang digunakan
4. Respon yang ditunjukkan sangat lemah
5. Jika pasien mengalami gangguan karena disposisi
obat
6. Adanya kemungkinan terjadinya interaksi
Pengumpulan
Sampel
Dalam pengumpulan sampel pada monitoring efek
terapi obat, harus dilakukan secara hati-hati untuk mendapatkan data yang
benar. Pharmasis, bukan orang yang
berpotensi untuk mengumpulkan sampel darah, tetapi bisa meminta tolong pada
staff medis yang berkompeten.
Waktu pengambilan sampel darah ditentukan oleh
formulasi sediaan obat, rute pemberian obat, regimen dosis, dan pertanyaan
klinis yang dijawab. Disamping itu, keterangan data dan panduan terapi hanya
bisa diperoleh jika waktu pemberian obat dan hubungannya terhadap pengumpulan
sampel diketahui. Penentuan kadar obat dalam plasma akan sia-sia dan tidak
berguna bila waktu pengumpulan sampel dosis tidak diketahui secara pasti.
Jika obat hanya dikenalkan pada regimen pengobatan
pasien atau dosisnya telah berubah, konsentrasi steady-state rata-rata dalam
plasma tidak akan tercapai. Waktu untuk mendapatkan konsentrasi steady-state
plasma tergantung pada T1/2 eliminasi dari obat tersebut. Suatu terapi bisa
diberikan empat sampai lima kali T1/2 eliminasi dari konsentrasi steady-state
rata-rata plasma lebih dari 90%. Idealnya, pada waktu ini konsentrasi obat dalam
plasma bisa dihitung.
Jika obat tidak diberikan dalam infus intravena
secara terus menerus, konsentrasi steady-state single dalam plasma tidak akan
didapatkan. Pada prakteknya, konsentrasi dalam plasma akan meningkat atau turun
tergantung interval pemberian dosis. Terjadinya fluktuasi konsentrasi plasma
antara dosis obat dengan T1/2 yang singkat atau interval dosis yang terlalu
jauh. Pada umumnya konsentrasi plasma banyak digunakan ketika obat tersebut
berada difase eliminasi, dan akan diberikan dosis berikutnya. Jika sampel
diambil selama fase absorbsi atau sebelum distribusi akan didapat konsentrasi
plasma yang tinggi atau terlalu rendah. Perbedaan absorbsi dari setiap obat
bisa menghasilkan kesalahan penting pada puncak kosentrasi jika sampel diambil pada
waktu yang salah.
Jika obat secara cepat dieliminasi dari tubuh
seperti gentamisin, kadar puncaknya bisa relevan dengan rancangan regimen
dosis. Pada sampel ini, kadar plasma dapat ditentukan dengan segera sebelum
pemberian dosis berikutnya. Karena gentamisin memiliki laju distribusi yang
singkat yakni 30 menit setelah 30 menit pemberian infus i.v atau 15 menit
setelah 60 menit infus akan menunjukkan puncak konsentrasi plasma yang
ekuilibrat.
Puncak konsentrasi plasma dari kebanyakan obat
sering diperoleh antara 1-2 jam setelah obat diberikan yaitu setelah proses
absorbsi dan distribusi. Tetapi pada obat yang memiliki laju distribusi yang
lama sampel diambil sebelum ekuilibrat. Contohnya, pada digoxin tidak
memungkinkan untuk pengambilan sampel kurang dari 6 jam setelah pemberian oral
atau intravena atau sebelum distribusi obat selesai.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
pengambilan sampel darah yang baik pada saat steady-state. Pada prakteknya,
pengambilan sampel akan bermanfaat setelah dosis pertama diberikan sehingga
bisa diprediksi konsentrasi steady-state suatu obat. Jika konsentrasi
steady-state diprediksi tinggi, kaitan adanya efek samping dengan konsentrasi
obat dapat dicegah dengan mengurangi dosis yang diberikan sampai steady-state
dicapai. Perhitungan farmakokinetik diperlukan untuk memprediksi kadar
steady-state suatu obat dalam sampel darah setelah dosis awal diberikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar