Biodiesel pertama kali dikenalkan di Afrika Selatan sebelum
perang dunia ke II sebagai bahan bakar kendaraan berat. Bahan bakar nabati
biodiesel merupakan kandidat kuat sebagai bahan alternatif pengganti bensin dan
solar yang selama ini digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel. Pemerintah
Indonesia telah mencanangkan pengembangan dan implementasi bahan bakar
tersebut, bukan hanya untuk menanggulangi krisis energi yang mendera bangsa namun
juga sebagai salah satu solusi kebangkitan ekonomi masyarakat (Mardiansyah,
2012).
Biodiesel adalah nama yang diberikan
pada mono alkil ester dari asam lemak rantai panjang yang berasal dari minyak
nabati atau hewani (Alkabbashi dkk, 2009). Biodiesel dapat diperoleh melalui
reaksi transesterikasi trigliserida dan atau reaksi esterifikasi asam lemak
bebas tergantung dari kualitas minyak nabati yang digunakan sebagai bahan baku.
Transesterifikasi adalah proses yang mereaksikan trigliserida dalam minyak
nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek seperti methanol atau
etanol menghasilkan metil ester asam lemak (Fatty
Acids Methyl Esters/FAME) atau biodiesel dan gliserol (gliserin) sebagai
produk samping. Katalis yang digunakan pada proses transeterifikasi adalah
basa/alkali, biasanya digunakan natrium hidroksida (NaOH) atau kalium
hidroksida (KOH). Esterifikasi adalah proses yang mereaksikan asam lemak bebas
(FFA) dengan alkohol rantai pendek (metanol atau etanol) menghasilkan metil
ester asam lemak (FAME) dan air. Katalis yang digunakan untuk reaksi
esterifikasi adalah asam, biasanya asam sulfat (H2SO4)
atau asam fosfat (H2PO4) ( Hikmah dan Zuliyana, 2010).
Biodiesel
dapat digunakan tanpa modifikasi ulang mesin diesel (Dharsono dan Oktari, 2010)
karena biodiesel memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan diesel (solar)
dari minyak bumi (Mardiansyah, 2012). Selain itu, menurut (Nugraha, 2007)
kelebihan yang dimiliki Biodiesel adalah ramah lingkungan, mudah digunakan,
memiliki Cetane Number tinggi, memiliki daya pelumas yang tinggi,
biodegradable, non toksik serta bebas dari sulfur dan bahan aromatik. Dibawah
ini ada beberapa jenis tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai sumber energi
alternatif.
Tabel 2.2.1. Beberapa sumber minyak
nabati sebagai bahan baku Biodiesel
Nama Lokal
|
Nama Latin
|
Sumber Minyak
|
Isi (% Berat Kering)
|
Jarak Pagar
|
Jatropha Curcas
|
Inti Biji
|
40-60
|
Jarak Kaliki
|
Riccinus Communis
|
Biji
|
45-50
|
Kacang Suuk
|
Arachis Hypogea
|
Biji
|
35-55
|
Kapok/Randu
|
Ceiba Pantandra
|
Biji
|
24-40
|
Karet
|
Hevea Brasiliensis
|
Biji
|
40-50
|
Kecipir
|
Psophocarpus Tetrag
|
Biji
|
15-20
|
Kelapa
|
Cocos Nucifera
|
Inti Biji
|
60-70
|
Kelor
|
Moringa Oleifera
|
Biji
|
30-49
|
Kemiri
|
Aleurites Moluccana
|
Inti Biji
|
57-69
|
Kusambi
|
Sleichera Trijuga
|
Sabut
|
55-70
|
Nimba
|
Azadiruchta Indica
|
Inti Biji
|
40-50
|
Saga Utan
|
Adenanthera Pavonina
|
Inti Biji
|
14-28
|
Sawit
|
Elais Suincencis
|
Sabut dan Biji
|
45-70 + 46-54
|
Nyamplung
|
Callophyllum Lanceatum
|
Inti Biji
|
40-73
|
Randu Alas
|
Bombax Malabaricum
|
Biji
|
18-26
|
Sirsak
|
Annona Muricata
|
Inti Biji
|
20-30
|
Srikaya
|
Annona Squosa
|
Biji
|
15-20
|
Sumber: Mardiansyah, 2012
Suatu teknik pembuatan biodiesel hanya
akan berguna apabila produk yang dihasilkannya sesuai dengan spesifikasi
(syarat mutu) yang telah ditetapkan dan berlaku di daerah pemasaran biodiesel
tersebut. Persyaratan mutu biodiesel di Indonesia sudah dibakukan dalam
SNI-04-7182-2006, yang telah disahkan dan diterbitkan olah Badan Standarisasi
Nasional (BSN) tanggal 22 Februari 2006 (Handayani, 2010).
Tabel
2.2.2. Persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI-04-7182-2006
Parameter dan satuannya
|
Batas Nilai
|
Metode Uji
|
Metode setara
|
|||
Massa jenis pada 400C, kg/m3
|
|
ASTM D
1298
|
ISO 3675
|
|||
Viskositas
kinematik pada 400C, mm2/s (cSt)
|
2,3-6,0
|
ASTM D
445
|
ISO 3104
|
|||
Angka
Setana
|
Min 51
|
ASTM D
613
|
ISO 5156
|
|||
Titik Nyala
0C
|
Min 100
|
ASTM D 93
|
ISO 2710
|
|||
Titik
Kabut 0C
|
Maks 18
|
ASTM D
2500
|
-
|
|||
Korosi
Bilah Tembaga (3 Jam, 50 OC
|
Maks no.3
|
ASTM D
130
|
ISO 2160
|
|||
Residu
karbon % berat
-
Dalam
contoh asli
-
Dalam
10% ampas destilasi
|
Maks 0,05
Maks 0,03
|
ASTM D 4530
|
ISO 10370
|
|||
Air dan
Sedimen % vol
|
Maks 0,05
|
ASTM D
2709
|
-
|
|||
Temperatur
distilasi 90%, 0C
|
Maks 360
|
ASTM D
1160
|
-
|
|||
Abu
tersulfatkan % berat
|
Maks 0,02
|
ASTM D
874
|
ISO 3987
|
|||
Belerang,
ppm-b(mg/kg)
|
Maks 100
|
ASTM D
5453
|
PrEN IS)
20884
|
|||
Fosfor,ppm-b
(mg/kg)
|
Maks 10
|
AOCS Ca
12-55
|
FBI-A05-03
|
|||
Angka
Asam, mg-KOH/g
|
Maks 0,8
|
AOCS Cd
3-63
|
FBI-A01-03
|
|||
Gliserol
Bebas,%-berat
|
Maks 0,02
|
AOCS Ca
14-56
|
FBI-A02-03
|
|||
Gliserol
total, %- berat
|
Maks 0,24
|
AOCS Ca
14-56
|
FBI-A02-03
|
|||
Kadar
ester alkil, %-berat
|
Min 96,5
|
Dihitung*)
|
FBI-A03-03
|
|||
Angka
iodium, g-I2/ (100g)
|
|
AOCS Cd
1-25
|
FBI-A04-03
|
|||
Uji
halphen
|
Negatif
|
AOCS Cd
1-25
|
FBI-A06-03
|
Sumber :
Handayani,2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar