Katalis
ditemukan oleh J.J. Berzelius pada tahun 1836 sebagai komponen yang dapat
meningkatkan laju reaksi kimia, namun tidak ikut bereaksi. Definisi katalisator
adalah suatu substansi yang dapat meningkatkan kecepatan, sehingga reaksi kimia
dapat mencapai kesetimbangan tanpa terlibat di dalam reaksi secara permanen.
Dengan demikian pada akhir reaksi katalis tidak tergabung dengan senyawa produk
reaksi. Entalpi reaksi dan faktor-faktor termodinamika lainnya merupakan fungsi
sifat dasar dari reaktan dan produk, sehingga tidak dapat diubah dengan
katalis. Adanya katalis dapat mempengaruhi faktor-faktor kinetika suatu reaksi
seperti laju reaksi, energi aktivasi, sifat dasar keadaan transisi dan
lain-lain ((Widyawati, 2007).
Karakteristik katalis
adalah sebagai berikut:
[1] Berinteraksi dengan
reaktan tetapi tidak berubah pada akhir reaksi.
[2] Mempercepat
kinetika reaksi dengan memberikan jalur molekul yang lebih rumit (Widyawati,
2007).
Kemampuan katalis untuk
meningkatkan kecepatan reaksi terjadi dalam beberapa langkah, sehingga
mengakibatkan penurunan energi aktivasi reaksi. Reaksi katalitis meliputi: [1]
Adsorbsi, [2] Pembentukan dan pemutusan activated complex, [3]
Desorbsi (Widyawati, 2007).
Katalis meningkatkan
laju reaksi dengan cara mempengaruhi energi pengaktifan suatu reaksi kimia.
Keberadaan katalis akan menurunkan energi pengaktifan, sehingga reaksi dapat
berjalan dengan cepat (Utomo dan Laksono,
2007). Diagram reaksi tanpa dan dengan katalis disajikan pada Gambar
2.3.
Untuk
menilai baik tidaknya suatu katalis, menurut (Nurhayati, 2008), ada beberapa
parameter yang harus diperhatikan, antara lain sebagai berikut:
a.
Aktivitas,
yaitu kemampuan katalis untuk mengkonversi reaktan menjadi produk yang
diinginkan.
b.
Selektivitas,
yaitu kemampuan katalis mempercepat satu reaksi di antara beberapa reaksi yang
terjadi sehingga produk yang diinginkan dapat diperoleh dengan produk sampingan
seminimal mungkin.
c.
Kestabilan,
yaitu lamanya kkatalis memiloiki aktivitas dan selektivitas seperti pada kedaan
semula.
d.
Rendemen
katalis / Yield, yaitu jumlah produk tertentu yang terbentuk untuk setiap
satuan reaktan yang terkonsumsi.
e.
Kemudahan
diregenerasi, yaitu proses mengembalikan aktivitas dan selektivitas katalis
seperti semula.
Klasifikasi
Katalis
Berdasarkan
fasanya, katalis dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu katalis enzim,
katalis homogen dan katalis heterogen (Nurhayati, 2008).
1. Katalis Enzim
Enzim adalah molekul
protein ukuran koloidal, merupakan katalis diantara homogen dan heterogen.
Enzim merupakan driving force untuk reaksi biokimia, karakterisasinya
adalah efisiensi dan selektivitas. Sesuai digunakan untuk keperluan industri
(Widyawati, 2007).
1. Katalis Homogen
Katalis homogen berada
pada fasa yang sama seperti reaktan dan produk. Beberapa contoh misalnya hidrolisis
ester oleh asam (cair-cair), Oksidasi SO2 oleh NO2
(uap-uap) dan dekomposisi potasium klorat dengan MnO2 (padat-padat).
Reaksi sangat spesifik dengan yield yang tinggi dan produk yang
diinginkan. Kelemahan pada katalis homogen ini adalah hanya dapat digunakan
pada skala laboratorium, sulit dilakukan secara komersial, operasi pada fase
cair dibatasi pada kondisi suhu dan tekanan, sehingga peralatan lebih kompleks
(Widyawati, 2007) serta menurut (Husin dkk, 2011) pemisahan antara produk
dengan katalis sulit karena berada pada satu fasa, penggunaan katalis ini hanya sekali saja dan tidak dapat
didaur ulang.
2. Katalis
Heterogen
Katalis
heterogen merupakan katalis yang berada dalam fasa yang berbeda dengan reaktan, biasanya katalis heterogen berupa
padatan dan interaksi pada permukaan padat-gas atau padat-cair (Ulyani, 2008).
Penggunaan katalis heterogen menguntungkan dengan beberapa alasan antara lain:
selektivitas produk yang diinginkan dapat ditingkatkan dengan adanya pori yang
terdapat pada katalis heterogen, aktivitas intrinsik dari active site dapat
dimodifikasi oleh struktur padat, komposisi kimia pada permukaan dapat
digunakan untuk meminimalisasi atau meningkatkan adsorpsi komponen tertentu,
katalis heterogen dapat dipisahkan dari produk dengan penyaringan dan dapat
digunakan kembali dan konstruksi peralatan sederhana (Widyawati, 2007).
Katalis
Katalis merupakan zat yang ditambahkan dalam
sistem reaksi untuk mempercepat reaksi. Katalis dapat menyediakan situs aktif
yang befungsi untuk mempertemukan reaktan dan menyumbangkan energi dalam bentuk
panas sehingga molekul pereaktan mampu melewati energi aktivasi secara lebih
mudah. Karena fungsinya yang sangat penting, maka penggunaan katalis menjadi
kebutuhan yang sangat penting dalam berbagai industri. Kebutuhan akan katalis
dalam berbagai proses industri cenderung mengalami peningkatan. Hal ini terjadi
karena proses kimia yang menggunakan katalis cenderung lebih ekonomis.
Dalam
mempercepat laju reaksi, katalis bersifat spesifik. Artinya suatu katalis dapat
mempercepat pada reaksi tertentu saja tidak pada semua reaksi kimia. Contohnya,
suatu katalis A mampu mempercepat laju reaksi pada reaksi hidrogenasi namun
kurang baik jika digunakan pada reaksi oksidasi. Hal tersebut terikat erat
dengan sifat fisika dan sifat kimia katalis. Dalam reaksi yang sama terdapat
beberapa kemungkinan jenis material yang dapat digunakan dalam proses reaksi
tersebut. Misalnya dalam reaksi hidrogenasi dapat digunakan katalis Fe, Co, Ni
(Le Page, 1987).
Kemampuan
suatu katalis dalam mempercepat laju reaksi dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi performa katalis antara lain adalah sifat
fisika dan kimia katalis; kondisi operasi seperti temperatur, tekanan, laju
alir, waktu kontak; jenis umpan yang digunakan; jenis padatan pendukung yang
digunakan. Katalis yang dipreparasi dengan cara yang berbeda akan menghasilkan
aktivitas dan selektivitas yang berbeda (Rieke dkk, 1997). Kemampuan suatu
katalis dalam suatu proses biasanya diukur dari aktivitas dan selektivitasnya.
Aktivitas biasanya dinyatakan dalam persentase konversi atau jumlah produk yang
dihasilkan dari jumlah reaktan yang digunakan dalam waktu reaksi tertentu.
Sedangkan selektivitas adalah ukuran katalis dalam mempercepat reaksi pada
pembentukan suatu produk tertentu.
Karena
ada banyak faktor yang mempengaruhi kinerja katalis dalam mempercepat laju
reaksi, maka perlu dilakukan pemilihan katalis secara cermat sebelum
menggunakan katalis dalam suatu proses tertentu. Pemilihan katalis yang tepat
dalam suatu proses dapat menyebabkan proses yang diinginkan memiliki hasil yang
optimal. Sedangkan pemilihan katalis yang tidak tepat dapat menyebabkan proses
menjadi kurang efisien sehingga akibatnya juga menjadi kurang ekonomis. Bahkan
pemilihan katalis yang tidak tepat bisa juga menyebabkan adanya efek toksisitas
yang berbahaya ataupun dapat mencemari lingkungan.
Katalis
dapat dibagi berdasarkan dua tipe dasar, heterogen dan homogen. Reaksi
heterogen, katalis berada dalam fase yang berbeda dengan reaktan. Reaksi
homogen, katalis berada dalam fase yang sama dengan reaktan. Proses katalitik
menggunakan katalis heterogen dalam industri pertama kali pada tahun 1857, menggunakan
Pt untuk mengoksidasi SO2 menjadi SO3 dalam larutan asam.Mekanisme yang tepat
dari katalis heterogen belum dimengerti secara sempurna. Walaupun demikian
tersedianya electron d dan orbital d pada atom-atom permukaan katalis memegang
peranan penting. Oleh karena itu aktifitas katalisis heterogen banyak dilakukan
pada sejumlah besar unsur peralihan (transisi) dan senyawa – senyawanya.
Aktifitas katalis banyak dilakukan oleh
sejumlah besar unsure peralihan (transisi) dan senyawa – senyawanya. Aktifitas
katalisis banyak dilakukan oleh sejumlah besar unsure peralihan (transisi) dan
senyawanya. Tersedianya electron dan orbital d pada atom-atom permukaan katalis
memegang peranan penting. Persyaratan kunci dalam katalisis heterogen ialah
bahwa pereaksi fase gas atau larutan diadsorpsi kepermukaan katalis
(Fessenden,1986).
Mekanisme dari katalis padat dengan reaktan
fasa gas, dimana terjadi pembentukan kompleks reaktan dengan katalis setelah
pembentukan produk adalah sebagai berikut :
·
Reaktan terbawa oleh aliran gas pembawa
sampai kepermukaan luar partikel katalis.
·
Difusi reaktan dari permukaan luar masuk
melalui pori dalam partikel katalis.
·
Reaktan diadsorpsi pada sisi aktif katalis
sehingga menimbulkan energi adsorpsi
·
Reaksi pembentukan produk antara permukaan
sampai terjadinya produk.
·
Produk didesorpsi dari katalis keluar melalui
pori bagian partikel katalis.
·
Difusi produk menuju permukaan luar partikel
katalis.
·
Produk mengikuti aliran gas pembawa.
Persyaratan kunci dalam katalisis heterogen
ialah bahwa pereaksi fase gas atau larutan diadsorpsi kepermukaan katalis.
Tidak semua atom – atom permukaan sama efektifnya sebagai katalis, bagian yang
efektif tersebut disebut sisi aktif katalis. Pada dasarnya, katalis heterogen
mencakup (1) adsorpsi pereaksi, (2) difusi pereaksi sepanjang permukaan, (3)
reaksi pada sisi aktif membentuk hasil reaksi yang diadsorpsi, dan (4) lepasnya
(desorpsi) hasil reaksi.
a) Katalis
homogen
Katalis ini mempunyai kesamaan phase dengan
reaktan dan persentuhannnya tak mempengaruhi laju reaksi, keaddaan yang
demikian disebut katalis homogen. Sebagai contoh :
Reaksi phase gas
CO + ½ O2
à CO2
Dengan adanya katalis NO2
maka prosesnya menjadi
CO +
NO2
à CO2 + NO
NO + ½
O2 à
NO2
———————————————–
CO2 + ½
O2 à
CO2
Iodin uap juga dikenal sebagai katalis
sejumlah reaksi pirolisis zat organik, dekomposisi asetaldehid sebagai reaksi
berantai dengan proses sebagai berikut :
I2
2 I-
I- + CH3CHO
CH3CO - + HI
CH3CO-
CH3 + CO
I2 + CH3
CH3I + I-
HI + CH3
CH4 - + I-
HI + CH3I CH4 - + I2
Sehingga diperoleh laju reaksi dengan
pendekatan steady state dari intermediet adalah
– d(CH3CHO)/dt = k [I2]1/2[CH3CHO]
Mekanisme ini dapat dibandingkan
mekanisme reaksi tanpa katalis yang telah diterangkan pada bab sebelum
ini (dikti:79), katalis iodin diperoleh kembali diakhir reaksi.
Secara umum, katalis homogen adalah senyawa
yang memiliki fase sama dengan reaktan ketika reaksi kimia berlangsung. Katalis
homogen umumnya bereaksi dengan satu atau lebih pereaksi untuk membentuk suatu
perantara kimia yang selanjutnya bereaksi membentuk produk akhir reaksi, dalam
suatu proses yang memulihkan katalisnya. Berikut ini merupakan skema umum
reaksi katalitik, di mana C melambangkan katalisnya:
A + C → AC (1)
B + AC → AB + C (2)
Meskipun katalis (C) termakan oleh reaksi 1,
namun selanjutnya dihasilkan kembali oleh reaksi 2, sehingga untuk reaksi
keseluruhannya menjadi,
A + B + C → AB + C
katalis tidak termakan atau pun tercipta.
Enzim adalah biokatalis. Katalis homogen merupakan katalis yang mempunyai fasa
sama dengan reaktan dan produk. Penggunaan katalis homogen ini mempunyai
kelemahan yaitu: mencemari lingkungan, dan tidak dapat digunakan kembali.
Selain itu katalis homogen juga umumnya hanya digunakan pada skala laboratorium
ataupun industri bahan kimia tertentu, sulit dilakukan secara komersil, oprasi
pada fase cair dibatasi pada kondisi suhu dan tekanan, sehingga peralatan lebih
kompleks dan diperlukan pemisahan antara produk dan katalis. Contoh dari
katalis homogen yang biasanya banyak digunakan dalam produksi biodiesel,
seperti basa (NaOH, KOH), asam (HCl, H2SO4).
Contoh Katalis Homogen :
Katalis dan pereaksi berwujud gas
Katalis dan pereaksi berwujud cair
b) Katalis
heterogen
Sebagian besar reaksi
antara daua phase misalnya pada interface dari gas – padat atau gas–cair,
biasanya yang bertindak sebagai katalis adalah yang lebih padat, karenanya luas permukaan dari padatan harus benar –
benar diperhatikan. Beberapa contoh yang dilakukan oleh dunia industri lain
katalis akan menghasilkan lain produk :
- Dekomposisi organik
C2H5OH (Al2O3 , 300oC
) à C2H4 + H2O
C2H5OH (Cu , 300oC ) à CH3CHO + H2O
- Dehidrogenasi
C4H8 (Al2O3, Cr2O3 ) à CH2=CHCH=CH2 + H2
Ethyl Benzene (Fe2O3, 650oC)
à Styrene
+ H2
- Hidrasi hidrokarbon takjenuh
Dengan adsorben asam posforat dan katalis celite maka
C2H4 + H2O
(300oC ) à C2H5O
H
- Hidroclorinasi
Vinil clorida dibuat dengan katalis merkuriclorida dan
arang dari reaksi
CHºCH
+ HCl (200oC) à CH2=CHCl
Sebagian besar proses katalitik industri terjadi pada
interface gas – padat. Mekanismenya berdasar pada teori yang dipostulatkan
Langmuir pada tahun 1916, yaitu :
1. Gerakan molekul gas kepermukaan berlangsung dengan
konveksi atau difusi
- Adsorpsi reaktan, dengan ikatan kimia yang kuat (kemisorpsi). Pada banyak kasus di awali dulu dengan ikatan fisika
- Reaksi antar molekul yang diadsorpsi
- Desorpsi produk
- Meninggalkan permukaan dengan konveksi atau difusi
Kalsium
Oksida ( CaO)
Pada umumnya, sintesis biodiesel dilakukan melalui reaksi
transesterifikasi menggunakan katalis basa cair (NaOH atau KOH) dan enzim
(lipase), dan melalui proses esterifikasi dengan menggunakan katalis asam cair
(H2SO4 atau H3PO4). Hasil konversi
reaksi pembentukan biodiesel dengan menggunakan katalis basa cair dapat
mencapai 98%, bila menggunakan katalis asam cair dapat mencapai 99%, dan
penggunaan enzim lipase dapat menghasilkan konversi mencapai 91% (Fanny dkk,
2012).
CaO merupakan katalis heterogen jenis oksida logam yang
sering digunakan untuk reaksi transesterifikasi. Oksida-oksida tersebut berasal dari logam transisi, logam
alkali dan logam alkali tanah. Oksida logam-logam transisi cenderung bersifat
asam, mahal, dan menghasilkan yield
yang rendah. Berbeda dengan oksida logam alkali dan alkali tanah yang bersifat
basa, murah, dan menghasilkan konversi yang tinggi (Fanny dkk, 2012).
Pada penelitian sebelumnya (Enggawati dan
Ediati, 2013) melakukan proses transesterifikasi minyak nyamplung menggunakan
katalis CaO yang berasal dari kulit telur yang berpendukung abu layang pada
suhu 600C dalam waktu 120 menit dengan nisbah molar metanol terhadap
minyak sebesar 30:1, dan jumlah katalis sebanyak 1,25% (b/b) dari massa minyak.
Reaksi tersebut menghasilkan konversi FAME sebesar 48,75%. Pada tahun 2013,
Santoso dkk juga melakukan penelitian pembuatan biodiesel minyak goreng
menggunakan katalis CaO berbahan dasar kulit telur yang dilakukan pada suhu 650C
dengan rasio molar metanol terhadap minyak goreng sebesar 9:1, jumlah katalis
3% dan waktu reaksi 3 jam dengan hasil rendemen sebesar 100,637.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar