Google ads

Rabu, 16 Desember 2015

Asap cair



Asap cair

Asap cair adalah kondensat komponen asap yang dapat digunakan untuk menciptakan flavor asap pada produk (Whittle dan Howgate, 2002). Asap cair sudah dibuat pada akhir tahun 1800-an, tetapi baru sepuluh sampai lima  belas  tahun  belakangan  digunakan  secara  komersial  pada  industri pengasapan ikan (Moody dan Flick, 1990). Asap cair pertama kali diproduksi pada tahun 1980 oleh sebuah pabrik farmasi di Kansas City, dikembangkan dengan metode distilasi kayu asap (Pszczola, 1995).

Pembakaran adalah hasil sejumlah besar reaksi yang rumit. Salah satu macam reaksi yang terjadi ialah pirolisis, yakni pemecahan termal molekul besar menjadi molekul kecil tanpa kehadiran oksigen. Pembakaran campuran organik, seperti kayu, tidak selalu berupa pengubahan sederhana menjadi CO2 dan H2O. Pirolisis molekul-molekul besar dalam kayu misalnya, menghasilkan molekul gas yang lebih kecil, yang kemudian bereaksi dengan oksigen di atas permukaan kayu itu (Fessenden, 1982).

Pirolisis  merupakan  proses  dekomposisi  bahan  yang  mengandung  karbon, baik yang berasal dari tumbuhan, hewan maupun barang tambang menghasilkan arang (karbon) dan asap yang dapat dikondensasi menjadi destilat (Paris et al., 2005 dalam Gani 2007). Menurut Demirbas (2005 dalam Gani 2007), umumnya proses pirolisis dapat berlangsung pada suhu di atas 300°C dalam waktu 4-7 jam.

Proses pirolisis melibatkan berbagai proses reaksi yaitu dekomposisi, oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi. Reaksi-reaksi yang terjadi selama piro lisa kayu adalah penghilangan air dari kayu pada suhu 120-150 °C, pirolisa hemiselulosa pada suhu 200-250 °C, pirolisa selulosa pada suhu 280-320 °C dan pirolisa lignin pada suhu 400 °C. Pirolisa pada suhu 400 °C ini menghasilkan senyawa yang mempunyai kualitas organoleptik yang tinggi dan pada suhu lebih tinggi lagi akan terjadi reaksi kondensasi pembentukan senyawa baru dan oksidasi produk kondensasi diikuti kenaikan linier senyawa tar dan hidrokarbon polisiklis aromatis (Girrard, 1992; Maga, 1988).

Asap cair diproduksi dengan cara pembakaran yang tidak sempurna yang melibatkan reaksi dekomposisi konstituen polimer menjadi senyawa organik dengan berat molekul rendah karena pengaruh panas yang meliputi reaksi   oksidasi,   polimerisasi,   dan kondensasi (Girrard, 1992). Media pendingin yang digunakan pada kondensor adalah air yang dialirkan melalui pipa inlet yang keluar dari hasil pembakaran  tidak  sempurna  kemudian dialirkan  melewati  kondensor  dan  dikondensasikan  menjadi  distilat  asap (Hanendoyo, 2005)

Penelitian mengenai komposisi asap dilakukan pertama kali oleh Pettet
dan Lane tahun 1940 (Girrard, 1992), bahwa senyawa kimia yang terdapat
dalam asap kayu jumlahnya lebih dari 1000, 300 senyawa diantaranya dapat
diisolasi  dan  yang  sudah  dideteksi  antara  lain :  fenol 85  macam  telah
diidentifikasikan dalam kondensat dan 20 macam dalam asap, karbonil, keton
dan aldehid 45 macam dalam kondensat, asam 35 macam, furan 11 macam.
Alkohol dan ester 15 macam, lakton 13 macam, hidrokarbon alifatik 1 macam
dalam kondensat dan 20 macam dalam produk asap. Komposisi kimia asap
cair dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Asap Cair
Komposisi Kimia
Kandungan (%)
Air
11 - 92
Fenol
0,2 - 2,9
Asam
2,8 - 4,5
Karbonil
2,6 - 4,6
Ter        
1        - 17
Sumber : Maga (1988)
Menurut Maga (1988), asap cair mempunyai kelebihan antara lain :
a.      Beberapa flavor dapat dihasilkan dalam produk yang seragam dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengasapan tradisional.
b.       Lebih intensif dalan pemberian flavor.
c.       Kontrol hilangnya flavor lebih mudah .
d.     Dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan.
e.      Dapat digunakan oleh konsumen pada level komersial.
f.       Lebih hemat dalam pemakaian kayu sebagai sumber asap.
g.       Polusi lingkungan dapat diperkecil.

 Arang
Kata arang atau karbon berasal dari bahasa latin “carbo” yang berarti arang. Permukaan arang mempunyai sifat mampu menarik zat lain yang sejenis atau senyawa lain yang mengandung karbon. Kemampuan arang menyerap zat-zat organik sangat bergantung pada luas permukaan pori-porinya. Semakin luas permukaan pori-pori, semakin tinggi daya serapnya (Toyoda, 2002).
Luas permukaan, dimensi, dan distribusi arang aktif bergantung pada bahan baku serta pengarangan dan pengaktifannya. Berdasarkan ukuran pori, arang aktif diklasifikasikan menjadi mikropori (diameter < 2 nm), mesopori (2–50 nm), dan makropori (> 50 nm) (Baker 1997). Arang aktif dapat dibuat dari bahan yang mengandung karbon dalam jumlah cukup banyak, di antaranya adalah tempurung kelapa, cangkang kelapa sawit, serbuk gergaji, ampas tebu, tongkol jagung, sekam padi, gambut, kayu, ubi kayu, batubara, dan tulang (Subiarto, 2000).
Secara umum pembuatan arang aktif berlangsung tiga tahap yaitu proses dehidrasi, proses karbonisasi dan proses aktifasi [Cheremisinoff dan AC. Moressi, 1978].
  Proses Dehidrasi
Proses ini dilakukan dengan memanaskan bahan baku sampai suhu 105oC selama 24 jam dengan tujuan untuk menguapkan seluruh kandungan air pada bahan baku.
  Proses Karbonisasi
Proses karbonisasi adalah peristiwa yang harus dilalui dalam pembuatan arang aktif.  Bahan  baku   yang  mengandung  karbon  didekomposisi  termal  untuk memisahkan bahan non karbon yang terperangkap dalam bahan baku, sehingga sebagian besar yang tersisa dari bahan adalah karbon. Proses karbonisasi ini dilakukan pada suhu 450-750 oC. Selain bahan non karbon, sebagian karbon akan ikut menguap karena bahan non karbon terikat pada rantai karbon, yaitu berupa CO, CO2, maupun hidrokarbon ringan yang berupa gas.
  Proses Aktifasi
Aktifasi adalah suatu perubahan fisika dimana permukaan karbon aktif menjadi
jauh lebih banyak karena hidrokarbon yang terkandung dalam karbon disingkirkan. Untuk memperoleh arang yang berpori, dan luas permukaan yang besar dapat  diperoleh dengan cara mengaktifasi bahan. Ada dua cara dalam melakukan proses aktifasi yaitu:
a. Aktifasi Fisika
Aktifasi fisika melibatkan aktifator seperti uap air dan CO2. Proses aktifasi dilakukan dengan mengalirkan aktifator dalam reaktor pada suhu tinggi. Aktifasi dengan uap air dilakukan pada suhu 750-900oC dan aktifasi dengan CO2 dilakukan pada suhu 850-1100oC. Namun aktifasi dengan CO2 jarang dilakukan karena reaksi yang terjadi adalah reaksi eksotermis sehingga lebih sulit dikontrol (Supranto, S. 2005). Proses ini harus mengontrol suhu, lama waktu aktifasi dan laju alir aktifator sehingga dihasilkan karbon aktif dengan susunan karbon yang padat dan pori yang luas.
b.  Aktifasi Kimia
Metode ini dilakukan dengan cara merendam bahan baku pada bahan kimia
seperti HCl, HNO3, H3PO4, CN, Ca(OH)2, CaCl2, Ca(PO4)2, NaOH, KOH,
Na2SO4, SO2, ZnCl2, dan Na2CO3 (Kateren, 1987) sebelum proses karbonisasi.
Metode aktifasi kimia juga dapat dilakukan dengan merendam bahan baku yang
telah dikarbonisasi.
Baik dengan menggunakan metode fisika maupun metode kimia, arang aktif yang
dihasilkan  haruslah  memenuhi  standar  yang  berlaku  di  pasaran.  Salah  satu  standar
kelayakan arang aktif adalah SNI. Tabel berikut menunjukkan syarat-syarat arang aktif
berdasarkan SNI.
Tabel II Syarat Mutu Arang Aktif Teknis Berdasarkan SNI 06-3730-1995

No.
Uraian
Satuan
Persyaratan
Butiran
serbuk
1
2
3

4
5
6
7
8
9
10
11
12
Bagian yang hilang pada pemanasan 950°C,  %
Air,  %
Abu,  %

Bagian yang tidak terarang
Daya serap terhadap I2
Karbon aktif murni,  %
Daya serap terhadap benzene,  %
Daya serap terhadap biru metilena
Kerapatan jenis curah
Lolos ukuran mesh 325%
Jarak mesh,  %
Kekerasan,  %
-
-
-

-
Mg/g
-
-
Ml/g
g/ml
-
-
-
maks. 15
maks. 4,4
maks 2,5
Tidak
ternyata
Min. 750
Min. 80
Min. 25
Min. 60
0,45-0,55
-
90
80
maks. 25
maks. 15
Maks 10
Tidak
ternyata
Min. 750
Min. 65
-
Min. 120
0,30-0,35
Min. 90
-
-
Sumber:Dewan Standarisasi Nasional-DSN, 1995

Tidak ada komentar:

Google Ads