Epilepsi adalah
rangsangan elektrik yang berlaku di dalam otak secara tiba-tiba yang
menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku. Epilepsi berasal dari bahasa Yunani epilambanien yang artinya serangan. Epilepsi dikenal juga
sawan, penyebabnya adalah kelainan bangkitan listrik jaringan saraf
yang tidak terkontrol baik sebagian maupun seluruh bagian otak. Keadaan ini
bisa diindikasikan sebagai disfungsi otak.
Epilepsi terjadi akibat tidak normalnya aktivitas listrik di otak. Hal
ini menyebabkan kejang dan perubahan perilaku dan hilangnya kesadaran.
Tanda-tandanya bisa berupa kehilangan kesadaran untuk waktu tertentu, kejang,
lidah menjulur, keluar air liur, seta gemetar.
1.1 EPIDEMIOLOGI
Epilepsi
merupakan salah satu yang paling umum dari gangguan neurologis yang serius.
Epilepsi di perkiraan tiap tahun tingkat kejadian adalah 40-70 per 100.000 di
negara industri dan 100-190 per 100.000 di negara-negara miskin. Insiden
epilepsi di negara maju ditemukan sekitar 50/100.000 sementara di negara berkembang
mencapai 100/100.000. Pendataan secara global ditemukan 3,5 juta kasus baru per
tahun diantaranya 40% adalah anak-anak dan dewasa sekitar 40% serta 20% lainnya
ditemukan pada usia lanjut.
Epilepsi
yang disebabkan oleh akibat dari berbagai penyakit, tidak akan diturunkan
kepada anak-anaknya (keturunan). Sebagai contoh : epilepsi yang timbul sebagai
akibat cedera otak karena kecelakaan, tidak akan diturunkan kepada anaknya.
Pada epilepsi yang penyebabnya tidak diketahui (epilepsi idiopatic), faktor
keturunan penderita epilepsi adalah kurang dari 5%, yang diturunkan bukan
epilepsinya melainkan ambang rangsang kejang atau serangan rendah. Namun, bila
kedua pasangan adalah penderita epilepsi, maka resiko untuk mendapatkan anak
dengan epilepsi menjadi lebih besar dan disarankan untuk konsultasi pada dokter
sebelum hamil. Jenis
pekerjaan yang dapat dilakukan oleh penderita epilepsi 1tergantung pada jenis
epilepsinya dan sejauh mana serangannya dapat dikendalikan.
1.3 ETIOLOGI
DAN PENCETUS EPILEPSI
a.
Etiologi
Adapun etiologi dari penyakit epilepsi ini adalah :
·
Faktor
keturunan. Anak yang lahir dari keluarga penderita epilepsi, cenderung
menderita epilepsi juga.
·
Penyakit yang
mengganggu fungsi otak, seperti meningitis.
·
Pembentukan otak
yang abnormal semasa pembentukan janin di dalam kandungan.
·
Kerusakan otak
yang disebabkan oleh kekurangan oksigen / lemas atau pendarahan di bagian otak.
b.
Pencetus
Banyak faktor
yang menjadi pencetus terjadinya serangan (seizure) pada individu yang peka,
diantaranya :
·
Stimulasi
sensorik
·
Stress emotional
·
Perubahan
hormon, seperti saat menstruasi, pubertas atau kehamilan
·
Kurang tidur
·
Obat-obatan
1.4 PATOFISIOLOGI
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus
merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian
berjuta-juta neron. Pada hakekatnya tugasneron ialah menyalurkan dan mengolah
aktivitas listrik sarafyang berhubungan satu dengan yanglain melalui sinaps.
Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Acetylcholinedan
norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan GABA
(gama-amino- butiric-acid) bersifat inhibitif. Bangkitnya epilepsi
dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik saran di otak yang dinamakan
fokusepileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps
dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh
belahan hemisfer otak dapatmengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi).
Pada keadaan demikian akan terlihat kejangyang mula-mula setempat selanjutnya
akan menyebar kebagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa
disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalamidepolarisasi,
aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus
yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan
dengan demikianakan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai
penurunan kesadaran.
Di tingkat membran sel, sel fokus
kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi,
termasuk yang berikut :
a. Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel
lebih mudah mengalami pengaktifan.
b. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk
melepaskan muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun
secara berlebihan.
c. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan,
hipopolarisasi, atau selang waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan
asetilkolin atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA).
d. Ketidakseimbangan ion yang mengubah
keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi
neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini
menyebabkan peningkatan berlebihan. Neurotransmitter
aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan
metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang sebagian disebabkan
oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama
kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan listrik
sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak
meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul
di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang.
1.5 KLASIFIKASI
EPILEPSI
Berdasarkan tanda
klinik dan data EEG, kejang dibagi menjadi:
a.
Kejang umum (Generalized seizure) à jika aktivasi terjadi pada kedua
hemisfere otak secara bersama-sama. Terbagi
atas :
Ø Tonic-clonic
convulsion = grand mal
Merupakan bentuk paling banyak terjadi dengan gejala pasien
tiba-tiba jatuh, kejang, nafas terengah-engah, keluar air liur, ngompol,
menggigit lidah, terjadi dalam beberapa menit, kemudian diikuti lemah, kebingungan,
sakit kepala atau tidur.
Ø Abscense
attacks = petit mal
Merupakan jenis
yang jarang terjadi, umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau awal remaja.
Penderita tiba-tiba melotot, atau matanya berkedip-kedip, dengan kepala terkulai, kejadiannya
cuma beberapa detik, dan bahkan sering tidak disadari.
Ø Myoclonic
seizure
Biasanya terjadi pada pagi hari,
setelah bangun tidur, pasien mengalami sentakan
yang tiba-tiba, jenis yang sama (tapi non-epileptik) bisa
terjadi pada pasien normal.
Ø Atonic
seizure
Jarang terjadi, pasien
tiba-tiba kehilangan kekuatan otot à jatuh, tapi bisa segera pulih.
b.
Kejang parsial / focal à jika dimulai dari daerah tertentu dari otak. Terdiri atas:
Ø Simple
partial seizures
Pada jenis kejang ini pasien tidak kehilangan kesadaran, terjadi sentakan-sentakan pada bagian
tertentu dari tubuh.
Ø Complex
partial seizures
Pada jenis kejang ini pasien melakukan gerakan-gerakan tak terkendali: gerakan mengunyah,
meringis, dll tanpa kesadaran.
1.6
PENATALAKSAAN TERAPI DAN KONSELING
a.
Tujuan terapi
Tujuan utama pengobatan epilepsi adalah membuat penderita terbebas
dari serangan, khususnya serangan kejang, sedini/seawal mungkin tanpa
mengganggu fungsi normal saraf pusat dan penderita dapat melakukan tugas tanpa
bantuan. Terapi meliputi terapi kausal, terapi dengan menghindari faktor
pencetus, dan memakai obat anti konvulsi.
b.
Sasaran terapi
Mencegah atau menurunkan lepasnya muatan
listrik syaraf yang berlebihan melalui perubahan pada kanal ion atau mengatur
ketersediaan neurotransmitter. Selain itu, sasaran terapi meminimalisasikan
efek samping obat.
c.
Strategi terapi
Strategi terapi untuk epilepsi yaitu menggunakan terapi non
farmakologis dan terapi farmakologis. Terapi farmakologis dengan cara mencegah
atau menurunkan lepasnya muatan listrik syaraf yang berlebihan melalui
perubahan pada kanal ion atau mengatur ketersediaan neurotransmitter.
d.
Prinsip
umum terapi
ü Monoterapi: lebih baik karena
mengurangi potensi adverse effect, meningkatkan kepatuhan pasien, tidak
terbukti bahwa politerapi lebih baik dari monoterapi.
ü Hindari atau minimalkan penggunaan antiepilepsi
sedatif.
ü Jika mungkin, mulai terapi dengan satu antiepilepsi
non-sedatif, jika gagal baru diberi sedatif atau
politerapi.
ü Berikan terapi sesuai dengan jenis
epilepsinya mulai dengan dosis terkecil dan dapat ditingkatkan
sesuai dengan kondisi klinis pasien.
ü jika suatu obat gagal mencapai terapi yang diharapkan pelan-pelan
dihentikan dan diganti dengan obat lain (jangan politerapi).
ü Lakukan monitoring kadar obat dalam darah, jika mungkin, lakukan
penyesuaian dosis dengan melihat juga kondisi klinis pasien.
e. Penatalaksanaan Epilepsi dan
Konseling
1. Penatalaksanaan gawat darurat
Selama kejang/waktu episode
kejang :
·
Lakukan
pendekatan dengan tenang.
·
Jika anak
berada dalam posisi berdiri atau duduk, baringkan anak.
·
Letakkan
bantal atau lipatan selimut di bawah kepala anak. Jika tidak tersedia
kepala anak bisa disangga oleh kedua tangannya sendiri.
·
Jangan :
- Menahan gerakan anak atau
menggunakan paksaan
- Memasukkan apapun ke dalam mulut
anak
- Memberikan makanan atau minuman.
·
Longgarkan
pakaian yang ketat.
·
Lepaskan
kacamata.
·
Singkirkan
benda-benda keras atau berbahaya.
·
Biarkan
serangan kejang berakhir tanpa gangguan.
·
Jika anak
muntah miringkan tubuh anak sebagai satu kesatuan ke salah satu sisi.
Setelah
kejang :
·
Hitung
lamanya periode postiktal (pasca kejang).
·
Periksa
pernapasan anak. Periksa posisi kepala dan lidah.
·
Reposisikan
jika kepala anak hiperekstensi. Jika anak tidak bernapas, lakukan pernapasan
buatan dan hubungi pelayanan medis darurat.
·
Periksa
sekitar mulut anak untuk menemukan gejala luka bakar/kimia atau kecurigaan zat
yang mengindikasikan keracunan.
·
Pertahankan
posisi tubuh anak berbaring miring.
·
Tetap
dampingi anak sampai pulih sepenuhnya.
·
Jangan
memberi makanan atau minuman sampai anak benar-benar sadar dan refleks menelan
pulih.
·
Hubungi
pelayanan kedaruratan medis jika diperlukan.
·
Kaji
faktor-faktor pemicu awitan kejang (kolaborasi).
2.
Terapi
Non farmakologi
Ø Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya : Stress, olahraga, konsumsi kopi atau alkohol, perubahan jadwal tidur, terlambat makan, melakukan diet.
Diet ketogenik adalah diet dengan kandungan tinggi lemak dan rendah
karbohidrat dan protein sehingga memicu keadaan ketosis. Diet ketogenik
merupakan alternatif terapi khususnya pada anak-anak dengan gangguan kejang
yang tidak terkendali.
Ø Pembedahan dan vagal nerve stimulation (VNS), yaitu
implantasi dari perangsang saraf vagal, makan makanan yang seimbang (kadar gula
darah yang rendah dan konsumsi vitamin yang tidak mencukupi dapat menyebabkan terjadinya
serangan epilepsi).
Ø Istrirahat yang cukup karena kelelahan yang
berlebihan dapat mencetuskan serangan epilepsi.
Ø Belajar mengendalikan stress dengan menggunakan
latihan tarik nafas panjang dan teknik relaksasi selain juga menghindari factor
pencentus lainnya.
3.
Terapi farmakologi
Obat anti epilepsi (Antiepileptic Drug/AED)
digolongkan berdasarkan mekanisme kerjanya:
·
Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na : Fenitoin,
karbamazepin, lomotigrin,okskarbazepin, valproat.
·
Agonis GABA : benzodiazepine, barbiturate.
·
Menghambat GABA transaminase : vigabatrin.
·
Menghambat GABA transporter : tiagabin.
·
miningkatkan konsentrasi GABA pada cabang
serebrospinal : gabapentin.
Pengobatan dilakukan tergantung dari jenis kejang yang dialami. Pemberian
obat anti epilepsi selalu dimulai dengan dosis yang rendah, dosis obat
dinaikkan secara bertahap sampai kejang dapat dikontrol atau tejadi efek
kelebihan dosis. Pada pengobatan kejang parsial atau kejang tonik-klonik
rata-rata keberhasilan lebih tinggi menggunakan fenitoin, karbamazepin, dan
asam valproat. Pada sebagian besar pasien dengan 1 tipe/jenis kejang, kontrol
memuaskan dapat dicapai dengan 1 obat anti epilepsi. Pengobatan dengan 2 macam
obat mungkin ke depannya mengurangi frekuensi kejang, tetapi biasanya toksisitasnya
lebih besar. Pengobatan dengan lebih dari 2 macam obat, hampir selalu membantu
penuh kecuali kalau pasien mengalami tipe kejang yang berbeda.
Pengobatan Epilepsi Obat pertama yang
paling lazim dipergunakan (seperti: sodium valporat, Phenobarbital
dan phenytoin). Ini adalah anjuran bagi penderita epilepsi yang baru. Obat-obat
ini akan memberi efek samping seperti gusi bengkak, pusing, jerawat dan badan
berbulu (Hirsutisma), bengkak biji kelenjar dan osteomalakia.Obat kedua yang
lazim digunakan seperti: lamotrigin, tiagabin dan gabapetin. Jika tidak
terdapat perubahan kepala penderita setelah menggunakan obat pertama, obatnya
akan di tambah dengan obatan kedua Lamotrigin telah diluluskan sebagai obat
pertama di Malaysia Obat baru yang diperkenalkan tidak dimiliki efek samping,
terutama dalam hal kecacatan sewaktu kelahiran.
Penderita epilepsi, baik yang idiopatik
maupun yang non-idiopatik, namun proses patologik yang mendasarinya tidak
bersifat progresif aktif seperti tumor serebri, harus mendapat terapi
medisinal. Obat pilihan utama untuk pemberantasan serangan epileptik jenis
apapun, selain petit mal adalah luminal atau phenytoin. Untuk menentukan dosis
luminal harus diketahui umur penderita, jenis epilepsinya, frekuensi serangan
dan bila sudah diobati dokter lain. Dosis obat yang sedang digunakan. Untuk
anak-anak dosis luminal ialah 3-5 mg/kg/BB/hari, sedangkan orang dewasa tidak
memerlukan dosis sebanyak itu. Orang dewasa memerlukan 60 sampai 120 mg/hari.
Dosis phenytoin untuk anak-anak ialah 5 mg/kg/BB/hari dan untuk orang dewasa
5-15 mg/kg/BB/hari. Efek phenytoin 5 mg/kg/BB/hari (kira-kira 300 mg sehari)
baru terlihat dalam lima
hari. Maka bila efek langsung hendak dicapai dosis 15 mg/kg/BB/hari (kira-kira
800 mg/hari) harus dipergunakan.
Follow up
Efek antikonvulsan dapat dinilai pada
‘follow up’. Penderita dengan frekuensi serangan umum 3 kali seminggu jauh
lebih mudah diobati dibanding dengan penderita yang mempunyai frekuensi 3 kali
setahun. Pada kunjungan ‘follow up’ dapat dilaporkan hasil yang baik, yang
buruk atau yang tidak dapat dinilai baik atau buruk oleh karena frekuensi
serangan sebelum dan sewaktu menjalani terapi baru masih kira-kira sama. Bila
frekuensinya berkurang secara banding, dosis yang sedang dipergunakan perlu
dinaikan sedikit. Bila frekuensinya
tetap, tetapi serangan epileptik dinilai oleh orangtua penderita atau penderita
epileptik Jackson motorik/sensorik/’march’ sebagai ‘enteng’ atau ‘jauh lebih
ringan’, maka dosis yang digunakan dapat dilanjutkan atau ditambah sedikit.
Jika hasilnya buruk, dosis harus dinaikan atau ditambah dengan antikonvulsan lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar