Google ads

Selasa, 13 Oktober 2015

Argentometri




Argentometri termasuk dalam titrasi yang menghasilkan endapan dan pembentukan ion kompleks. Proses argentometri menggunakan AgNO3 sebagai larutan standar. Proses ini biasanya digunakan untuk menentukan garam-garam dari halogen dan sianida. Karena kedua jenis garam ini dapat membentuk endapan atau senyawa kompleks dengan ion Ag+ sesuai dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
NaCL + Ag+ AgCl + Na+
KCN + Ag+ AgCl + K+
KCN + AgCN K [Ag(CN)2 ]
Karena AgNO3 mempunyai kemurnian yang tinggi maka garam tersebut dapat digunakan sebagai larutan standar primer. Dalam titrasi argentometri terhadap ion CN- tercapai untuk garam kompleks K [Ag(CN)2 ] karena proper tersebut dikemukakan pertama kali oleh Lieberg, cara ini tidak dapat dilakukan dalam suasana amoniatial karena garam kompleks dalam larutan akan larut menjadi ion komplek diamilum.
Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan berdasarkan indikator yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi, antara lain:

2.1.1 Metode Mohr
          Metode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl, dengan AgNO3 sebagai titran dan K2CrO sebagai indikator. Titik akhir titrasi ditandai dengan adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning coklat. Perubahan warna tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4, saat hamper mencapai titik ekivalen, semua ion Cl- hamper berikatan menjadi AgCl. Larutan standar yang digunakan dalam metode ini, yaitu AgNO3, memiliki normalitas 0,1 N atau 0,05 N.
Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran, sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah-bata, yang menunjukkan titik akhir karena warnanya berbeda dari warna endapan analit dengan Ag+.
Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi:
      Ag+(aq) + Cl-(aq)  AgCl(s)
Sedang pada titik akhir, titran juga bereaksi menurut reaksi:
      2Ag+(aq) + CrO4(aq)  Ag2CrO4(s)
      Pengaturan pH sangat perlu, agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi. Bila terlalu tinggi, dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag2O sehingga titran terlalu banyak terpakai.
2Ag+(aq) + 2OH-(aq)  2AgOH(s) Ag2O(s) + H2O(l)
Bila pH terlalu rendah, ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O72- karena reaksi
2H+(aq) + 2CrO42-(aq)  Cr2O72- +H2O(l)
Yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul endapannya atau sangat terlambat.
Selama titrasi Mohr, larutan harus diaduk dengan baik. Bila tidak, maka secara lokal akan terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivalen tercapai, dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian; akibatnya ialah, bahwa titik akhir menjadi tidak tajam.

2.1.2 Metode Volhard (Penentuan zat warna yang mudah larut)
Metode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant, dan larutan Fe3+ sebagai indikator. Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan Ag, membentuk endapan putih.
Ag+(aq) + SCN-(aq)  AgSCN(s) (putih)
Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator, membentuk ion kompleks yang sangat kuat warnanya (merah)
SCN-(aq) + Fe3+(aq)  FeSCN2+(aq)
Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna.
Karena titrantnya SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag+, maka dengan cara Volhard, titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN- sedang untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali: pada larutan X-ditambahkan Ag+ berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya, lalu dititrasi untuk menentukan kelebihan Ag+. Maka titrant selain bereaksi dengan Ag+ tersebut, mungkin bereaksi pula dengan endapan AgX:
Ag+(aq) (berlebih) + X- (aq)  AgX(s) 
Ag+(aq) (kelebihan) + SCN- (aq) (titrant) AgSCN(s) 
SCN-(aq)  + AgX (s)  X-(aq) + AgSCN(aq) 
Bila hal ini terjadi, tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga titik akhirnya melemah (warna berkurang).
Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak boleh sembarang, karena titrant bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator, sehingga kedua reaksi itu saling mempengaruhi.
Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk penentuan secara tidak langsung ion-ion halogenida: perak nitrat standar berlebih yang diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai contoh, dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi kembali dengan tiosianat baku. Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi Volhard merupakan keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion halogenida karena ion-ion karbonat, oksalat, dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya larut dalam keadaan asam.

2.1.3 Metode Fajans
Dalam titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi ialah zat yang dapat diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya warna. Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen, antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH.
Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut: indikator ini ialah asam lemah atau basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak. Misalnya fluoresein yang digunakan dalam titrasi ion klorida. Dalam larutan, fluoresein akan mengion (untuk mudahnya ditulis HFl saja).
 HFl(aq)  H+(aq) +Fl-(aq)
Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna merah muda. Karena penyerapan terjadi pada permukaan, dalam titrasi ini diusahakan agar permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna yang tampak sejelas mungkin, maka endapan harus berukuran koloid. Penyerapan terjadi apabila endapan yang koloid itu bermuatan positif, dengan perkataan lain setelah sedikit kelebihan titrant (ion Ag+).
Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi, endapan terdapat dalam lingkungan dimana masih ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag+; maka endapan menyerap ion-ion X- sehingga butiran-butiran koloid menjadi bermuatan negatif. Karena muatan Fl- juga negatif, maka Fl- tidak dapat ditarik atau diserap oleh butiran-butiran koloid tersebut. Makin lanjut titrasi dilakukan, makin kurang kelebihan ion X-; menjelang titik ekivalen, ion X- yang terserap endapan akan lepas kembali karena bereaksi dengan titrant yang ditambah saat itu, sehingga muatan koloid makin berkurang negatif. Pada titik ekivalen tidak ada kelebihan X-maupun Ag+; jadi koloid menjadi netral. Setetes titrant kemudian menyebabkan kelebihan Ag+. Ion-ion Ag+ ini diserap oleh koloid yang menjadi positif dan selanjutnya dapat menarik ion Fl- dan menyebabkan warna endapan berubah mendadak menjadi merah muda. Pada waktu bersamaan sering juga terjadi penggumpalan koloid, maka larutan yang tadinya berwarna keruh juga menjadi jernih atau lebih jernih. Fluoresein sendiri dalam larutan berwarna hijau kuning, sehingga titik akhir dalam titrasi ini diketahui berdasar ketiga macam perubahan diatas, yakni
(i)           Endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan menggumpal
(ii)         Larutan yang semula keruh menjadi lebih jernih
(iii)       Larutan yang semula kuning hijau hampir-hampir tidak berwarna lagi.
Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah, bahwa banyak diantara zat warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya (fotosensifitasi) dan menyebabkan endapan terurai.
Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat, akurat dan terpercaya. Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan berbentuk koloid yang juga harus dengan cepat.

2.2 KSP (Hasil Kali Kelarutan)
Perak kromat Ag2CrO4 merupakan contoh garam yang sangat sukar larut dalam air. Jika kita memasukkan sedikit saja kristal garam itu kedalam segelas air kemudian diaduk, kita akan melihat bahwa sebagian besar garam dari garam itu tidak larut (mengendap didasar gelas) larutan perak kromat mudah sekali jenuh. Apakah setelah mencapai keadaan jenuh proses melarut berhenti ? ternyata tidak. Melalui percobaan telah diketahui bahwa dalam larutan jenuh tetap terjadi proses melarut, tetapi pada saat yang sama terjadi pula proses pengkristalan dengan laju yang sama. Dengan kata lain, dalam keadaan jenuh terdapat antara zat padat tak larut dengan larutan nya. Kesetimbangan dalam larutan jenuh perak kromat adalah :
Ag2CrO4           2Ag+ + CrO4²ˉ
Konsentrasi kesetimbangan ion Ag+ dan ion CrO4²ˉ dalam larutan jenuh dapat dikaitkan dengan kelarutan Ag2CrO4, yaitu sesuai dengan stoikhiometri reaksi perbandingan koefisien reaksinya. Jika kelarutan Ag2CrO4 dinyatakan dengan s maka konsentrasi ion Ag+ dalam larutan itu sama dengan 2s dan konsentrasi ion CrO4²ˉ sama dengan s.
Dalam penetapan Ksp, sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Diantara nya adalah :
1. Pengaruh Suhu.
      Apa yang terjadi jika gula dilarutkan dalam air teh yang dingin dan panas? Gula dalam air panas akan cepat melarut dibandingkan dalam air yang dingin. Dengan demikian, suhu akan mempengaruhi proses melarutnya suatu zat. Jika suhu dinaikan maka kelarutan suatu zat dalm suatu pelarut akan lebih cepat tercapai.

2.  Jenis Pelarut
      Senyawa polar (mempunyai kutub muatan) akan mudah larut dalam senyawa polar.Misalnya gula, NaCl, alkohol, dan semua asam merupakan senyawa polar.
      Senyawa non polar akan mudah larut dalam senyawa non polar,misalnya lemak mudah larut dalam minyak.Senyawa non polar umumnya tidak larut dalam senyawa polar,misalnya NaCl tidak larut dalam minyak tanah.

2.3 Reaksi Pengendapan
Banyak sekali reaksi yang digunakan dalam analisis anorganik kualitatif yang melibatkan pembentukan endapan. Endapan adalah zat yang memisahkan diri sebagai suatu fase padat keluar dari larutan. Endapan mungkin berupa kristal (kristalin)atau koloid, dan dapat dikeluarkan dari larutan dengan penyaringan atau pemusingan (centrifuge). Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan (S) suatu endapan, menurut defenisi adalah sama dengan konsentrasi molar dari larutan jenuhnya.
Suatu ion dapat dipisahkan larutannya melalui reaksi pengendapan. Misalnya, ion Ca+ yang terdapat dalam air sadah dapat dipisahkan dengan penambahan Na2CO3. Pada penambahan Na2CO3, ion Ca+ akan bereaksi dengan ion CO3²ˉ membentuk CaCO3. CaCO3 adalah garam yang sukar larut dalam air, sehingga mengendap dan dapat dipisahkan.
Ca2+(aq) + CO32-(aq) CaCO3(s)
Contoh lainnya adalah pengendapan ion Cl- dengan penambahan larutan perak nitrat (AgNO3). Ion Cl- akan bergabung dengan ion Ag+ membentuk garam AgCl yang sukar larut dalam air.

Cl-(aq) + Ag+(aq)
AgCl(s)

          AgCl dapat larut dalam air meskipun jumlah dalam jumlah yang sangat sedikit, artinya ion Ag+ dan ion Clˉ dapat berada bersama-sama dalam larutan hingga larutan jenuh, yaitu sampai hasil kali{Ag+}{Clˉ} sama dengan nilai Ksp AgCl. Sehingga pada saat AgCl membentuk larutan jenuh, didalam larutan tersebut terdapat kesetimbangan antara konsentrasi Ag+ dan konsentrasi Clˉ. Jika pada saat larutan jenuh terjadi penambahan sejumlah Ag+, maka konsentrasi ion Ag+ dan konsentrasi ion Clˉ yang terdapat dalam larutan tidak lagi setimbang. Dengan demikian, [Ag+][Clˉ]> Ksp AgCl. Tiga hal berikut dapat terjadi pada penambahan larutan Ag+  ke dalam larutan Clˉ :
Jika[Ag+][Cl-]<Ksp AgCl maka larutan tersebut larut.
Jika[Ag+][Cl-] = Ksp AgCl, maka larutan yang terbentuk tepat jenuh.
Jika [Ag+][Cl-] > Ksp AgCl, maka terjadi endapan.
          Dengan demikian, terjadinya pengendapan dapat diprediksikan dengan menghitung harga Q, yaitu harga hasil kali konsentrasi ion-ion dalam keadaan setimbang.
Jika Q <>
Jika Q = Ksp, maka larutan yang terbentuk tepat jenuh.
Jika Q > Ksp, maka larutan yang terbentuk sangat jenuh dan terbentuk endapan.
Endapan yang terbentuk akan terus berlangsung hingga hasil konsentrasi ion sama dengan Ksp.

Tidak ada komentar:

Google Ads