Arus
globalisasi tidak hanya membawa dampak positifdi segala bidang seperti
informasi dan teknologi, namun sangat berpengaruh pada pola hidup terutama pola
aktivitas dan makanan. Makanan tinggi kalori dan cepat saji kini mudah didapat
di setiap tempat, amat membantu disela kegiatan rutin yang padat. Dengan demikian
terciptalah asupan kalori yang tinggi dengan pemakaian energi yang rendah, lalu
sisanya tersimpan dalam bentuk lemak. Sehingga mudah dipahami bahwa, saat ini
sudah terjadi epidemik global overweightdan
obesitas (Saifur, 2007).
Perubahan
gaya hidup beberapa tahun terakhir ini menyebabkan peningkatan angka kejadian obesitas
pada anak. Di Indonesia, menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2007, prevalensi berat badan pada anak usia 6-14 tahun pada laki-laki adalah
9,5% dan perempuan adalah 6,4%(Pateda, 2010).
Jumlah
penderita obesitas di seluruh dunia telah mencapai 2,1 milyar dan hal ini akan
berakibat pada meledaknya masalah kesehatan dan kematian terkait obesitas. Obesitas
merupakan suatu keadaan di mana berat badan seseorang jauh melampaui berat
badan standar berdasarkan tinggi badan (Mahan, 2004). Menurut standar indeks
masa tubuh (IMT), seseorang dikatakan mengalami obesitas bila nilai IMT-nya
lebih atau sama dengan 30 (Dewi, 2007).
Obesitas atau
kegemukan terjadi karena ketidakseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran
energi antara lain yang diakibatkan oleh pola hidup tidak sehat seperti makanan
tinggi karbohidrat, lemakjenuh, kurang serat, serta aktivitas fisik yang
sedikit(Wilborn, 2005). Seseorang dikatakan obesitas bila Indeks Masa Tubuh
(IMT) melebihi 30 kg/m2 (Dewi, 2007).
Obesitas
dapat menimbulkan resistensi insulin melalui peningkatan produksi asam lemak
bebas. Asam lemak bebas yang terakumulasi di jaringan akan menginduksi resistensi
insulin terutama pada hati dan otot. Hipotesis Randle menyatakan bahwa
mekanisme induksi resistensi insulin oleh asam lemak ini terjadi akibat
kompetisi asam lemak dan glukosa untuk berikatan dengan reseptor insulin
(Sulistyoningrum, 2010).Obesitas didefinisikan menurut Cole, obesitas terjadi pada
anak dengan BMI> persentil ke-95.
Obesitas
merupakan keadaan patologis dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan
dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal. Salah satu dampak negatif
obesitas adalah resistensi insulin, yaitu ketidakmampuan insulin untuk
menghasilkan fungsi biologik secara normal (menurunnya sensitivitas insulin),
ditandai dengan peningkatan jumlah insulin puasa yang kemudian akan menyebabkan
terjadinya peningkatan kadar glukosa darah. Selain diabetes tipe-2, resistensi
insulin juga mendasari terjadinya sindrom metabolik (Pateda, 2010).
Peningkatan
obesitas di Timur Tengah dan Eropa Timur telah jauh meningkat, hal ini
dikaitkan pada resistensi insulin. Obesitas ditentukan oleh indeks massa tubuh
(IMT) dan lingkar pinggang, terbukti kaitannya dengan terjadinya sindrom
metabolik dan jenis Diabetes tipe-2 di kemudian hari. IMT dalam hal ini
memperlihatkan ketidakmampuannya untuk membedakan antara lemak dan bebas lemak
(Elsedfly, et al., 2014).
Salah
satu dampak obesitas pada anak adalah terjadinya diabetes tipe-2 yang didahului
oleh terjadinya resistensi insulin. Tetapi belum diketahui apakah ada pengaruh
tingkat keparahan resistensi insulin seiring dengan meningkatnya indeks massa
tubuh (IMT) pada anak obesitas (Pateda, 2010).
Diabetes
Melitus (DM) merupakan suatu penyakit kronis yang memerlukan terapi medis
secara berkelanjutan. Penyakit ini semakin berkembang dalam jumlah kasus begitu
pula dalam hal diagnosis dan terapi. Dikalangan masyarakat luas, penyakit ini
lebih dikenal sebagai penyakit gula atau kencing manis. Dari berbagai penelitian,
terjadi kecenderungan peningkatan prevalensi DM baik di dunia maupun di
Indonesia (Bagus, 2010).
Pada
penderita obesitas akan berkembang resistensi terhadap aksi seluler insulin yang
dikarakteristikkan oleh berkurangnya kemampuan insulin untuk menghambat
pengeluaran glukosa dari hati dan kemampuannya untuk mendukung pengambilan
glukosa pada lemak dan otot. Resistensi insulin terkait obesitas adalah risiko
utama untuk penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus_tipe2, penyakit yang
jumlah penderitanya telah mencapai proporsi epidemik. Empat puluh satu juta penduduk
AS menderita prediabetik dengan resistensi insulin, hipertensi dan dislipidemia
yang menempatkan penderitanyapada risiko peningkatan mortalitas dan morbiditas kardiovaskular
(Dewi, 2007).
Masalah
yang timbul tidak berhenti pada obesitas yang oleh sebagian orang dianggap
biasa, namun kelebihan berat badan ini sering akhirnya disertai dengan
resistensi insulin. Resistensi insulin berhubungan dan banyak ditemui bersamaan
dengan resiko kardiovaskular lainnya, seperti hipertensi, dislipidemia, yang
bersifat aterogenik, kumpulan gejala ini dikenal dengan sindroma metabolik.
Berbagai penelitian epidemiologi telah membuktikan bahwa, sindroma metabolik
meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular hampir dua kali lipat
dibandingkan populasi non sindroma metabolik. Tidak mengherankan bila dengan
mewabahnya obesitas dan resistensi insulin ini, penyakit kardiovaskular menjadi
salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian di negara maju (Saifur, 2007).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar