Google ads

Kamis, 14 Januari 2016

Malaria

1.      Pengertian
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dari genus plasmodium yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles. Istilah malaria diambil dari dua kata bahasa Italia, yaitu mal yang berarti buruk dan area yang berarti udara, jadi malaria daapt diartikan sebagai udara buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa-rawa yang mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai beberapa nama lain seperti: demam roma, demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam charges, demam kura, dan paludisme (Prabowo,2007).
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh sporozoa genus plasmodium dan ditularkan oleh nyamuk spesies Anopheles. Penyakit ini ditandai dengan demam yang sering berkala (periodik) dengan berbagai derajat, kurang darah (anemia), limpa membesar serta dengan berbagai kelompok gejala (sindroma) karena gangguan pada hati, otak dan ginjal (Yatim, 2007).


10
 
2.      Epidemiologi Malaria
Batas dari penyebaran malaria adalah 64°LU (Rusia) dan 32°LS (Argentina). Ketinggian yang dimungkinkan adalah 400 meter di bawah permukaan laut (Laut mati dan Kenya) dan 2600 meter di atas permukaan laut (Bolivia). Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling luas, mulai dari daerah beriklim dingin, subtropik sampai ke daerah tropik.
Plasmodium falciparum jarang sekali terdapat di daerah yang beriklim dingin penyakit malaria hampir sama dengan penyakit falciparum, meskipun jauh lebih jarang terjadinya. Plasmodium ovale pada umumnya dijumpai di Afrika di bagian yang beriklim tropik, kadang-kadang dijumpai di Pasifik Barat.
Di Indonesia penyakit malaria tersebar di seluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda-beda dan dapat berjangkit di daerah dengan ketinggian sampai 1800 meter di atas permukaan laut (Hiswani, 2004).
Penyebaran malaria dipengaruhi oleh pola penyebaran nyamuk Anopheles. Nyamuk dapat melakukan penyebaran secara pasif dan aktif. Penyebaran secara aktif dilakukan oleh nyamuk dengan kemampuan terbangnya. Penyebaran secara pasif dapat terjadi karena adanya tiupan angin kencang atau terbawa alat transportasi, seperti pesawat terbang, kereta api, dan kapal laut hingga mencapai daerah yang cukup jauh. Melalui penyebaran pasif, nyamuk malaria dapat menyebar malaria ke daerah nonendemis (Rampengan, 2007).
3.      Gejala dan Tanda Klinis
Penyakit malaria yang ditemukan berdasarkan gejala-gejala klinis dengan gejala utama demam mengigil secara berkala dan sakit kepala kadang-kadang dengan gejala klinis lain sebagai berikut :
a.       Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan berkeringat.
b.      Nafsu makan menurun.
c.       Mual-mual kadang-kadang diikuti muntah.
d.      Sakit kepala yang berat, terus menerus, khususnya pada infeksi dengan Plasmodium falciparum.
e.       Dalam keadaan menahun (kronis) gejala diatas, disertai pembesaran limpa.
f.       Malaria berat, seperti gejala diatas disertai kejang-kejang dan penurunan.
g.       Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya tetapi yang menonjol adalah mencret (diare) dan pusat karena kekurangan darah (anemia) serta adanya riwayat kunjungan ke atau berasal dari daerah malaria.
h.      Gejala klasik malaria merupakan suatu paroksisme biasanya terdiri atas 3 stadium yang berurutan yaitu :

1)      Stadium dingin (Cold stage)
Stadium ini diawali dengan gejala menggigil atau perasaan yang sangat dingin. Gigi gemeretak dan pasien biasanya menutupi tubuhnya dengan segala macam pakaian dan selimut yang tersedia. Nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari pucat atau sianosis, kulit kering dan pucat, pasien mungkin muntah dan pada anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.
2)      Stadium demam (Hot stage)
Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini pasien merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, nyeri kepala, seringkali terjadi mual dan muntah, nadi menjadi kuat lagi. Biasanya pasien menjadi sangat haus san suhu badan dapat meningkatkan sampai 41 °C atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2-12 jam.
Demam disebabkan oleh pecahnya skizon dalam sel darah merah yang telah matang dan masuknya merozoit darah ke dalam aliran darah. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, skizon dari tiap generasi menjadi matang setiap 48 jam sekali, sehingga timbul demam setiap hari ketiga terhitung dari serangan demam sebelumnya. Pada Plasmodium malariae, demam terjadi pada 72 jam (setiap hari keempat), sehingga disebut malaria kuartana. Pada Plasmodium falcifarum, setiap 24-48 jam.
3)      Stadium berkeringat (Sweating stage)
Pada stadium ini pasien berkeringat banyak sekali, tempat tidurnya basah, kemudian suhu badan menurun dengan cepat, kadang-kadang sampai di bawah normal.
Gejala tersebut tidak selalu sama pada setiap pasien, bergantung pada spesies parasit, berat infeksi dan umur pasien. Gejala klinis yang berat biasanya terjadi pada malaria tropika yang disebabkan oleh adanya kecendrungan parasit (bentuk tropozoit dan skizon) untuk berkumpul pada pembuluh darah organ tubuh tertentu seperti otak, hati dan ginjal, sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah organ-organ tubuh tersebut (Rampengan, 2007).
Ketiga gejala klinis tersebut di atas ditemukan pada penderita berasal dari daerah non endemis yang mendapat penularan di daerah endemis atau yang pertama kali menderita penyakit malaria (Hiswani,2004).



Menurut Nurcahyo (2007), gejala malaria berdasarkan spesifikasi Plasmodium sebagai berikut:
a.       Malaria Vivax & Ovale.
Suatu serangan bisa dimulai secara samar-samar dengan menggigil, diikuti berkeringat dan demam yang hilang-timbul.
Dalam 1 minggu, akan terbentuk pola yang khas dari serangan yang hilang-timbul. Suatu periode sakit kepala atau rasa tidak enak badan akan diikuti oleh menggigil. Demam berlangsung selama 1-8 jam. Setelah demam reda, penderita merasakan sehat sampai terjadi menggigil berikutnya. Pada malaria vivax, serangan berikutnya cenderung terjadi setiap 48 jam.
b.      Malaria falciparum.
Suatu serangan bisa diawali dengan menggigil. Suhu tubuh naik secara bertahap kemudian tiba-tiba turun. Serangan bisa berlangsung selama 20-36 jam. Penderita tampak lebih sakit dibandingkan dengan malaria vivax dan sakit kepalanya hebat. Diantara serangan (selang waktu 36-72 jam), penderita biasanya merasa tidak enak badan dan mengalami demam ringan.
c.       Malaria malariae.
Suatu serangan seringkali dimulai secara samar-samar. Serangannya menyerupai malaria vivax dengan selang waktu antara dua serangan adalah 72 jam.

4.      Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium. Pada manusia Plasmodium terdiri dari 4 spesies, yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale (Rampengan,2007). Jenis infeksi malaria yang disebabkan oleh masing-masing jenis Plasmodium ini berbeda-beda. Plasmodium vivax menyebabkan malaria tertiana, Plasmodium falcifarum menyebabkan malaria tropikana, Plasmodium malariae menyebabkan malaria quartana, dan Plasmodium Ovale menyebabkan malaria ovale (Sutanto, 2007).
Seorang penderita dapat dihinggapi lebih dari satu jenis plasmodium. Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Biasanya, penderita paling banyak dihinggapi dua jenis parasit malaria, yakni campuran antara Plasmodium falcifarum dan Plasmodium vivax atau Plasmodium ovale (Prabowo, 2007).
5.      Masa Inkubasi
Masa inkubasi pada tubuh manusia (masa inkubasi intrinsik) yaitu waktu manusia digigit nyamuk yang infected (masuknya sporozoit) sampai timbul gejala klinis (demam) yaitu Plasmodium falcifarum berlangsung kira-kira selam 12 hari, Plasmodium vivax berlangsung selama 15 hari, Plasmodium malariae berlangsung selama 28 hari dan Plasmodium ovale berlangsung selama 17 hari (Depkes RI, 2007).


6.      Siklus Hidup Parasit Malaria
Parasit malaria memerlukan dua macam siklus untuk kelangsungan hidupnya, yaitu :
a. Siklus Aseksual.
Siklus ini terdiri atas siklus di luar sel darah (eksoeritrositer) dan dalam sel darah merah (eritrositer). Siklus di luar sel darah berlangsung dalam hati yang pada P.vivax dan P. ovale ada yang ditemukan dalam bentuk laten di dalam sel hati yang di sebut hipnosoit. P. vivax dapat kambuh berkali-kali sampai jangka waktu 3-4 tahun, sedangkan P. ovale sampai bertahun-tahun apabila pengobatan tidak dilaksanakan dengan baik. Siklus di dalam sel darah masih terbagi lagi dalam siklus sisogoni yang menimbulkan demam dan fase gametogoni yang menyebabkan seseorang menjadi sumber penular penyakit bagi nyamuk malaria.
b. Siklus Seksual.
Siklus/fase seksual juga disebut siklus sporogoni karena menghasilkan sporosoit yaitu bentuk parasit yang sudah siap untuk ditularkan ke dalam tubuh manusia. Masa berlangsungnya siklus ini disebut juga masa inkubasi ekstrinsik yang sangat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara (Depkes, 2003b).




7.      Cara Penularan
Malaria dapat ditularkan melalui dua cara menurut Rampengan (2007) yaitu:
a.       Penularan secara alamiah (natural infection) terjadi karena gigitan nyamuk anopheles.
b.      Penularan bukan alamiah terdiri dari malaria bawaan (kongenital), penularan secara mekanik dan penularan secara oral.
1)      Malaria bawaan
Malaria bawaan adalah malaria pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria. Penularannya terjadi karena adanya kelainan pada sawar plasenta (selaput yang melindungi plasenta) sehingga tidak ada penghalang infeksi ibu pada janinnya. Selain melalui plasenta, penularan dari ibu kepada bayinya juga dapat melalui tali pusat (Prabowo, 2007).
2)      Penularan secara mekanik
Penularan secara mekanik adalah infeksi malaria yang ditularkan melalui transfusi darah dari donor yang terinfeksi malaria, pemakaian jarum suntik secara bersama-sama pada pencandu narkoba, atau melalui transplatasi organ. Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada para pecandu obat bius yang tidak steril. Parasit malaria dapat hidup selama tujuh hari dalam darah donor. Biasanya, masa inkubasi penularan malaria secara mekanik lebih singkat dibandingkan infeksi malaria secara alamiah.
3)      Penularan secara oral
Menurut Rampengan (2007), penularan ini pernah dibuktikan pada ayam (Plasmodium gallinasium), burung dara (Plasmodium relection) dan monyet (Plasmodium knowlesi).
8.      Hubungan Host, Agent dan Environment
Di dalam patogenesis terjadinya penyakit ada tiga faktor yang mempengaruhi penyakit malaria yaitu host (manusia dan nyamuk), agent (penyebab penyakit) dan environment (lingkugan). Proses terjadinya penyakit apabila ketiga faktor tersebut saling berinteraksi (Budianto & Anggraini, 2002)
a.       Host  (manusia dan nyamuk)
1)      Manusia (host intermediate)
Secara umum setiap orang dapat terkena penyakit malaria. Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin sebenarnya berkaitan dengan perbedaan derajat kekebalan karena variasi keterpaparan kepada gigitan nyamuk. Bayi di daerah endemik malaria mendapat perlindungan antibodi maternal yang diperoleh secara transplasental. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai respon imun yang lebih kuat dibandingkan laki-laki, namun kehamilan menambah risiko malaria. Malaria pada ibu hamil mempunyai dampak yang buruk terhadap kesehatan ibu dan anak, anatara lain berat badan lahir rendah, abortus, partus prematur dan kematian janin intrauterin (Harijanto, 2000).
Menurut Rampengan (2007), terdapat beberapa faktor yang berpengaruh pada manusia yaitu:
a)      Ras atau suku bangsa.
Di Afrika, apabila prevalensi hemoglobin S (HbS) cukup tinggi, penduduknya lebih tahan terhadap infeksi Plasmodium falcifarum. Penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa HbS menghambat perkembangbiakkan Plasmodium falcifarum baik sewaktu invasi maupun sewaktu berkembang biak.
b)      Kurangnya suatu enzim tertentu
Kurangnya enzim G6PD (glucosa 6-phosphat dehydrogenase) memberikan perlindungan terhadap infeksi Plasmodium falcifarum berat. Walaupun demikian, kurangnya enzim ini merugikan ditinjau dari segi pengobatan dengan golongan Sulfonamid dan primakuin oleh karena dapar terjadi hemolisis darah. Defisiensi enzim G6PD ini merupakan penyakit genetik dengan manifestasi utama pada perempuan.
c)      Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu menghancurkan plasmodium yang masuk atau menghalangi perkembangbiakannya.
2)      Nyamuk anopheles (host definitive)
Malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina. Nyamuk Anopheles terutama hidup di daerah tropik dan subtropik, dan juga hidup di daerah beriklim sedang. Anopheles jarang ditemukan pada ketinggian lebih dari 2000-2500 m. Sebagian besar Anopheles ditemukan di dataran rendah. Efektifitas vektor untuk menularkan malaria ditentukan hal-hal sebagai berikut :
a)      Kepadatan vektor dekat pemukiman manusia.
b)      Kesukaan menghisap darah manusia atau antropofilia.
c)      Frekuensi menghisap darah (tergantung dengan suhu).
d)     Lamanya sporogoni (berkembanganya parasit dalam nyamuk sehingga menjadi infektif)
e)      Lamanya hidup nayamuk harus cukup untuk sporogoni dan kemudian menginfeksi jumlah yang berbeda-beda menurut spesies.
Nyamuk Anopheles betina menggigit antara waktu senja dan subuh, dengan jumlah yang berbeda-beda menurut spesiesnya. Sifat dan kebiasaan makan serta istirahat nyamuk Anopheles dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a)      Endofilik : suka tinggal dalam rumah/bangunan.
b)      Eksofilik : suka tinggal di luar rumah.
c)      Endofagik : suka menggigit dalam rumah/bangunan.
d)     Eksofagik : suka menggigit di luar rumah/bangunan.
e)      Antropofilik : suka menggigit manusia.
f)       Zoofilik : suka menggigit binatang
Jarak terbang nyamuk Anopheles terbatas, biasanya tidak lebih dari 2-3 km dari tempat perkembangbiakkannya. Bila ada angin yang kuat, nyamuk Anopheles bisa terbawa jauh sampai 30 km dari tempat perkembangbiakkannya (Harijanto, 2000).
b.      Agent  (parasit/plasmodium)
Parasit/Plasmodium hidup di dalam tubuh manusia pada tahap daur aseksual (pembelahan diri) dan hidup dalam tubuh nyamuk dalam tahap daur seksual (pembiakan melalui kawin). Agent atau penyebab penyakit adalah semua unsur atau elemen hidup ataupun tidak hidup yang kehadirannya bila diikuti dengan kontak yang efektif dengan manusia yang rentan akan menjadi stimulasi untuk memudahkan terjadinya suatu proses penyakit. Agent penyebab penyakit malaria termasuk agent biologis yaitu protozoa (Depkes RI, 2003b).
c.       Environment  (lingkungan)
Environment (lingkungan) adalah lingkungan di mana manusia dan nyamuk berada. Nyamuk berkembang biak dengan baik bila lingkungannya sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan oleh nyamuk tersebut.
Faktor lingkungan terdiri dari: lingkungan fisik (suhu udara, kelembaban udara, hujan, angin, sinar matahari dan arus air), lingkungan kimiawi (kadar garam dari tempat perindukan), lingkungan biologik (flora dan fauna) serta lingkungan sosial budaya (Depkes RI, 2003b).
1)      Lingkungan Fisik
Suhu udara mempengaruhi panjang pendeknya siklus sprogoni atau masa inkubasi ekstrinsik. Pada suhu 26,7°C masa inkubasi ekstrinsik untuk tiap-tiap spesies adalah 10-12 hari untuk P. falciparum, 8-11 hari P. vivax, 14 hari untuk P. malariae dan 15 hari untuk P. ovale (Depkes RI, 2003b).
Tingkat kelembaban 63%, merupakan angka paling rendah untuk memungkinkan adanya penularan di Punjab, India. Kelembaban mempengaruhi kecepatan berkembang biak, kebiasaan menggigit, istirahat dan lain-lain dari nyamuk.
Perkembangbiakan nyamuk tergantung pada jenis hujan, derasnya hujan, jumlah hari hujan, jenis vektor dan jenis tempat perindukan (breeding places). Hujan yang diselingi dengan panas akan mempercepat perkembangbiakan nyamuk Anopheles (Depkes RI, 2003b).
Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam adalah salah satu faktor yang ikut menentukan jumlah kontak antara manusia dan nyamuk. Jarak terbang nyamuk dapat dipengaruhi arah angin (Depkes RI, 2003b).
Nyamuk An. sundaicus lebih suka tempat teduh, sebaliknya An. hyrcanus spp lebih suka tempat yang terbuka. An. barbirostris dapat hidup baik di tempat yang teduh maupun di tempat yang terang.
   Genangan air dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu tempat genangan air yang besar dan tempat genangan air yang kecil. An. barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau mengalir sedikit, An. minimus menyukai tempat perindukan yang airnya cukup deras dan An. letifer menyukai di tempat yang airnya tergenang. Kepadatan nyamuk akan sangat berpengaruh pada intensitas gigitan dari nyamuk terhadap manusia, dimana kepadatan ini sendiri akan sangat tergantung dari tempat perkembanganbiakan nyamuk, geografis daerah, suhu dan musim (Depkes RI, 2003b).
2)      Lingkungan biologik
Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai jenis tumbuhan lain dapat mempengaruhi sinar matahari yang masuk atau melindungi dari serangan makhluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah, gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan mempengaruhi populasi nyamuk di suatu daerah. Selain itu adanya ternak besar seperti sapi dan kerbau dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia apabila kandang hewan tersebut diletakkan di luar rumah, tetapi tidak jauh dari rumah (Depkes RI, 2003b).
3)      Lingkungan kimia
Kadar garam dalam air atau perindukan nyamuk diketahui mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk Anopheles. Anopheles sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya berkisar antara 12%-18% dan tidak dapat berkembang biak pada kadar garam 40% ke atas, meskipun di beberapa tempat di Sumatera Utara Anopheles sundaicus ditemukan pula dalam air tawar. Anopheles letifer dapat hidup di tempat yang asam/pH rendah (Harijanto, 2000).
4)      Lingkungan sosial budaya
Kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut malam dimana vektornya lebih bersifat eksofilik dan eksofagik akan memperbesar jumlah gigitan nyamuk. Penggunaan kelambu, kawat kasa pada rumah dan penggunaan zat penolak nyamuk/repellent yang intensitasnya berbeda sesuai dengan perbedaan status sosial masyarakat, akan mempengaruhi angka kesakitan malaria (Depkes RI,2003b)

Tidak ada komentar:

Google Ads