1.
Pengertian
Malaria
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dari genus plasmodium yang dapat ditularkan melalui
gigitan nyamuk anopheles. Istilah malaria diambil dari dua kata bahasa Italia,
yaitu mal yang berarti buruk dan area yang berarti udara, jadi malaria
daapt diartikan sebagai udara buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah
rawa-rawa yang mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai beberapa
nama lain seperti: demam roma, demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam
charges, demam kura, dan paludisme (Prabowo,2007).
Malaria
adalah penyakit yang disebabkan oleh sporozoa genus plasmodium dan ditularkan
oleh nyamuk spesies Anopheles.
Penyakit ini ditandai dengan demam yang sering berkala (periodik) dengan
berbagai derajat, kurang darah (anemia), limpa membesar serta dengan berbagai
kelompok gejala (sindroma) karena gangguan pada hati, otak dan ginjal (Yatim, 2007).
10
|
2.
Epidemiologi
Malaria
Batas dari penyebaran malaria adalah 64°LU (Rusia) dan 32°LS
(Argentina). Ketinggian yang dimungkinkan adalah 400 meter di bawah permukaan
laut (Laut mati dan Kenya) dan 2600 meter di atas permukaan laut (Bolivia). Plasmodium vivax mempunyai distribusi
geografis yang paling luas, mulai dari daerah beriklim dingin, subtropik sampai
ke daerah tropik.
Plasmodium falciparum jarang sekali terdapat di daerah yang beriklim dingin penyakit malaria
hampir sama dengan penyakit falciparum,
meskipun jauh lebih jarang terjadinya. Plasmodium
ovale pada umumnya dijumpai di Afrika di bagian yang beriklim tropik,
kadang-kadang dijumpai di Pasifik Barat.
Di Indonesia penyakit malaria tersebar di seluruh pulau dengan
derajat endemisitas yang berbeda-beda dan dapat berjangkit di daerah dengan
ketinggian sampai 1800 meter di atas permukaan laut (Hiswani, 2004).
Penyebaran
malaria dipengaruhi oleh pola penyebaran nyamuk Anopheles. Nyamuk dapat melakukan penyebaran secara pasif dan
aktif. Penyebaran secara aktif dilakukan oleh nyamuk dengan kemampuan
terbangnya. Penyebaran secara pasif dapat terjadi karena adanya tiupan angin
kencang atau terbawa alat transportasi, seperti pesawat terbang, kereta api,
dan kapal laut hingga mencapai daerah yang cukup jauh. Melalui penyebaran
pasif, nyamuk malaria dapat menyebar malaria ke daerah nonendemis (Rampengan,
2007).
3.
Gejala
dan Tanda Klinis
Penyakit malaria yang
ditemukan berdasarkan gejala-gejala klinis dengan gejala utama demam mengigil
secara berkala dan sakit kepala kadang-kadang dengan gejala klinis lain sebagai
berikut :
a.
Badan terasa lemas dan pucat
karena kekurangan darah dan berkeringat.
b.
Nafsu makan menurun.
c.
Mual-mual kadang-kadang
diikuti muntah.
d.
Sakit kepala yang berat,
terus menerus, khususnya pada infeksi dengan Plasmodium falciparum.
e.
Dalam keadaan menahun
(kronis) gejala diatas, disertai pembesaran limpa.
f.
Malaria berat, seperti
gejala diatas disertai kejang-kejang dan penurunan.
g.
Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas
gejala klinisnya tetapi yang menonjol adalah mencret (diare) dan pusat karena
kekurangan darah (anemia) serta adanya riwayat kunjungan ke atau berasal dari
daerah malaria.
h.
Gejala klasik malaria
merupakan suatu paroksisme biasanya terdiri atas 3 stadium yang berurutan yaitu
:
1)
Stadium dingin (Cold stage)
Stadium ini diawali dengan
gejala menggigil atau perasaan yang sangat dingin. Gigi gemeretak dan pasien
biasanya menutupi tubuhnya dengan segala macam pakaian dan selimut yang
tersedia. Nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari pucat atau sianosis,
kulit kering dan pucat, pasien mungkin muntah dan pada anak sering terjadi
kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.
2)
Stadium demam (Hot stage)
Setelah merasa kedinginan,
pada stadium ini pasien merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering dan terasa
sangat panas seperti terbakar, nyeri kepala, seringkali terjadi mual dan
muntah, nadi menjadi kuat lagi. Biasanya pasien menjadi sangat haus san suhu
badan dapat meningkatkan sampai 41 °C atau lebih. Stadium ini berlangsung
antara 2-12 jam.
Demam disebabkan oleh
pecahnya skizon dalam sel darah merah yang telah matang dan masuknya merozoit
darah ke dalam aliran darah. Pada Plasmodium
vivax dan Plasmodium ovale,
skizon dari tiap generasi menjadi matang setiap 48 jam sekali, sehingga timbul
demam setiap hari ketiga terhitung dari serangan demam sebelumnya. Pada Plasmodium malariae, demam terjadi pada
72 jam (setiap hari keempat), sehingga disebut malaria kuartana. Pada Plasmodium falcifarum, setiap 24-48 jam.
3)
Stadium berkeringat (Sweating stage)
Pada stadium ini pasien
berkeringat banyak sekali, tempat tidurnya basah, kemudian suhu badan menurun
dengan cepat, kadang-kadang sampai di bawah normal.
Gejala tersebut tidak selalu
sama pada setiap pasien, bergantung pada spesies parasit, berat infeksi dan
umur pasien. Gejala klinis yang berat biasanya terjadi pada malaria tropika
yang disebabkan oleh adanya kecendrungan parasit (bentuk tropozoit dan skizon)
untuk berkumpul pada pembuluh darah organ tubuh tertentu seperti otak, hati dan
ginjal, sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah organ-organ tubuh
tersebut (Rampengan, 2007).
Ketiga
gejala klinis tersebut di atas ditemukan pada penderita berasal dari daerah non
endemis yang mendapat penularan di daerah endemis atau yang pertama kali
menderita penyakit malaria (Hiswani,2004).
Menurut Nurcahyo (2007), gejala malaria berdasarkan spesifikasi Plasmodium sebagai berikut:
a. Malaria
Vivax & Ovale.
Suatu serangan bisa dimulai secara samar-samar
dengan menggigil, diikuti berkeringat dan demam yang hilang-timbul.
Dalam 1 minggu, akan terbentuk pola yang khas dari serangan yang hilang-timbul. Suatu periode sakit kepala atau rasa tidak enak badan akan diikuti oleh menggigil. Demam berlangsung selama 1-8 jam. Setelah demam reda, penderita merasakan sehat sampai terjadi menggigil berikutnya. Pada malaria vivax, serangan berikutnya cenderung terjadi setiap 48 jam.
Dalam 1 minggu, akan terbentuk pola yang khas dari serangan yang hilang-timbul. Suatu periode sakit kepala atau rasa tidak enak badan akan diikuti oleh menggigil. Demam berlangsung selama 1-8 jam. Setelah demam reda, penderita merasakan sehat sampai terjadi menggigil berikutnya. Pada malaria vivax, serangan berikutnya cenderung terjadi setiap 48 jam.
b. Malaria
falciparum.
Suatu serangan bisa diawali dengan
menggigil. Suhu tubuh naik secara bertahap kemudian tiba-tiba turun. Serangan
bisa berlangsung selama 20-36 jam. Penderita tampak lebih sakit dibandingkan
dengan malaria vivax dan sakit kepalanya hebat. Diantara serangan (selang waktu
36-72 jam), penderita biasanya merasa tidak enak badan dan mengalami demam
ringan.
c. Malaria
malariae.
Suatu serangan seringkali dimulai secara
samar-samar. Serangannya menyerupai malaria vivax dengan selang waktu antara
dua serangan adalah 72 jam.
4.
Etiologi
Malaria
disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium.
Pada manusia Plasmodium terdiri dari
4 spesies, yaitu Plasmodium falciparum,
Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale (Rampengan,2007). Jenis infeksi malaria yang
disebabkan oleh masing-masing jenis Plasmodium
ini berbeda-beda. Plasmodium vivax menyebabkan
malaria tertiana, Plasmodium falcifarum menyebabkan
malaria tropikana, Plasmodium malariae menyebabkan
malaria quartana, dan Plasmodium Ovale menyebabkan
malaria ovale (Sutanto,
2007).
Seorang
penderita dapat dihinggapi lebih dari satu jenis plasmodium. Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed
infection). Biasanya, penderita paling banyak dihinggapi dua jenis parasit
malaria, yakni campuran antara Plasmodium
falcifarum dan Plasmodium vivax
atau Plasmodium ovale (Prabowo, 2007).
5.
Masa
Inkubasi
Masa inkubasi pada tubuh manusia (masa inkubasi
intrinsik) yaitu waktu manusia digigit nyamuk yang infected (masuknya sporozoit) sampai timbul gejala klinis (demam)
yaitu Plasmodium falcifarum berlangsung
kira-kira selam 12 hari, Plasmodium vivax
berlangsung selama 15 hari, Plasmodium
malariae berlangsung selama 28 hari dan Plasmodium
ovale berlangsung selama 17 hari (Depkes RI, 2007).
6.
Siklus
Hidup Parasit Malaria
Parasit malaria memerlukan dua macam siklus untuk kelangsungan
hidupnya, yaitu :
a. Siklus Aseksual.
Siklus ini terdiri atas siklus di luar sel darah (eksoeritrositer)
dan dalam sel darah merah (eritrositer). Siklus di luar sel darah
berlangsung dalam hati yang pada P.vivax dan P. ovale ada yang
ditemukan dalam bentuk laten di dalam sel hati yang di sebut hipnosoit. P.
vivax dapat kambuh berkali-kali sampai jangka waktu 3-4 tahun, sedangkan P.
ovale sampai bertahun-tahun apabila pengobatan tidak dilaksanakan dengan
baik. Siklus di dalam sel darah masih terbagi lagi dalam siklus sisogoni yang
menimbulkan demam dan fase gametogoni yang menyebabkan seseorang menjadi
sumber penular penyakit bagi nyamuk malaria.
b. Siklus Seksual.
Siklus/fase
seksual juga disebut siklus sporogoni karena menghasilkan sporosoit yaitu
bentuk parasit yang sudah siap untuk ditularkan ke dalam tubuh manusia. Masa
berlangsungnya siklus ini disebut juga masa inkubasi ekstrinsik yang sangat
dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara (Depkes, 2003b).
7.
Cara
Penularan
Malaria dapat
ditularkan melalui dua cara menurut Rampengan (2007) yaitu:
a. Penularan
secara alamiah (natural infection)
terjadi karena gigitan nyamuk anopheles.
b. Penularan
bukan alamiah terdiri dari malaria bawaan (kongenital), penularan secara
mekanik dan penularan secara oral.
1) Malaria
bawaan
Malaria
bawaan adalah malaria pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita
malaria. Penularannya terjadi karena adanya kelainan pada sawar plasenta
(selaput yang melindungi plasenta) sehingga tidak ada penghalang infeksi ibu
pada janinnya. Selain melalui plasenta, penularan dari ibu kepada bayinya juga
dapat melalui tali pusat (Prabowo, 2007).
2) Penularan
secara mekanik
Penularan
secara mekanik adalah infeksi malaria yang ditularkan melalui transfusi darah
dari donor yang terinfeksi malaria, pemakaian jarum suntik secara bersama-sama
pada pencandu narkoba, atau melalui transplatasi organ. Penularan melalui jarum
suntik banyak terjadi pada para pecandu obat bius yang tidak steril. Parasit
malaria dapat hidup selama tujuh hari dalam darah donor. Biasanya, masa
inkubasi penularan malaria secara mekanik lebih singkat dibandingkan infeksi
malaria secara alamiah.
3) Penularan
secara oral
Menurut
Rampengan (2007), penularan ini pernah dibuktikan pada ayam (Plasmodium gallinasium), burung dara (Plasmodium relection) dan monyet (Plasmodium knowlesi).
8. Hubungan Host, Agent dan Environment
Di
dalam patogenesis terjadinya penyakit ada tiga faktor yang mempengaruhi
penyakit malaria yaitu host (manusia
dan nyamuk), agent (penyebab
penyakit) dan environment
(lingkugan). Proses terjadinya penyakit apabila ketiga faktor tersebut saling
berinteraksi (Budianto & Anggraini, 2002)
a. Host (manusia dan nyamuk)
1) Manusia
(host intermediate)
Secara
umum setiap orang dapat terkena penyakit malaria. Perbedaan prevalensi menurut
umur dan jenis kelamin sebenarnya berkaitan dengan perbedaan derajat kekebalan
karena variasi keterpaparan kepada gigitan nyamuk. Bayi di daerah endemik
malaria mendapat perlindungan antibodi maternal yang diperoleh secara transplasental. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa perempuan mempunyai respon imun yang lebih kuat dibandingkan
laki-laki, namun kehamilan menambah risiko malaria. Malaria pada ibu hamil
mempunyai dampak yang buruk terhadap kesehatan ibu dan anak, anatara lain berat
badan lahir rendah, abortus, partus prematur dan kematian janin intrauterin (Harijanto, 2000).
Menurut
Rampengan (2007), terdapat beberapa faktor yang berpengaruh pada manusia yaitu:
a) Ras
atau suku bangsa.
Di
Afrika, apabila prevalensi hemoglobin S (HbS) cukup tinggi, penduduknya lebih
tahan terhadap infeksi Plasmodium
falcifarum. Penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa HbS menghambat
perkembangbiakkan Plasmodium falcifarum
baik sewaktu invasi maupun sewaktu berkembang biak.
b) Kurangnya
suatu enzim tertentu
Kurangnya
enzim G6PD (glucosa 6-phosphat
dehydrogenase) memberikan perlindungan terhadap infeksi Plasmodium falcifarum berat. Walaupun
demikian, kurangnya enzim ini merugikan ditinjau dari segi pengobatan dengan
golongan Sulfonamid dan primakuin oleh karena dapar terjadi hemolisis darah.
Defisiensi enzim G6PD ini merupakan penyakit genetik dengan manifestasi utama
pada perempuan.
c) Kekebalan
pada malaria terjadi apabila tubuh mampu menghancurkan plasmodium yang masuk atau menghalangi perkembangbiakannya.
2) Nyamuk
anopheles (host definitive)
Malaria pada manusia hanya dapat
ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina. Nyamuk Anopheles terutama
hidup di daerah tropik dan subtropik, dan juga hidup di daerah beriklim sedang.
Anopheles jarang ditemukan pada ketinggian lebih dari 2000-2500 m.
Sebagian besar Anopheles ditemukan di dataran rendah. Efektifitas vektor
untuk menularkan malaria ditentukan hal-hal sebagai berikut :
a) Kepadatan
vektor dekat pemukiman manusia.
b) Kesukaan
menghisap darah manusia atau antropofilia.
c) Frekuensi
menghisap darah (tergantung dengan suhu).
d) Lamanya
sporogoni (berkembanganya parasit
dalam nyamuk sehingga menjadi infektif)
e) Lamanya
hidup nayamuk harus cukup untuk sporogoni dan kemudian menginfeksi jumlah yang
berbeda-beda menurut spesies.
Nyamuk Anopheles betina menggigit antara waktu senja dan subuh, dengan
jumlah yang berbeda-beda menurut spesiesnya. Sifat dan kebiasaan makan serta
istirahat nyamuk Anopheles dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
a) Endofilik
: suka tinggal dalam rumah/bangunan.
b) Eksofilik
: suka tinggal di luar rumah.
c) Endofagik
: suka menggigit dalam rumah/bangunan.
d) Eksofagik
: suka menggigit di luar rumah/bangunan.
e) Antropofilik
: suka menggigit manusia.
f) Zoofilik
: suka menggigit binatang
Jarak
terbang nyamuk Anopheles terbatas, biasanya tidak lebih dari 2-3 km dari tempat
perkembangbiakkannya. Bila ada angin yang kuat, nyamuk Anopheles bisa terbawa jauh sampai 30 km dari tempat
perkembangbiakkannya (Harijanto, 2000).
b. Agent (parasit/plasmodium)
Parasit/Plasmodium
hidup di dalam tubuh manusia pada tahap daur aseksual (pembelahan diri) dan
hidup dalam tubuh nyamuk dalam tahap daur seksual (pembiakan melalui kawin). Agent
atau penyebab penyakit adalah semua unsur atau elemen hidup ataupun tidak
hidup yang kehadirannya bila diikuti dengan kontak yang efektif dengan manusia
yang rentan akan menjadi stimulasi untuk memudahkan terjadinya suatu proses
penyakit. Agent penyebab penyakit malaria termasuk agent biologis
yaitu protozoa (Depkes RI, 2003b).
c. Environment (lingkungan)
Environment
(lingkungan)
adalah lingkungan di mana manusia dan nyamuk berada. Nyamuk berkembang biak
dengan baik bila lingkungannya sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan oleh
nyamuk tersebut.
Faktor lingkungan terdiri dari: lingkungan fisik (suhu udara,
kelembaban udara, hujan, angin, sinar matahari dan arus air), lingkungan
kimiawi (kadar garam dari tempat perindukan), lingkungan biologik (flora dan
fauna) serta lingkungan sosial budaya (Depkes RI, 2003b).
1)
Lingkungan Fisik
Suhu udara mempengaruhi panjang pendeknya siklus sprogoni atau
masa inkubasi ekstrinsik. Pada suhu 26,7°C masa inkubasi ekstrinsik untuk
tiap-tiap spesies adalah 10-12 hari untuk P. falciparum, 8-11 hari P.
vivax, 14 hari untuk P. malariae dan 15 hari untuk P. ovale (Depkes
RI, 2003b).
Tingkat kelembaban 63%, merupakan angka paling rendah untuk
memungkinkan adanya penularan di Punjab, India. Kelembaban mempengaruhi
kecepatan berkembang biak, kebiasaan menggigit, istirahat dan lain-lain dari
nyamuk.
Perkembangbiakan nyamuk tergantung pada jenis hujan, derasnya
hujan, jumlah hari hujan, jenis vektor dan jenis tempat perindukan (breeding
places). Hujan yang diselingi dengan panas akan mempercepat
perkembangbiakan nyamuk Anopheles (Depkes RI, 2003b).
Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam adalah
salah satu faktor yang ikut menentukan jumlah kontak antara manusia dan nyamuk.
Jarak terbang nyamuk dapat dipengaruhi arah angin (Depkes RI, 2003b).
Nyamuk An. sundaicus lebih suka
tempat teduh, sebaliknya An. hyrcanus spp lebih suka tempat yang
terbuka. An. barbirostris dapat hidup baik di tempat yang teduh maupun
di tempat yang terang.
Genangan air dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian,
yaitu tempat genangan air yang besar dan tempat genangan air yang kecil. An.
barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau mengalir
sedikit, An. minimus menyukai tempat perindukan yang airnya cukup deras
dan An. letifer menyukai di tempat yang airnya tergenang. Kepadatan
nyamuk akan sangat berpengaruh pada intensitas gigitan dari nyamuk terhadap
manusia, dimana kepadatan ini sendiri akan sangat tergantung dari tempat
perkembanganbiakan nyamuk, geografis daerah, suhu dan musim (Depkes RI, 2003b).
2)
Lingkungan biologik
Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai jenis tumbuhan lain
dapat mempengaruhi sinar matahari yang masuk atau melindungi dari serangan
makhluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan
kepala timah, gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan mempengaruhi populasi
nyamuk di suatu daerah. Selain itu adanya ternak besar seperti sapi dan kerbau
dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia apabila kandang hewan
tersebut diletakkan di luar rumah, tetapi tidak jauh dari rumah (Depkes RI,
2003b).
3)
Lingkungan kimia
Kadar garam dalam air atau perindukan
nyamuk diketahui mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk Anopheles. Anopheles
sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya berkisar antara
12%-18% dan tidak dapat berkembang biak pada kadar garam 40% ke atas, meskipun
di beberapa tempat di Sumatera Utara Anopheles sundaicus ditemukan pula
dalam air tawar. Anopheles letifer dapat hidup di tempat yang asam/pH
rendah (Harijanto, 2000).
4)
Lingkungan sosial budaya
Kebiasaan
untuk berada di luar rumah sampai larut malam dimana vektornya lebih bersifat eksofilik
dan eksofagik akan memperbesar jumlah gigitan nyamuk. Penggunaan
kelambu, kawat kasa pada rumah dan penggunaan zat penolak nyamuk/repellent yang
intensitasnya berbeda sesuai dengan perbedaan status sosial masyarakat, akan
mempengaruhi angka kesakitan malaria (Depkes RI,2003b)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar