Google ads

Rabu, 24 Juni 2015

Bahaya Bagi Kesehatan Jika Salah Pilih Jamur Buat Makan



Menurut penggolongannya, cendawan atau jamur termasuk fungi. Jamur merupakan salah satu tumbuhan tingkat rendah yang tidak berklorofil. Tumbuhan ini umumnya bersifat sebagai saprofit atau parasit untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Sebagai saprofit, jamur hidup pada sisa makhluk hidup yang telah mati, seperti di tumpukan sampah organik, tumbuhan, atau kotoran hewan. Sedangkan sebagai parasit, jamur hidup menempel pada organisme lain dan biasanya bersifat merugikan. Reproduksi jamur dilakukan dengan dua cara, yaitu secara vegetatif dan generatif. Perkembangbiakan vegetatif biasanya dilakukan dengan membentuk spora, membelah diri, serta pembentukan kuncup. Sementara perkembangbiakan generatif dilakukan melalui pembentukan spora askus, konjugasi, dan menggunakan hifa yang akan menghasilkan zigospora. Selain memiliki berbagai macam cara untuk berkembangbiak, jamur juga terdiri dari aneka macam jenis baik yang bermanfaat maupun yang berbahaya/beracun. Saat ini sebagian  besar jamur yang dibudidayakan masyarakat adalah jamur yang bermanfaat, khususnya jamur konsumsi yang bisa dimakan atau dimanfaatkan sebagai obat. Hal lainnya yang dapat timbul akibat adanya cendawan atau jamur adalah tumbuh dan berkembangbiaknya pada makanan yang bila termakan akan bersifat xenobiotik ( racun ) dalam tubuh.

A.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat ditarik beberapa rumusan masalah yang dapat dikaji dalam makalah ini adalah :
a.       Kandungan kimia yang terdapat pada cendawan atau jamur yang tumbuh di makanan
b.      Cara pemakaiannya agar tidak berbahaya bagi tubuh
c.       Bahaya yang ditimbulkan bagi kesehatan
d.      Bagaimana cara analisa kandungan cendawan atau jamur pada makanan yang kita makan sehari – hari.

         Jamur atau cendawan adalah organisme yang mampu mengubah makhluk hidup dan benda mati menjadi sesuatu yang menguntungkan atau merugikan. Jamur memiliki potensi bahaya bagi kesehatan manusia atua hewan. Organisme ini dapat menghasilkan berbagai jenis toksin yang di sebut mitoksin, tergantung  jenis jamur. Jadi jamur juga dapat menyebabkan alergi dan infeksi, juga menyebakan tingkat dekomposisi makanan.
Jamur atau cendawan adalah tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat heterotrof. Jamur ada yang bersifat uniseluler dan multiseluler. Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang disebut hifa. Hifa dapat membentuk anyaman bercabang-cabang yang disebut miselium. Reproduksi jamur, ada yang dengan cara vegetatif ada juga dengan cara generatif. Jamur menyerap zat organik dari lingkungan melalui hifa dan miseliumnya untuk memperoleh makanannya. Setelah itu, menyimpannya dalam bentuk glikogen. Jamur merupakan konsumen, maka dari itu jamur bergantung pada substrat yang menyediakan karbohidrat, protein, vitamin, dan senyawa kimia lainnya. Semua zat itu diperoleh dari lingkungannya. Sebagai makhluk heterotrof, jamur dapat bersifat parasit obligat, parasit fakultatif, atau saprofit.
Cara hidup jamur lainnya adalah melakukan simbiosis mutualisme. Jamur yang hidup bersimbiosis, selain menyerap makanan dari organisme lain juga menghasilkan zat tertentu yang bermanfaat bagi simbionnya. Simbiosis mutualisme jamur dengan tanaman dapat dilihat pada mikoriza, yaitu jamur yang hidup di akar tanaman kacang-kacangan atau pada liken. Kemudian saprofit akan mengahancurkan sisa – sisa tumbuhan dan hewan yang kompleks, meguraikan dari zat – zat kimia yang telah lebih sederhana yang kemudian dikembalikan ke dalam tanah dan selanjuntnya meningkatkan kesuburanya.


A.    Kandungan

1.)    Protein.
Protein merupakan kandungan terbesar yang dimiliki jamur. Rata-rata jamur mengandung 14-54 % protein. Meskipun mengandung protein dalam jumlah yang cukup besar, jamur tetap aman untuk dikonsumsi oleh penderita kolesterol dan tekanan darah tinggi. Alasannya karena protein dalam jamur bebas phytosterol, sejenis kolesterol yang sering terdapat dalam makanan yang tinggi protein.

2.)    Vitamin.
Rata-rata jamur pangan memiliki kandungan vitamin B1 (thiamin), B2 (riboflavin), B3 (niacin), B5 (panthothenate), dan B7 (biotin). Jamur juga mengandung senyawa yang ergosterol yang akan dikonversikan oleh tubuh menjadi vitamin D saat terkena sinar matahari.

3.)    Mineral
Jamur kaya akan kandungan mineral. Beberapa di antaranya adalah selenium, magnesium, zinc, mangan dan kalium. Bahkan satu buah jamur portobello berukuran sedang memiliki lebih banyak kandungan kalium dibandingkan pisang.

4.)    Serat.
Dalam 100 gram jamur terkandung serat sebanyak 7,4 hingga 24,6 persen. Itulah sebabnya jamur sangat baik bagi perncernaan dan sering dikonsumsi oleh mereka yang sedang menjalani program diet.

5.)    Riboflavin
Di dalam 100 gram jamur rebus terkandung 0,3 mg riboflavin, yang merupakan 18% kebutuhan riboflavin atau vitamin B12 tubuh Anda. Riboflavin ini berfungsi untuk membentuk antibody, sel darah merah, sel pernafasan dan sebagainya.


6.)    Niacin
Di dalam 100 gram jamur rebus terkandung 4,5 mg niacin yang merupakan 22% kebutuhan niacin dalam tubuh Anda. Fungsi dari vitamin B3 atau niacin adalah untuk menghasilkan energi dalam sel.

7.)    Folat
Di dalam 100 gram jamur rebus terkandung 18 mcg folat atau 5% dari kebutuhan folat harian Anda. Folat merupakan nutrisi yang penting untuk sintesa sel baru, jadi sangat penting bagi ibu hamil untuk mencukupi folat dalam tubuhnya untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan janin yang sedang dikandungnya.

8.)    Asam Pantotenat
Di dalam 100 gram jamur rebus terkandung 2,2 mg vitamin B5 atau asam pantotenat, yang merupakan 22% dari kebutuhan harian Anda. Nutrisi ini sangat penting untuk proses metabolisme lemak dan karbohidrat tenaga.

B.     Cara Pemalsuan

Pada jamur yang sering digunakan oleh masyarakat Indonesia dapat dikatakan belum adanya pemalsuan dalam bentuk apa pun pada makanan, terkecuali pada pengolahannya masih banyak dilakukan oleh sebagian orang tidak tepat dan dapat membahayakan kesehatan jika dikonsumsi. Dan adapun cara menjaga keawetan jamur agar tetap bertahan adalah dengan cara mngeringkan jamur menggunakan teknik pengeringan beku yang dilakukan dalam keadaan beku dengan menggunakan alat Reeze Dryer. Yang dimana sebelumnya jamur dikeringkan dan direndam dengan Asam Sitrat 0,5% suhu 65oc selama 5 menit yang dilanjutkan dengan perendaman dalam Sodium Bisulfit 0,5% selama 30 – 40 menit dan dikering anginkan sehingga jamur dapat disimpan selama beberapa bulan dalam suhu kamar.




C.    Bahaya Bagi Kesehatan

Mengkonsumsi cendawan dapat menyebabkan penyakit Onikomikosis, Brochopulmonari, Alergi sinusitis dan Liver. Di Indonesia, aflatoksin merupakan mitoksin yang sering ditemukan pada produk – produk pertanian dan hasil olahan. Selain itu residu aflatoksin dan metabolitnya juga ditemukan pada produk peternakan seperti susu, telur, dan daging ayam. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar aflatoksin yang terkandung di dalam cendawan tidak akan hilang atau berkurang dengan pemasakan atau pemanasan. Selain itu, aflatoksin tidak terurai pada suhu didih air. Efek toksik yang ditimbulkan berbeda – beda karena adanya sifat kimia, biologi dan toksikologinya. Selain itu toksisitas cendawan ditentukan oleh :
1.    Dosis atau jumlah yang dikonsumsi
2.    Rute pemaparan
3.    Lama pemaparan
4.    Spesies
5.    Umur
6.    Jenis kelamin
7.    Status fisiologi, kesehatan dan gizi
8.    Efek sinergis dari berbagai mikotoksin yang secara bersamaan terdapat        pada tumbuhan / bahan pangan.
Beberapa kasus melaporkan bahwa 80 dari 81 orang pasien ( 66 orang pria dan 15 orang wanita ) menderita kanker hati karena mengkonsumsi oncom, tempe, kecap dan ikan asin dikarenakan kadar aflatoksin yang terkandung di dalamnya cukup tinggi  dan dapat menyebabkan kematian pada manusia adalah 10 – 20 mg.

D.    Cara Analisa

Banyak metode yang dapat digunakan untuk identifikasi cendawan dalam makanan. Selain metode penyinaran dengan panjang gelombang dekat infra merah memerlukan ekstraksi toksin dari makanan, dengan menggunakan campuran pelarut polar, sebelum analisis. Ekstrak-ekstrak ini, yang masih mengandung banyak senyawa makanan terlarut, bisa dianalisis secara langsung dengan metode ELISA atau dengan berbagai metode screening seperti piranti-piranti alir lateral, tongkat ukur, dan biosensor. Metodologi-metodologi ini semua bergantung pada penggunaan antibodi-antibodi spesifik mikotoksin untuk membedakan mikotoksin dengan komponen-komponen makanan yang ikut terekstrak dan pada umumnya memberikan hasil semi-kuantitatif.
Untuk penentuan mikotoksin yang lebih akurat, ekstrak-ekstrak memerlukan pemurnian. Metode pencucian yang dipilih adalah ekstraksi fase padat, dimana mikotoksin terikat ke sorben, zat-zat pengotor dicuci melalui kolom dan terakhir mikotoksin dikeluarkan. Yang juga populer adalah kolom-kolom multifungsi sudah terpadu dengan campuran-campuran adsorben seperti alumina dan arang
yang menyerap zat-zat pengotor ketika ekstrak mikotoksin melewatinya.
Setelah pencucian ekstrak, mikotoksin bisa dianalisis dengan kromatografi lapis-tipis, kromatografi gas, atau HPLC. Metode yang terakhir ini dikombinasikan dengan ultraviolet, fluoresensi atau pendeteksian spektrometri massa merupakan teknik analisis yang paling sering digunakan. Penggunaan pendeteksian spektrometri massa gabungan disini bisa menganalisis banyak toksin dikombinasikan dengan bukti penguat dalam eksperimen yang sama. Analisis multitoksin bermanfaat untuk makanan-makanan yang bisa terkontaminasi oleh beberapa mikotoksin berbeda, yang dihasilkan oleh spesies jamur yang sama atau berbeda.
Interpretasi tulisan-tulisan kuno menunjukkan bahwa mikotoksin telah menyebabkan masalah-masalah kesehatan sejak awal masa sejarah. Dan selama kita belum mampu menghambat kapabilitas jamur-jamur penghasil mikotoksin untuk menghasilkan toksin, kita masih akan terus bergantung pada kemajuan-kemajuan dalam kimia analitik untuk memantau toksin-toksin alami yang potensial ini.


Tidak ada komentar:

Google Ads