1.
Hipertensi
a.
Pengertian
Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg
dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat anti
hipertensi (Mansjoer,dkk,2001). Hipertensi adalah peningkatan tekanan sistolik
yang tingginya tergantung umur individu yang terkena, tekanan darah yang
berfluktasi dalam batas-batas tertentu tergantung posisi tubuh, dan tingkat
strees yang di alami. Hipertensi juga sering di golongkan sebagai hipertensi
ringan, sedang dan berat. Berdasarkan tekanan diastole hipertensi ringan bila
tekanan darah diastol 95-104 mmHg, sedangkan hipertensi berat diastolnya ≥ 115
mmHg (Tambayong,2002).
Menurut M.N Bustan (2007), hipertensi adalah keadaan
peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang akan berlanjut ke suatu
organ target seperti stroke (untuk otak) penyakit jantung koroner (untuk
pembuluh darah jantung) dan hipertrofi ventrikel kanan atau left ventricle hypertrophi (untuk otot
jantung).
Secara teoritis maka hipertensi dapat didefenisikan
sebagai suatu tingkat tekanan darah tertentu, yaitu diatas tingkat tekanan
darah tersebut dengan memberikan pengobatan akan menghasilkan lebih banyak
manfaat dibandingkan dengan tidak memberikan pengobatan (Susalit,dkk,2001).
b.
Klasifikasi
hipertensi
Beberapa klasifikasi tekanan darah tinggi diantaranya
sebagai berikut :
1. Klasifikasi menurut WHO
Menurut WHO (World Health Organization) klasifikasi tekanan
darah tinggi sebagai berikut :
a)
Tekanan darah normal yakni jika sistol
kurang atau sama dengan 40 mmHg dan
diastol kurang atau sama dengan 90 mmHg.
b)
Tekanan darah perbatasan yakni sistol
141-149 mmHg dan tekanan diastol 90-104 mmHg.
c)
Tekanan darah tinggi yakni jika sistol
lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan diastol lebih besar atau sama dengan
95 mmHg.
2.
Klasifikasi menurut Sutanto
Berikut ini adalah klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa di
atas 18 tahun,(Sutanto,2010):
Tabel
2.1
Klasifiakasi
Tekanan Darah pada Orang Dewasa diatas 18 Tahun
Kategori
|
Tekanan darah sistolik
|
Tekanan darah distolik
|
1. Normal
|
<120 mmHg
|
<80 mmHg
|
2. Hipertensi
perbatasan
|
120 -139 mmHg
|
80-89 mmHg
|
3. Hipertensi
ringan (stadium 1)
|
140-159 mmHg
|
90-99mHg
|
4. Hipertensi
sedang (stadium 2)
|
160-179 mmHg
|
100-109Hg
|
5. Hipertensi 3
(stadium 3)
|
180-209 mmHg
|
110-119Hg
|
c.
Manifestasi
klinis
Peningkatan
tekanan darah kadang-kadang merupakan salah satunya gejala, bila demikian
gejala muncul setelah terjadinya komplikasi pada ginjal, mata, otak atau
jantung. Gejala lain yang di temukan adalah sakit kepala, marah, telinga
berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang, dan
pusing (mansjoer,dkk,2001). Individu yang menderita hipertensi kadang tidak
menampakan gejala bertahun-tahun. Gejala bila ada biasanya menunjukkan
kerusakan vaskuler dengan menifestasiyang khas sesuai dengan system organ yang
divaskularisasi oleh pembuluh darah yang bersangkutan (Smetzer dan Bare, 1994).
d.
Etiologi
hipertensi
Berdasarkan penyebabnya,
hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
1)
Hipertensi
primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum diketahui penyebabnya
(terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi primer sedangkan
10% nya tergolong hipertensi sekunder). Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih
belum dapat diketahui. Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai
penyebab hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan
hereditas (keturunan).
2)
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari adanya penyakit
lain. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat
diketahui, antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid
(hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme), dan lain-lain. Karena golongan terbesar dari
penderita hipertensi adalah hipertensia esensial, maka penyelidikan dan
pengobatan lebih banyak ditujukan ke penderita hipertensi esensial.
e. Epidemiologi hipertensi
Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang
memerlukan penatalaksanaan yang baik. Di Amerika Serikat sekitar 50 juta
penduduk mengalami peningkatan tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan diastolik
> 90 mmHg ( Ismail Yusuf,2008).
Tekanan darah tinggi merupakan salah satu penyakit degeneratif. Umumnya tekanan darah
bertambah secara perlahan dengan bertambahnya umur. Risiko untuk menderita
hipertensi pada populasi ≥ 55 tahun yang tadinya tekanan darahnya normal adalah
90 % (Depkes RI,2006)
Kebanyakan pasien mempunyai tekanan darah
pre-hipertensi sebelum mereka didiagnosis dengan hipertensi, dan kebanyakan
diagnosis hipertensi terjadi pada umur dekade ketiga dan dekade kelima. Sampai
dengan umur 55 tahun, laki- laki lebih banyak menderita hipertensi dibanding
perempuan. Dari umur 55 s/d 74 tahun, sedikit lebih banyak perempuan dibanding
laki-laki yang menderita hipertensi. Pada populasi lansia ( umur ≥ 60 tahun ),
prevalensi untuk hipertensi sebesar 65,4 % ( Depkes RI, 2006)
Menurut data Riskesdes Nasional tahun 2007, prevalensi
hipertensi pada penduduk umur 18 tahun keatas di Indonesia adalah 31,7 %. Untuk
tingkat propinsi, prevalensi hipertensi tertinggi terdapat di propinsi
Kalimantan Selatan (39,6 %) dan prevalensi terendah terdapat di propinsi Papua
Barat (20,1 %). Sedangkan untuk tingkat kabupaten/kota dengan prevalensi
tertinggi terdapat di Kabupaten Natuna ( 53,3 %) dan prevalensi terendah
terdapat di Kabupaten Jaya Wijaya (6,8 %) (Depkes RI,2007).
Data diatas menggambarkan bahwa masalah hipertensi
perlu mendapatkan perhatian dan penanganan yang baik, mengingat prevalensi yang
tinggi dan komplikasi yang ditimbulkan cukup berat (Yusuf, 2008).
f. Gejala Hipertensi
Penderita hipertensi biasanya tidak menunjukan gejala, kenaikan tekanan
darah baru diketahui sewaktu pemeriksaan skrining
kesehatan, dengan tujuan masuk kerja atau asuransi kesehatan. Peninggian
tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala. Gejala lain yang
sering di temukan adalah sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas,
gelisah, dan pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada
otak, mata, jantung dan ginjal (Dorothy M. Russel,2011).
g. Diagnosis
Tekanan
darah diukur dengan sphygmomanometer.
Alat
tradisional dengan merkuri saat ini telah banyak digantikan oleh alat digital
otomatis.
Menurut
Williams dan Palmer (2005), hasil pengukuran tekanan darah dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu:
1)
Aktivitas yang dilakukan sebelum
pengukuran.
2)
Tekanan atau stress yang dialami.
3)
Posisi saat pengukuran – berdiri atau
duduk.
4)
Waktu pengikuran.
h. Pengobatan
Jenis
obat antihipertensi adalah sebagai berikut (Maloedyn, 2006):
1) Diuretika
Diuretika
adalah antihipertensi yang merangsang pengeluaran garam dan air. Dengan
mengkonsumsi diuretika akan terjadi pengurangan jumlah cairan dalam pembuluh
darah dan menurunkan tekana pada dinding pembuluh darah.
2) Beta
Bloker
Beta
bloker dapat mengurangi kecepatan jantung dalam memompa darah dan mengurangi
jumlah darah yang dipompa oleh jantung.
3) ACE-inhibitor
ACE-inhibitor
dapat mencengah penyempitan dinding pembuluh darah sehingga bias mengurangi
tekanan pada pembuluh darah dan menurunkan tekanan darah.
4) Ca
Bloker
Ca
bloker dapat mengurangi kecepatan jantung dan merelaksasikan pembuluh darah.
Menurut
Bangun (2002), pengobatan hipertensi juga dapat dilakukan sebagai berikut:
a)
Mengurangi kelebihan berat badan
Kelebihan
berat badan berhubungan dengan peningkatan tekanan darah, tingkat lipid (lemak
darah), diabetes, dan penyakit jantung koroner. Kuncinya adalah dengan
membatasi asupan kalori dan tingka latihan fisik. Penurunan berat badan juga
dapat mempercepat turunnya tekanan darah dalam pengobatan.
b)
Membatasi asupan alkohol
Alkohol
bias memberikan kontribusi terhadap hipertensi. Alkohol bisa mengurangi
kemampuan pompa jantung dan pengobatan hipertensi kurang efektif. Oleh sebab
itu lebih baik dihindari.
c)
Olahraga secara teratur
Olahraga
secara teratur tiga atau empat kali seminggu selama 30-40 menit dapat membantu
mengurangi tekanan darah.
d)
Membatasi asupan garam
Asupan
garam yang tinggi bias meningkatkan tekanan darah, khususnya pada orang tua
penderita tekanan darah tinggi. Menghindari atau mengurangi
garam adalah salah satu contoh cara
mengurangi natrium.
e)
Berhenti merokok
Orang
yang menderita hipertensi, sebaiknya berhenti merokok, karena nikotin dalam
tembakau dapat membuat jantung bekerja lebih keras karena terjadi penyempitan
pembuluh darah. Selain itu juga dapat meningkatkan frekuensi denyut jantung dan
tekanan darah.
i.
Pencegahan
Hipertensi
Pencegahan Hipertensi adalah sebagai
berikut (Bangun, 2002) :
1)
Diet
Pengaturan
pola makan dan makanan yang dikonsumsi oleh penderita hipertensi sangat
penting. Diantaranya yaitu pembahasan mengkonsumsi garam, banyak mengkonsumsi
makanan yang mengandung serat dan mengatasi kelebihan berat badan.
2)
Alkohol dan rokok
Peminum
alkohol yang berat akan berisiko terkena hipertensi. Dalam hal ini menunjukkan
bahwa orang yang minum alkohol sampai dengan lima kali atau lebih per hari
kemungkinan akan menderita hipertensi sangat tinggi dibandingkan dengan orang
yang tidak minum sama sekali.
3) Teh
dan kopi
Minum
kopi atau teh dapat meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah tinggi.
Kafein dalam kopi dapat memperburuk keadaan tersebut. Jadi bagi penderita
hipertensi dianjurkan untuk mengurangi konsumsi teh dan kopi.
4)
Olah raga
Dengan
olah raga teratur akan memperlancar peredaran darah, memperbaiki arus darah
melalui otot-otot akan memperbaiki efisiensi jantung dan mengurangi berat badan
serta menyeimbangkan bentuk tubuh.
5)
Hindari stres
Ketegangan
emosional tertentu dapat membuat tekanan darah naik, tetapi itu hanya sementara
saja. Bila ketegagan itu lenyap maka tekanan darah kembali normal.
6)
Mengontrol tekanan darah
Mengontrol
tekanan darah secara berkala sangat penting bagi penderita hipertensi, sekurang
kurangnya 1x sebulan. Bila tidak ada keluhan supaya kita dapat
mengantisipasikan ada hal-hal yang tidak diinginkan.
2.
Faktor-
faktor yang mempengaruhi hipertensi.
a. Faktor
yang tidak dapat di kendalikan
1). Usia
Penyakit hipertensi pada kelompok umur paling
dominan berumur (31-55 tahun). Hal ini dikarenakan seiring bertambahnya usia,
tekanan darah cenderung meningkat. Yang mana penyakit hipertensi umumnya
berkembang pada saat umur seseorang mencapai paruh baya yakni cenderung
meningkat khususnya yang berusia lebih dari 40 tahun bahkan pada usia lebih
dari 60 tahun keatas
(Armilawaty,dkk,2007).Insiden hipertensi makin meningkat dengan
meningkatnya usia, hipertensi pada yang
berusia kurang dari 35 tahun dengan di
jelaskan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian premature.
Tabel 2.2
Hipertensi
menurut golongan umur
Kelompok usia
|
Normal
|
Hipertensi
|
Bayi
|
80/40 mmHg
|
90/60 mmHg
|
Anak > 11
tahun
|
100/60 mmHg
|
120/80 mmHg
|
Remaja 12-17
|
115/70 mmHg
|
130/80 mmHg
|
20-45
|
120/125 mmHg
|
135/90 mmHg
|
Dewasa > 65
Tahun
|
135-140/85
mmHg
|
140/90
mmHg-160/95 mmHg
|
|
150/95 mmHg
|
165/90 mmHg
|
Sumber:
Gudlines WHO, 2005
Hasil
dari penelitian (Hendri,2008) yang berjudul Faktor- faktor yang berhubungan
dengan kejadian hipertensi pada pasien yang berkunjung ke Puskesmas Benteng
Hilir Kec. Mempura Kab. Siak menunjukkan
bahwa ada hubungan antara usia dengan kejadian hipertensi.
Hal
ini didukung dengan hasil analisis teknik Chi-Square dengan
taraf signifikan p =
0,001 bermakna (p =
< α 0,05).
2). Jenis kelamin
Hipertensi
cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin perempuan dibandingkan dengan
laki-laki. Hipertensi berdasarkan gender ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor
psikologis. Wanita sering kali mengadopsi perilaku tidak sehat seperti pola
makan yang tidak seimbang sehingga menyebabkan kelebihan berat badan, depresi,
dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan pada kaum pria, hipertensi lebih
berkaitan erat dengan pekerjaan seperti perasaan kurang nyaman terhadap
pekerjaan dan pengangguran (Sutanto,2010).
Hasil
dari penelitian (Hendri,2008) yang berjudul Faktor- faktor yang berhubungan
dengan kejadian hipertensi pada pasien yang berkunjung ke Puskesmas Benteng
Hilir Kec. Mempura Kab. Siak menunjukkan
bahwa ada hubungan antara usia dengan kejadian hipertensi.
Hal ini didukung
dengan hasil analisis teknik Chi-Square dengan
taraf signifikan p =
0,002 bermakna (p = < α 0,05)
3). Faktor keturunan
Apabila riwayat
hipertensi didapat pada kedua orang tua maka dengan terjadinya hipertensi
primer pada seseorang akan cukup besar. Hal ini terjadi karena pewarisan sifat
melalui gen. Pengaruh genetika ini terjadi pula pada anak kembar yang lahir
dari satu sel telur. Jika salah satu dari anak kembar tersebut adalah penderita
hipertensi maka akan dialami juga oleh anak kembar yang lain. Faktor keturunan
dan gaya hidup yang tidak sehat dapat menyebabkan tekanan darah tinggi. Menurut
sebagian ahli kesehatan, sebagian besar kasus hipertensi saat ini di pengaruhi
oleh faktor keturunan.
Faktor keturunan
memang memiliki peran besar terhadap munculnya hipertensi. Hal tersebut
terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak terjadi
pada kembar monozigot (berasal dari
satu sel telur) dibanding heterozigot
(berasal dari sel telur yang berbeda) (Sutanto,2010).
4). Ras/ Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit
hitam daripada yang berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara
pasti penyebabnya. Namun pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang
lebih rendah dan sensitifikasi terhadap vasopressin (fase peningkatan tekanan
darah) lebih besar (Anggraini,dkk.2008).
b. Faktor
yang dapat di kendalikan
1). Obesitas
Obesitas adalah kata yang digunakan untuk menunjukan
adanya penumpukan lemak tubuh (body fat) yang melebihi batas normal. Jumlah
lemak pada laki-laki dewasa rata-rata berkisar antara 15- 20% dari berat badan
total dan perempuan berkisar 20-25%. Jumlah lemak tubuh umumnya meningkat
sejalan dengan bertambahnya usia, terutama disebabkan oleh melambatnya
metabolisme dan semakin berkurangnya aktivitas fisik. Terlebih lagi diet tidak
dikendalikan dengan baik. Seseorang dikatakan obesitas, apabila beratnya lebih
dari 20% berat badan normal (Suharto, 2004).
Walaupun belum dapat dijelaskan hubungan antara
obesitas dengan hipertensi essensial, tetapi penyelidikan membuktikan bahwa
daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan
hipertensi lebih dibandingkan dengan penderita hipertensi dengan berat badan
normal (Dalimartha,2008).
Hasil penelitian (Wan Asrul,2010) yang berjudul
Analisis peningkatan kejadian hipertensi di Puskesmas Serasan Natuna
menunjukkan bahwa ada hubungan antara
Obesitas dengan hipertensi dengan taraf signifikan p = 0,026 (p = < α 0,05).
2). Stress
Stress mengaktifkan sistem rasa takut simpatetik.
Bagian otomatis sistem rasa takut yang
mempengaruhi banyak orang termasuk jantung, sistem ini berpengaruh melalui
berbagai cara (Djohan,2007).
a) Stress
yang mendadak meningkatkan aksi pemompa dan detak jantung dan berakibat urat
nadi mengerut, sehingga memposisikan suatu resiko bagi tertutup aliran darah
jantung.
b) Pengaruh-pengaruh
emosional stress mengubah ritme jantung.
c) Stress
juga mengakibatkan darah menjadi kental
(yang mungkin dalam persiapan atas potensi luka), meningkatkan kemungkinan pembuluh darah tersumbat karena
darah yang menggumpal.
d) Stress
mungkin memberikan sinyal ke tubuh untuk melepaskan lemak kedalam aliran darah.
3). Asupan garam yang tinggi
Makanan yang mengandung garam/ asin bisa
meningkatkan tekanan darah. Makanan itu misalnya telur asin, otak, penggunaan
vetsin (Monosodium glutamate/MSG), soda
kue, jeroan, sarden, udang dan cumi-cumi. Sebaiknya kurangi pemakaian garam
sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau 6 gram natrium klorida setiap harinya (disertai dengan asupan kalsium,
magnesium, dan kalium yang cukup) (Dorothy M. Russel,2011).
Konsumsi garam memiliki efek langsung terhadap
tekanan darah. Konsumsi garam yang tinggi selama bertahun-tahun kemungkinan
meningkatkan tekanan darah karena meningkatkan kadar sodium dalam sel-sel otot
halus pada dinding arteriol. Kadar sodium yang tinggi, memudahkan masuknya
kalsium kedalam sel-sel tersebut, menyebabkan arteriol berkontraksi dan
menyempit pada lingkar dalamnya (Beaver,
2008).
Peneilitian mengenai hipertensi menunjukkan bahwa
pengurangan asupan garam, baik secara tunggal maupun dikombinasikan dengan
penurunan berat badan, dapat menurunkan kejadian hipertensi sampai sekitar 20%
(Sani,2008).
4). Alkohol
Minum alkohol berlebihan tidak hanya meningkatkan
tekanan darah, tetapi juga menaikkan berat badan anda. Selain itu, mengkonsumsi
alkohol berlebih dapat menyebabkan resistensi pada terapi antihipertensi dan
berisiko terjadinya beberapa penyakit lain, seperti stroke dan jantung. Saat
ini, direkomendasikan minum alkohol di batasi untuk perempuan tidak lebih dari
2-3 gelas sehari dan laki-laki 3-4 gelas sehari. Namun, lebih baik lagi tidak
mengkonsumsi alkohol (Dorothy M. Russel,2011).
Penelitian menunjukkan bahwa penurunan konsumsi
alkohol dapat menurunkan tekanan darah pada pasien pria hipertensi dan normotensif yang merupakan peminum
berat. Penurunan ini menunjukkan adanya
hubungan antara dosis obat yang dibutuhkan dengan persentase rata-rata
penurunan konsumsi alkohol dan rata-rata penurunan tekanan darah. Peningkatan
konsumsi alkohol dapat menyebabkan resistensi terhadap terapi anti hipertensi.
Asupan alkohol sebaiknya tidak lebih dari 20-30 gram/hari etanol pada pria dan
10-20 gram/hari pada wanita (Sani 2008).
Hasil penelitian (Wan Asrul,2010) yang berjudul
Analisis peningkatan kejadian hipertensi di Puskesmas Serasan Natuna
menunjukkan bahwa ada hubungan antara
konsumsi alkohol dengan hipertensi dengan taraf signifikan p = 0,017 (p = < α 0,05).
5). Merokok
Merokok adalah
salah satu kebiasaan yang harus mulai dihentikan. Dalam asap rokok yang membara
karena dihisap, tembakau terbakar kurang sempurna sehingga sehingga
menghasilkan karbon monoksida, yang di samping asapnya sendiri, tar, dan
nekotin (yang terjadi dari pembakaran tembakau tersebut) dihirup masuk kejalan
napas. Karbon monoksida, tar, nikotin berpengaruh terhadap syaraf yang
menyebabkan: gelisah, tangan gemetar, selera makan kurang, ibu-ibu hamil yang
merokok dapat mengalami keguguran kandunganya. Tar dan asap rokok dapat juga
merangsang jalan napas, dan tertimbun di dalamnya sehingga menyebabkan:
Batuk-batuk atau sesak napas, kanker jalan napas, lidah dan bibir. Gas karbon
monoksida juga berpengaruh negatif terhadap jalan napas, karena lebih mudah
terikat pada hemoglobin daripada oksigen. Oleh karena itu, darah yang kemasukan
karbon monoksida banyak, akan berkurang daya angkutnya bagi oksigen dan orang
dapat meninggal dunia karena keracunan karbon monoksida (Dorothy M.
Russel,2011).
Hasil dari
penelitian You, dkk (1997) yang berjudul faktor- faktor yang berhubungan dengan
kejadian hipertensi di Puskesmas Binjai menunjukan bahwa ada hubungan antara
kejadian hipertensi dengan merokok.
Menurut Anthony
(2011) menyatakan
bahwa merokok tidak hanya berkontribusi pada penyakit jantung dan menyebabkan
kanker paru-paru tetapi juga terkait dengan perkembangan diabetes. Merokok
lebih dari 20 batang sehari dapat meningkatkan risiko diabetes 3 kali dari
orang yang tidak merokok.
6). Aktifitas fisik (Olahraga)
Aktifitas fisik
adalah konsep yang lebih luas dari latihan dan dapat didefenisikan sebagai
pergerakan otot yang menggunakan energy.
Gaya hidup santai (kurang gerak,
banyak duduk)merupakan salah satu faktor risiko yang kuat untuk terjadinya
kematian akibat penyakit kardiovaskuler. Aktifitas fisik aerobik seperti jalan
cepat, berlari-lari kecil dan berenang terbukti dapat menurunkan tekanan darah.
Pada pasien hipertensi disarankan untuk melakukan aktifitas fisik selama kurang
lebih 30 menit sampai dengan 60 menit perhari (Sani ,2008).
Meskipun
tekanan darah meningkat secara tajam ketika sedang berolahraga, namun jika
berolahraga teratur akan lebih sehat dan memiliki tekanan darah lebih rendah
daripada orang yang tidak berolahraga. Hal ini sebagian disebabkan karena
olahraga makan secara lebih sehat, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol
(Beaver,2008).
7). Hindari aktivitas berendam di
air panas
Masyarakat
dengan tekanan darah tinggi sebaiknya
menghindari beberapa aktivitas tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah
dan frekuensi jantung pada tingkat yang membahayakan, seperti mandi sauna/ mandi uap, berendam dalam kolam air
hangat/air panas. Sangat penting bagi penderita hipertensi untuk membatasi
jumlah waktu yang dihabiskan untuk aktivitas tersebut kurang dari 10 menit.
Setelah terjadinya paparan terhadap lingkungan ini, pasien sebaiknya duduk
menjauh dari sumber panas selama beberapa menit sebelum berdiri kembali dengan
tujuan untuk meminimalkan resiko terjadinya pusing kepala atau pingsan (Dorothy
M. Russel,2011).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar