I. PENDAHULUAN
A. DEFINISI
• FI III , hal 10
Tetes telinga adalah obat tetes yang digunakan
untuk telinga dengan cara meneteskan obat ke dalam telinga. Kecuali dinyatakan
lain, tetes telinga dibuat menggunakan cairan pembawa bukan air.
• FI IV, hal 15
Larutan otik (tetes telinga) adalah larutan
yang mengandung air atau gliserin atau pelarut lain
dan bahan pendispersi, untuk penggunaan
telinga luar.
Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair
mengandung partikel-partikel halus yang ditujukan
untuk diteteskan pada telinga bagian luar. (FI
IV, hal 18)
• The Pharmaceutical Codex, hal 158
Tetes telinga adalah larutan, suspensi, atau
emulsi dari satu atau lebih zat aktif dalam air,
dilarutkan dalam etanol, gliserin,
propilenglikol, atau pembawa lain yang cocok.
• BP 2002, hal 1865
Tetes telinga adalah larutan, emulsi, atau
suspensi dari satu atau lebih bahan aktif dalam cairan
pembawa yang sesuai untuk digunakan pada ‘auditory
meatus’ tanpa menghasilkan tekanan
yang berbahaya pada gendang telinga.
B. BENTUK SEDIAAN
Bentuk sediaan tetes telinga bisa berupa
larutan, suspensi, dan emulsi.
Bentuk sediaan yang paling banyak digunakan
adalah bentuk larutan (Ansel, 567).
C. PENGGUNAAN (Repetitorium hal.45, Husa’s hal. 272-276, Ansel
hal. 568-569)
1. Melepaskan/melunakkan kotoran telinga
Kotoran telinga merupakan campuran sekresi
kelenjar keringat dan kelenjar sebasea dari
saluran telinga bagian luar. Pengeluaran
kotoran ini kalau didiamkan akan menjadi kering,
setengah padat yang lekat dan menahan sel-sel
epitel, bulu yang terlepas serta debu atau
benda-benda lain yang masuk telinga. Tumpukan
kotoran ini bila berlebihan dapat
menimbulkan gatal, rasa sakit, gangguan
pendengaran, dan merupakan penghalang
pemeriksaan otologik.
Bahan yang biasanya digunakan adalah minyak
mineral encer, minyak nabati, H2O2,
kondensat TEA polipeptida oleat dalam
propilenglikol, dan karbamida peroksida serta natrium bikarbonat dalam gliserin
anhidrat. (Petunjuk Praktikum Steril, 15; Ansel, 567-568)
2. Anti infeksi ringan
Antara lain kloramfenikol, kolistin sulfat,
neomisin, polimiksin B sulfat, dan nistatin (Ansel,
hal 567). Umumnya diformulasikan dalam
propilenglikol atau gliserin anhidrat dan
dikombinasikan dengan bahan analgetik dan
anestesi lokal. Untuk infeksi akut diobati dengan antibiotika sistemik (Repetitorium,
hal 45).
3. Antiseptik dan anestesi
Antara lain fenol, AgNO3, lidokain HCl,
dibukain, benzokain (Petunjuk Praktikum Steril, 15; Ansel, 568)
4. Anti radang
Antara lain : hidrokortison dan deksametason
natrium fosfat (Ansel, 569)
5. Membersihkan telinga setelah pengobatan
Antara lain spiritus (Petunjuk Praktikum
Steril, 15)
6. Mengeringkan permukaan dalam telinga yang berair .Contoh :
Al-asetat sebagai adstringen (Petunjuk Praktikum Steril, 15)
D. FAKTOR PENTING
(Benny Logawa, Buku Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi Sediaan
Steril, hal 9-14)
1. Kelarutan
Data kelarutan menentukan jenis sediaan yang
dibuat, jenis zat aktif yang dipilih, dan tonisitas larutan (jika pembawanya
air).
2. pH stabilita
Beberapa zat aktif akan terurai pada pH
larutannya sehingga pH larutan diatur sampai
mencapai pH stabilita zat aktif. pH stabilita
adalah pH dimana penguraian zat aktif paling
minimal sehingga diharapkan kerja farmakologi
optimal dengan kerja sampingan minimal
tercapai. pH stabilita dicapai dengan
menambahkan asam encer seperti HCL encer atau asam bikarbonat, atau basa lemah.
3. Stabilitas zat aktif
Data ini membantu menentukan jenis sediaan,
jenis bahan pembawa, metoda sterilisasi atau
cara pembuatan. Zat aktif dapat terurai,
diantaranya oleh berbagai faktor seperti oksigen
(oksidasi), air (hidrolisa), suhu (oksidasi),
karbondioksida (turunnya pH larutan), cahaya
(oksidasi), pelepasan alkali wadah (naiknya pH
larutan), sesepora ion logam berat sebagai
katalisator reaksi oksidasi. Jika zat aktif
teroksidasi oleh oksigen, setelah air suling dididihkan
dialiri gas nitrogen dan ke dalam larutan
ditambah antioksidan. Jika zat aktif terurai oleh air
maka alternatifnya :
• dibuat dengan penambahan asam atau basa untuk mencapai pH
stabilita atau dengan
penambahan dapar. Jangka waktu penyimpanan
sebaikanya diperhatikan.
• Memilih jenis pelarut dengan polaritas lebih rendah daripada air
• Sediaan dibuat dalam bentuk kering
Perlu diperhatikan apakah zat aktif dapat
terpengaruh akibat cahaya matahari. Sesepora ion Logam berat diatasi dengan
penambahan zat pengompleks. Jenis wadah pun harus diperhatikan.
4. Tak tersatukannya zat aktif
Ditinjau secara kimia biasanya disebabkan oleh
perbedaan pH stabilitas, keasaman atau
kebasaan. Jika perbedaan > dari 1 skala pH
disarankan agar sediaan dibuat terpisah.
Secara fisika umumnya berupa campuran
eutektik, kristalisasi kembali zat aktif dari larutan
jenuhnya, perbedaan kelarutan (diatasi dengan
mensuspensikan salah satu zat aktif ke dalam
zat aktif lainnya dengan asumsi bahwa
kombinasi keduanya memang dibutuhkan).
Secara farmol, dapat berupa kerja antagonis
atau sinergis dengan kemungkinan tercapainya
efek toksik. 2 zat aktif antagonis terkadang
tak perlu dipisahkan pembuatannya jika dosis
keduanya terpaut jauh. Kombinasi antagonis
dipisahkan pembuatannya jika dosis yang
diminta sama banyak.
5. Dosis
6. Bahan pembantu
Perlu diperhatikan kelarutan eksipien dimana
disesuaikan dengan kelarutan zat aktif. pH
eksipien juga disesuaikan dengan pH stabilita
zat aktif agar efek optimal.
II. FORMULASI
A. FORMULA UMUM
R/ Zat aktif
Bahan tambahan : - pengental
- pensuspensi (untuk bentuk sediaan suspensi)
- pengawet
- antioksidan
- dll
Pelarut/ cairan pembawa
B. TEORI BAHAN PEMBANTU
a. Cairan pembawa/pelarut
Digunakan cairan yang mempunyai kekentalan
yang cocok agar mudah menempel pada dinding
telinga. Umumnya digunakan propilenglikol atau
gliserin. Keuntungan pelarut ini adalah karena
viskositas yang cukup tinggi hingga kontak
dengan permukaan mukosa telinga akan lebih lama
(Art of Compounding him 257). Sifat
higroskopis dari pelarut ini menyebabkan terjadinya proses
penarikan lembab sehingga mengurangi pembengkakan
jaringan dan pertumbuhan mikroorganisme dengan cara membuang lembab yang
tersedia untuk proses kehidupan
mikroorganisme yang ada. Selain itu dapat juga
dipakai etanol 90%, heksilen glikol, dan minyak
lemak nabati (Ansel him 569).
(Repetitorium) Ex : kloramfenikol
(kelarutan dalam air 1 : 400 dan dalam propilenglikol 1 : 7),
maka dipakai pelarut propilenglikol untuk
memperoleh larutan obat tetes telinga yang efektif
dan cukup kental.
b. Pensuspensi (FI III, hal 10)
Dapat digunakan sorbitan (Span), polisorbat
(Tween) atau surfaktan lain yang cocok
c. Pengental
Dapat ditambahkan pengental agar viskositas
larutan cukup kental. Viskositas larutan yang
meninggi membantu memperkuat kontak antara
sediaan dengan permukaan yang terkena infeksi/mukosa telinga.
d. Pengawet (The Pharmaceutical
Codex; Ansel, 569)
Pengawet umumnya ditambahkan ke dalam sediaan
tetes telinga, kecuali sediaan itu sendiri
memiliki aktivitas antimikroba (The
Pharmaceutieal Codex hlm 158). Pengawet yang biasanya
digunakan adalah klorobutanol (0,5%),
timerosal (0,01%), dan kombinasi paraben-paraben (Ansel him 569). Bila
aktivitas antinikroba didapat dari Zat Aktif, harus tetap digunakan
pengawet,kecuali aktivitas antimikroba didapat dari eksipient yang lain.
e. Antioksidan (Ansel hal. 569)
Jika diperlukan antioksidan dapat ditambahkan
ke dalam sediaan tetes telinga, misalnya Nadisulfida/Na-bisulfit.
f. Keasaman-kebasaan
Kecuali dinyatakan lain pH larutan antara
5,0-6,0. (FI III, hal 10)
Sedangkan pada “The Art of Compound, hal. 257”
disebutkan bahwa pH optimum larutan air
untuk pengobatan telinga adalah 5-7,8. Umumnya
tidak dikenhendaki dalam suasana basa
karena tak fisiologis dan malah memberikan
medium optimum untuk pertumbuhan
bakteri/terjadi infeksi.
g. Tonisitas & Sterilisasi
Tidak mutlak diperlukan, sebaiknya steril.
h. Viskositas
Harus kental agar dapat lebih lama bertahan di telinga.
III. METODE DAN PROSEDUR PEMBUATAN
Disesuaikan dengan jenis sediaannya (larutan, suspensi, atau emulsi).
Prosedur pembuatan tetes telinga
1. Semua zat ditimbang pada kaca arloji sesuai dengan formula dan
segera dilarutkan dengan aqua
bidestilata (hati-hati bila pembawa OTT yang
akan digunakan bukan aquabidest, mungkin tampak lebih cocok bila dilarutkan
dalam pembawa) secukupnya. Jika terdapat beberapa zat, maka segera dilarutkan
sebelum menimbang zat berikutnya. (Sangat tidak memungkinkan pada ujian praktek
coz ruang timbang ada di luar ruangan steril, so tampak harus timbang semua zat
dulu, baru dicampur-campur di ruang steril disesuaikan dengan metide
sterilisasi yang akan digunakan)
2. Semua bahan dimasukkan ke dalam gelas piala yang dilengkapi dengan
batang pengaduk, dan
dilarutkan dalam aqua bidestilata. Kaca arloji
dibilas dengan aqua bidestilata minimal sebanyak
dua kali.
3. Setelah zat larut, larutan tersebut dituang ke dalam gelas ukur
hingga volume tertentu di bawah
volume yang seharusnya dibuat (contoh : jika
dibuat 100 mL larutan, larutan dalam gelas ukur
diatur tepat hingga 75 mL _ ini maksudnya +
25mL digunakan untuk membilas-bilas wadah yang digunakan, sehingga bisa
meminimalkan kehilangan zat aktif, misal melekat pada wadah;
selengkapnya bisa dilihat di Buku Petunjuk
Praktikum Steril hlm 25)
Suspensi tetes telinga secara
aseptis, diisikan langsung dari gelas ukur ke dalam botol steril yang
telah dikalibrasi. Tutup dengan pipet tetesnya kemudian dipasang.
(mengacu pada pembuatan suspensi tetes mata di Petunjuk Praktikum Steril hlm
36). Petunjuk Praktikum Likuida & Semisolida, hal 34 ; Pembuatan sediaan
suspensi steril dilakukan secara aseptik, di mana semua bahan yang akan dibuat
sediaan disterilisasi dulu dengan cara yang sesuai, kemudian dicampur di bawah Laminar
Air Flow.
Penandaan pada etiket
harus juga tertera ’Tidak boleh digunakan lebih dari 1 bulan setelah
tutup dibuka’
IV. EVALUASI DAN PENYIMPANAN
Evaluasi untuk sediaan obat tetes telinga disesuaikan dengan bentuk
sediaannya, apakah
larutan,suspensi, atau emulsi. Untuk itu dapat dilihat pada evaluasi
sediaan larutan, suspensi, atau
emulsi. Jika dipersyaratkan steril,maka dilakukan juga uji sterilitas (FI
IV hal. 855). Lihat evaluasi
OTM!
WADAH/PENGEMASAN
Preparat telinga biasanya dikemas dalam wadah gelas atau plastik
berukuran kecil (5-15mL) dengan
memakai alat penetes. (Ansel, 569)
V. SEDIAAN DI PUSTAKA
A. CONTOH FORMULA
1. Tetes telinga
kloramfenikol (Fornas, hal. 64)
Kloramfenikol 1
g
Propilenglikol hingga 10 mL
2. Tetes telinga Natrium subkarbonat (Fornas, hal. 207)
Natrium subkarbonat 500 mg
Gliserin 3
mL
Aquadest hingga 10 mL
3. Tetes telinga fenol (Fornas, hal. 238)
Fenol liq. 800
mg
Gliserin hingga 10
g
4. Tetes telinga Hidrogenperoksida (Fornas, hal 157)
Hidrogen peroksida solutio
dilutum 5 g
Etanol 90% hingga 10 mL
5. Tetes telinga Hidrokortison Oksitetrasiklin Polimiksina (Fornas,
hal 154)
Oksitetrasiklin
hidroklorida 50 mg
Polimiksin B sulfat 100.000 UI
Hidrokortison asetas 150 mg
Pembawa yang cocok
secukupnya
6. Tetes telinga Kanamisin (Fornas, hal 171)
Kanamisina Sulfas 200 mg
Pembawa yang cocok hingga 10 mL
7. Tetes telinga Fenol (Husa’s, hal 275)
Fenol 5%
Gliserin q.s 30
cc
8. Tetes telinga Antipirin (Husa’s,
hal 275)
Antipirin 6%
Benzokain 1,7%
Gliserol q.s 30 cc
Contoh-contoh dari beberapa preparat telinga dalam perdagangan (Ansel
hal. 570)
Nama produk
|
Pabrik
Pembuat
|
Bahan Aktif
|
Pembawa
|
Penggunaan/indikasi
|
|
Auralgan
Otic
Solution
|
Ayerst
|
Antipirin,
benzokain
|
Gliserin
dehidrat
|
Otitis
media akut
|
|
Cerumenex
Drops
|
Purdue
Frederick
|
Trietanolamin,
polipeptida
oleatkondensat
|
Propilenglikol
|
Unsur
cerumenolitik
untuk
membersihkan
kotoran
telinga yang
terjepit
|
|
Chloromycetin
Otic
|
Parke-
Davis
|
Kloramfenikol
|
Propilenglikol
|
Antiinfeksi
|
|
Cortisporin
Otic
Solution
|
Burroughs
Wellcome
|
Polimiksin
B sulfat,
neomisin
sulfat,
hidrokortison
|
Gliserin,
propilen
glikol,
air untuk
injeksi
|
Infeksi bakteri
Superficial
|
|
Debrox
Drops
|
Marion
|
Karbamid
peroksida
|
Gliserin
anhidrat
|
Pembersih
lilin telinga
|
|
Metreton
Ophthalmic/Otic Solution
|
Schering
|
Na prednisolon
fosfat
|
air
|
Antiinflamasi
|
|
Otobiotic Otic
Solution
|
Schering
|
Polimiksin
B sulfat
|
Propilenglikol,
gliserin, air
|
Infeksi bakteri
superficial
|
|
VoSol Otic
Solution
|
Wallace
|
Asam
asetat
|
Propilenglikol
|
Antibakteri/antiifungi
|
|
|
|
B. DAFTAR MONOGRAFI SEDIAAN TETES TELINGA
1. FI IV
Kloramfenikol
2. BP 2002
Minyak almon, 1924
Aluminium asetat, 1926
Kloramfenikol, 2012
Kolin salisilat, 2026
Hidrokortison asetat + neomisin, 2219
Olive Oil, 2353
Sodium bikarbonat, 2445
3. USP NF 2004
a. Larutan.
Asam asetat, 42
Asam asetat dan
hidrokortison, 925
Antipirin dan benzokain,
162
Antipirin, benzokain, dan
fenilefrin hidroklorida, 163
Kloramfenikol, 408
Hidrokortison, noemisin,
dan polimiksin B sulfat, 1304
Hidrokortison dan
polimiksin B sulfat, 1508
b. Suspensi.
Kolistin, neomisin sulfat,
dan hidrokortison asetat, 511
Hidrokortison, neomisin,
dan polimiksin B sulfat, 1305
Hidrokortison dan neomisin
sulfat, 1294
Tidak ada komentar:
Posting Komentar