Google ads

Minggu, 27 Desember 2015

MONITORING EFEK TERAPI OBAT



Saat ini, penelitian mengenai teknologi pengobatan sudah mengalami kemajuan yang sangat bagus dan memungkinkan untuk menghitung konsentrasi didalam plasma dari obat yang digunakan secara klinis. Tetapi, memonitor secara rutin konsentrasi obat dalam plasma hanya bisa dilakukan pada sejumlah obat. Pada bab ini akan ditunjukkan kapan monitor efek terapi obat dapat dilakukan dan untuk menunjukkan batasan dari keterangan obat yang didapat.
Pada umumnya, nilai kadar obat dalam plasma dapat dimonitor bila ada hubungan korelasi dengan efek farmakologinya atau efek toksik. Tetapi, walaupun hubungan itu terlihat bisa jadi tidak perlu dilakukan monitoring obat karena efek farmakologinya banyak, jelas, dan efek yang dihasilkan langsung seperti diuretik, antikoagulan, dan hipnotik.
Monitor penggunaan obat dilakukan pada:
1.      Obat-obat yang memiliki indek terapi sempit
2.      Obat-obat dengan farmakokinetik linear
3.      Variabel farmakokinetik yang luas
4.      Hubungan efek samping dengan kadar obat didalam plasma
5.      Hubungan dosis tertentu dengan respon yang dihasilkan
Penggunaan  penghitungan konsentrasi obat dalam plasma:
1.      Untuk mengetahui dosis yang sesuai
2.      Untuk menunjukkan ketidaksesuaian dalam pengobatan
3.      Jika pasien menunjukkan gejala toksik dari obat yang digunakan
4.      Respon yang ditunjukkan sangat lemah
5.      Jika pasien mengalami gangguan karena disposisi obat
6.      Adanya kemungkinan terjadinya interaksi





Pengumpulan Sampel
Dalam pengumpulan sampel pada monitoring efek terapi obat, harus dilakukan secara hati-hati untuk mendapatkan data yang benar. Pharmasis, bukan  orang yang berpotensi untuk mengumpulkan sampel darah, tetapi bisa meminta tolong pada staff medis yang berkompeten.
Waktu pengambilan sampel darah ditentukan oleh formulasi sediaan obat, rute pemberian obat, regimen dosis, dan pertanyaan klinis yang dijawab. Disamping itu, keterangan data dan panduan terapi hanya bisa diperoleh jika waktu pemberian obat dan hubungannya terhadap pengumpulan sampel diketahui. Penentuan kadar obat dalam plasma akan sia-sia dan tidak berguna bila waktu pengumpulan sampel dosis tidak diketahui secara pasti.
Jika obat hanya dikenalkan pada regimen pengobatan pasien atau dosisnya telah berubah, konsentrasi steady-state rata-rata dalam plasma tidak akan tercapai. Waktu untuk mendapatkan konsentrasi steady-state plasma tergantung pada T1/2 eliminasi dari obat tersebut. Suatu terapi bisa diberikan empat sampai lima kali T1/2 eliminasi dari konsentrasi steady-state rata-rata plasma lebih dari 90%. Idealnya, pada waktu ini konsentrasi obat dalam plasma bisa dihitung.
Jika obat tidak diberikan dalam infus intravena secara terus menerus, konsentrasi steady-state single dalam plasma tidak akan didapatkan. Pada prakteknya, konsentrasi dalam plasma akan meningkat atau turun tergantung interval pemberian dosis. Terjadinya fluktuasi konsentrasi plasma antara dosis obat dengan T1/2 yang singkat atau interval dosis yang terlalu jauh. Pada umumnya konsentrasi plasma banyak digunakan ketika obat tersebut berada difase eliminasi, dan akan diberikan dosis berikutnya. Jika sampel diambil selama fase absorbsi atau sebelum distribusi akan didapat konsentrasi plasma yang tinggi atau terlalu rendah. Perbedaan absorbsi dari setiap obat bisa menghasilkan kesalahan penting pada puncak kosentrasi jika sampel diambil pada waktu yang salah.
Jika obat secara cepat dieliminasi dari tubuh seperti gentamisin, kadar puncaknya bisa relevan dengan rancangan regimen dosis. Pada sampel ini, kadar plasma dapat ditentukan dengan segera sebelum pemberian dosis berikutnya. Karena gentamisin memiliki laju distribusi yang singkat yakni 30 menit setelah 30 menit pemberian infus i.v atau 15 menit setelah 60 menit infus akan menunjukkan puncak konsentrasi plasma yang ekuilibrat.
Puncak konsentrasi plasma dari kebanyakan obat sering diperoleh antara 1-2 jam setelah obat diberikan yaitu setelah proses absorbsi dan distribusi. Tetapi pada obat yang memiliki laju distribusi yang lama sampel diambil sebelum ekuilibrat. Contohnya, pada digoxin tidak memungkinkan untuk pengambilan sampel kurang dari 6 jam setelah pemberian oral atau intravena atau sebelum distribusi obat selesai.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pengambilan sampel darah yang baik pada saat steady-state. Pada prakteknya, pengambilan sampel akan bermanfaat setelah dosis pertama diberikan sehingga bisa diprediksi konsentrasi steady-state suatu obat. Jika konsentrasi steady-state diprediksi tinggi, kaitan adanya efek samping dengan konsentrasi obat dapat dicegah dengan mengurangi dosis yang diberikan sampai steady-state dicapai. Perhitungan farmakokinetik diperlukan untuk memprediksi kadar steady-state suatu obat dalam sampel darah setelah dosis awal diberikan.

Tidak ada komentar:

Google Ads