Menurut penggolongannya, cendawan atau jamur termasuk fungi.
Jamur merupakan salah satu tumbuhan tingkat rendah yang tidak berklorofil.
Tumbuhan ini umumnya bersifat sebagai saprofit atau parasit untuk memenuhi
kebutuhan pangannya. Sebagai saprofit, jamur hidup pada sisa makhluk hidup yang
telah mati, seperti di tumpukan sampah organik, tumbuhan, atau kotoran hewan.
Sedangkan sebagai parasit, jamur hidup menempel pada organisme lain dan
biasanya bersifat merugikan. Reproduksi jamur dilakukan dengan dua cara, yaitu
secara vegetatif dan generatif. Perkembangbiakan vegetatif biasanya dilakukan
dengan membentuk spora, membelah diri, serta pembentukan kuncup. Sementara
perkembangbiakan generatif dilakukan melalui pembentukan spora askus,
konjugasi, dan menggunakan hifa yang akan menghasilkan zigospora. Selain
memiliki berbagai macam cara untuk berkembangbiak, jamur juga terdiri dari
aneka macam jenis baik yang bermanfaat maupun yang berbahaya/beracun. Saat ini
sebagian besar jamur yang dibudidayakan masyarakat adalah jamur yang
bermanfaat, khususnya jamur konsumsi yang bisa dimakan atau dimanfaatkan
sebagai obat. Hal lainnya yang dapat timbul akibat adanya cendawan atau jamur
adalah tumbuh dan berkembangbiaknya pada makanan yang bila termakan akan
bersifat xenobiotik ( racun ) dalam tubuh.
A.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka dapat ditarik beberapa rumusan masalah yang dapat
dikaji dalam makalah ini adalah :
a. Kandungan
kimia yang terdapat pada cendawan atau jamur yang tumbuh di makanan
b. Cara
pemakaiannya agar tidak berbahaya bagi tubuh
c. Bahaya
yang ditimbulkan bagi kesehatan
d. Bagaimana
cara analisa kandungan cendawan atau jamur pada makanan yang kita makan sehari
– hari.
Jamur atau cendawan adalah organisme
yang mampu mengubah makhluk hidup dan benda
mati menjadi sesuatu yang menguntungkan atau merugikan. Jamur memiliki
potensi bahaya bagi kesehatan manusia atua hewan. Organisme ini dapat
menghasilkan berbagai jenis toksin yang di sebut mitoksin, tergantung
jenis jamur. Jadi jamur juga dapat menyebabkan alergi dan infeksi, juga menyebakan tingkat dekomposisi makanan.
Jamur atau
cendawan adalah tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat
heterotrof. Jamur ada yang bersifat uniseluler dan multiseluler. Tubuhnya
terdiri dari benang-benang yang disebut hifa. Hifa dapat membentuk anyaman bercabang-cabang
yang disebut miselium. Reproduksi jamur, ada yang dengan cara vegetatif ada
juga dengan cara generatif. Jamur menyerap zat organik dari lingkungan melalui
hifa dan miseliumnya untuk memperoleh makanannya. Setelah itu, menyimpannya
dalam bentuk glikogen. Jamur merupakan konsumen, maka dari itu jamur bergantung
pada substrat yang menyediakan karbohidrat, protein, vitamin, dan senyawa kimia
lainnya. Semua zat itu diperoleh dari lingkungannya. Sebagai makhluk
heterotrof, jamur dapat bersifat parasit obligat, parasit fakultatif, atau
saprofit.
Cara hidup
jamur lainnya adalah melakukan simbiosis mutualisme. Jamur yang hidup
bersimbiosis, selain menyerap makanan dari organisme lain juga menghasilkan zat
tertentu yang bermanfaat bagi simbionnya. Simbiosis mutualisme jamur dengan
tanaman dapat dilihat pada mikoriza, yaitu jamur yang hidup di akar tanaman
kacang-kacangan atau pada liken. Kemudian saprofit akan mengahancurkan sisa –
sisa tumbuhan dan hewan yang kompleks, meguraikan dari zat – zat kimia yang
telah lebih sederhana yang kemudian dikembalikan ke dalam tanah dan
selanjuntnya meningkatkan kesuburanya.
A.
Kandungan
1.)
Protein.
Protein merupakan kandungan
terbesar yang dimiliki jamur. Rata-rata jamur mengandung 14-54 % protein.
Meskipun mengandung protein dalam jumlah yang cukup besar, jamur tetap aman
untuk dikonsumsi oleh penderita kolesterol dan tekanan darah tinggi. Alasannya
karena protein dalam jamur bebas phytosterol, sejenis kolesterol yang sering
terdapat dalam makanan yang tinggi protein.
2.)
Vitamin.
Rata-rata jamur pangan memiliki
kandungan vitamin B1 (thiamin), B2 (riboflavin), B3 (niacin), B5
(panthothenate), dan B7 (biotin). Jamur juga mengandung senyawa yang ergosterol
yang akan dikonversikan oleh tubuh menjadi vitamin D saat terkena sinar
matahari.
3.)
Mineral
Jamur kaya akan kandungan mineral.
Beberapa di antaranya adalah selenium, magnesium, zinc, mangan dan kalium.
Bahkan satu buah jamur portobello berukuran sedang memiliki lebih banyak
kandungan kalium dibandingkan pisang.
4.)
Serat.
Dalam 100 gram jamur terkandung
serat sebanyak 7,4 hingga 24,6 persen. Itulah sebabnya jamur sangat baik bagi
perncernaan dan sering dikonsumsi oleh mereka yang sedang menjalani program
diet.
5.) Riboflavin
Di dalam 100 gram jamur rebus
terkandung 0,3 mg riboflavin, yang merupakan 18% kebutuhan riboflavin atau
vitamin B12 tubuh Anda. Riboflavin ini berfungsi untuk membentuk antibody, sel
darah merah, sel pernafasan dan sebagainya.
6.) Niacin
Di dalam 100 gram jamur rebus
terkandung 4,5 mg niacin yang merupakan 22% kebutuhan niacin dalam tubuh Anda.
Fungsi dari vitamin B3 atau niacin adalah untuk menghasilkan energi dalam sel.
7.) Folat
Di dalam 100 gram jamur rebus
terkandung 18 mcg folat atau 5% dari kebutuhan folat harian Anda. Folat
merupakan nutrisi yang penting untuk sintesa sel baru, jadi sangat penting bagi
ibu hamil untuk mencukupi folat dalam tubuhnya untuk menunjang pertumbuhan dan
perkembangan janin yang sedang dikandungnya.
8.)
Asam Pantotenat
Di dalam 100 gram jamur rebus
terkandung 2,2 mg vitamin B5 atau asam pantotenat, yang merupakan 22% dari
kebutuhan harian Anda. Nutrisi ini sangat penting untuk proses metabolisme
lemak dan karbohidrat tenaga.
B.
Cara
Pemalsuan
Pada jamur yang sering digunakan
oleh masyarakat Indonesia dapat dikatakan belum adanya pemalsuan dalam bentuk
apa pun pada makanan, terkecuali pada pengolahannya masih banyak dilakukan oleh
sebagian orang tidak tepat dan dapat membahayakan kesehatan jika dikonsumsi. Dan
adapun cara menjaga keawetan jamur agar tetap bertahan adalah dengan cara mngeringkan
jamur menggunakan teknik pengeringan beku yang dilakukan dalam keadaan beku
dengan menggunakan alat Reeze Dryer. Yang dimana sebelumnya jamur dikeringkan
dan direndam dengan Asam Sitrat 0,5% suhu 65oc selama 5 menit yang
dilanjutkan dengan perendaman dalam Sodium Bisulfit 0,5% selama 30 – 40 menit dan
dikering anginkan sehingga jamur dapat disimpan selama beberapa bulan dalam
suhu kamar.
C.
Bahaya
Bagi Kesehatan
Mengkonsumsi
cendawan dapat menyebabkan penyakit Onikomikosis, Brochopulmonari, Alergi
sinusitis dan Liver. Di Indonesia, aflatoksin merupakan mitoksin yang sering
ditemukan pada produk – produk pertanian dan hasil olahan. Selain itu residu
aflatoksin dan metabolitnya juga ditemukan pada produk peternakan seperti susu,
telur, dan daging ayam. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar
aflatoksin yang terkandung di dalam cendawan tidak akan hilang atau berkurang
dengan pemasakan atau pemanasan. Selain itu, aflatoksin tidak terurai pada suhu
didih air. Efek toksik yang ditimbulkan berbeda – beda karena adanya sifat
kimia, biologi dan toksikologinya. Selain itu toksisitas cendawan ditentukan
oleh :
1.
Dosis
atau jumlah yang dikonsumsi
2.
Rute
pemaparan
3.
Lama
pemaparan
4.
Spesies
5.
Umur
6.
Jenis
kelamin
7.
Status
fisiologi, kesehatan dan gizi
8.
Efek
sinergis dari berbagai mikotoksin yang secara bersamaan terdapat pada tumbuhan / bahan pangan.
Beberapa
kasus melaporkan bahwa 80 dari 81 orang pasien ( 66 orang pria dan 15 orang
wanita ) menderita kanker hati karena mengkonsumsi oncom, tempe, kecap dan ikan
asin dikarenakan kadar aflatoksin yang terkandung di dalamnya cukup tinggi dan dapat menyebabkan kematian pada manusia
adalah 10 – 20 mg.
D.
Cara
Analisa
Banyak
metode yang dapat digunakan untuk identifikasi cendawan dalam makanan. Selain metode
penyinaran dengan panjang gelombang dekat
infra merah memerlukan
ekstraksi toksin dari makanan, dengan menggunakan campuran pelarut polar,
sebelum analisis. Ekstrak-ekstrak ini, yang masih mengandung banyak senyawa
makanan terlarut, bisa dianalisis secara langsung dengan metode ELISA atau
dengan berbagai metode screening seperti piranti-piranti alir lateral, tongkat
ukur, dan biosensor. Metodologi-metodologi ini semua bergantung pada penggunaan
antibodi-antibodi spesifik mikotoksin untuk membedakan mikotoksin dengan
komponen-komponen makanan yang ikut terekstrak dan pada umumnya memberikan
hasil semi-kuantitatif.
Untuk penentuan mikotoksin yang lebih akurat, ekstrak-ekstrak memerlukan pemurnian. Metode pencucian yang dipilih adalah ekstraksi fase padat, dimana mikotoksin terikat ke sorben, zat-zat pengotor dicuci melalui kolom dan terakhir mikotoksin dikeluarkan. Yang juga populer adalah kolom-kolom multifungsi sudah terpadu dengan campuran-campuran adsorben seperti alumina dan arang yang menyerap zat-zat pengotor ketika ekstrak mikotoksin melewatinya.
Setelah pencucian ekstrak, mikotoksin bisa dianalisis dengan kromatografi lapis-tipis, kromatografi gas, atau HPLC. Metode yang terakhir ini dikombinasikan dengan ultraviolet, fluoresensi atau pendeteksian spektrometri massa merupakan teknik analisis yang paling sering digunakan. Penggunaan pendeteksian spektrometri massa gabungan disini bisa menganalisis banyak toksin dikombinasikan dengan bukti penguat dalam eksperimen yang sama. Analisis multitoksin bermanfaat untuk makanan-makanan yang bisa terkontaminasi oleh beberapa mikotoksin berbeda, yang dihasilkan oleh spesies jamur yang sama atau berbeda.
Interpretasi tulisan-tulisan kuno menunjukkan bahwa mikotoksin telah menyebabkan masalah-masalah kesehatan sejak awal masa sejarah. Dan selama kita belum mampu menghambat kapabilitas jamur-jamur penghasil mikotoksin untuk menghasilkan toksin, kita masih akan terus bergantung pada kemajuan-kemajuan dalam kimia analitik untuk memantau toksin-toksin alami yang potensial ini.
Untuk penentuan mikotoksin yang lebih akurat, ekstrak-ekstrak memerlukan pemurnian. Metode pencucian yang dipilih adalah ekstraksi fase padat, dimana mikotoksin terikat ke sorben, zat-zat pengotor dicuci melalui kolom dan terakhir mikotoksin dikeluarkan. Yang juga populer adalah kolom-kolom multifungsi sudah terpadu dengan campuran-campuran adsorben seperti alumina dan arang yang menyerap zat-zat pengotor ketika ekstrak mikotoksin melewatinya.
Setelah pencucian ekstrak, mikotoksin bisa dianalisis dengan kromatografi lapis-tipis, kromatografi gas, atau HPLC. Metode yang terakhir ini dikombinasikan dengan ultraviolet, fluoresensi atau pendeteksian spektrometri massa merupakan teknik analisis yang paling sering digunakan. Penggunaan pendeteksian spektrometri massa gabungan disini bisa menganalisis banyak toksin dikombinasikan dengan bukti penguat dalam eksperimen yang sama. Analisis multitoksin bermanfaat untuk makanan-makanan yang bisa terkontaminasi oleh beberapa mikotoksin berbeda, yang dihasilkan oleh spesies jamur yang sama atau berbeda.
Interpretasi tulisan-tulisan kuno menunjukkan bahwa mikotoksin telah menyebabkan masalah-masalah kesehatan sejak awal masa sejarah. Dan selama kita belum mampu menghambat kapabilitas jamur-jamur penghasil mikotoksin untuk menghasilkan toksin, kita masih akan terus bergantung pada kemajuan-kemajuan dalam kimia analitik untuk memantau toksin-toksin alami yang potensial ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar