Karakteristik Pati (Starch)
Pati
adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa yang terdiri dari amilosa dan
amilopektin dimana besarnya perbandingan amilosa dan amiloektin ini
berbeda-beda tergantung jenis patinya. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya,
tergantung dari panjang rantai karbonnya, serta lurus atau bercabang. Dalam
bentuk aslinya secara alami pati merupakana butiran-butiran kecil yang disebut
granula. Bentuk dan ukuran granula merupkan karakteristik setiap jenis pati,
karena itu digunakan untuk identifikasi (Maurer, 2001).
Bentuk dan ukuran ganula pati
berbeda-beda tergantung dari sumber tanamannya. Granula pati beras memiliki
ukuran yang kecil (3-8 µm), berbentuk poligonal dan cenderung terjadi agregasi
atau bergumpal-gumpal. Granula pati jagung agak lebih besar (sekitar 15 µm),
berbentuk bulat ke arah poligonal. Granula tapioka berukuran lebih besar
(sekitar 20 µm), berbentuk agak bulat dan pada salah satu bagian ujunnya
berbentuk kerucut. Granula pati gandum cenderung berkelompok dengan berbagai
ukuran. Ukuran normalnya adalah 18 µm, granula yang lebih besar berukuran
rata-rata 24 µm dan granula yang lebih kecil berukuran 7-8 µm. Bentuk granula
pati gandum adalah bulat sampai lonjong. Pati kentang berbentuk oval dan sangat
besar, berukuran rata-rata 30-50 µm.
Jenis
Pati
|
Bentuk
Granula
|
Ukuran
Granula
(µm)
|
Kandungan
Amilosa/Amilopektin
(%
rasio)
|
Sagu
|
Elips
agak terpotong
|
20-60
|
27/23
|
Beras
|
Poligonal
|
3-8
|
17/83
|
Jagung
|
Poligonal
|
5-25
|
26/74
|
Kentang
|
Bundar
|
15-100
|
24/76
|
Tapioka
|
Oval
|
5-35
|
17/83
|
Gandum
|
Elips
|
2-35
|
25/75
|
Ubi
Jalar
|
Poligonal
|
16-25
|
18/82
|
Sumber:( Ramli,
2006)
Dari
seluruh jenis pati di atas, pati kentang dikenal memiliki ukuran butiran yang
lebih besar, kandungan protein yang paling rendah (protein didalam starch dapat
menimbulkan busa / foaming problem
ketika pembuatan kertas), dan memiliki sifat kelarutan paling tinggi dan daya
ikat air paling besar (tiga kali lebih besar dari berat-nya) namun memiliki
suhu gelatinisasi paling rendah (Ramli, 2006).
Pati
terbentuk dari karbondioksida dan air biosintesis di bawah pengaruh sinar
matahari. Untuk membuat satu metrik ton pati membutuhkan 1,5 metrik ton
karbondioksida dan 0,6 ton air dan akan melepaskan 1,1 ton oksigen. Pati
merupakan polimer glikosida dan campuran dari dua struktur yang berbeda yaitu
amilosa dan amilopektin, dimana glukosa unit gabungan satu sama lain dengan
ikatan α-1,4-D-glucosidic baik pada rantai lurus maupun bercabang. Tetapi pada
amilopektin memilik rantai tambahan pada posisi α-1,6-D-glucosidic, sehingga
menghasilkan struktur bercabang dengan berat molekul tinggi.
Amilosa dan amilopektin di dalam
granula pati dihubungkan dengan ikatan hidrogen. Apabila granula pati
dipanaskan alam air, maka energi panas akan menyebabkan ikatan hidrogen
terputus, dan air masuk dalam granula pati. Air yang masuk selanjutnya
membentuk ikatan hidrogen dengan amilosa dan
amilopektin.
Meresapnya air ke dalam granula
menyebabkan terjadinya pembengkakan granula pati. Ukuran granula akan meningkat
sampai batas tertentu sebelum akhirnya granula pati tersebut pecah. Proses
masuknya air ke dalam pati yang menyebabkan granula mengembang dan akhirnya
pecah disebut dengan gelatinisasi, sedangkan suhu dimana terjadinya
gelatinisasi disebut dengan suhu gelatinisasi (Mourer, 2001).
Karakter khusus yang dipunyai pati
adalah perubahan kekentalan (viscosity) pada
proses pendispersian dalam air melalui gelatinisasi (pemasakan). Pada tahap
pertama dari pemasakan, viskositas suspensi pati akan meningkat, karena butiran
bengkak dan akan memenuhi ruang yang
semakin banyak. Pada pemanasan lebih lanjut, viskositas akan meningkat sampai
batas maksimum, ketika semua butiran dalam kotak bersamaan maka butiran mulai
hancur dan viskositas menurun lagi. Semakin lama dan semakin intens pati
dipanaskan, viskositas akan menjadi rendah. Pada saat pendinginan, viskositas
naik lagi, terutama pada temperatur di bawah 500C (Mourer, 2001).
1.4.1. Modifikasi Pati (Starch)
Sifat
pati alam (native starch) tergantung
pada berat molekul, kandungan amilosa dan muatannya. Pati alam (native starch) mungkin hanya dapat
digunakan pada corrugator atau proses
laminating, sedangkan untuk pembuatan
kertas-kertas modern dengan kecepatan tinggi yang membutuhkan pati mempunyai
viskositas rendah, stabil kuantitas, jenis muatan dan keseragaman produknya.
Oleh karena itu pati yang diaplikasikan pada proses pembuatan kertas memerlukan
modifikasi. Modifikasi yang dilakukan dengan cara kimia dengan reaksi
eterifikasi dengan menggunakan pereaksi epoxy
yang mengandung gugus amonium quartener.
Reaksi ini bisa dilakukan dalam bentuk dispersi atau dengan menambahkan reagen
ke pati. Untuk reaksi substitusi dalam bentuk dispersi dalam air (wet modification), perlu ditambahkan
natrium hidroksida (NaOH) untuk menaikkan pH sekitar 11, pada kondisi ini
terjadi pemutusan ikatan hidrogen pada butiran pati agar gugus bermuatan
kationik dapat dengan mudah tersubstitusi. Waktu reaksi berkisar antara 2
sampai 4 jam dalam kondisi teraduk secara kontinu. Suhu diatur pada kisaran 400C
- 500C untuk menghidari timbulnya pembengkakan pada pati (Ramli,
2006)
Pati merupakan salah satu yang
paling banyak digunakan sebagai dry
strength agent dalam pembuatan kertas. Setelah pati alam (native starch) dimodifikasi menjadi cationic starch, selanjutnya akan
dimasak lagi menggunakan pure water
dalam jet cooking tank pada
temperatur 125°C untuk mendapatkan larutan cationic
starch sebelum masuk ke tahap proses pembuatan kertas (Ramli,2006).
Pati
Kationik (Cationic Starch)
Pati kationik (cationic starch) merupakan hasil modifikasi pati anionik secara
kimia maupun secara enzimasi dimana muatan pati yang awalnya negatif diubah
menjadi positif. Proses pembuatan pati kationik menggunakan cationic reagent pada larutan pati alam,
pada kondisi reaksi (temperatur dan pH) yang cocok, muatan negatif dari pati
secara kimia diubah menjadi muatan positif, diantara reagent yang umum digunakan yaitu 2-chloroetyldiethylamine, 2,3-epoxypropyldietylamine,
3-chloro-2-hydroxypropyl, dan lain-lain.
Pati kationik dapat memberikan
muatan yang berlawanan dengan muatan serat. Molekul pati kationik yang
bermuatan positif akan berikatan dengan serat membentuk ikatan elektrostatik
dan ikatan hidrogen sehingga akan meningkatkan kekuatan lembaran kertas (Erceg,
1984).
Pati kationik memiliki kelarutan
yang baik dan dapat teretensi dengan baik pada serat. Lebih tingginya tingkat
retensi pati kationik dibandingkan dengan pati alam menghasilkan nilai ekonomis
tersendiri yang dapat menutupi harganya yang mahal. Selain itu, pati kationik
juga lebih ramah lingkungan karena dapat mengurangi pencemar air.
Pati kationik digunakan secara
ekstensif sebagai pengikat internal dalam industri kertas dimana pada pati
kationik ditahan pada stock sebelum
lembaran kertas terbentuk. Pati kationik dapat berfungsi sebagai dry strength, bahan pembantu retensi dan
pembantu drainase. Pati kationik efektif untuk meningkatkan sifat fisik
lembaran kertas seperti daya ikat kertas (internal
bonding), ketahanan tarik (tensile
strength), ketahanan sobek kertas (tearing
strength) (Erceg. 1984).
Keuntungan pemakaian pati kationik
adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan
kekuatan kertas
2. Meningkatkan
retensi dan drainase
3. Memperbaiki
formasi lembaran
4. Meningkatkan
efektivitas internal sizing
5. Meningkatkan
runnability process
Tidak ada komentar:
Posting Komentar