Google ads

Senin, 09 Maret 2015

Prekursor




PP No. 44 tahun 2010: Mengatur Prekursor Lebih Ketat      

Saat ini konsumen apotek tidak lagi bisa bebas membeli  cairan aceton (penghilang cat kuku), kristal Kalium Permanganat (larutannya bersifat desinfektan/ untuk kompres luka), dan tablet ephedrin generik (obat asma). Tentu banyak yang bertanya-tanya , mengapa  obat yang tadinya gampang diperoleh tiba-tiba berubah langka? Apakah obat tersebut sering disalah gunakan sehingga  diketatkan peredarannya ?
Benar. Zat-zat  tersebut memang  sering disalahgunakan. Hanya saja penyalahgunaan dilakukan oleh pemilik pabrik narkoba dan ekstasi gelap - bukan oleh remaja teler seperti lazimnya. Akibat sering disalahgunakan  sebagai bahan pemula pembuat narkotika dan ekstasi maka peredaran zat tersebut dan beberapa bahan pemula lainnya kini diawasi sangat ketat. Bahan-bahan yang terlibat dalam pembuatan obat terlarang tersebut  disebut  Prekursor. Prekursor  sebagai  bahan  pemula  atau  bahan  kimia  banyak digunakan  dalam  berbagai  kegiatan  baik  pada  industri  farmasi, industri  non  farmasi,  sektor  pertanian  maupun  untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pengadaan  Prekursor  untuk  memenuhi  kebutuhan  industri farmasi,  industri  non  farmasi  dan  kebutuhan  pengembangan  ilmu pengetahuan  dan  teknologi  pada  saat  ini  baru  diatur dalam  tingkat Peraturan Menteri. Kendatipun  Prekursor  sangat  dibutuhkan  di  berbagai  sektor apabila  penggunaannya  tidak  sesuai  dengan  peruntukannya  dan ketentuan peraturan perundang-undangan atau disalahgunakan dalam pembuatan  Narkotika  dan  Psikotropika  secara  gelap  akan  sangat merugikan dan membahayakan kesehatan.
Meningkatnya  penyalahgunaan  Narkotika  dan  Psikotropika dewasa  ini  sangat  erat  kaitannya  dengan  penggunaan  alat-alat  yang berpotensi dalam penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika maupun Prekursor sebagai salah satu zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang  digunakan  untuk  memproduksi  Narkotika  dan  Psikotropika secara gelap.

Prekursor didefinisikan  sebagai zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotika dan psikotropika. Pengawasan dan pemantauan Prekusor tersebut selama ini dilakukan oleh Badan POM berdasarkan Keputusan Badan POM RI No. HK 00.05.35.02771 tertanggal 4 September 2002.
Peningkatan  penyalahgunaan  Prekursor  dalam  pembuatan
Narkotika dan Psikotropika telah menjadi ancaman yang sangat serius yang  dapat  menimbulkan  gangguan  bagi  kesehatan,  instabilitas ekonomi,  gangguan  keamanan,  serta  kejahatan  internasional  oleh karena  itu  perlu  diawasi  secara  ketat  agar  dapat  digunakan  sesuai peruntukannya.
Pengendalian  dan  pengawasan  sebagai  upaya  pencegahan  dan memberantas  penyalahgunaan  dan  peredaran  gelap  Prekursor  sangat membutuhkan  langkah-langkah  konkrit,  terpadu  dan  terkoordinasi secara  nasional,  regional  maupun  internasional,  karena  kejahatan penyalahgunaan  Prekursor  pada  umumnya  tidak  dilakukan  oleh perorangan  secara  sendiri  melainkan  dilakukan  secara  bersama-sama, bahkan  oleh  sindikat  yang  terorganisasi  rapi  dan  sangat  rahasia.
Disamping  itu  kejahatan  Prekursor  bersifat  transnasional  dilakukan dengan menggunakan modus operandi dan teknologi canggih termasuk pengamanan  hasil-hasil  kejahatan  Prekursor.  Perkembangan  kualitas kejahatan  Prekursor  tersebut  sudah  menjadi  ancaman  yang  sangat serius bagi kehidupan umat manusia.
Dalam  upaya  melakukan  pengendalian  dan  pengawasan  serta penanggulangan  penyalahgunaan  Prekursor  karena  menyangkut  tugas dan  fungsi  berbagai  sektor  terkait  diperlukan  adanya  suatu  Peraturan Pemerintah yang menata secara menyeluruh pengaturan Prekursor.
            Mengingat belakangan ini penyalahgunaan Prekursor dalam pembuatan narkotika dan psikotropika telah menjadi ancaman yang sangat serius yang dapat menimbulkan gangguan bagi kesehatan, instabilitas ekonomi, gangguan keamanan, serta kejahatan internasional,   pada 5 April 2010 Presiden DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono telah menandatangani Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 tahun 2010 tentang Golongan dan jenis Prekursor.
Pengaturan Prekursor oleh PP ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Prekursor, mencegah dan memberantas peredaran gelap Prekursor, mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan Prekursor, dan menjamin ketersediaan Prekursor untuk industri farmasi, industri non farmasi, dan pengembangan ilmu dan pengetahuan dan teknologi.
Dalam PP ini diatur tentang penggolongan dan jenis Prekursor, mekanisme penyusunan rencana kebutuhan tahunan secara nasional, pengadaan, impor dan ekspor, peredaran, pencatatan dan pelaporan, pengawasan serta ketentuan sanksi. Menurut PP 44, Prekursor hanya dapat digunakan untuk tujuan industri farmasi, industri non farmasi, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 
Pengadaan  Prekursor  untuk  memenuhi  kebutuhan  industri farmasi,  industri  non  farmasi  dan  kebutuhan  pengembangan  ilmu pengetahuan  dan  teknologi  pada  saat  ini  baru  diatur dalam  tingkat Peraturan Menteri.
Kendatipun  Prekursor  sangat  dibutuhkan  di  berbagai  sektor apabila  penggunaannya  tidak  sesuai  dengan  peruntukannya  dan ketentuan peraturan perundang-undangan atau disalahgunakan dalam pembuatan  Narkotika  dan  Psikotropika  secara  gelap  akan  sangat merugikan dan membahayakan kesehatan.
Meningkatnya  penyalahgunaan  Narkotika  dan  Psikotropika dewasa  ini  sangat  erat  kaitannya  dengan  penggunaan  alat-alat  yang berpotensi dalam penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika maupun Prekursor sebagai salah satu zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang  digunakan  untuk  memproduksi  Narkotika  dan  Psikotropika secara gelap.
Alat  potensial  yang  dapat  disalahgunakan  untuk  melakukan tindak  pidana  Narkotika  dan  Psikotropika  adalah  alat  potensial  yang diawasi  dan  ditetapkan  sebagai  barang  di  bawah  pengawasan Pemerintah,  antara  lain:  jarum  suntik,  semprit  suntik  (syringe),  pipa pemadatan dan anhidrida asam asetat.
Peningkatan  penyalahgunaan  Prekursor  dalam  pembuatan Narkotika dan Psikotropika telah menjadi ancaman yang sangat serius yang  dapat  menimbulkan  gangguan  bagi  kesehatan, instabilitas ekonomi,  gangguan  keamanan,  serta  kejahatan  internasional  oleh karena  itu  perlu  diawasi  secara  ketat  agar  dapat  digunakan  sesuai peruntukannya.
Pengendalian  dan  pengawasan  sebagai  upaya  pencegahan  dan memberantas  penyalahgunaan  dan  peredaran  gelap  Prekursor  sangat membutuhkan  langkah-langkah  konkrit,  terpadu  dan  terkoordinasi secara  nasional,  regional  maupun  internasional,  karena  kejahatan penyalahgunaan  Prekursor  pada  umumnya  tidak  dilakukan  oleh perorangan  secara  sendiri  melainkan  dilakukan  secara  bersama-sama, bahkan  oleh  sindikat  yang  terorganisasi  rapi  dan  sangat  rahasia. Disamping  itu  kejahatan  Prekursor  bersifat  transnasional  dilakukan dengan menggunakan modus operandi dan teknologi canggih termasuk pengamanan  hasil-hasil  kejahatan  Prekursor.  Perkembangan  kualitas kejahatan  Prekursor  tersebut  sudah  menjadi  ancaman  yang  sangat serius bagi kehidupan umat manusia.
Dalam  upaya  melakukan  pengendalian  dan  pengawasan  serta penanggulangan  penyalahgunaan  Prekursor  karena  menyangkut  tugas dan  fungsi  berbagai  sektor  terkait  diperlukan  adanya  suatu  Peraturan Pemerintah yang menata secara menyeluruh pengaturan Prekursor. Dalam  Peraturan  Pemerintah  ini  diatur  tentang  penggolongan dan  jenis  Prekursor,  mekanisme  penyusunan  rencana  kebutuhan tahunan  secara  nasional,  pengadaan,  impor  dan  ekspor,  peredaran, pencatatan dan pelaporan, pengawasan serta ketentuan sanksi.
PP no. 44 tahun 2010 dalam pasal 4 menyebut 23 zat sebagai Prekursor. Zat-zat tersebut dikelompokkan kedalam 2 tabel (tabel I dan Tabel II). Zat-zat yang terdapat dalam tabel I akan diawasi lebih ketat dibandingkan zat yang terdapat dalam tabel II.
Berdasarkan pasal 5 PP no. 44 tahun 2010 tentang rencana kebutuhan Prekursor tahunan, maka Menteri  berkoordinasi  dengan  menteri  terkait menyusun  rencana  kebutuhan  Prekursor  untuk kepentingan  industri  farmasi,  industri  non  farmasi, dan  lembaga  pengembangan  ilmu  pengetahuan  dan teknologi setiap tahun. Rencana  kebutuhan  tersebut disusun  berdasarkan  jumlah  persediaan, perkiraan  kebutuhan  dan  penggunaan  Prekursor secara nasional. Rencana kebutuhan Prekursor tersebut maka Menteri  melaporkan kepada badan internasional di bidang Narkotika.
Untuk Pengadaan Prekursor berdasarkan pasal 6, pengadaan Prekursor tersebut dilakukan  melalui  produksi dalam negeri dan impor dimana Prekursor  tersebut hanya  dapat  digunakan  untuk  tujuan  industri farmasi,  industri  non  farmasi,  dan  pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sedangkan untuk produksi Prekursor berdasarkan pasal 7 hanya  dapat  diproduksi  oleh  industri yang  telah  memiliki  izin  sesuai  dengan  ketentuan peraturan perundang-undangan. Produksi  Prekursor  untuk  industri  farmasi  harus dilakukan  dengan  cara  produksi  yang  baik  sesuai  dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Prekursor  untuk  industri  farmasi  harus  memenuhi standar Farmakope Indonesia dan standar lainnya. Prekursor  untuk  industri  non  farmasi  harus memenuhi  persyaratan  sesuai  dengan  ketentuan peraturan perundang-undangan. Dimana setiap  Prekursor  wajib  diberi  label  pada  setiap wadah atau kemasan. Label pada Prekursor tersebut harus berbentuk  tulisan,  gambar,  kombinasi  tulisan  dan gambar,  atau  bentuk  lain  yang  disertakan  pada kemasan  atau  dimasukkan  dalam  kemasan, ditempelkan,  atau  merupakan  bagian dari  wadah dan/atau kemasannya. Kemudian Prekursor  wajib  disimpan  pada  tempat penyimpanan  yang  aman  dan  terpisah  dari penyimpanan lain.
Dalam impor dan ekspor  Prekursor  hanya  dapat dilakukan  oleh  badan  usaha  yang  memiliki  izin usaha importir atau eksportir.   Impor  dan  ekspor  Prekursor tersebut  harus  dilengkapi dengan  dokumen  yang  sah  sesuai  dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap  melakukan  kegiatan  impor  dan  ekspor Prekursor  harus  memperoleh  Surat  Persetujuan Impor atau Surat Persetujuan Ekspor.
Peredaran Prekursor Pasal 14
 (1) Prekursor  untuk  industri  non  farmasi  yang diproduksi  dalam  negeri  hanya  dapat  disalurkan kepada  industri  non  farmasi,  distributor,  dan pengguna akhir.
(2) Prekursor  untuk  industri  non  farmasi  yang  diimpor hanya  dapat  disalurkan  kepada  industri  non farmasi, dan pengguna akhir.
(3) Prekursor  untuk  industri  farmasi  hanya  dapat disalurkan kepada industri farmasi dan distributor.
(4) Pedagang  Besar  Bahan  Baku  Farmasi,  distributor atau  importir  terdaftar  dapat  menyalurkan Prekursor  kepada  lembaga  pengembangan  ilmu pengetahuan dan teknologi.
(5)  Setiap  kegiatan  penyaluran  Prekursor  tesebut harus dilengkapi dengan dokumen penyaluran.
Penyerahan, pencatatan dan pelaporan Prekursor (Pasal 15 dan Pasal 16) untuk penyerahan  Prekusor  dalam  rangka  peredaran harus dilakukan pencatatan dan pelaporan secara berkala. Dimana pencatatan tersebut sekurang-kurangnya memuat:
a.  jumlah  Prekursor  yang  masih  ada  dalam persediaan;
b.  jumlah  dan  banyaknya  Prekursor  yang diserahkan; dan
c.  keperluan  atau  kegunaan  Prekursor  oleh pemesan.

Menteri melakukan pengawasan Prekursor tersebut bertujuan untuk :
a. terpenuhinya  Prekursor  untuk  kepentingan industri farmasi dan non farmasi;
b. terpenuhinya  Prekursor  untuk  kepentingan pendidikan,  pengembangan  ilmu  pengetahuan dan teknologi, dan pelayanan kesehatan;
c.  pencegahan  terjadinya  penyimpangan  dan kebocoran Prekursor;
d. perlindungan  kepada  masyarakat  dari  bahaya penyalahgunaan Prekursor; e.  pemberantasan peredaran gelap Prekursor.
Dalam  rangka  pengawasan,  Menteri  dan  Menteri terkait dapat mengambil tindakan administratif. Tindakan  administratif dapat berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c.  penghentian sementara kegiatan; atau
d. pencabutan izin.

Golongan Dan Jenis Prekursor
TABEL I
TABEL II
Acetic Anhydride
Acetone
N-acetylanthranilic Acid
Anthranilic Acid
Ephedrine
Ethyl Ether
Ergometrine
Hydrochloric Acid
Ergotamine
Methyl ethyl ketone
Isosafrole
Phenylacetic Acid
Lysergic Acid
Piperidine
3,4-Methylenedioxyphenyl-2
propanone
Sulphuric Acid
Norephedrine
Toluene
1-phenyl-2-propanone

Piperonal

Potasium Permanganat

Pseudoephedrine

Safrole




Tidak ada komentar:

Google Ads