Metode termal seperti differential
scanning calorimetry (DSC),
thermogravimetric analysis (TGA), thermomechanical analysis (TMA) and
dynamic mechanical analysis (DMA) merupakan
teknik untuk mencirikan morfologi
dan komposisi material (bahan). Hal ini sering dilakukan untuk mengidentifikasi
zat dengan mengacu pada karakteristik perubahan suhu suatu material. Dengan
mengamati perubahan sifat yang diukur dengan suhu (misalnya. entalpi, berat,
panjang, kekakuan dll), seseorang mungkin dapat mengukur derajat kristalinitas,
komposisi atau kepadatan. sistem multi-fase
akan memberikan respon kombinasi dimana memungkinkan untuk memperkirakan jumlah
setiap komponen. Metode termal konvensional hanya memberikan respon rata-rata spesimen
yaitu mereka tidak dapat memberikan informasi mengenai distribusi fase dalam
rangka untuk mendapatkan informasi tentang sampel, sehingga penelitian harus menggunakan
mikroskop.
Metode termal yang paling populer adalah diferensial scanning kalorimetri
(DSC) yang mengukur aliran panas ke dalam atau keluar dari sampel yang dikenai
suhu. Dengan cara ini suhu transisi dapat diidentifikasi dan entalpi dan
perubahan kapasitas panas terkait dengan sampel dapat ditentukan. Pada tahun
1992, Reading, dkk. memperkenalkan kombinasi modulasi suhu dikombinasikan
dengan dekonvolusi dari data yang . Teknik baru ini disebut modulated
temperature DSC (MTDSC). MTDSC secara signifikan meningkatkan sensitivitas dan teknik
resolusi terhadap beberapa perubahan untuk dideteksi. Sehingga memungkinkan
untuk mengamati dan mengukur morfologi sampel yang akan dianalisa. Awalnya, MTDSC
dibatasi untuk mempelajari polimer, tetapi baru-baru teknik telah diterapkan
untuk studi tentang makanan dan obat-obatan.
Metode lain yang populer
adalah termal thermomechanical analisis (TMA) di mana probe ditempatkan pada
spesimen, sehingga suhu meningkat, perubahan panjang sampel (seperti pelelehan)
dapat diukur. Dengan cara ini, koefisien ekspansi termal dan transisi suhu
dapat ditentukan. Ketika beban berosilasi diterapkan pada spesimen, hal ini
mungkin dilakukan untuk memonitor modulus mekanik dan redaman sampel sebagai
fungsi temperatur. Sehingga teknik ini dikenal sebagai dynamic mechanical
analysis (DMA).
Untuk mendapatkan informasi
dengan leluasa mengenai material, peneliti harus menggunakan mikroskopi. Tanpa
menggunakan pewarnaan atau teknik etsa mungkin sulit untuk menentukan perbedaan
dalam komposisi seluruh spesimen. Infrared dan Raman microspectrometry mungkin digunakan
untuk menyelidiki komposisi kimia pada skala kecil tetapi sering memberikan resolusiyang
kurang baik. Pencitraan secondary ionmass spectrometry (SIMS) atau X-ray
fotoelektron spektrometri (XPS) mampu memberikan informasi, tetapi juga memiliki
kelemahan dimana analisa sampel memelukan vakum tinggi.
ANALISIS TERMAL DALAM MAKANAN
Metode analisa termal secara
luas juga dapat digunakan untuk karakterisasi makanan. Misalnya mengetahui
karakteristik termal dari konstituen makanan utama seperti karbohidrat, lipid,
protein, air dan kemudian perilaku baku termal dan penyusun makanan.
Analisa termal dan teknik kalorimetrik
sangat efisien untuk mempelajari sejumlah besar efek fisiko-kimia pada makanan
dan dengan demikian memungkinkan untuk menentukan pengolahan makanan yang
optimal. Dalam pemeriksaan makanan dengan analisis termal dan teknik kalorimetrik,
banyak efek fisikokimia dapat diamati dalam kisaran suhu antara -50 dan 300 °C.
Fenomena termal ini dapat berupa endotermik, seperti peleburan, gelatinisasi,
penguapan, denaturasi, atau eksoterm, seperti kristalisasi, fermentasi,
oksidasi,. Transisi gelas diamati sebagai informasi dalam penentuan kadar air dan aktivitas air.
Instrumen dan metode untuk
analisis termal pada makanan
Untuk analisa termal pada bahan makanan yaitu
dengan menggunakan high pressure differential
thermal analysis (NETZSCH, Selb, Jerman), kalorimeter jenis Calvet,
peralatan heat flow mikro-DSC (Setaram, Caluire, Perancis) Pemindaian
(pemanasan dan pendinginan) serta mode peralatan isotermal lainnya.
Analisa
Untuk karbohidrat, fenomena
utama yang diamati pelepasan air kristalisasi,
meleleh, dekomposisi, gelatinisasi pati dengan adanya air, retrogradasi
dari gel serta transisi gelas, relaksasi dan kristalisasi amorf sampel. Untuk
lipid, fenomena utama yang diamati yaitu kristalisasi, penlelehan, polymorfisme
dan oksidasi. Efek jenis pengemulsi pada karakteristik kristalisasi dan
pelelehan dapat juga diamati dengan cara ini. Transisi gelas dan relaksasi
sering ditumpangkan dalam kisaran suhu yang sama. Namun perubahan reversibel
transisi gelas pada tingkat dasar line dan fenomena relaksasi non-reversible.
Jadi, dua scan (satu langsung setelah yang lain) dari sampel yang sama
memungkinkan untuk membedakan antara kedua fenomena. Untuk mempelajari
pelepasan air kristalisasi dalam hidrat, thermogravimetry sangat berguna untuk
menunjukkan fenomena endotermik yang sesuai pada kehilangan massa. Fenomena
gelatinisasi dan retrogradasi bermanfaat dalam modifikasi reologi dari suatu
produk, informasi pelengkap yang dapat diperoleh misalnya oleh dinamic mechanical
analysis (DMA) atau dynamic mechanical thermal
analysis (DMTA),.
Contoh kurva kristalisasi
ditunjukkan pada gambar 1.
Gambar. 1, menunjukkan bahwa penambahan
pengemulsi A atau B dapat menyebabkan lebih tinggi atau lebih rendah awal suhu
kristalisasi lemak, dibandingkan dengan lemak murni.
Untuk protein, fenomena utama
yang diamati adalah denaturasi ketika protein dalam larutan, serta transisi
gelas dan oksidasi ketika berbentuk bubuk kering. Transisi gelas protein adalah
fenomena lemah; deteksi nya dilakukan berdasarkan parameter rheologi yang
diperoleh misalnya dengan dynamic mechanical
thermal analysis (DMTA).
Analisis termal dan
kalorimetri untuk air, memungkinkan untuk mengamati kristalisasi, leleh (es)
serta penguapan. Yang sesuai dengan fenomena entalpi yang cukup tinggi, bahkan
sampel air yang sedikit atau larutan encer dapat dianalisis dengan standar DSC.
Konstituen kecil dari makanan,
seperti kafein atau vitamin, juga dapat dianalisis dengan teknik ini. Kafein,
misalnya, menunjukkan transisi solid-solid sekitar 135 °C dan meleleh sekitar
230 °C.
Perilaku Termal Makanan Mentah
Sebagian besar efek
fisiko-kimia dari kandungan makanan utama adalah ditemukan lagi dalam kurva
kalorimetrik makanan mentah seperti biji kopi,sereal atau susu bubuk dan susu
formula bayi. Hal ini harus diingat bahwa tentang semua makanan mentah dan
dilarutkan mengandung air dan oleh karena itu pengukuran produk tersebut dalam
sel tertutup di atas 100 °C hanya harus dilakukan dengan tindakan pencegahan
disebabkan tekanan meningkat karena uap air. Selain fenomena tersebut, beberapa
interaksi antara kandungan makanan, seperti reaksi Maillard yang reaksi antara
protein dan gula pereduksi, misalnya susu bubuk atau susu formula dapat diamati
sebagai suatu fenomena dalam kurva eksotermik kalorimetrik.
Analisa Termal untuk Pemeriksaan Pemalsuan Makanan
Analisis termal dapat juga
digunakan untuk memeriksa makanan yang dipalsukan. Seperti analisis termal
mengamati perilaku termal dari makanan. Perilaku termal yang diikuti lebih dari
perubahan suhu dan / atau waktu.
Menimbang bahwa deteksi
pemalsuan membutuhkan pengetahuan tentang sifat fisik dan kimia produk makanan,
maka pendekatan analisanya mengikuti dua langkah. Pertama, yaitu menggunakan
DSC untuk menentukan perilaku termal dari sirup madu murni dan murni, dan kedua,
yaitu menggunakan untuk mendeteksi DSC modifikasi dari kurva thermoanalytical untuk
menentukan pemalsuan madu dengan penambahan sirup. Untuk melengkapi pemahaman
tentang beberapa fenomena termal yang diamati, makamenggunakan modulasi
suhu-DSC.
Bahan dan metode
Sampel
Madu Lavandula, Robiniae dan
Fir diperoleh dari peternak lebah Prancis. sampel sirup diperoleh dari pemasok
industri Perancis (Dorsman SARL; Ickovich SA).
Persiapan
Karena madu tidak bahan murni
dan homogen, protokol eksperimental cocok dikembangkan untuk mengurangi
heterogenitas sampel. Madu dan sirup disimpan pada suhu 4-6 °C dan dibiarkan
pada suhu kamar selama 12 jam sebelum analisis. Setiap sampel dihomogenkaan
dengan perangkat mekanik selama 20 menit.
analisis Differential scanning calorimetry (DSC)
menggunakan
peralatan DSC model 8220 dengan ADSC. Kondisi percobaanl (Kisaran suhu,
jenis wadah, suhu pemrograman, tingkat pemanasan (20 °C min-1)
tingkat pendinginan (10 °C min -1), dan ditimbang massa sampel. Tiga
DSC berjalan dilakukan untuk menentukan parameter termal dan parameter
termodinamika (Tg, Tmel, ΔkalH, ΔCp ) Serta perilaku
pelelehansampel pada suhu tinggi.
analisis TMDSC
dalam rangka meningkatkan
pemahaman tentang fenomena termal tertentu maka
dilakukan analisa menggunakan modulated temperature scanning calorimetry
(TMDSC), yang terjadi di sampel. Terutama, kita mempelajari transisi gelas dan fenomena termal muncul pada kisaran suhu
antara 40-90 °C. Parameter untuk modulasi suhu adalah: laju pemanasan 7 °C min-1,
Amplitudo modulasi dari ± 1 °C, dan periode 60 detik. Sampel dianalisa dengan
pemanasan dari -65 sampai -30 °C untuk mengetahui transisi glass, dan dari suhu
20 sampai 100 °C untuk mempelajari fenomena endoterm.
Hasil dan pembahasan
perilaku termal madu dan sirup
Gambar 2 dan 3 menunjukkan masing-masing.
kurva DSC madu (Lavender) dan sirup gula (bit dan isoglucose). Dalam kebanyakan
kasus, tiga fenomena termal yang diamati dalam kurva thermoanalytical dari
madu:
i) penyimpangan dasar dari
kurva DSC thermoanalytical, ditandai dengan perubahan dalam kapasitas panas dan
ditafsirkan sebagai transisi gelas (-44 sampai -36 °C); suhu transisi gelas
diambil pada awal efek termal dan disebut Tg
ii) fenomena endoterm (relatif
lemah) pada kisaran suhu 40 sampai 90 °C, yang disebut transisi 2,
iii) puncak endotermik sangat
luas dan intens dalam kisaran suhu 100-120 °C untuk 180-220 °C, yang disebut
transisi 3.
Gambar 2 . DSC
scan (memindai suhu linier) untuk madu Lavender
Perbedaan yang signifikan di posisi
Tg dan intensitas telah diamati antara madu dan sirup (tebu dan bit). Perbedaan
keduanya berupa kualitatif dan kuantitatif. Sebagai contoh, rata-rata Tg adalah
masing-masing -40,7, -42,9, -36,7 dan -32,0 ± 0,5 °C untuk Robinia, Lavender,
madu dan sirup tebu Fir. Pengamatan ini diselesaikan dengan mencatat ada atau
tidak adanya fenomena karakteristik (transisi gelas diamati dan diukur untuk
madu tetapi tidak diamati untuk sirup isoglucose). Untuk bit dan sirup tebu
(kelembaban: 50%), analisis DSC menunjukkan adanya puncak endotermik yang khas
dalam kisaran -20 sampai 0°C (bandingkan Gambar 3, transisi 1) terkait dengan
mencairnya sampel es. Perubahan entalpi terkait (ΔkalH1),
Sesuai untuk mencairnya air beku, tidak diamati dalam madu karena air terdapat dalam
jaringan gula.
Gambar. 3 DSC untuk isoglucose dan sirup gula bit
Untuk sirup isoglucose,
(kelembaban ≈ 24%) mencairnya air beku tidak diamati. Transisi gelas sirup ini
juga tidak tampak pada kurva termoanalitis, karena tampaknya terletak di bawah
-65 °C, sedangkan untuk madu yang diamati antara suhu -42,9 dan -36,7
Gambar. 3a Latar-proyeksi dua faktor. Tg /
°C vsΔkal H3/ J g-1. Perbedaan antara Syrup dan madu dari
parameter termal dan termodinamika
Perbedaan yang diamati antara
Tg sampel sekitar 1-6 °C madu dan sekitar 3 °C untuk sirup. Sebaliknya,
perbedaan antara Tg dari madu dan sirup adalah 10 °C atau lebih (bandingkan
Gambar. 3a). Pengamatan ini menunjukkan kemungkinan menggunakan suhu transisi gelas
untuk membedakan antara madu dan sirup. Selain itu, tidak ada perbedaan yang
signifikan di Tg suhu antara tebu atau bit sirup (-33,0 ± 2,0 °C) dan honeydews
(-36,7 ± 0,3 °C) yang diwakili oleh madu Fir dalam penelitian (Gambar 3a).
Dari sudut pandang umum,
semakin tinggi perbedaan prilaku panas dan termodinamika antara madu murni dan
sirup (industri atau buatan sendiri), semakin mudah untuk mendeteksi pemalsuan.
Analisis Termal Dalam Lingkungan Industri
Prosedur industri umum yang
sering mengekspos polimer untuk cairan dan uap yang dapat mempengaruhi sifat
termal bahan. Dengan melakukan pengukuran di bawah kondisi proses simulasi thermoanalytical,
peneliti dapat menyelidiki efek lingkungan pada sifat-sifat material.
Eksperimen tersebut juga dapat digunakan untuk menunjukkan sifat dari proses
yang terjadi. Sehingga diaplikasikan untuk thermogravimetry, termomekanis,
pengukuran mekanik dan dielektrik dinamis untuk memantau perilaku serat, film
dan perekat dalam kondisi seperti itu.
Kontrol yang baik dari lingkungan sampel merupakan
kebutuhan utama untuk analisis termal. Dalam dunia nyata, interaksi bahan dengan
uap air, efek residu dari pelarut, pencucian dan prosedur pencelupan, paparan
sinar matahari, dan lain-lain bisa memodifikasi perilaku sampel.
Contoh :
Pengolahan serat selulosa asetat
Serat selulosa asetat yang
diproduksi dengan larutan polimer dalam aseton menjadi aliran udara panas. Pelarut menguap
meninggalkan bundel filamen yang diambil
dan diproses lebih lanjut menjadi serat dan kain. Efek pelarut sisa pada sifat-sifat polimer yang sangat penting untuk
penanganan selanjutnya. Meskipun ada beberapa
studi telah dilakukan tentang efek molekular rendah terhadap berat molekul pada
selulosa dan selulosa ester, hal ini telah difokuskan terutama pada efek
kelembaban pada kelas polimer hidrofilik. Efek antiplastisasi juga telah
diamati dimana kekakuan dari polimer
yang mengandung pengencer lebih tinggi dari bahan yang tidak diberikan
perlakuan.
DAFTAR PUSTAKA
Cordella,
C., Faucon, J. P, Cabrol-Bass, D and Sbirrazzuoli, N. 2003. Application Of DSC as a Tool for Honey Floral Species Characterization
and Adulteration Detection. Journal Of Thermal Analysis And
Calorimetry, Vol. 71 (2003) 275–286
Price, D. M.
Reading, M., and Lever, T. J.
1999.
Applications Of Micro-Thermal Analysis. Journal Of
Thermal Analysis And Calorimetry 56 673-679
Price, D. M.
Reading, M., Hammiche, B. A., Pollock, H. M. 1999. Micro-Thermal
Analysis: Scanning Thermal Microscopy And Localised Thermal Analysis. International Journal of Pharmaceutics 192
(1999) 85–96
Price, D.M. 1997. Thermal Analysis In Industrial Environments. Journal Of Thermal Analysis, Vol 49 953-959
Raemy,
A. 2003.
Behavior of Foods Studied by Thermal Analysis Introduction. Journal Of Thermal Analysis And Calorimetry,
Vol. 71 273–278
Tidak ada komentar:
Posting Komentar