Disfungsi
ginjal (gagal ginjal) adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal
mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam
hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan
zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi
urin.Terjadinya gagal ginjal disebabkan oleh beberapa penyakit serius yang
diderita oleh tubuh yang mana secara perlahan-lahan berdampak pada kerusakan
organ ginjal.
1.1.1
Klasifikasi
Gagal Ginjal
1.2.1.1
Gagal ginjal akut:
• Fungsi
ginjal menurun secara mendadak
• Ditandai
dengan gejala yang timbul secara tiba-tiba dan penurunan secara cepat volume
urin.
• Berkembang
dalam beberapa hari atau beberapa minggu.
• Laju
filtrasi glomerulus (LFG) dapat secara tiba-tiba menurun sampai di bawah
15ml/menit.
• GGA
akan mengakibatkan peningkatan kadar serum urea, kreatinin dan bahan-bahan yang
lain.
• Penatalaksanaan:
Pencegahan, pembatasan asupan protein dan kalium dari makanan, mungkin
diperlukan terapi antibiotik, dan dialisis.
1.2.1.2. Gagal ginjal kronik:
• Merupakan
gagal ginjal yang progresif dan lambat, biasanya berlangsung beberapa tahun.
Gagal Ginjal Kronik (CRF) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan
fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel.
• Terjadi
setelah berbagai macam penyakit merusak nefron ginjal dan irreversible dari
berbagai penyebab.
• kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah).
1.2.2.
Etiologi
Umumnya
dibagi dalam tiga kategori diagnostik utama, yaitu :
·
Prerenal
-
Hipovolemia
(perdarahan, terutama postpartum, luka bakar, kehilangan melalui saluran cerna
seperti pada pangkreatitis atau gastroenteritis, pemakaian diuretic
berlebihan).
-
Terkumpulnya cairan
intravascular (syok septic, anafilaksis, cidera remuk)
-
Penurunan curah jantung
(gagal jantung, infark miokardium, tamponade jantung, emboli paru).
-
Peningkatan resistensi
pembuluh darah ginjal (pembedahan, anastesia, sindrom hepatorenal)
-
Obstruksi pembuluh
darah ginjal bilateral (emboli, trombosis).
·
Renal
-
Iskemia (semua keadaan
prarenal, syok pasca bedah).
-
Nefrotoksin
• Pelarut
organic (karbon tetraklorida, etilen glikol, methanol).
• Logam
berat (merkuri biklorida, arsen, timbale, uranium).
• Antibiotic
(metisilin, aminoglkosida, tetrasiklin, amfoterisin, sefalosforin),
sulfonamide, fenitoin, fenilbutazon.
-
Penyakit ginjal
glomerulo-vaskular
• Glomerulonefritis
pasca-sterptokok akut
• Glomerulonefritis
progresif cepat
• Hipertensi
maligna
-
Nefritis interstisial
akut (infeksi yang berat; induksi berat)
-
Keadaan akut pada GGK
yang berkaitan dengan kekurangan garam atau air, muntah, diare, infeksi.
·
Postrenal
-
Obstruksi pada muara
kandung kemih (hipertrofi prostat, karsinoma)
-
Obstruksi ureter
bilateral (kalkuli, bekuan darah, tumor, fibrosis, retroperitoneal, trauma
pembedahan, papilitis nekrotikans).
-
Obstruksi duktus
pengumpul ginjal (asam urat, sulfa, protein Bence Jones).
1.2.3
Tanda
dan Gejala Penyakit Gagal Ginjal
Adapun tanda dan gejala terjadinya gagal ginjal yang dialami
penderita secara akut antara lain : Bengkak mata, kaki, nyeri pinggang hebat
(kolik), kencing sakit, demam,kencing sedikit, kencing merah /darah, sering
kencing. Kelainan Urin: Protein, Darah / Eritrosit, Sel Darah Putih / Lekosit,
Bakteri. Sedangkan tanda dan gejala yang mungkin timbul oleh adanya gagal
ginjal kronik antara lain : Lemas, tidak ada tenaga, nafsu makan, mual, muntah,
bengkak, kencing berkurang, gatal, sesak napas, pucat/anemi. Kelainan urin:
Protein, Eritrosit, Lekosit. Kelainan hasil pemeriksaan Lab. lain: Creatinine
darah naik, Hb turun, Urin: protein selalu positif.
1.2.4
Pengobatan
Gagal Ginjal
Penderita GGA secara umum menggunakan
obat-obatan golongan antibiotika, elektrolit, diuretika,multivitamin, obat
kardiovaskuler, antihipertensi, obat saluran pencernaan termasukpencahar dan
berbagai obat tambahan lainnya tergantung gejala atau komplikasi yangdialami
penderita.
Ada kecenderungan penggunaan
antibiotikagenerasi ketiga dari turunan sefalosporin yang harganya relatif
mahal.Penggunaan obatyang mahal dapat mengarah pada peresepan yang tidak
rasional (extravagantprescribing).Penggunaan obat pada penderita gagal
ginjal akut ini 38% menggunakan caraparenteral melalui injeksi. Cara pemberian
melalui injeksi ini terutama untuk elektrolit,antibiotika, dan diuretika
furosemid.Hal ini kemungkinan disebabkan kondisi penderitayang gawat dan tidak
memungkinkan untuk diberikan pengobatan secara peroral.
Meskipun
sebenarnya pengobatan secara injeksi relatif lebih mahal sehingga ada
kecenderungan
penggunaan yang tidak rasional dan sebaiknya dihindari pada anak-anakkarena
menyebabkan trauma.
Pola penggunaan obat pada gagal ginjal
akut ini menunjukkan bahwa dosis antibiotikayang digunakan, sebagian besar
masih menggunakan dosis lazim kondisi tubuh normaldengan beberapa kasus berada
di atas dan dibawah dosis lazim.Belum digunakannya penyesuaian dosis pada
sebagian besar penderita penyakit gagal ginjal akut ini, menuntutpenelitian dan
perhatian lebih lanjut.
Pada penggunaan furosemid terlihat bahwa dosis yang digunakan beragam dari mulai40
mg sampai 160 mg sehari pada usia dewasa, dan sudah ada penyesuaian dosis
untukanak dan geriatri. Penggunaan dosis tinggi furosemid ini dianjurkan, untuk
mempercepatpengatasan oliguri, dengan syarat tidak melebihi dosis maksimal
sebesar 500 mg/jam. Berikut ini penjelasan lebih rinci mengenai obat yang
mempengaruhi fungsi ginjal :
1.
Ceftazidime yang
termasuk golongan sefalosporin, diekskresikan melalui ginjal secara filtrasi
glomeruler. Sehingga dosis pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal harus
disesuaikan atau diturunkan.
Klirens kreatinin (ml/menit)
|
Dosis
|
Frekuensi pemberian
|
> 50
31-50
16-30
6-15
<5
haemodialis
dialisis peritoneal
|
Dosis lazim
1 gram
1 gram
500 mg
500 mg
1 gram
500 mg
|
8-12 jam
setiap 12 jam
setiap 24 jam
setiap 24 jam
setiap 48 jam
tiap kali setelah jangka waktu haemodialis
setiap 24 jam
|
Pada
penderita infeksi berat terutama neutropenia yang biasanya mendapatkan dosis 6
g sehari, ini tidak bisa dilakukan pada penderita dengan gangguan fungsi
ginjal, maka unit dosis pada tabel di atas dapat dinaikkan 50% atau frekuensi
pemberian disesuaikan. Pada penderita ini dianjurkan agar kadar Ceftazidime
dalam serum dipantau dan kadar dalam serum tidak boleh lebih dari 40 mg/liter.
Peringatan:
Seperti
antibiotika beta-laktam lainnya, sebelum pengobatan dengan Ceftazidime
sebaiknya dilakukan pemeriksaan riwayat reaksi hipersensitifitas terhadap
Ceftazidime, sefalosporin, penisilin dan obat lainnya.
Perhatian:
Pemberian
sefalosporin dosis tinggi harus hati-hati bila diberikan bersama-sama dengan
obat-obat nefrotoksik seperti aminoglikosida, furosemid, karena kombinasi ini
diduga mempengaruhi fungsi ginjal.
Percobaan klinik menyebutkan bahwa hampir tidak ada masalah pada
penggunaan dosis lazim. Tidak ada bukt bahwa Ceftazidime mempengaruhi fungsi
ginjal pada dosis teurapetik, tetapi perlu dilakukan penurunan dosis untuk
penderita gagal ginjal, karena Ceftazidime diekskresikan melalui ginjal, yaitu
untuk mencegah konsekuensi klinik akibat peningkatan kadar antibiotik seperti
konvulsi.
2.
Sefalosporin
Obat ini
diekskresi terutama melalui ginjal , sehingga dosis harus diubah pada pasien
yang mengalami infusiensi ginjal. Probenesid memperlambat sekresi sebagian
besar sefalosporin ditubulus. Sefpiramid dan sefoperazon merupakan
pengecualian,karena diekskresi secara dominan dalam empedu. Sefalotin,
sefapirin, dan sefotaksim dideasetilasi secara in vivo,dan metabolit-metabolit
ini memiliki aktivitas antimikroba yang lebih rendah dibandingkan senyawa
induknya. Metabolit yang dideasetilasi juga diekskresikan melalui ginjal. Tidak
ada sefalosporin lain yang mengalami metabolism yang cukup berarti.
3. Catopril
Obat-obat
imunosupresan dapat menyebabkan diskrasia darah pada pengguna Captopril dengan
gagal ginjal.Captopril merupakan obat antihipertensi dan efekif dalam
penanganan gagal jantung dengan cara supresi sistem
rennin-angiotensin-aldosteron. Renin adalah enzim yang dihasilkan ginjal dan
bekerja pada globulin plasma untuk memproduksi angiotensin I yang besifat
inaktif. "Angiotensin Converting Enzyme" (ACE), akan merubah
angiotensin I menjadi angiotensin Il yang besifat aktif dan merupakan
vasokonstriktor endogen serta dapat menstimulasi sintesa dan sekresi aldosteron
dalam korteks adrenal.
Peningkatan sekresi aldosteron akan mengakibatkan ginjal meretensi natrium dan cairan, serta meretensi kalium. Dalam kerjanya, captopril akan menghambat kerja ACE, akibatnya pembentukan angiotensin ll terhambat, timbul vasodilatasi, penurunan sekresi aldosteron sehingga ginjal mensekresi natrium dan cairan serta mensekresi kalium. Keadaan ini akan menyebabkan penurunan tekanan darah dan mengurangi beban jantung, baik 'afterload' maupun 'pre-load', sehingga terjadi peningkatan kerja jantung. Vasodilatasi yang timbul tidak menimbulkan reflek takikardia
Peningkatan sekresi aldosteron akan mengakibatkan ginjal meretensi natrium dan cairan, serta meretensi kalium. Dalam kerjanya, captopril akan menghambat kerja ACE, akibatnya pembentukan angiotensin ll terhambat, timbul vasodilatasi, penurunan sekresi aldosteron sehingga ginjal mensekresi natrium dan cairan serta mensekresi kalium. Keadaan ini akan menyebabkan penurunan tekanan darah dan mengurangi beban jantung, baik 'afterload' maupun 'pre-load', sehingga terjadi peningkatan kerja jantung. Vasodilatasi yang timbul tidak menimbulkan reflek takikardia
3.8 Penyakit yang
sering berdampak kerusakan pada ginjal diantaranya :
•
Penyakit tekanan darah
tinggi (Hipertensi)
•
Penyakit Diabetes
Mellitus
•
Adanya sumbatan pada
saluran kemih (batu, tumor, penyempitan/striktur)
•
Kelainan autoimun,
misalnya lupus eritematosus sistemik
•
Penyakit kanker
•
Kelainan ginjal, dimana
terjadi perkembangan banyak kista pada organ ginjal itu sendiri (polycystic
kidney disease)
•
Rusaknya sel penyaring
pada ginjal baik akibat peradangan oleh infeksi atau dampak dari penyakit darah
tinggi (glomerulonefritis).
1.2.5
Evaluasi
Klinik Fungsi Ginjal
Ginjal
normal mempunyai 3 fungsi pokok yaitu:
1.
ultrafiltrasi oleh
glomerulus,
2.
reabsorbsi air dan padatan yang difiltrasi
dalam tubulus,
3.
sekresi ion-ion organik
dan non-organik tubulus.
Dalam menangani
penderita penyakit ginjal diperlukan bantuan pemeriksaan laboratorium.Disamping
untuk menetapkan diagnosis penyakitnya, pemeriksaan laboratorium juga berperan
untuk memantau fungsi ginjal.Pemeriksaan laboratorium fungsi ginjal mempunyai
arti penting agar dokter tidak hanya mampu mengatasi penyakitnya, tetapi juga
untuk mengevaluasi fungsi ginjal penderita tidak bertambah parah.
Fungsi ginjal
dapat dievaluasi dengan berbagai uji laboratorium secara mudah.Langkah awal dimulai
dengan pemeriksaan urinalisis lengkap, termasuk pemeriksaan sedimen
urin.Berbagai informasi penting mengenai status fungsi ginjal dapat diperoleh
dari urinalisis. Pengukuran kadar nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum
berguna untuk evaluasi gambaran fungsi ginjal secara umum. Dalam
keterbatasannya, kedua uji tersebut mampu membuat estimasi laju filtrasi
glomerulus (LFG) yang akurat.Untuk menetapkan LFG yang lebih tepat dapat
dilakukan pengukuran dengan klirens kreatinin atau klirens inulin atau
penetapan LFG secara kedokteran nuklir.Evaluasi fungsi tubulus diukur melalui
pengukuran metabolisme air dan mineral serta keseimbangan asam basa.
Orang yang
mengidap penyakit ginjal kronis mungkin memiliki beberapa atau semua tes
berikut.
1.
Kreatinin
serum
Kreatinin adalah produk limbah dalam
darah yang berasal dari aktivitas otot. Produk limbah ini biasanya dibuang dari
darah melalui ginjal, tapi ketika fungsi ginjal melambat, tingkat kreatinin
akan meningkat. Biasanya hasil pemeriksaan
serum kreatinin digunakan untuk menghitung GFR.
Jumlah kreatinin yang dikeluarkan
seseorang setiap hari lebih bergantung pada massa otot total daripada aktivitas
otot atau tingkat metabolisme protein, walaupun keduanya juga menimbulkan efek.
Pembentukan kreatinin harian umumnya tetap, kecuali jika terjadi cedera fisik
yang berat atau penyakit degeneratif yang menyebabkan kerusakan masif pada
otot.
Prosedur,
Jenis sampel untuk uji kreatinin darah adalah serum atau plasma
heparin.Kumpulkan 3-5 ml sampel darah vena dalam tabung bertutup merah (plain
tube) atau tabung bertutup hijau (heparin).Lakukan sentrifugasi dan pisahkan
serum/plasma-nya. Catat jenis obat yang dikonsumsi oleh penderita yang dapat
meningkatkan kadar kreatinin serum. Tidak ada pembatasan asupan makanan atau
minuman, namun sebaiknya pada malam sebelum uji dilakukan, penderita dianjurkan
untuk tidak mengkonsumsi daging merah. Kadar kreatinin diukur dengan metode
kolorimetri menggunakan spektrofotometer, fotometer atau analyzer kimiawi.
Nilai Rujukan
·
DEWASA : Laki-laki :
0,6-1,3 mg/dl. Perempuan : 0,5-1,0 mg/dl. (Wanita sedikit lebih rendah karena
massa otot yang lebih rendah daripada pria).
·
ANAK : Bayi baru lahir
: 0,8-1,4 mg/dl. Bayi : 0,7-1,4 mg/dl. Anak (2-6 tahun) : 0,3-0,6 mg/dl. Anak
yang lebih tua : 0,4-1,2 mg/dl. Kadar agak meningkat seiring dengan
bertambahnya usia, akibat pertambahan massa otot.
·
LANSIA : Kadarnya
mungkin berkurang akibat penurunan massa otot dan penurunan produksi kreatinin.
Masalah
Klinis
Kreatinin darah meningkat jika fungsi
ginjal menurun. Oleh karena itu kreatinin dianggap lebih sensitif dan merupakan
indikator khusus pada penyakit ginjal dibandingkan uji dengan kadar nitrogen
urea darah (BUN). Sedikit peningkatan kadar BUN dapat menandakan terjadinya
hipovolemia (kekurangan volume cairan), namun kadar kreatinin sebesar 2,5 mg/dl
dapat menjadi indikasi kerusakan ginjal. Kreatinin serum sangat berguna untuk
mengevaluasi fungsi glomerulus.
Keadaan yang berhubungan dengan
peningkatan kadar kreatinin adalah : gagal ginjal akut dan kronis, nekrosis
tubular akut, glomerulonefritis, nefropati diabetik, pielonefritis, eklampsia,
pre-eklampsia, hipertensi esensial, dehidrasi, penurunan aliran darah ke ginjal
(syok berkepanjangan, gagal jantung kongestif), rhabdomiolisis, lupus nefritis,
kanker (usus, kandung kemih, testis, uterus, prostat), leukemia, penyakit
Hodgkin, diet tinggi protein (mis. daging sapi [kadar tinggi], unggas, dan ikan
[efek minimal]).
Obat-obatan yang dapat meningkatkan
kadar kreatinin adalah : Amfoterisin B, sefalosporin (sefazolin, sefalotin),
aminoglikosid (gentamisin), kanamisin, metisilin, simetidin, asam askorbat,
obat kemoterapi sisplatin, trimetoprim, barbiturat, litium karbonat,
mitramisin, metildopa, triamteren.
Penurunan kadar kreatinin dapat dijumpai
pada : distrofi otot (tahap akhir), myasthenia gravis.
Untuk menilai fungsi ginjal, permintaan
pemeriksaan kreatinin dan BUN hampir selalu disatukan (dengan darah yang sama).
Kadar kreatinin dan BUN sering diperbandingkan.Rasio BUN/kreatinin biasanya
berada pada kisaran 12-20. Jika kadar BUN meningkat dan kreatinin serum tetap
normal, kemungkinan terjadi uremia non-renal (prarenal); dan jika keduanya
meningkat, dicurigai terjadi kerusakan ginjal (peningkatan BUN lebih pesat
daripada kreatinin). Pada dialisis atau transplantasi ginjal yang berhasil,
urea turun lebih cepat daripada kreatinin. Pada gangguan ginjal jangka panjang
yang parah, kadar urea terus meningkat, sedangkan kadar kreatinin cenderung
mendatar, mungkin akibat akskresi melalui saluran cerna.
Rasio BUN/kreatinin rendah
(<12)>20) dengan kreatinin normal dijumpai pada uremia prarenal, diet
tinggi protein, perdarahan saluran cerna, keadaan katabolik.Rasio BUN/kreatinin
tinggi (>20) dengan kreatinin tinggi dijumpai pada azotemia prarenal dengan
penyakit ginjal, gagal ginjal, azotemia pascarenal.
Faktor yang dapat mempengaruhi hasil
laboratorium pemeriksaan kreatinin serum:
·
Obat tertentu (lihat
pengaruh obat) yang dapat meningkatkan kadar kreatinin serum.
·
Kehamilan
·
Aktivitas fisik yang
berlebihan
·
Konsumsi daging merah
dalam jumlah besar dapat mempengaruhi temuan laboratorium.
ESTIMASI
KLIRENS KREATININ BERDASARKAN SERUM KREATININ
Dalam penentuan ini, rumus yang lazim dipakai adalah
Rumus “Cockcroft and Gault”:
atau
Keterangan: Umur = umur (tahun)
BB = Berat Badan (Kg)
sCr = Konsentrasi serum kreatinin (mg %)
Persamaan ini hanya dapat digunakan pada pasien
dengan kriteria:
a.
Umur ≥ 18 th
b.
Beratbadan 30 % IBW
-
IBW (male) (kg) = 50 + 2,3 (Ht – 60)
-
IBW (female) (kg) = 45 + 2,3 (Ht – 60)
-
Keterangan : Ht (tinggi) dalam inci
c.
Jika nilai sCr tidak stabil, makan persamaan ini tidak dapat digunakan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar