Google ads

Sabtu, 02 Januari 2016

PEDOMAN TERAPI (STANDARD TREATMENT GUIDELINE)





            Pedoman terapi didefinisikan sebagai pernyataan-pernyataan yang disusun secara sistematis untuk membantu para klinisi membuat keputusan tentang terapi yang rasional untuk suatu kondisi klinik tertentu. (MSH 1997)
            Pedoman terapi merupakan strategi yang efektif untuk mendorong peresepan karena meskipun tersedia formularium, tetapi tanpa adanya pedoman dalam situasi dan kondisi klinik apa obat tersebut digunakan, maka akan sulit bagi klinisi untuk meresepkan obat secara rasional. Pedoman terapi bermanfaat dalam hal:
-         Memandu klinisi dalam mendiagnosis dan terapi suatu kondisi klinik.
-         Mengenalkan staf  medis baru akan norma-norma terapi yang diterima.
-         Membantu klinisi dalam peresepan
-         Membantu dalam memperkirakan kebutuhan obat (pengadaan obat)

Masalah-masalah yang terkait dalam penyusunan pedoman terapi:
-         Proses penyusunannya sulit, makan waktu dan membutuhkan sumber daya manusia dan dana yang cukup banyak.
-         Perlu direvisi secara teratur agar mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran.
-         Kemungkinan pedoman tidak akurat dan tidak lengkap, sehingga informasi yang diberikan kepada klinisi tidak benar.

Hal-hal yang harus dihindari dalam penyusunan pedoman terapi:
-         Pilihan terapi lebih menggambarkan apa yang dilakukan dalam praktik sehari-hari, bukan pada praktik terbaik yang sesuai evidence.
-         Rekomendasi tidak mempertimbangkan keahlian dan infrastruktur yang tersedia.

Karena penyusunan pedoman terapi merupakan pekerjaan yang sulit, maka prioritas harus dilakukan terhadap:
-         terapi yang mahal
-         terapi yang sering tidak optimal

Bervariasinya mutu pedoman terapi yang ada, maka di Eropa dibentuk Scottish Intercollegiate Guideline Network (SIGN, 1999) dan Appraisal of Guidelines for Research & Evaluation (AGREE, 2000).

            Panitia Farmasi dan Terapi harus terlibat dalam penyusunan pedoman terapi dan mendorong agar pedoman terapi yang telah dibuat digunakan dalam praktik sehari-hari para klinisi. Peran PFT dalam penyusunan pedoman terapi:
-         Menerbitkan dan menyebarluaskan pedoman kepada semua klinisi.
-         Memastikan bahwa setiap pedoman yang disusun telah sesuai dengan pedoman terapi di tingkat nasional (jika ada).
-         Membuat sistem agar pedoman terapi dikaji dan direvisi agar selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran.
-         Memberikan edukasi kepada para klinisi dalam menggunakan pedoman terapi.
-         Menindaklanjuti dan memberikan umpan balik kepada komite medik/pimpinan RS tentang kepatuhan klinisi terhadap pedoman terapi.

Penyusunan pedoman terapi dapat disusun dari awal atau disusun dengan mengambil dari pedoman terapi yang sudah dibuat di tempat lain, yang kemudian dimodifikasi sesuai situasi setempat.
Tahapan dalam menyusun pedoman terapi:

  1. Menetapkan kelompok kerja yang ditugaskan untuk menyusun pedoman terapi. Harus terdiri dari para ahli di bidang terapi yang akan dibuatkan pedomannya. Jika tidak ada dari dalam, maka dapat dicari pakar dari luar.
  2. Menetapkan rencana kerja dan penanggungjawab dalam penyusunan pedoman terapi, contoh: - siapa yang mengumpulkan data? Mengkaji? Mengedit? Formatnya bagiamana? Anggaran yang dibutuhkan (untuk penerbitan, penyebarluasan dan implementasinya).
  3. Menetapkan penyakit yang akan dibuat pedoman terapinya, diranking berdasarkan: prevalensi, keparahan (severity), dampaknya bagi masyarakat dan biaya yang harus dikeluarkan oleh RS.
  4. Menetapkan terapi yang rasional. Tahap ini paling kritis, karena sedapat mungkin harus berdasarkan evidence.
Pilihan terapi yang direkomendasikan harus:
o   Mempertimbangkan terapi non-obat.
o   Menggunakan sesedikit mungkin obat
o   Menggunakan obat-obat yang terdaftar dalam formularium (kadang justru adanya pedoman terapi akan memancing direvisinya formularium karena sudah out-of-date).
o   Menetapkan pilihan terapi lini pertama, kedua dan kalau perlu ketiga.
o   Menetapkan rejimen (dosis, durasi), kontraiindikasi, ESO setiap obat yang direkomendasikan.
o   Mempertimbangkan: tingkat keterampilan mendiagnosis para klinisi yang ada, fasilitas yang tersedia, ketersediaan dan keterjangkauan obat pilihan di pasaran.
  1. Menetapkan informasi yang akan dimasukkan dalam pedoman terapi:
o   Kondisi klinik (tanda dan gejala klinik).
o   Tujuan pengobatan
o   Terapi non-obat
o   Obat pilihan (lini pertama, kedua, ketiga)
o   Informasi peresepan (dosis, durasi, K/I, ESO, I/O, peringatan, toksisitas)
o   Kriteria rujukan
o   Hal-hal yang harus disampaikan kepada pasien.
o   Biaya terapi

  1. Menyebarkan draft pedoman terapi untuk dimintakan tanggapan dan dilakukan uji coba (pilot test). Tanggapan hendaknya mencakup: apa yang harus diubah dan bagaimana; mengapa harus diubah, sebutkan bukti dan justifikasinya. Jika sudah disepakati, maka dilakukan uji coba untuk memastikan dokumen yang dibuat jelas dan mudah dipahami dan informasi di dalamnya akurat, serta format dan layoutnya baik.

  1. Mengimplementasikan : menerbitkan, launching, menyebarluaskan, melatih dan men-supervisi.

  1. Merevisi


Referensi: WHO-MSH. Drug and Therapeutic Committee, a practical guide, 2003, hal. 23-27.

Tidak ada komentar:

Google Ads