Seiring kemajuan pembangunan
nasional termasuk sektor ekonomi, industri dan kesehatan terutama di kota-kota
besar di Indonesia, dari suatu kajian mutakhir tentang kecenderungan
pembangunan kesehatan di Indonesia, telah terjadi pola perubahan penyakit dari
penyakit infeksi ke penyakit degeneratif. Konsekuensi dan implikasinya juga luas
menyangkut perubahan pelayanan kesehatan dan kedokteran serta sarananya
menjelang pergantian abad menuju abad ke 21. Perubahan di atas disebut transisi
epidemiologi sebagai akibat transisi demografi.
Kajian data Survei Kesehatan
Rumah Tangga di Indonesia yang mutakhir memperlihatkan bahwa prevalensi
penyakit jantung, kanker meningkat menduduki urutan di atas penyakit-penyakit
infeksi yang cenderung menurun. Kemajuan perkembangan ilmu gizi serta
penerapannyadi Indonesia melalui UPGK dan Posyandu lebih diprioritaskan bagi
golongan penduduk dengan masalah gizi utama meliputi penyakit defisiensi
seperti penyakit Kekurangan Kalori Protein (KKP), defisiensi vitamin A, anemi
defisiensi besi dan penyakit defisiensi yodium; namun dalam Pelita VI
antisipasi ke arah sasaran penyakit degeneratif akan lebih mendapat perhatian
pemerintah dan masyarakat.
Pendidikan gizi dan upaya
perbaikan pangan dan gizi yang mengacu pada perilaku pola makan yang benar dan
baik dicerminkan melalui slogan Empat Sehat Lima Sempurna, Program
Penganekaragaman Menu Makanan Rakyat, Gerakan Kesadaran Pangan dan Gizi
Nasional; dari pengalaman empiris, pendekatan teknologi intervensi suplementasi
dengan vitamin A, yodium dan Fe merupakan tindakan preventif kesehatan
masyarakat yang sudah sejak lebih dari 20 tahun dilaksanakan di Indonesia dan
juga di luar negeri. Dengan kemajuan ilmu biologi molekuler dan ilmu gizi,
akkhir-akhir ini teori radikal bebas pesat berkembang yang memberi perspektif
baru dalam penerapannya dibidang ilmu gerontologi maupun dalam menunjang
penanggulangan penyakit denegeratif lainnya.
Uraian berikutnya akan mengemukakan alasan-alasan
rasional penggunaan suplemen yang selalu menjadi pertanyaan tidak saja bagi
masyarakat awam, tapi juga di kalangan profesi kedokteran, kesehatan dan gizi.
Pendekatan Suplementasi Vitamin Mineral Dalam
Program Kesehatan Masyarakat Dan Prospek Hasil Penelitian.
Dalam penanggulangan kebutuhan
akibat defisiensi vitamin A, diberikan kapsul lunak 200.000 IU vitamin A setiap
6 bulan kepada anak prasekolah 1-- 5 tahun sejak tahun 1972, termasuk di daerah
pedesaan melalui Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK), Posyandu. Dalam rangka
penanggulangan anemi defisiensi besi pada kehamilan sejak lama pula melalui
UPGK dan Posyandu diberikan pil ferrosulfat dan asam folat dengan takaran 60 mg
dan 500 mcg masing-masing setiap hari selama terutama semester ke III kehamilan.
Juga dalam penanggulangan defisiensi yodium sedang dicari alternatif; di
samping injeksi lipiodol diberikan kapsul yodium sebagai suplemen di daerah
gondok endemik(3,4) Pengalaman serupa dianjurkan oleh International Vitamin A
Consultative Group (IVACG) dan Internatonal Nutritional Anemia Consultative
Group (INACG) di negara-negara berkembang dengan dukungan WHO dan USAID (5-8). Uraian
di atas mengemukakan pendekatan suplementasi terutama untuk menanggulangi
penyakit difisiensi gizi utama yang biasanya beban biaya ditanggung oleh
pemerintah negara berkembang.
Bagaimana gambaran di negara
industri maju seperti Amerika, Eropa dalam rangka penanggulangan penyakit degeneratif
?
Pengalaman empiris di luar
negeri mengungkapkan bahwa 40% dari penduduk dewasa di Amerika menggunakan
suplementasi vitamin mineral, meskipun penyediaan pangan dan gizi berlimpah. Suatu
hal yang kontroversial di kalangan gizi dan kedokteran, apakah suplementasi
vitamin mineral selalu diperlukan ?. Hasil penelitian mutakhir makin banyak
mengindikasikan azas manfaatnya bila digunakan dalam kondisi tertentu secara
layak dengan indikasi yang tepat di bawah pengawasan profesi kedokteran dan kesehatan;
suplementasi vitamin mineral telah dibuktikan di Inggris dapat mencegah
kelainan kongenital bibir sumbing (cleft palate) dan kelainan tabung saraf
(neural tube defect) pencegahan penyakit kardiovaskular dan kanker, mencegah
proses penuaan, katarak, penyakit Parkinson.
Rasional Suplementasi Zat-Zat Gizi
Dari pengalaman di dalam
negeri dan mengacu pada rujukan luar negeri dapat dikemukakan bahwa rasional
penggunaan suplemen sangat bervariasi dari penggunaan untuk tujuan pencegahan,
pengobatan sampai pada tujuan rehabilitasi suatu kondisi penyakit; pemberian
vitamin A dosis masif oral atau dosis tinggi bisa mencegah kebutaan, tapi juga
dapat merupakan pengobatan stadium tertentu xerophthalmia; bahkan cenderung
mencegah morbiditas dan mortalitas anak di negara berkembang.
Umumnya landasan rasional dapat dirinci sebagai
berikut :
(1) Mengacu pada kajian ketiga faktor utama yaitu
bila aspek individu (host), agen (penyebab) dan lingkungan tidak bisa
dikendalikan, maka salah situ pintu masuk (entry point) ialah meningkatkan
status individu dengan jalan suplementasi;
(2) Suplementasi berfungsi mengatasi defisit RDA
yang sudah ada, sebagai pelengkap bukan sebagai substitusi;
(3) Dalam situasi tertentu memang mutlak
diperlukan seperti diuraikan dalam karangan lain penulis ini tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan zat gizi;
(4) Faktor kondisi penyakit, umur, kegiatan
merupakan pertimbangan yang sangat penting;
(5) Dari pertimbangan-pertimbangan di atas menentukan
jumlah takaran, lamanya serta keamanan penggunaannya;
(6) Khusus tentang pencegahan dan dukungan terapi,
pertimbangan sifat biochemical
individuality dengan histokompabilitasnya
merupakan pendekatan khususnya dalam pemecahan masalah penyakit degeneratif
Indikasi Tepat
Dari uraian di atas indikasi
yang tepat menurut kondisi individu ditinjau dari aspek keadan gizi, kondisi
penyakit, perilaku hidup, kualitas lingkungan diarahkan pada penggunaan
suplementasi vitamin mineral dengan komposisi zat gizi yang sesuai, takaran dan
lama pemberian yang tepat. Secara makro strategi suplementasi terutama pada
golongan penduduk yang biologis dan sosio-ekonomi rawan seperti anak
prasekolah, wanita hamil, manula, kondisi lingkungan yang buruk seperti pekerja
barat dengan faktor stres, cabang olahraga yang berat seperti maraton,
lingkungan yang tercemar dengan zat-zat polutan yang dapat mempengaruhi keadaan
gizi dan kesehatan. Kategori ke tiga: Individu atau penderita dengan kebutuhan
gizi khusus seperti :
1) diet rendah kalori,
2) perokok dan peminum alkohol berat,
3) pengguna medikasi yang lama seperti obat-obat
antituberkulosis, antikonvulsi, antimalaria, kontrasepsi steroid, antibiotik,
sedatif, obat penurun kolesterol yang dapat menyebabkan defisiensi jenis-jenis
vitamin mineral tertentu Kategori ke empat mendukung pelayanan medis untuk
tujuan pemulihan dan penyembuhan sebagai ajuvan di rumah sakit. Pelayanan
dietetik perlu diutamakan, namun tidak jarang (30%) penderita masuk rumah sakit
dengan keadaan gizi kurang pada kasus di negara makmur seperti Amerika, sehingga
daya tahan tubuh (imunitas) berkurang dan proses pemulihan terhambat, seperti
pada penyembuhan luka
Indikasi yang tepat menurut
penilaian profesi kedokteran adalah dasar proses keputusan pemberian
suplementasi vitamin mineral.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar