Google ads

Rabu, 09 Maret 2016

Epilepsi



Epilepsi adalah rangsangan elektrik yang berlaku di dalam otak secara tiba-tiba yang menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku. Epilepsi berasal dari bahasa Yunani epilambanien yang artinya serangan. Epilepsi dikenal juga sawan, penyebabnya adalah kelainan bangkitan listrik jaringan saraf yang tidak terkontrol baik sebagian maupun seluruh bagian otak. Keadaan ini bisa diindikasikan sebagai disfungsi otak.
Epilepsi terjadi akibat tidak normalnya aktivitas listrik di otak. Hal ini menyebabkan kejang dan perubahan perilaku dan hilangnya kesadaran. Tanda-tandanya bisa berupa kehilangan kesadaran untuk waktu tertentu, kejang, lidah menjulur, keluar air liur, seta gemetar.
1.1  EPIDEMIOLOGI
Epilepsi merupakan salah satu yang paling umum dari gangguan neurologis yang serius. Epilepsi di perkiraan tiap tahun tingkat kejadian adalah 40-70 per 100.000 di negara industri dan 100-190 per 100.000 di negara-negara miskin. Insiden epilepsi di negara maju ditemukan sekitar 50/100.000 sementara di negara berkembang mencapai 100/100.000. Pendataan secara global ditemukan 3,5 juta kasus baru per tahun diantaranya 40% adalah anak-anak dan dewasa sekitar 40% serta 20% lainnya ditemukan pada usia lanjut.
Epilepsi yang disebabkan oleh akibat dari berbagai penyakit, tidak akan diturunkan kepada anak-anaknya (keturunan). Sebagai contoh : epilepsi yang timbul sebagai akibat cedera otak karena kecelakaan, tidak akan diturunkan kepada anaknya. Pada epilepsi yang penyebabnya tidak diketahui (epilepsi idiopatic), faktor keturunan penderita epilepsi adalah kurang dari 5%, yang diturunkan bukan epilepsinya melainkan ambang rangsang kejang atau serangan rendah. Namun, bila kedua pasangan adalah penderita epilepsi, maka resiko untuk mendapatkan anak dengan epilepsi menjadi lebih besar dan disarankan untuk konsultasi pada dokter sebelum hamil. Jenis pekerjaan yang dapat dilakukan oleh penderita epilepsi 1tergantung pada jenis epilepsinya dan sejauh mana serangannya dapat dikendalikan.



1.3 ETIOLOGI DAN PENCETUS EPILEPSI
a. Etiologi
Adapun etiologi dari penyakit epilepsi ini adalah :
·         Faktor keturunan. Anak yang lahir dari keluarga penderita epilepsi, cenderung menderita epilepsi juga.
·         Penyakit yang mengganggu fungsi otak, seperti meningitis.
·         Pembentukan otak yang abnormal semasa pembentukan janin di dalam kandungan.
·         Kerusakan otak yang disebabkan oleh kekurangan oksigen / lemas atau pendarahan di bagian otak.
b. Pencetus
Banyak faktor yang menjadi pencetus terjadinya serangan (seizure) pada individu yang peka, diantaranya :
·         Stimulasi sensorik
·         Stress emotional
·         Perubahan hormon, seperti saat menstruasi, pubertas atau kehamilan
·         Kurang tidur
·         Obat-obatan
1.4  PATOFISIOLOGI
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta neron. Pada hakekatnya tugasneron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik sarafyang berhubungan satu dengan yanglain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Acetylcholinedan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan GABA (gama-amino- butiric-acid) bersifat inhibitif. Bangkitnya epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik saran di otak yang dinamakan fokusepileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapatmengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejangyang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar kebagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalamidepolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikianakan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
Di tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :
a.       Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.
b.      Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara berlebihan.
c.       Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA).
d.      Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan. Neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang.
1.5 KLASIFIKASI EPILEPSI
Berdasarkan tanda klinik dan data EEG, kejang dibagi menjadi:
a.      Kejang umum (Generalized seizure) à jika aktivasi terjadi pada kedua hemisfere otak secara bersama-sama. Terbagi atas :
Ø  Tonic-clonic convulsion = grand mal
Merupakan bentuk paling banyak terjadi dengan gejala pasien tiba-tiba jatuh, kejang, nafas terengah-engah, keluar air liur, ngompol, menggigit lidah, terjadi dalam beberapa menit, kemudian diikuti lemah, kebingungan, sakit kepala atau tidur.
Ø  Abscense attacks = petit mal
Merupakan jenis yang jarang terjadi, umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau awal remaja. Penderita tiba-tiba melotot, atau matanya berkedip-kedip, dengan kepala terkulai, kejadiannya cuma beberapa detik, dan bahkan sering tidak disadari.
Ø  Myoclonic seizure
Biasanya terjadi pada pagi hari, setelah bangun tidur, pasien mengalami sentakan yang tiba-tiba, jenis yang sama (tapi non-epileptik) bisa terjadi pada pasien normal.
Ø  Atonic seizure
Jarang terjadi, pasien tiba-tiba kehilangan kekuatan otot à jatuh, tapi bisa segera pulih.

b.      Kejang parsial / focal à jika dimulai dari daerah tertentu dari otak. Terdiri atas:
Ø  Simple partial seizures
Pada jenis kejang ini pasien tidak kehilangan kesadaran, terjadi sentakan-sentakan pada bagian tertentu dari tubuh.
Ø  Complex partial seizures
Pada jenis kejang ini pasien melakukan gerakan-gerakan tak terkendali: gerakan mengunyah, meringis, dll tanpa kesadaran.
1.6    PENATALAKSAAN TERAPI DAN KONSELING
a.      Tujuan terapi
Tujuan utama pengobatan epilepsi adalah membuat penderita terbebas dari serangan, khususnya serangan kejang, sedini/seawal mungkin tanpa mengganggu fungsi normal saraf pusat dan penderita dapat melakukan tugas tanpa bantuan. Terapi meliputi terapi kausal, terapi dengan menghindari faktor pencetus, dan memakai obat anti konvulsi.
b.      Sasaran terapi
Mencegah atau menurunkan lepasnya muatan listrik syaraf yang berlebihan melalui perubahan pada kanal ion atau mengatur ketersediaan neurotransmitter. Selain itu, sasaran terapi meminimalisasikan efek samping obat.
c.       Strategi terapi
Strategi terapi untuk epilepsi yaitu menggunakan terapi non farmakologis dan terapi farmakologis. Terapi farmakologis dengan cara mencegah atau menurunkan lepasnya muatan listrik syaraf yang berlebihan melalui perubahan pada kanal ion atau mengatur ketersediaan neurotransmitter.
d.      Prinsip umum terapi
ü  Monoterapi: lebih baik karena mengurangi potensi adverse effect, meningkatkan kepatuhan pasien, tidak terbukti bahwa politerapi lebih baik dari monoterapi.
ü  Hindari atau minimalkan penggunaan antiepilepsi sedatif.
ü  Jika mungkin, mulai terapi dengan satu antiepilepsi non-sedatif, jika gagal baru diberi sedatif atau politerapi.
ü  Berikan terapi sesuai dengan jenis epilepsinya mulai dengan dosis terkecil dan dapat ditingkatkan sesuai dengan kondisi klinis pasien.
ü  jika suatu obat gagal mencapai terapi yang diharapkan pelan-pelan dihentikan dan diganti dengan obat lain (jangan politerapi).
ü  Lakukan monitoring kadar obat dalam darah, jika mungkin, lakukan penyesuaian dosis dengan melihat juga kondisi klinis pasien.
e.       Penatalaksanaan Epilepsi dan Konseling
1.      Penatalaksanaan gawat darurat
Selama kejang/waktu episode kejang :
·         Lakukan pendekatan dengan tenang.
·         Jika anak berada dalam posisi berdiri atau duduk, baringkan anak.
·         Letakkan bantal atau lipatan selimut di bawah kepala anak. Jika tidak  tersedia kepala anak bisa disangga oleh kedua tangannya sendiri.
·         Jangan :
- Menahan gerakan anak atau menggunakan paksaan
- Memasukkan apapun ke dalam mulut anak
- Memberikan makanan atau minuman.
·         Longgarkan pakaian yang ketat.
·         Lepaskan kacamata.
·         Singkirkan benda-benda keras atau berbahaya.
·         Biarkan serangan kejang berakhir tanpa gangguan.
·         Jika anak muntah miringkan tubuh anak sebagai satu kesatuan ke salah satu sisi.
Setelah kejang :
·         Hitung lamanya periode postiktal (pasca kejang).
·         Periksa pernapasan anak. Periksa posisi kepala dan lidah.
·         Reposisikan jika kepala anak hiperekstensi. Jika anak tidak bernapas, lakukan pernapasan buatan dan hubungi pelayanan medis darurat.
·         Periksa sekitar mulut anak untuk menemukan gejala luka bakar/kimia atau kecurigaan zat yang mengindikasikan keracunan.
·         Pertahankan posisi tubuh anak berbaring miring.
·         Tetap dampingi anak sampai pulih sepenuhnya.
·         Jangan memberi makanan atau minuman sampai anak benar-benar sadar dan refleks menelan pulih.
·         Hubungi pelayanan kedaruratan medis jika diperlukan.
·         Kaji faktor-faktor pemicu awitan kejang (kolaborasi).

2.      Terapi Non farmakologi
Ø  Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya : Stress, olahraga, konsumsi kopi atau alkohol, perubahan jadwal tidur, terlambat makan, melakukan diet.
Diet ketogenik adalah diet dengan kandungan tinggi lemak dan rendah karbohidrat dan protein sehingga memicu keadaan ketosis. Diet ketogenik merupakan alternatif terapi khususnya pada anak-anak dengan gangguan kejang yang tidak terkendali.
Ø  Pembedahan dan vagal nerve stimulation (VNS), yaitu implantasi dari perangsang saraf vagal, makan makanan yang seimbang (kadar gula darah yang rendah dan konsumsi vitamin yang tidak mencukupi dapat menyebabkan terjadinya serangan epilepsi).
Ø  Istrirahat yang cukup karena kelelahan yang berlebihan dapat mencetuskan serangan epilepsi.
Ø  Belajar mengendalikan stress dengan menggunakan latihan tarik nafas panjang dan teknik relaksasi selain juga menghindari factor pencentus lainnya.

3.      Terapi farmakologi
Obat anti epilepsi (Antiepileptic Drug/AED) digolongkan berdasarkan mekanisme kerjanya:
·           Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na : Fenitoin, karbamazepin, lomotigrin,okskarbazepin, valproat.
·           Agonis GABA : benzodiazepine, barbiturate.
·           Menghambat GABA transaminase : vigabatrin.
·           Menghambat GABA transporter : tiagabin.
·           miningkatkan konsentrasi GABA pada cabang serebrospinal : gabapentin.
           
Pengobatan dilakukan tergantung dari jenis kejang yang dialami. Pemberian obat anti epilepsi selalu dimulai dengan dosis yang rendah, dosis obat dinaikkan secara bertahap sampai kejang dapat dikontrol atau tejadi efek kelebihan dosis. Pada pengobatan kejang parsial atau kejang tonik-klonik rata-rata keberhasilan lebih tinggi menggunakan fenitoin, karbamazepin, dan asam valproat. Pada sebagian besar pasien dengan 1 tipe/jenis kejang, kontrol memuaskan dapat dicapai dengan 1 obat anti epilepsi. Pengobatan dengan 2 macam obat mungkin ke depannya mengurangi frekuensi kejang, tetapi biasanya toksisitasnya lebih besar. Pengobatan dengan lebih dari 2 macam obat, hampir selalu membantu penuh kecuali kalau pasien mengalami tipe kejang yang berbeda.
Pengobatan Epilepsi Obat pertama yang paling lazim dipergunakan (seperti: sodium valporat, Phenobarbital dan phenytoin). Ini adalah anjuran bagi penderita epilepsi yang baru. Obat-obat ini akan memberi efek samping seperti gusi bengkak, pusing, jerawat dan badan berbulu (Hirsutisma), bengkak biji kelenjar dan osteomalakia.Obat kedua yang lazim digunakan seperti: lamotrigin, tiagabin dan gabapetin. Jika tidak terdapat perubahan kepala penderita setelah menggunakan obat pertama, obatnya akan di tambah dengan obatan kedua Lamotrigin telah diluluskan sebagai obat pertama di Malaysia Obat baru yang diperkenalkan tidak dimiliki efek samping, terutama dalam hal kecacatan sewaktu kelahiran.
Penderita epilepsi, baik yang idiopatik maupun yang non-idiopatik, namun proses patologik yang mendasarinya tidak bersifat progresif aktif seperti tumor serebri, harus mendapat terapi medisinal. Obat pilihan utama untuk pemberantasan serangan epileptik jenis apapun, selain petit mal adalah luminal atau phenytoin. Untuk menentukan dosis luminal harus diketahui umur penderita, jenis epilepsinya, frekuensi serangan dan bila sudah diobati dokter lain. Dosis obat yang sedang digunakan. Untuk anak-anak dosis luminal ialah 3-5 mg/kg/BB/hari, sedangkan orang dewasa tidak memerlukan dosis sebanyak itu. Orang dewasa memerlukan 60 sampai 120 mg/hari. Dosis phenytoin untuk anak-anak ialah 5 mg/kg/BB/hari dan untuk orang dewasa 5-15 mg/kg/BB/hari. Efek phenytoin 5 mg/kg/BB/hari (kira-kira 300 mg sehari) baru terlihat dalam lima hari. Maka bila efek langsung hendak dicapai dosis 15 mg/kg/BB/hari (kira-kira 800 mg/hari) harus dipergunakan.

Follow up
Efek antikonvulsan dapat dinilai pada ‘follow up’. Penderita dengan frekuensi serangan umum 3 kali seminggu jauh lebih mudah diobati dibanding dengan penderita yang mempunyai frekuensi 3 kali setahun. Pada kunjungan ‘follow up’ dapat dilaporkan hasil yang baik, yang buruk atau yang tidak dapat dinilai baik atau buruk oleh karena frekuensi serangan sebelum dan sewaktu menjalani terapi baru masih kira-kira sama. Bila frekuensinya berkurang secara banding, dosis yang sedang dipergunakan perlu dinaikan sedikit. Bila frekuensinya tetap, tetapi serangan epileptik dinilai oleh orangtua penderita atau penderita epileptik Jackson motorik/sensorik/’march’ sebagai ‘enteng’ atau ‘jauh lebih ringan’, maka dosis yang digunakan dapat dilanjutkan atau ditambah sedikit. Jika hasilnya buruk, dosis harus dinaikan atau ditambah dengan antikonvulsan lain.

Tidak ada komentar:

Google Ads