Argentometri termasuk dalam
titrasi yang menghasilkan endapan dan pembentukan ion kompleks. Proses
argentometri menggunakan AgNO3 sebagai larutan standar. Proses ini biasanya
digunakan untuk menentukan garam-garam dari halogen dan sianida. Karena kedua
jenis garam ini dapat membentuk endapan atau senyawa kompleks dengan ion Ag+
sesuai dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
NaCL + Ag+ → AgCl ↓ + Na+
KCN + Ag+ → AgCl ↓ + K+
KCN + AgCN ↓ → K [Ag(CN)2 ]
Karena AgNO3 mempunyai
kemurnian yang tinggi maka garam tersebut dapat digunakan sebagai larutan
standar primer. Dalam titrasi argentometri terhadap ion CN- tercapai untuk
garam kompleks K [Ag(CN)2 ] karena proper tersebut dikemukakan pertama kali
oleh Lieberg, cara ini tidak dapat dilakukan dalam suasana amoniatial karena
garam kompleks dalam larutan akan larut menjadi ion komplek diamilum.
Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang
dibedakan berdasarkan indikator yang digunakan pada penentuan titik akhir
titrasi, antara lain:
2.1.1 Metode Mohr
Metode Mohr biasanya digunakan untuk
menitrasi ion halida seperti NaCl, dengan AgNO3 sebagai titran
dan K2CrO4 sebagai indikator. Titik akhir titrasi
ditandai dengan adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning
coklat. Perubahan warna tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4,
saat hamper mencapai titik ekivalen, semua ion Cl- hamper
berikatan menjadi AgCl. Larutan standar yang digunakan dalam metode ini, yaitu
AgNO3, memiliki normalitas 0,1 N atau 0,05 N.
Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada
titik akhir dengan titran, sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah-bata,
yang menunjukkan titik akhir karena warnanya berbeda dari warna endapan analit
dengan Ag+.
Pada
analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi:
Ag+(aq) +
Cl-(aq) ↔ AgCl(s)↓
Sedang pada titik akhir, titran juga bereaksi
menurut reaksi:
2Ag+(aq) +
CrO4(aq) ↔ Ag2CrO4(s)↓
Pengaturan
pH sangat perlu, agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi. Bila terlalu tinggi,
dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag2O
sehingga titran terlalu banyak terpakai.
2Ag+(aq) +
2OH-(aq) ↔ 2AgOH(s)↓ ↔ Ag2O(s)↓ + H2O(l)
Bila pH terlalu rendah, ion CrO4- sebagian
akan berubah menjadi Cr2O72- karena
reaksi
2H+(aq) +
2CrO42-(aq) ↔ Cr2O72- +H2O(l)
Yang
mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul endapannya atau
sangat terlambat.
Selama
titrasi Mohr, larutan harus diaduk dengan baik. Bila tidak, maka secara lokal
akan terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap sebelum
titik ekivalen tercapai, dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk
kemudian; akibatnya ialah, bahwa titik akhir menjadi tidak tajam.
2.1.2 Metode
Volhard (Penentuan zat warna yang mudah larut)
Metode
Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant, dan larutan Fe3+ sebagai
indikator. Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan
Ag, membentuk endapan putih.
Ag+(aq) +
SCN-(aq) ↔ AgSCN(s)↓ (putih)
Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi
dengan indikator, membentuk ion kompleks yang sangat kuat warnanya (merah)
SCN-(aq) +
Fe3+(aq) ↔ FeSCN2+(aq)
Yang larut dan mewarnai larutan yang semula
tidak berwarna.
Karena
titrantnya SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag+,
maka dengan cara Volhard, titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk
penentuan Ag+ dan SCN- sedang untuk anion-anion
lain harus ditempuh cara titrasi kembali: pada larutan X-ditambahkan
Ag+ berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya, lalu
dititrasi untuk menentukan kelebihan Ag+. Maka titrant selain
bereaksi dengan Ag+ tersebut, mungkin bereaksi pula dengan
endapan AgX:
Ag+(aq) (berlebih)
+ X- (aq) ↔ AgX(s) ↓
Ag+(aq) (kelebihan)
+ SCN- (aq) (titrant) ↔ AgSCN(s) ↓
SCN-(aq) +
AgX (s) ↔ X-(aq) + AgSCN(aq) ↓
Bila hal ini terjadi, tentu saja terdapat
kelebihan titrant yang bereaksi dan juga titik akhirnya melemah (warna
berkurang).
Konsentrasi
indikator dalam titrasi Volhard juga tidak boleh sembarang, karena titrant
bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator, sehingga kedua reaksi itu
saling mempengaruhi.
Penerapan
terpenting cara Volhard ialah untuk penentuan secara tidak langsung ion-ion
halogenida: perak nitrat standar berlebih yang diketahui jumlahnya ditambahkan
sebagai contoh, dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi kembali dengan
tiosianat baku. Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi Volhard
merupakan keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion
halogenida karena ion-ion karbonat, oksalat, dan arsenat tidak mengganggu sebab
garamnya larut dalam keadaan asam.
2.1.3 Metode
Fajans
Dalam
titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi ialah zat yang
dapat diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya
warna. Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen, antara
lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH.
Cara
kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut: indikator ini ialah asam lemah
atau basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak.
Misalnya fluoresein yang digunakan dalam titrasi ion klorida.
Dalam larutan, fluoresein akan mengion (untuk mudahnya ditulis HFl saja).
HFl(aq) ↔ H+(aq) +Fl-(aq)
Ion Fl- inilah yang diserap
oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna merah muda. Karena penyerapan
terjadi pada permukaan, dalam titrasi ini diusahakan agar permukaan endapan itu
seluas mungkin supaya perubahan warna yang tampak sejelas mungkin, maka endapan
harus berukuran koloid. Penyerapan terjadi apabila endapan yang koloid itu
bermuatan positif, dengan perkataan lain setelah sedikit kelebihan titrant (ion
Ag+).
Pada
tahap-tahap pertama dalam titrasi, endapan terdapat dalam lingkungan dimana
masih ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag+;
maka endapan menyerap ion-ion X- sehingga butiran-butiran
koloid menjadi bermuatan negatif. Karena muatan Fl- juga
negatif, maka Fl- tidak dapat ditarik atau diserap oleh
butiran-butiran koloid tersebut. Makin lanjut titrasi dilakukan, makin kurang
kelebihan ion X-; menjelang titik ekivalen, ion X- yang
terserap endapan akan lepas kembali karena bereaksi dengan titrant yang
ditambah saat itu, sehingga muatan koloid makin berkurang negatif. Pada titik
ekivalen tidak ada kelebihan X-maupun Ag+; jadi koloid
menjadi netral. Setetes titrant kemudian menyebabkan kelebihan Ag+.
Ion-ion Ag+ ini diserap oleh koloid yang menjadi positif dan
selanjutnya dapat menarik ion Fl- dan menyebabkan warna endapan
berubah mendadak menjadi merah muda. Pada waktu bersamaan sering juga terjadi
penggumpalan koloid, maka larutan yang tadinya berwarna keruh juga menjadi
jernih atau lebih jernih. Fluoresein sendiri dalam larutan berwarna hijau
kuning, sehingga titik akhir dalam titrasi ini diketahui berdasar ketiga macam
perubahan diatas, yakni
(i)
Endapan
yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan menggumpal
(ii)
Larutan
yang semula keruh menjadi lebih jernih
(iii) Larutan yang semula kuning hijau
hampir-hampir tidak berwarna lagi.
Suatu
kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah, bahwa banyak diantara zat
warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya
(fotosensifitasi) dan menyebabkan endapan terurai.
Titrasi
menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat, akurat dan terpercaya.
Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan berbentuk
koloid yang juga harus dengan cepat.
2.2 KSP (Hasil Kali Kelarutan)
Perak
kromat Ag2CrO4 merupakan contoh garam yang sangat sukar larut dalam air. Jika
kita memasukkan sedikit saja kristal garam itu kedalam segelas air kemudian
diaduk, kita akan melihat bahwa sebagian besar garam dari garam itu tidak larut
(mengendap didasar gelas) larutan perak kromat mudah sekali jenuh. Apakah
setelah mencapai keadaan jenuh proses melarut berhenti ? ternyata tidak.
Melalui percobaan telah diketahui bahwa dalam larutan jenuh tetap terjadi
proses melarut, tetapi pada saat yang sama terjadi pula proses pengkristalan
dengan laju yang sama. Dengan kata lain, dalam keadaan jenuh terdapat antara
zat padat tak larut dengan larutan nya. Kesetimbangan dalam larutan jenuh perak
kromat adalah :
Ag2CrO4 2Ag+
+ CrO4²ˉ
Konsentrasi
kesetimbangan ion Ag+ dan ion CrO4²ˉ dalam larutan jenuh dapat dikaitkan dengan
kelarutan Ag2CrO4, yaitu sesuai dengan stoikhiometri reaksi perbandingan
koefisien reaksinya. Jika kelarutan Ag2CrO4 dinyatakan dengan s maka
konsentrasi ion Ag+ dalam larutan itu sama dengan 2s dan konsentrasi ion CrO4²ˉ
sama dengan s.
Dalam
penetapan Ksp, sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Diantara nya adalah :
1. Pengaruh Suhu.
Apa yang terjadi jika gula dilarutkan
dalam air teh yang dingin dan panas? Gula dalam air panas akan cepat melarut
dibandingkan dalam air yang dingin. Dengan demikian, suhu akan mempengaruhi
proses melarutnya suatu zat. Jika suhu dinaikan maka kelarutan suatu zat dalm
suatu pelarut akan lebih cepat tercapai.
2. Jenis Pelarut
Senyawa polar (mempunyai kutub muatan)
akan mudah larut dalam senyawa polar.Misalnya gula, NaCl, alkohol, dan semua
asam merupakan senyawa polar.
Senyawa non polar akan mudah larut dalam
senyawa non polar,misalnya lemak mudah larut dalam minyak.Senyawa non polar
umumnya tidak larut dalam senyawa polar,misalnya NaCl tidak larut dalam minyak
tanah.
2.3 Reaksi Pengendapan
Banyak
sekali reaksi yang digunakan dalam analisis anorganik kualitatif yang
melibatkan pembentukan endapan. Endapan adalah zat yang memisahkan diri sebagai
suatu fase padat keluar dari larutan. Endapan mungkin berupa kristal
(kristalin)atau koloid, dan dapat dikeluarkan dari larutan dengan penyaringan
atau pemusingan (centrifuge). Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu
jenuh dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan (S) suatu endapan, menurut
defenisi adalah sama dengan konsentrasi molar dari larutan jenuhnya.
Suatu
ion dapat dipisahkan larutannya melalui reaksi pengendapan. Misalnya, ion Ca+
yang terdapat dalam air sadah dapat dipisahkan dengan penambahan Na2CO3. Pada
penambahan Na2CO3, ion Ca+ akan bereaksi dengan ion CO3²ˉ membentuk CaCO3.
CaCO3 adalah garam yang sukar larut dalam air, sehingga mengendap dan dapat
dipisahkan.
Ca2+(aq)
+ CO32-(aq) ⇄ CaCO3(s)
Contoh lainnya adalah pengendapan
ion Cl- dengan penambahan larutan perak nitrat (AgNO3). Ion Cl- akan bergabung
dengan ion Ag+ membentuk garam AgCl yang sukar larut dalam air.
Cl-(aq) + Ag+(aq) ⇄ AgCl(s)
AgCl
dapat larut dalam air meskipun jumlah dalam jumlah yang sangat sedikit, artinya
ion Ag+ dan ion Clˉ dapat berada bersama-sama dalam larutan hingga larutan
jenuh, yaitu sampai hasil kali{Ag+}{Clˉ} sama dengan nilai Ksp AgCl. Sehingga
pada saat AgCl membentuk larutan jenuh, didalam larutan tersebut terdapat
kesetimbangan antara konsentrasi Ag+ dan konsentrasi Clˉ. Jika pada saat
larutan jenuh terjadi penambahan sejumlah Ag+, maka konsentrasi ion Ag+ dan
konsentrasi ion Clˉ yang terdapat dalam larutan tidak lagi setimbang. Dengan
demikian, [Ag+][Clˉ]> Ksp AgCl. Tiga hal berikut dapat terjadi pada
penambahan larutan Ag+ ke dalam larutan
Clˉ :
Jika[Ag+][Cl-]<Ksp AgCl maka larutan
tersebut larut.
Jika[Ag+][Cl-] = Ksp AgCl, maka larutan yang terbentuk tepat jenuh.
Jika [Ag+][Cl-] > Ksp AgCl, maka terjadi endapan.
Jika[Ag+][Cl-] = Ksp AgCl, maka larutan yang terbentuk tepat jenuh.
Jika [Ag+][Cl-] > Ksp AgCl, maka terjadi endapan.
Dengan
demikian, terjadinya pengendapan dapat diprediksikan dengan menghitung harga Q,
yaitu harga hasil kali konsentrasi ion-ion dalam keadaan setimbang.
Jika Q <>
Jika Q = Ksp, maka larutan yang terbentuk tepat jenuh.
Jika Q > Ksp, maka larutan yang terbentuk sangat jenuh dan terbentuk endapan.
Jika Q = Ksp, maka larutan yang terbentuk tepat jenuh.
Jika Q > Ksp, maka larutan yang terbentuk sangat jenuh dan terbentuk endapan.
Endapan yang terbentuk akan terus berlangsung
hingga hasil konsentrasi ion sama dengan Ksp.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar