1.1. Pengertian Kejang Demam
Kejang
demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38oC) yang
disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Menurut Consensus Statemen on Febrize Seizure (1980), kejang demam adalah suatu
kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan sampai 5
tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi
intrakranial atau penyebab tertentu.(1)
Kejang demam dibagi menjadi(2):
1. Kejang
demam simpleks (simple febrile seizure)
Kejang
demam sederhana adalah kejang demam yang lama kejangnya kurang dari 15 menit.
Umumnya tidak berulang pada satu episode demam.
2. Kejang
demam kompleks (complex febrile seizure)
Merupakan
kejang dengan ciri:
a. Jika
kejang berlangsung lebih dari 15 menit.
b. Kejang
fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial.
c. Berulang
atau lebih dari satu kali dalam 24 jam.
1.2. Epidemologi Kejang Demam
Kejang demam merupakan bentuk umum
kejang pada anak, menyerang antara 2% sampai 4% anak-anak di Amerika Serikat
dan Eropa, 9% sampai 10% anak-anak di Jepang dan 14% anak-anak di Guam. Puncak
kejadian kejang demam diperkirakan pada umur 18 bulan.(2)
Umumnya kejang demam yaitu kejang demam
simpleks. Pada studi 428 orang anak dengan kejang awal, paling tidakbentuk
kompleks tercatat pada 35% anak, termasuk bentuk fokal (16%), kejang berulang
(14%) dan dalam waktu lama (> 10 menit sebanyak 13%). Kebanyakan kejang
demam tidak terjadi pada permulaan demam. Pada penelitian Berg. et al, hanya 21% anak yang mengalami
kejang sebelum atau satu jam setelah demam. 57% nya mengalami kejang setelah 1
hingga 24 jam setelah demam dan 22% mengalami kejang demam labih dari 24 jam
setelah demam.(2)
1.3. Etiologi Kejang Demam
Beberapa
kondisi yang dapat menimbulkan kejang demam:(2)
a. Riwayat
keluarga yang memiliki penyakit kejang demam.
b. Efek
produk toksik mikroorganisme.
c. Demam,
yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia,
gastroenteritis, infeksi saluran kemih.
d. Respon
alergi atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
e. Perubahan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
f. Ensefalitis
viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui atau
ensefalopati toksik sepintas.
1.4. Patofisiologi Kejang Demam
Pada saat demam kenaikan suhu 1oC
akan mengakibatkan kenaikan metabolism basal 10-15% dan kebutuhan oksigen
meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65%
dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi, pada
kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membrane
sel neuron sehingga dalam waktu singkat terjadi difusi ion kalium maupun
natrium melalui membrane yang mengakibatkan terjadinya pelepasan muatan listrik.
Pelepasan muatan listrik meluas ke membrane sel tetangga melalui
neurotransmitter sehingga terjadi kejang.
Setiap anak mempunyai ambang kejang yang
berbeda. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang terjadipada suhu 38oC
sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada
suhu 40oC atau lebih.(2)
1.5. Manifestasi Klinis Kejang Demam
Kejang terkait dengan kenaikan suhu yang
cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39oC atau
lebih. Kejang khas menyeluruh, tonik-klonik lama beberapa detik sampai 10
menit, diikuti dengan periode mengantuk singkat pasca kejang. Kejang demam yang
menetap lebih lama dari 15 menit menunjukkan penyebab organisme seperti proses
infeksi atau toksik dan memerlukan pengamatan menyeluruh.(3)
1.6. Penatalaksanaan Kejang Demam
a. Pengobatan
Fase Akut
Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah
menjaga agar jalan nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak
dimiringkan untuk mencegah aspirasi. Sebagian besar kasus kejang berhenti
sendiri, tetapi dapat juga berlangsung terus atau berulang. Pengisapan lendir
dan pemberian oksigen harus dilakukan teratur, kalau perlu dilakukan intubasi.
Keadaan dan kebutuhan cairan, kalori dan elektrolit harus diperhatikan.
(1) Suhu tubuh dapat
diturunkan dengan kompres air hangat (diseka) dan pemberian antipiretik
(asetaminofen oral 10-15 mg/ kg BB/ dosis, tiap 4-6 jam, maks 5 dosis perhari
atau ibuprofen oral 5-10 mg/kgBB/dosis, tiap 6-8 jam, maks 600 mg/dosis).(4)(5)
Saat ini diazepam merupakan obat pilihan utama untuk kejang
demam fase akut, karena diazepam mempunyai masa kerja yang singkat. Diazepam
dapat diberikan secara intravena atau rektal, jika diberikan intramuskular
absorbsinya lambat. Dosis diazepam pada
anak adalah 0,05-0,2
mg/kg/dosis (bolus lambat)diberikan secara
intravena pada kejang demam fase akut, tetapi pemberian tersebut sering gagal
pada anak yang lebih kecil. Jika jalur intravena belum terpasang, diazepam
dapat diberikan per rektal dengan dosis 5 mg bila berat badan kurang dari 10 kg
dan 10 mg pada berat badan lebih dari 10 kg. (1)(5)
b. Pengobatan
Profilaksis terhadap Kejang Demam Berulang(1)
i.
Profilaksis Intermiten
pada Waktu Demam
Pengobatan profilaksis intermittent
dengan antikonvulsan segera diberikan pada waktu pasien demam (suhu
rektal lebih dari 38ÂșC). Pilihan obat harus dapat cepat masuk dan bekerja ke
otak. Antipiretik saja dan fenobarbital tidak mencegah timbulnya kejang
berulang. Rosman dkk, meneliti bahwa diazepam oral efektif untuk mencegah
kejang demam berulang dan bila diberikan intermitent
hasilnya lebih baik karena penyerapannya lebih cepat. Diazepam diberikan
melalui oral atau rektal. Dosis per rektal tiap 8 jam adalah 5 mg untuk pasien
dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan
lebih dari 10 kg. Dosis oral diberikan 0,2-0,5 mg/kg/dosis perhari dibagi dalam 3 dosis, diberikan bila pasien menunjukkan
suhu 38,5oC atau lebih. Efek samping diazepam adalah ataksia,
mengantuk dan hipotoni.
ii.
Profilaksis Terus Menerus dengan Antikonvulsan Tiap
Hari
Indikasi pemberian profilaksis terus menerus pada saat ini
adalah:
·
Sebelum
kejang demam yang pertama sudah ada kelainan atau gangguan perkembangan
neurologis.
·
Terdapat
riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik pada orang tua atau saudara
kandung.
·
Kejang
demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis
sementara atau menetap.
·
Kejang
demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang
multipel dalam satu episode demam.
Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1 – 2
tahun setelah kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 – 2
bulan. Pemberian profilaksis terus menerus hanya berguna untuk mencegah
berulangnya kejang demam berat, tetapi tidak dapat mencegah timbulnya epilepsi
di kemudian hari. Pemberian fenobarbital 3 – 5 mg/kg BB perhari dengan kadar
sebesar 16 mg/mL dalam darah menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah berulangnya
kejang demam. Efek samping fenobarbital ialah iritabel, hiperaktif, pemarah dan
agresif ditemukan pada 30–50 % kasus. Efek samping fenobarbital dapat dikurangi
dengan menurunkan dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat
yang memiliki khasiat sama dibandingkan dengan fenobarbital. Ngwane meneliti
kejadian kejang berulang sebesar 5,5 % pada kelompok yang diobati dengan asam
valproat dan 33 % pada kelompok tanpa pengobatan dengan asam valproat. Dosis
asam valproat adalah Mulai 10 mg/kg/24 jam
ditambah dengan 5-10 mg/kg/minggu. Efek samping
yang ditemukan adalah hepatotoksik, tremor dan alopesia. Fenitoin dan
karbamazepin tidak memiliki efek profilaksis terus menerus.
Obat-obat
antikonvulsan yang lazim digunakan pada kejang demam:(3)
Nama
obat
|
Dosis
oral
|
Dosis
pemberian IV
|
Efek
samping
|
Diazepam
|
0,2-0,5 mg/kg/dosis
|
0,05-0,2 mg/kg/dosis (bolus lambat) max
10 mg
|
Bradikardia, hipotensi, ataksia
|
Fenobarbital
|
3-5 mg/kg/hari
|
10-20 mg/kg
20-30 mg/kg pada neonates
|
Hiperaktifitas, iitabilitas, pola tidur berubah,
Sindrom Steven Johnson
|
Na Valproat
|
Mulai 10 mg/kg/24 jam ditambah dengan 5-10
mg/kg/minggu
|
|
Penambahan berat badan, alopesia,
hepatotoksisitas, tremor
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar