Google ads

Selasa, 15 Desember 2015

Pati (Starch)



Karakteristik Pati (Starch)
             Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa yang terdiri dari amilosa dan amilopektin dimana besarnya perbandingan amilosa dan amiloektin ini berbeda-beda tergantung jenis patinya. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai karbonnya, serta lurus atau bercabang. Dalam bentuk aslinya secara alami pati merupakana butiran-butiran kecil yang disebut granula. Bentuk dan ukuran granula merupkan karakteristik setiap jenis pati, karena itu digunakan untuk identifikasi (Maurer, 2001).
             Bentuk dan ukuran ganula pati berbeda-beda tergantung dari sumber tanamannya. Granula pati beras memiliki ukuran yang kecil (3-8 µm), berbentuk poligonal dan cenderung terjadi agregasi atau bergumpal-gumpal. Granula pati jagung agak lebih besar (sekitar 15 µm), berbentuk bulat ke arah poligonal. Granula tapioka berukuran lebih besar (sekitar 20 µm), berbentuk agak bulat dan pada salah satu bagian ujunnya berbentuk kerucut. Granula pati gandum cenderung berkelompok dengan berbagai ukuran. Ukuran normalnya adalah 18 µm, granula yang lebih besar berukuran rata-rata 24 µm dan granula yang lebih kecil berukuran 7-8 µm. Bentuk granula pati gandum adalah bulat sampai lonjong. Pati kentang berbentuk oval dan sangat besar, berukuran rata-rata 30-50 µm.

Bentuk dan Ukuran Granula Berbagai Jenis Pati

Jenis Pati
Bentuk Granula
Ukuran Granula
(µm)
Kandungan Amilosa/Amilopektin
(% rasio)
Sagu
Elips agak terpotong
20-60
27/23
Beras
Poligonal
3-8
17/83
Jagung
Poligonal
5-25
26/74
Kentang
Bundar
15-100
24/76
Tapioka
Oval
5-35
17/83
Gandum
Elips
2-35
25/75
Ubi Jalar
Poligonal
16-25
18/82
Sumber:( Ramli, 2006)
            
             Dari seluruh jenis pati di atas, pati kentang dikenal memiliki ukuran butiran yang lebih besar, kandungan protein yang paling rendah (protein didalam starch dapat menimbulkan busa / foaming problem ketika pembuatan kertas), dan memiliki sifat kelarutan paling tinggi dan daya ikat air paling besar (tiga kali lebih besar dari berat-nya) namun memiliki suhu gelatinisasi paling rendah (Ramli, 2006).
             Pati terbentuk dari karbondioksida dan air biosintesis di bawah pengaruh sinar matahari. Untuk membuat satu metrik ton pati membutuhkan 1,5 metrik ton karbondioksida dan 0,6 ton air dan akan melepaskan 1,1 ton oksigen. Pati merupakan polimer glikosida dan campuran dari dua struktur yang berbeda yaitu amilosa dan amilopektin, dimana glukosa unit gabungan satu sama lain dengan ikatan α-1,4-D-glucosidic baik pada rantai lurus maupun bercabang. Tetapi pada amilopektin memilik rantai tambahan pada posisi α-1,6-D-glucosidic, sehingga menghasilkan struktur bercabang dengan berat molekul tinggi.

             Amilosa dan amilopektin di dalam granula pati dihubungkan dengan ikatan hidrogen. Apabila granula pati dipanaskan alam air, maka energi panas akan menyebabkan ikatan hidrogen terputus, dan air masuk dalam granula pati. Air yang masuk selanjutnya membentuk ikatan hidrogen dengan amilosa dan  amilopektin.
             Meresapnya air ke dalam granula menyebabkan terjadinya pembengkakan granula pati. Ukuran granula akan meningkat sampai batas tertentu sebelum akhirnya granula pati tersebut pecah. Proses masuknya air ke dalam pati yang menyebabkan granula mengembang dan akhirnya pecah disebut dengan gelatinisasi, sedangkan suhu dimana terjadinya gelatinisasi disebut dengan suhu gelatinisasi (Mourer, 2001).
             Karakter khusus yang dipunyai pati adalah perubahan kekentalan (viscosity) pada proses pendispersian dalam air melalui gelatinisasi (pemasakan). Pada tahap pertama dari pemasakan, viskositas suspensi pati akan meningkat, karena butiran bengkak  dan akan memenuhi ruang yang semakin banyak. Pada pemanasan lebih lanjut, viskositas akan meningkat sampai batas maksimum, ketika semua butiran dalam kotak bersamaan maka butiran mulai hancur dan viskositas menurun lagi. Semakin lama dan semakin intens pati dipanaskan, viskositas akan menjadi rendah. Pada saat pendinginan, viskositas naik lagi, terutama pada temperatur di bawah 500C (Mourer, 2001).

1.4.1.    Modifikasi Pati (Starch)
             Sifat pati alam (native starch) tergantung pada berat molekul, kandungan amilosa dan muatannya. Pati alam (native starch) mungkin hanya dapat digunakan pada corrugator atau proses laminating, sedangkan untuk pembuatan kertas-kertas modern dengan kecepatan tinggi yang membutuhkan pati mempunyai viskositas rendah, stabil kuantitas, jenis muatan dan keseragaman produknya. Oleh karena itu pati yang diaplikasikan pada proses pembuatan kertas memerlukan modifikasi. Modifikasi yang dilakukan dengan cara kimia dengan reaksi eterifikasi dengan menggunakan pereaksi epoxy yang mengandung  gugus amonium quartener. Reaksi ini bisa dilakukan dalam bentuk dispersi atau dengan menambahkan reagen ke pati. Untuk reaksi substitusi dalam bentuk dispersi dalam air (wet modification), perlu ditambahkan natrium hidroksida (NaOH) untuk menaikkan pH sekitar 11, pada kondisi ini terjadi pemutusan ikatan hidrogen pada butiran pati agar gugus bermuatan kationik dapat dengan mudah tersubstitusi. Waktu reaksi berkisar antara 2 sampai 4 jam dalam kondisi teraduk secara kontinu. Suhu diatur pada kisaran 400C - 500C untuk menghidari timbulnya pembengkakan pada pati (Ramli, 2006)
             Pati merupakan salah satu yang paling banyak digunakan sebagai dry strength agent dalam pembuatan kertas. Setelah pati alam (native starch) dimodifikasi menjadi cationic starch, selanjutnya akan dimasak lagi menggunakan pure water dalam jet cooking tank pada temperatur 125°C untuk mendapatkan larutan cationic starch sebelum masuk ke tahap proses pembuatan kertas (Ramli,2006).

            
Pati Kationik (Cationic Starch)
             Pati kationik (cationic starch) merupakan hasil modifikasi pati anionik secara kimia maupun secara enzimasi dimana muatan pati yang awalnya negatif diubah menjadi positif. Proses pembuatan pati kationik menggunakan cationic reagent pada larutan pati alam, pada kondisi reaksi (temperatur dan pH) yang cocok, muatan negatif dari pati secara kimia diubah menjadi muatan positif, diantara reagent yang umum digunakan yaitu 2-chloroetyldiethylamine, 2,3-epoxypropyldietylamine, 3-chloro-2-hydroxypropyl, dan lain-lain.

             Pati kationik dapat memberikan muatan yang berlawanan dengan muatan serat. Molekul pati kationik yang bermuatan positif akan berikatan dengan serat membentuk ikatan elektrostatik dan ikatan hidrogen sehingga akan meningkatkan kekuatan lembaran kertas (Erceg, 1984).
             Pati kationik memiliki kelarutan yang baik dan dapat teretensi dengan baik pada serat. Lebih tingginya tingkat retensi pati kationik dibandingkan dengan pati alam menghasilkan nilai ekonomis tersendiri yang dapat menutupi harganya yang mahal. Selain itu, pati kationik juga lebih ramah lingkungan karena dapat mengurangi pencemar air.
             Pati kationik digunakan secara ekstensif sebagai pengikat internal dalam industri kertas dimana pada pati kationik ditahan pada stock sebelum lembaran kertas terbentuk. Pati kationik dapat berfungsi sebagai dry strength, bahan pembantu retensi dan pembantu drainase. Pati kationik efektif untuk meningkatkan sifat fisik lembaran kertas seperti daya ikat kertas (internal bonding), ketahanan tarik (tensile strength), ketahanan sobek kertas (tearing strength) (Erceg. 1984).
             Keuntungan pemakaian pati kationik adalah sebagai berikut :
1.  Meningkatkan kekuatan kertas
2.  Meningkatkan retensi dan drainase
3.  Memperbaiki formasi lembaran
4.  Meningkatkan efektivitas internal sizing
5.  Meningkatkan runnability process

Tidak ada komentar:

Google Ads