Google ads

Sabtu, 14 November 2015

Gagal ginjal



            Disfungsi ginjal (gagal ginjal) adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi urin.Terjadinya gagal ginjal disebabkan oleh beberapa penyakit serius yang diderita oleh tubuh yang mana secara perlahan-lahan berdampak pada kerusakan organ ginjal.

1.1.1        Klasifikasi Gagal Ginjal
1.2.1.1 Gagal ginjal akut:
      Fungsi ginjal menurun secara mendadak
      Ditandai dengan gejala yang timbul secara tiba-tiba dan penurunan secara cepat volume urin.
      Berkembang dalam beberapa hari atau beberapa minggu.
      Laju filtrasi glomerulus (LFG) dapat secara tiba-tiba menurun sampai di bawah 15ml/menit.
      GGA akan mengakibatkan peningkatan kadar serum urea, kreatinin dan bahan-bahan yang lain.
      Penatalaksanaan: Pencegahan, pembatasan asupan protein dan kalium dari makanan, mungkin diperlukan terapi antibiotik, dan dialisis.

1.2.1.2. Gagal ginjal kronik:
      Merupakan gagal ginjal yang progresif dan lambat, biasanya berlangsung beberapa tahun. Gagal Ginjal Kronik (CRF) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel.
      Terjadi setelah berbagai macam penyakit merusak nefron ginjal dan irreversible dari berbagai penyebab.
      kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).




1.2.2.      Etiologi
Umumnya dibagi dalam tiga kategori diagnostik utama, yaitu :
·         Prerenal
-          Hipovolemia (perdarahan, terutama postpartum, luka bakar, kehilangan melalui saluran cerna seperti pada pangkreatitis atau gastroenteritis, pemakaian diuretic berlebihan).
-          Terkumpulnya cairan intravascular (syok septic, anafilaksis, cidera remuk)
-          Penurunan curah jantung (gagal jantung, infark miokardium, tamponade jantung, emboli paru).
-          Peningkatan resistensi pembuluh darah ginjal (pembedahan, anastesia, sindrom hepatorenal)
-          Obstruksi pembuluh darah ginjal bilateral (emboli, trombosis).
·         Renal
-          Iskemia (semua keadaan prarenal, syok pasca bedah).
-          Nefrotoksin
      Pelarut organic (karbon tetraklorida, etilen glikol, methanol).
      Logam berat (merkuri biklorida, arsen, timbale, uranium).
      Antibiotic (metisilin, aminoglkosida, tetrasiklin, amfoterisin, sefalosforin), sulfonamide, fenitoin, fenilbutazon.
-          Penyakit ginjal glomerulo-vaskular
      Glomerulonefritis pasca-sterptokok akut
      Glomerulonefritis progresif cepat
      Hipertensi maligna
-          Nefritis interstisial akut (infeksi yang berat; induksi berat)
-          Keadaan akut pada GGK yang berkaitan dengan kekurangan garam atau air, muntah, diare, infeksi.
·         Postrenal
-          Obstruksi pada muara kandung kemih (hipertrofi prostat, karsinoma)
-          Obstruksi ureter bilateral (kalkuli, bekuan darah, tumor, fibrosis, retroperitoneal, trauma pembedahan, papilitis nekrotikans).
-          Obstruksi duktus pengumpul ginjal (asam urat, sulfa, protein Bence Jones).

1.2.3        Tanda dan Gejala Penyakit Gagal Ginjal
Adapun tanda dan gejala terjadinya gagal ginjal yang dialami penderita secara akut antara lain : Bengkak mata, kaki, nyeri pinggang hebat (kolik), kencing sakit, demam,kencing sedikit, kencing merah /darah, sering kencing. Kelainan Urin: Protein, Darah / Eritrosit, Sel Darah Putih / Lekosit, Bakteri. Sedangkan tanda dan gejala yang mungkin timbul oleh adanya gagal ginjal kronik antara lain : Lemas, tidak ada tenaga, nafsu makan, mual, muntah, bengkak, kencing berkurang, gatal, sesak napas, pucat/anemi. Kelainan urin: Protein, Eritrosit, Lekosit. Kelainan hasil pemeriksaan Lab. lain: Creatinine darah naik, Hb turun, Urin: protein selalu positif.

1.2.4        Pengobatan Gagal Ginjal
Penderita GGA secara umum menggunakan obat-obatan golongan antibiotika, elektrolit, diuretika,multivitamin, obat kardiovaskuler, antihipertensi, obat saluran pencernaan termasukpencahar dan berbagai obat tambahan lainnya tergantung gejala atau komplikasi yangdialami penderita.
Ada kecenderungan penggunaan antibiotikagenerasi ketiga dari turunan sefalosporin yang harganya relatif mahal.Penggunaan obatyang mahal dapat mengarah pada peresepan yang tidak rasional (extravagantprescribing).Penggunaan obat pada penderita gagal ginjal akut ini 38% menggunakan caraparenteral melalui injeksi. Cara pemberian melalui injeksi ini terutama untuk elektrolit,antibiotika, dan diuretika furosemid.Hal ini kemungkinan disebabkan kondisi penderitayang gawat dan tidak memungkinkan untuk diberikan pengobatan secara peroral.
Meskipun sebenarnya pengobatan secara injeksi relatif lebih mahal sehingga ada
kecenderungan penggunaan yang tidak rasional dan sebaiknya dihindari pada anak-anakkarena menyebabkan trauma.
Pola penggunaan obat pada gagal ginjal akut ini menunjukkan bahwa dosis antibiotikayang digunakan, sebagian besar masih menggunakan dosis lazim kondisi tubuh normaldengan beberapa kasus berada di atas dan dibawah dosis lazim.Belum digunakannya penyesuaian dosis pada sebagian besar penderita penyakit gagal ginjal akut ini, menuntutpenelitian dan perhatian lebih lanjut.
Pada penggunaan furosemid terlihat bahwa dosis yang digunakan beragam dari mulai40 mg sampai 160 mg sehari pada usia dewasa, dan sudah ada penyesuaian dosis untukanak dan geriatri. Penggunaan dosis tinggi furosemid ini dianjurkan, untuk mempercepatpengatasan oliguri, dengan syarat tidak melebihi dosis maksimal sebesar 500 mg/jam. Berikut ini penjelasan lebih rinci mengenai obat yang mempengaruhi fungsi ginjal :
1.      Ceftazidime yang termasuk golongan sefalosporin, diekskresikan melalui ginjal secara filtrasi glomeruler. Sehingga dosis pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal harus disesuaikan atau diturunkan.
Klirens kreatinin (ml/menit)
Dosis
Frekuensi pemberian
> 50
31-50
16-30
6-15
<5
haemodialis

dialisis peritoneal
Dosis lazim
1 gram
1 gram
500 mg
500 mg
1 gram

500 mg
8-12 jam
setiap 12 jam
setiap 24 jam
setiap 24 jam
setiap 48 jam
tiap kali setelah jangka waktu haemodialis
setiap 24 jam

Pada penderita infeksi berat terutama neutropenia yang biasanya mendapatkan dosis 6 g sehari, ini tidak bisa dilakukan pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal, maka unit dosis pada tabel di atas dapat dinaikkan 50% atau frekuensi pemberian disesuaikan. Pada penderita ini dianjurkan agar kadar Ceftazidime dalam serum dipantau dan kadar dalam serum tidak boleh lebih dari 40 mg/liter.
Peringatan:
Seperti antibiotika beta-laktam lainnya, sebelum pengobatan dengan Ceftazidime sebaiknya dilakukan pemeriksaan riwayat reaksi hipersensitifitas terhadap Ceftazidime, sefalosporin, penisilin dan obat lainnya.
Perhatian:
Pemberian sefalosporin dosis tinggi harus hati-hati bila diberikan bersama-sama dengan obat-obat nefrotoksik seperti aminoglikosida, furosemid, karena kombinasi ini diduga mempengaruhi fungsi ginjal.
Percobaan klinik menyebutkan bahwa hampir tidak ada masalah pada penggunaan dosis lazim. Tidak ada bukt bahwa Ceftazidime mempengaruhi fungsi ginjal pada dosis teurapetik, tetapi perlu dilakukan penurunan dosis untuk penderita gagal ginjal, karena Ceftazidime diekskresikan melalui ginjal, yaitu untuk mencegah konsekuensi klinik akibat peningkatan kadar antibiotik seperti konvulsi.
2.        Sefalosporin
Obat ini diekskresi terutama melalui ginjal , sehingga dosis harus diubah pada pasien yang mengalami infusiensi ginjal. Probenesid memperlambat sekresi sebagian besar sefalosporin ditubulus. Sefpiramid dan sefoperazon merupakan pengecualian,karena diekskresi secara dominan dalam empedu. Sefalotin, sefapirin, dan sefotaksim dideasetilasi secara in vivo,dan metabolit-metabolit ini memiliki aktivitas antimikroba yang lebih rendah dibandingkan senyawa induknya. Metabolit yang dideasetilasi juga diekskresikan melalui ginjal. Tidak ada sefalosporin lain yang mengalami metabolism yang cukup berarti.
3. Catopril
Obat-obat imunosupresan dapat menyebabkan diskrasia darah pada pengguna Captopril dengan gagal ginjal.Captopril merupakan obat antihipertensi dan efekif dalam penanganan gagal jantung dengan cara supresi sistem rennin-angiotensin-aldosteron. Renin adalah enzim yang dihasilkan ginjal dan bekerja pada globulin plasma untuk memproduksi angiotensin I yang besifat inaktif. "Angiotensin Converting Enzyme" (ACE), akan merubah angiotensin I menjadi angiotensin Il yang besifat aktif dan merupakan vasokonstriktor endogen serta dapat menstimulasi sintesa dan sekresi aldosteron dalam korteks adrenal.
Peningkatan sekresi aldosteron akan mengakibatkan ginjal meretensi natrium dan cairan, serta meretensi kalium. Dalam kerjanya, captopril akan menghambat kerja ACE, akibatnya pembentukan angiotensin ll terhambat, timbul vasodilatasi, penurunan sekresi aldosteron sehingga ginjal mensekresi natrium dan cairan serta mensekresi kalium. Keadaan ini akan menyebabkan penurunan tekanan darah dan mengurangi beban jantung, baik 'afterload' maupun 'pre-load', sehingga terjadi peningkatan kerja jantung. Vasodilatasi yang timbul tidak menimbulkan reflek takikardia
3.8 Penyakit yang sering berdampak kerusakan pada ginjal diantaranya :
         Penyakit tekanan darah tinggi (Hipertensi)
         Penyakit Diabetes Mellitus
         Adanya sumbatan pada saluran kemih (batu, tumor, penyempitan/striktur)
         Kelainan autoimun, misalnya lupus eritematosus sistemik
         Penyakit kanker
         Kelainan ginjal, dimana terjadi perkembangan banyak kista pada organ ginjal itu sendiri (polycystic kidney disease)
         Rusaknya sel penyaring pada ginjal baik akibat peradangan oleh infeksi atau dampak dari penyakit darah tinggi (glomerulonefritis).

1.2.5        Evaluasi Klinik Fungsi Ginjal
            Ginjal normal mempunyai 3 fungsi pokok yaitu:
1.             ultrafiltrasi oleh glomerulus,
2.              reabsorbsi air dan padatan yang difiltrasi dalam tubulus,
3.             sekresi ion-ion organik dan non-organik tubulus.
Dalam menangani penderita penyakit ginjal diperlukan bantuan pemeriksaan laboratorium.Disamping untuk menetapkan diagnosis penyakitnya, pemeriksaan laboratorium juga berperan untuk memantau fungsi ginjal.Pemeriksaan laboratorium fungsi ginjal mempunyai arti penting agar dokter tidak hanya mampu mengatasi penyakitnya, tetapi juga untuk mengevaluasi fungsi ginjal penderita tidak bertambah parah.
Fungsi ginjal dapat dievaluasi dengan berbagai uji laboratorium secara mudah.Langkah awal dimulai dengan pemeriksaan urinalisis lengkap, termasuk pemeriksaan sedimen urin.Berbagai informasi penting mengenai status fungsi ginjal dapat diperoleh dari urinalisis. Pengukuran kadar nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum berguna untuk evaluasi gambaran fungsi ginjal secara umum. Dalam keterbatasannya, kedua uji tersebut mampu membuat estimasi laju filtrasi glomerulus (LFG) yang akurat.Untuk menetapkan LFG yang lebih tepat dapat dilakukan pengukuran dengan klirens kreatinin atau klirens inulin atau penetapan LFG secara kedokteran nuklir.Evaluasi fungsi tubulus diukur melalui pengukuran metabolisme air dan mineral serta keseimbangan asam basa.

Orang yang mengidap penyakit ginjal kronis mungkin memiliki beberapa atau semua tes berikut.
1.        Kreatinin serum
Kreatinin adalah produk limbah dalam darah yang berasal dari aktivitas otot. Produk limbah ini biasanya dibuang dari darah melalui ginjal, tapi ketika fungsi ginjal melambat, tingkat kreatinin akan meningkat. Biasanya hasil pemeriksaan  serum kreatinin digunakan untuk menghitung GFR.
Jumlah kreatinin yang dikeluarkan seseorang setiap hari lebih bergantung pada massa otot total daripada aktivitas otot atau tingkat metabolisme protein, walaupun keduanya juga menimbulkan efek. Pembentukan kreatinin harian umumnya tetap, kecuali jika terjadi cedera fisik yang berat atau penyakit degeneratif yang menyebabkan kerusakan masif pada otot.
Prosedur, Jenis sampel untuk uji kreatinin darah adalah serum atau plasma heparin.Kumpulkan 3-5 ml sampel darah vena dalam tabung bertutup merah (plain tube) atau tabung bertutup hijau (heparin).Lakukan sentrifugasi dan pisahkan serum/plasma-nya. Catat jenis obat yang dikonsumsi oleh penderita yang dapat meningkatkan kadar kreatinin serum. Tidak ada pembatasan asupan makanan atau minuman, namun sebaiknya pada malam sebelum uji dilakukan, penderita dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi daging merah. Kadar kreatinin diukur dengan metode kolorimetri menggunakan spektrofotometer, fotometer atau analyzer kimiawi.
Nilai Rujukan
·           DEWASA : Laki-laki : 0,6-1,3 mg/dl. Perempuan : 0,5-1,0 mg/dl. (Wanita sedikit lebih rendah karena massa otot yang lebih rendah daripada pria).
·           ANAK : Bayi baru lahir : 0,8-1,4 mg/dl. Bayi : 0,7-1,4 mg/dl. Anak (2-6 tahun) : 0,3-0,6 mg/dl. Anak yang lebih tua : 0,4-1,2 mg/dl. Kadar agak meningkat seiring dengan bertambahnya usia, akibat pertambahan massa otot.
·           LANSIA : Kadarnya mungkin berkurang akibat penurunan massa otot dan penurunan produksi kreatinin.

Masalah Klinis
Kreatinin darah meningkat jika fungsi ginjal menurun. Oleh karena itu kreatinin dianggap lebih sensitif dan merupakan indikator khusus pada penyakit ginjal dibandingkan uji dengan kadar nitrogen urea darah (BUN). Sedikit peningkatan kadar BUN dapat menandakan terjadinya hipovolemia (kekurangan volume cairan), namun kadar kreatinin sebesar 2,5 mg/dl dapat menjadi indikasi kerusakan ginjal. Kreatinin serum sangat berguna untuk mengevaluasi fungsi glomerulus.
Keadaan yang berhubungan dengan peningkatan kadar kreatinin adalah : gagal ginjal akut dan kronis, nekrosis tubular akut, glomerulonefritis, nefropati diabetik, pielonefritis, eklampsia, pre-eklampsia, hipertensi esensial, dehidrasi, penurunan aliran darah ke ginjal (syok berkepanjangan, gagal jantung kongestif), rhabdomiolisis, lupus nefritis, kanker (usus, kandung kemih, testis, uterus, prostat), leukemia, penyakit Hodgkin, diet tinggi protein (mis. daging sapi [kadar tinggi], unggas, dan ikan [efek minimal]).
Obat-obatan yang dapat meningkatkan kadar kreatinin adalah : Amfoterisin B, sefalosporin (sefazolin, sefalotin), aminoglikosid (gentamisin), kanamisin, metisilin, simetidin, asam askorbat, obat kemoterapi sisplatin, trimetoprim, barbiturat, litium karbonat, mitramisin, metildopa, triamteren.
Penurunan kadar kreatinin dapat dijumpai pada : distrofi otot (tahap akhir), myasthenia gravis.
Untuk menilai fungsi ginjal, permintaan pemeriksaan kreatinin dan BUN hampir selalu disatukan (dengan darah yang sama). Kadar kreatinin dan BUN sering diperbandingkan.Rasio BUN/kreatinin biasanya berada pada kisaran 12-20. Jika kadar BUN meningkat dan kreatinin serum tetap normal, kemungkinan terjadi uremia non-renal (prarenal); dan jika keduanya meningkat, dicurigai terjadi kerusakan ginjal (peningkatan BUN lebih pesat daripada kreatinin). Pada dialisis atau transplantasi ginjal yang berhasil, urea turun lebih cepat daripada kreatinin. Pada gangguan ginjal jangka panjang yang parah, kadar urea terus meningkat, sedangkan kadar kreatinin cenderung mendatar, mungkin akibat akskresi melalui saluran cerna.
Rasio BUN/kreatinin rendah (<12)>20) dengan kreatinin normal dijumpai pada uremia prarenal, diet tinggi protein, perdarahan saluran cerna, keadaan katabolik.Rasio BUN/kreatinin tinggi (>20) dengan kreatinin tinggi dijumpai pada azotemia prarenal dengan penyakit ginjal, gagal ginjal, azotemia pascarenal.
Faktor yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium pemeriksaan kreatinin serum:
·         Obat tertentu (lihat pengaruh obat) yang dapat meningkatkan kadar kreatinin serum.
·         Kehamilan
·         Aktivitas fisik yang berlebihan
·         Konsumsi daging merah dalam jumlah besar dapat mempengaruhi temuan laboratorium.
ESTIMASI KLIRENS KREATININ BERDASARKAN SERUM KREATININ
     Dalam penentuan ini, rumus yang lazim dipakai adalah Rumus “Cockcroft and Gault”:
                                                                        atau
Keterangan:          Umur   = umur (tahun)
                                    BB       = Berat Badan (Kg)
                                    sCr       = Konsentrasi serum kreatinin (mg %)



Persamaan ini hanya dapat digunakan pada pasien dengan kriteria:
a.     Umur  ≥ 18 th
b.    Beratbadan 30 % IBW
-          IBW (male) (kg) = 50 + 2,3 (Ht – 60)
-          IBW (female) (kg) = 45 + 2,3 (Ht – 60)
-          Keterangan : Ht (tinggi) dalam inci
c.     Jika nilai sCr tidak stabil, makan persamaan ini tidak dapat digunakan

Tidak ada komentar:

Google Ads