Respon biologis merupakan akibat interaksi molekul obat dengan gugus fungsional molekul reseptor. Interaksi ini dapat berlangsung karena kekuatan ikatan kimia tertentu. Tipe ikatan kimia yang terlibat dalam interaksi obat reseptor antara lain adalah ikatan- ikatan kovalen, ion-ion yang saling memperkuat (reinforce ions), ion
(elektrostatik), hidrogen, ion- dipol,dipol- dipol, van der waal’s, ikatan
hidrofob, dan transfer muatan.
Pada umumnya ikatan obat reseptor bersifat reversible sehingga obat segera meninggalkan reseptor bila kadar obat dalam cairan luar sel menurun. Untuk ini ikatan yang terlibat dalam interaksi obat-reseptor harus relatif lemah tetapi masih cukup kuat untuk berkompetisi dengan lain-lain ikatan dengan tempat kehilangan . Pada interaksi obat dengan reseptor, senyawa dapat menggabungkan beberapa ikatan yang lemah, seperti ikatan hidrogen, ion, ion-dipol,
dipol-dipol, transfer muatan, hidrofob,
dan ikatan van der Wall’s, sehingga secara total menghasilkan ikatan yang cukup kuat dan stabil. Untuk suatu tujuan tertentu, misal diinginkan efek berlangsung lama dan ireversibel, seperti pada obat antibakteri dan antikanker, diperlukan ikatan yang lebih kuat yaitu ikatan kovalen.
Interaksi obat terjadi
jika efek suatu obat berubah akibat adanya obat lain, makanan atau minuman.
Interaksi obat dapat menghasilkan efek yang memang dikehendaki atau efek yang
tidak dikehendaki yang lazimnya menyebabkan efek samping obat atau toksisitas
karena meningkatnya kadar obat didalam plasma, atau sebaliknya menurunnya kadar
obat dalam plasma yang menyebabkan hasil terapi menjadi tidak optimal
(Gitawati, 2008)
2.2.
Interaksi obat- reseptor
Tipe ikatan kimia
yang terlibat dalam interaksi obat reseptor antara lain adalah ikatan kovalen, ikatan
ion-ion (reinforce ions), ikatan ion (elektrostatik), ikatan
hidrogen, ikatan ion-dipol, ikatan dipol-dipol, ikatan van der waal’s, ikatan hidrofob dan
transfer muatan.
2.2.1.
Ikatan
Kovalen
Ikatan kovalen
terbentuk bila ada dua atom saling menggunakan sepasang elektron secara bersama-
sama. Ikatan ini merupakan ikatan yang
paling kuat dengan rata rata kekuatan ikatan 100 kkal/mol. Pada suhu normal
ikatan bersifat ireversibel dan hanya dapat pecah bila ada pengaruh katalisator
enzim tertentu. Umumnya ikatan ini digunakan untuk tujuan terapi tertentu.
Contoh
Obat yang mekanisme kerjanya melibatkan ikatan kovalen diantaranya :
1.Turunan Nitrogen
Mustar
Turunan ini merupakan
senyawa pengalkilasi yang pada umumnya digunakan sebagai obat antikanker.
Contoh obat: mekloretamin, siklofosfamid,klorambusil dan tiotepa. Adapun
mekanisme kerja obat turunan nitrogen mustar
yaitu senyawa melepaskan ion Cl- membentuk kation antara yang
tidak stabil yaitu ion etilen imonium, diikuti pemecahan cincin membentuk ion
karbonium yang bersifat reaktif.
Ion ini dapat bereaksi
melalui reaksi alkilasi dengan gugus-gugus donor elektron, seperti gugus-gugus
karboksilat, fosfat dan sulfhidril pada struktur asam amino, asam nukleat dan
protein yang sangat dibutuhkan untuk proses biosintesis sel. Akibatnya pembentukan
sel menjadi terganggu dan pertumbuhan sel kanker dihambat.
1. Turunan antibiotika beta laktam
Turunan ini seperti obat golongan penisilin dan sefalosporin
yang mengandung cincin beta lactam yang
merupakan senyawa pengasilasi kuat dan mempunyai kespesifikan tinggi terhadap
gugus amino serin dari enzim transpeptidase yaitu enzim yang mengkatalisis tahap
akhir sintesis dinding sel. Reaksi asilasi ini menyebabkan kekuatan dinding sel
bakteri menjadi lemah dan mudah terjasi lisis sehingga bakteri mengalami
kematian.
3. Senyawa
organofosfat
Senyawa organofosfat suatu insektisida dapat berinteraksi
dengan gugus serin yang merupakan bagian fungsional dari sisi aktif enzim
asetilkolinesterase.Sehingga dapat menyebabkan penumpukann asetilkolin yang
bersifat toksik pada serangga.
Diisopropilfluorofosfat (DFP) bersifat toksik dan
dapat berinteraksi dengan enzim asetilkolinesterase, baik pada manusia maupun serangga,
sehingga jarang digunakan sebagai insektisida. Namun DFP masih banyak digunakan
sebagai miotik dengan masa kerja yang panjang untuk pengobatan glaucoma.
Sedangkan malation bersifat sangat khas terhadap enzim asetilkolinesterease
serangga, sehingga banyak digunakan dalam bidang pertanian sebagai insektisida.
4. Senyawa
asam organik dan Hg organik
Turunan As-organik
yang digunakan sebagai antibakteri, seperti salvarsan dan karbarsan, dan turunan
Hg-organik, seperti merkaptomerin dan klormerodrin. Obat
diuretik, dapat mengikat gugus sulfhidril dari enzim atau sisi reseptor,
membentuk ikatan kovalen, dan menghasilkan hambatan yang bersifat ireversibel
sehingga enzim tidak dapat bekerja normal.
Gambar 5. Reaksi antara asam organic dan Hg organic dengan
gugus sulfhidril enzim
5. Senyawa
etakrinat
Asam etakrinat
merupakan senyawa diuretik, strukturnya mengandung gugus α, β-keton tidak jenuh, dapat membentuk ikatan kovalen dengan gugus SH dari enzim yang
bertanggung jawab terhadap produksi energi yang diperlukan untuk penyerapan
kembali ion Na+ ditubulus renalis. Ion Na+ yang tidak
diserap kembali, kemudian dikeluarkan dengan diikuti sejumlah air sehingga
terjadi efek diuresus.
2.2.2.
Ikatan Ion- Dipol Dan Dipol- Dipol
Adanya
perbedaan keelektronegatifan atom c dengan atom yang lain seperti o dan n, akan
membentuk distribusi elektron tidak simetrik atau dipol, yang mampu membentuk
ikatan dengan ion atau dipol lain, baik yang mempunyai daerah kerapatan
elektron tinggi maupun yang rendah. Gugus-gugus yang bmempunyai fungsi dipolar antara lain
gugus karbonil, ester, amida, eter, dan nitril.gugus tersebut sering didapatkan
pada senyawa yang berstruktur khas.
Contoh pada interaksi ini, yaitu turunan
metadon senyawa narkotik analgesik, strukturnya mengandung gugus n-basa dan
karbonil yang dalam larutan dapat membentuk siklik akibat adanya daya tarik
menarik dipol-dipol.
Bila gugus C=O dihilangkan atau
diganti dengan gugus lain, misalnya CH2, aktivitas analgesiknya akan hilag. Hal
ini disebabkan oleh hilangnya daya tarik menarik dipole- dipole dan kemampuan
membentuk siklik, sehingga senyawa tidak dapat berinteraksi secara serasi
dengan reseptor analgesik.
2.2.3. Ikatan Hidrogen
Ikatan hidrogen adalah suatu ikatan
antara atom H yang mempunyai
muatan positif parsial dengan atom lain yang bersifat elektronegatif dan
mempunyai sepasang elektron bebas dengan oktet lengkap seperti O, N, F. Atom
yang bermuatan positif parsial dapat berinteraksi dengan atom negatif parsial
dari molekul atau atom lain yang berbeda ikatan kovalennya dalam satu molekul.
Ikatan hidrogen dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Ikatan hidrogen intramolekul yaitu
ikatan yang terjadi dalam satu molekul.
b. Ikatan hidrogen intermolekul, yaitu
ikatan hidrogen yang terjadi antar molekul-molekul.
c.
Kekuatan ikatan
intermolekul lebih lemah dibanding ikatan intramolekul. Ikatan hidrogen dapat
mempengaruhi sifat-sifat kimia, fisika senyawa seperti titik didih, titik
lebur, kelarutan dalam air, kemampuan pembentukan kelat dan keasaman. Adapun
contohnya, yaitu:
1. Turunan pirazolon
1-fenil-3-metil-5-pirazolon
mempunyai ikatan hidrogen intermolekul dan dapat membentuk polimer linier dan
menghasilkan tenaga ikat antar molekul yang besar.
2. Turunan asam hidroksibenzoat
Asam
orto-hidroksibenzoat mempunyai ikatan hidrogen intramolekul dan secara efektif
mengurangi aktivitas gugus OH dan COOH terhadap molekul air sehingga kelarutan
dalam air menurun. Bentuk orto mempunyai keasaman lebih tinggi dan kemampuan
membentuk kelat lebih besar dibandingkan bentuk meta dan para. Bentuk meta dan
para hidroksibenzoat dapat membentuk ikatan hidrogen intermolekul sehingga
mempunyai kelarutan dalam air lebih besar dibandingkan bentuk orto. Perubahan
sifat kimia fisika tersebut berpengaruh terhadap aktivitas analgesik dan
antibakteri turunan hidroksi benzoat.
3. Turunan ester asam hidroksibanzoat
Metil
ester orto-hidroksibenzoat (metil salisilat) dapat membentuk ikatan hidrogen
intramolekul, gugus hidroksi fenol terlindung sehingga efek antibakterinya
lemah. Metil ester para-hidroksibenzoat (nipagin) dapat membentuk ikatan
hidrogen intermolekul. Penggabungan melalui ikatan hidrogen dapat membentuk
senyawa dimer dengan gugus hidroksi fenol masih bebas sehingga senyawa dapat
berfungsi sebagai antibakteri.
4. Turunan benzotiadiazin dan
sulfamilbenzoat
Obat
diuretik turunan benzotiadiazin seperti klorotiazid, hidroklorotiazid dan
hidroflumetiazid serta turunan sulfamilbenzoat seperti furosemide dan klortalidon
dapat memberikan efek diuretik karena mengandung gugus sulfamil bebas yang
mampu menduduki sisi aktif enzim sehingga dapat menghambat enzim karbonik
anhydrase melalui mekanisme penghambatan bersaing.
Ikatan hidrogen memegang peranan penting pada proses
reproduksi sel. Ikatan hidrogen juga membantu kestabilan konformasi α-heliks
peptida- peptida dan interaksi pasangan basa khas seperti purin dan pirimidin
pada ADN. Obat antikanker tertentu seperti golongan senyawa pengalkilasi, dapat
mengalkilasi pasangan basa ADN dan mencegah pembentukan ikatan hidrogen
sehingga replikasi normal dari ADN tidak terjadi. Senyawa pengalkilasi dapat
mengikat asam nukleat dan protein secara ireversibel sehingga dapat menghambat
proses biosintesis protein sel dan berfungsi sebagai obat antikanker. Contoh:
mekloretamin, klorambusil, melfalam, siklofosfamid, busulfan, tiotepa,
antibiotika bleomisin dan mitomisin C.
2.2.4. Ikatan Van Der Waals
Ikatan van der Waals terdapat
diantara semua atom , bahkan atom gas mulia, dan didasarkan atas keterpolaran-
pengimbasan asimetri dalam awan electron atom oleh inti atom tetangganya (yaitu
muatan positif). Ini setara dengan pembentukan terimbas oleh suatu dipole.
Namun, meskipun antaraksi sipol- dipole terimbas itu membentuk tarikan setempat
sementara antara kedua atom itu, antaraksi nonkovalen ini berkurang sangat
cepat. Setiap ikatan van der Waals memberikan energy yang sangat rendah bagi
suatu sistem, tetapi sebagian besar gaya van der Waals dapat menumpuk menjadi
energy yang sangat besar. Dalam membrane fosfolipid, pada ekor hidrokarbon
bagian lipidnya, gugus-gugus –CH2 saling tarik dengan kekuatan kira-kira 33
Kj/mol, asalkan mereka bertindihan rapat.
Jika ekor fosfolipid ini dipisahkan
seccara paksa dengan ikatan rangkap cis atau
dengan rantai alkil bercabang, gaya tarik menarik ini turun sampai 10-12
kJ/mol. Substituent lipofil polar sangat meningkatkan antaraksi van der Waals.
Jadi, hidrokarbon terhalogenasi seperti halotan atau metoksifluran merupakan
anestetika yang lebih mampu dibandingkan dengan xenon atau siklopropan yang
nonpolar, karena terikat lebih baik pada lipid jaringan saraf (Nogrady, 1992).
Intensitas iktan van der Waals (V)
dapat dihitung melalui persamaan sebagai berikut:
V= -A + B
r6 r12
Dimana :
A dan B tetapan khas struktur elektronik atom
r adalah jarak yang memisahkan dua pusat atom
Meskipun
secara individu lemah tetapi hasil penjumlahan ikatan van der Waals merupakan
faktor pengikat yang cukup bermakna, terutama untuk senyawa yang mempunyai BM
tinggi. Ikatan van der Waals terlibat pada interaksi cincin benzene dengan
daerah bidang datar reseptor dan pada interaksi rantai hidrokarbon dengan
makromolekul protein atau reseptor.
2.2.5.
Ikatan Ion
Ikatan
ion terbentuk diantara ion- ion bermuatan berlawanan. Antaraksi
elektrostatiknya sangat kuat (Nogrady, 1992). Kekuatan tarik menarik akan makin
berkurang bila jarak antar ion makin jau dan pengurangan tersebut berbanding
ter\balik dengan jaraknya.
Energi (E) dari ikatan
ion dpat dihitung melalui persamaan sebagai berikut:
E
= q’ x q’’
D x r
Dimana:
q’ dan q’’ adalah muatan ion 1 dan 2
D adalah tetapan dielektrik medium
r adalah jarak antar ion
Protein
dan asam nukleat mempunyai gugus kation dan anion potensial tetapi hanya
beberapa saja yang dapat terionisasi pada Ph fisiologis. Gugus kation protein
berupa gugus amino yang terdapat pada asam- asam amino seperti lisin,
glutamine, asparagin, arginin, glisin, dan histidin. Gugua anion protein berupa
gugus karboksilat pada asam aspartat dan glutamate, gugus sulfhidril pada
sistein dan metionin, gugus fosforil pada asam nukleat. Obat-obat yang
mengandung gugus kation potensial, yaitu R3NH+, R4N+ dan R2C = NH2+. Gugus
anion potensial, yaitu RCOO-, RSO3- dan RCOS- dapat membentuk ikatan ion dengan
gugus- gugus reseptor atau protein yang muatannya berlawanan. Kemampuan
interaksi gugus- gugus yang muatannya berlawanan tersebut tergantung pada
susunan makromolekul reseptor.
2.2.6.
Ikatan Hidrofob
Ikatan
hidrofob mempunyai peranan penting, antara lainuntuk memantapkan konformasi
protein, dalam pengangkutan lipid oleh protein plasma, dan untuk mengikat
steroid pada reseptornya. Konsep mengenai gaya tak langsung ini, yang untuk
pertama kali diperkenalkan oleh Kauzman dalam bidang kimia protein, menerangkan
juga tentang kelarutan renah hidrokarbon dalam air karena ketidakmampuannya
membentuk ikatan hydrogen dengan molekul air, sehingga molekul air menjadi
lebih tersusun disekitar molekul hidrokarbon, membentuk antar0muka pada tingkat
molekul, yang dapat dibandingkan dengan perbatasan gas-cairan. Peningkatan
struktur pelarut yang dihasilkan itu membuat tingkat penataan lebih sempurna
dalam sistem tersebut dibandingkan dengan yang terdapat dalam air ruah, dan
dengan demikian entropi hilang. Bila beberapa struktur hidrokarbon- apakah itu
dua rantai samping protein atau molekul heksana yang terdispersi dalam air
berkumpul, mereka akan ‘meremas keluar’ molekul air yang tersusun rapi diantara
struktur tersebut. Karena air yang didesak tadi tidaklagi merupakan bagian
daerah perbatasan, maka ia kembali ke struktur yang tidak tersusun, dan
hasilnya adalah penambahan entropi. Perubahan ini cukup untuk menurunkan energy
bebas pada sistem itu untuk seetiap gugus metilena, dan setara dengan ikatan
karena ia mempermudah penggabungan struktur hidrofob. Biasanya, begitu rantai
hidrokarbon itu cukup berdekatan, gaya van der Waals akan mempengaruhinya.
Kesahihan konsep ikatan hidrofob itu akhir- akhir ini mulai dipertanyakan
(Albert, 1985)
Ikatan
hidrofobik merupakan salah satu kekuatan
penting pada proses penggabungan daerah nonpolar molekul obat dengan daerah
nonpolar reseptor biologis. Daerah nonpolar mol O yang tidak larut dalam air
dan mol- mol air disekelilingnya, akan bergabung melalui nikatan hidroge
membentuk struktur quasi crystalline
bila dua daerah nonpolar, seperti gugus hidrokarbon mol O dan daerah nonpolar
reseptor, bersama- sama berada dalam lingkungan air, maka akn mengalami suatu
penekanan sehingga jumlah mol air yang kontak dengan daerah- daerahn nonpolar
tersebut menjadi berkurang. Akibatnya, struktur quasi crystalline akan pecah menghasilkan
entropi yang tinggi yang digunakan untuk isolasi struk nonpolar. Energy bebas
yang tinggi ini dapat menstabilkan mol air sehingga tidak kontak dengan daerah
nonpolar. Penggabungan demikian disebut sebagai ikatan hidrofob.
2.2.7.
Alih Muatan
Istilah
‘alih muatan’ mengacu pada antaraksi berturut-turut antara dua molekul, dapat berkisar
mulai dari antaraksi dipolar donor- akseptoryang sangat lemah sampai kepada
antaraksi yang menghasilkan pembentukan pasangan ion, tergantung pada tingkat
pemindahan electron. Kompleks alih muatan (AM) dibentuk oleh molekul donor yang
kaya electron dan akseptor yang langka electron. Yang khas adalah bahwa molekul
donor merupakan senyawa heterosiklik kaya electron π (furan, pirol, tiofen)
senyawa aromatic bersubstituen pemberi electron, dan senyawa yang mempunyai
pasangan electron bebas yang tak berikatan. Molekul akseptor adalah sistem
langka elektron π seperti purin dan pirimidin, senyawa aromatic bersubstituen
penarik electron dan tetrasianoetilena. Contoh klasik pembuatan kompleks AM
terjadi dalam larutan iodine (akseptor) dalam sikloheksena (donor), larutan
menjadi berwarna coklat yang disebabkan oleh pergeseran spectrum absorpsinya.
Warna coklat itu bukan
warna dalam arti fisik, tetapi lebih merupakan hasil pita absorpsi yang sangat
lebar, meliputi kira- kira 200 nm dalam spectrum tampak, dan timbul sebagai
hasil hasil perubahan elektronik dalam kompleks AM. Sebaliknya, perlu diingat
kembali bahwa larutan iodine dalam CCl4 suatu pelarut lembam berwarna ungu.
Antaraksi
obat reseptor sering melibatkan
pembentukan kompleks AM. Contohnya, reaksi obat anti malaria dengan reseptornya
dan reaksi beberapa antibiotika yang terselip dalam AND, pembentukan
neutrotransmitter seperti norepinefrin dan serotonin dengan ATP yang tersimpan
dalam sinapsis, dan mungkin lebih banyak contoh lain. Energy AM berbanding
lurus dengan potensial pengionan donor dan afinitas electron reseptor, tetapi
biasanya tidak lebih tinggi dari kira- kira 30 Kj/mol (Nogrady, 1992).
2.3.
Interaksi farmakokinetik obat dengan reseptor
Pemberian
suatu obat (A) dapat mempengaruhi aksi obat lainnya (B)dengan satu dari dua
mekanisme berikut:
1. Modifikasi
efek farmakologi obat B tanpa mempengaruhi konsentrasinya di cairan jaringan
(interaksi farmakodinamik)
2. Mempengaruhii
konsentrasi obat B yang mencapai situs aksinya (interaksi farmakokinetik)
a.
Interaksi ini pening
secara klinis mungkin karena indeks terapi obat B sempit (misalnya, pengurangan
sedikit saja efek akan memyebabkan kehilangan efikasi dan atau peningkatan
sedikit saja efek akan menyebabkan toksisitas)
b.
Interaksi ini peninf
secara klinis mungkin karena kurva dosis- respon curam (sehingga perubahan
sedikit saja konsentrasi plasma akan menyebabkan perubahan efek secara
substansial).
c.
Untuk kebanyakan obat,
kondisi ini tidak ditemui, peningkatan yang sedikit besar konsentrasi plasma obat-
obat yang relative tidak toksik seperti penisilin hamper tidak menyebabkan
peningkatan masalah klinis karena batas keamanannya lebar.
d. Sejumlah
obat memiliki hubungan dosis- respon yang curam dan batas terapi yang sempit,
interaksi obat dapat menyebabkan masalah utama, sebagai contohnya obat
antitrombotik, antidistrimik, antiepilepsi, litium, sejumlah antineoplastik dan
obat- obat imunosupresan.
Interaksi farmakokinetik terjadi ketika suatu obat mempengaruhi
absorbs, distribusi, metabolism dan ekskresi obat lainnya sehingga meingkatkan
atau mengurangi jumlah obat yang tersedia untuk menghasilkan efek
farmakologinya. Interaksi farmakokinetik terdiri dari beberapa tipe, yaitu:
a.
Interaksi pada absorbsi obat
I. Efek perubahan pH gastrointestinal
Obat
melintasi membran mukosa dengan difusi pasif tergantung pada apakah obat
terdapat dalam bentuk terlarut lemak yang tidak terionkan. Absorpsi ditentukan
oleh nilai pKa obat, kelarutannya dalam lemak, pH isi usus dan sejumlah
parameter yang terkait dengan formulasi obat. Sebagai contoh adalah absorpsi
asam salisilat oleh lambung lebih besar terjadi pada pH rendah daripada pada pH
tinggi
II. Adsorpsi, khelasi, dan mekanisme pembentukan komplek
Arang
aktif dimaksudkan bertindak sebagai agen penyerap di dalam usus untuk pengobatan
overdosis obat atau untuk menghilangkan bahan beracun lainnya, tetapi dapat
mempengaruhi penyerapan obat yang diberikan dalam dosis terapetik. Antasida
juga dapat menyerap sejumlah besar obat-obatan. Sebagai contoh, antibakteri
tetrasiklin dapat membentuk khelat dengan sejumlah ion logam divalen dan
trivalen, seperti kalsium, bismut aluminium, dan besi, membentuk kompleks yang
kurang diserap dan mengurangi efek antibakteri.
III.
Perubahan motilitas
gastrointestinal
Karena
kebanyakan obat sebagian besar diserap di bagian atas usus kecil, obat-obatan
yang mengubah laju pengosongan lambung dapat mempengaruhi absorpsi. Propantelin
misalnya, menghambat pengosongan lambung dan mengurangi penyerapan parasetamol
(asetaminofen), sedangkan metoklopramid memiliki efek sebaliknya.
IV.
Induksi atau inhibisi protein
transporter obat
Ketersediaan
hayati beberapa obat dibatasi oleh aksi protein transporter obat. Saat ini,
transporter obat yang terkarakteristik paling baik adalah P-glikoprotein.
Digoksin adalah substrat P-glikoprotein, dan obat-obatan yang menginduksi
protein ini, seperti rifampisin, dapat mengurangi ketersediaan hayati digoksin
V. Malabsorbsi dikarenakan obat
Neomisin
menyebabkan sindrom malabsorpsi dan dapat mengganggu penyerapan sejumlah
obat-obatan termasuk digoksin dan metotreksat.
b.
Interaksi Pada Distribusi Obat
I.
Interaksi ikatan protein
Setelah
absorpsi, obat dengan cepat didistribusikan ke seluruh tubuh oleh sirkulasi.
Beberapa obat secara total terlarut dalam cairan plasma, banyak yang lainnya
diangkut oleh beberapa proporsi molekul dalam larutan dan sisanya terikat
dengan protein plasma, terutama albumin. Ikatan obat dengan protein plasma
bersifat reversibel, kesetimbangan dibentuk antara molekul- molekul yang
terikat dan yang tidak. Hanya molekul tidak terikat yang tetap bebas dan aktif
secara farmakologi.
II.
Induksi dan inhibisi protein
transport obat
Distribusi
obat ke otak, dan beberapa organ lain seperti testis, dibatasi oleh aksi
protein transporter obat seperti P-glikoprotein. Protein ini secara aktif
membawa obat keluar dari sel-sel ketika obat berdifusi secara pasif. Obat yang
termasuk inhibitor transporter dapat meningkatkan penyerapan substrat obat ke
dalam otak, yang dapat meningkatkan efek samping CNS.
c.
Interaksi Pada Metabolisme Obat
I. Perubahan pada metabolisme fase pertama
Meskipun
beberapa obat dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk tidak berubah dalam urin,
banyak diantaranya secara kimia diubah menjadi senyawa lipid kurang larut, yang
lebih mudah diekskresikan oleh ginjal. Jika tidak demikian, banyak obat yang
akan bertahan dalam tubuh dan terus memberikan efeknya untuk waktu yang lama.
Perubahan kimia ini disebut metabolisme, biotransformasi, degradasi biokimia,
atau kadang-kadang detoksifikasi. Beberapa metabolisme obat terjadi di dalam
serum, ginjal, kulit dan usus, tetapi proporsi terbesar dilakukan oleh enzim
yang ditemukan di membran retikulum endoplasma sel-sel hati. Ada dua jenis
reaksi utama metabolisme obat. Yang pertama, reaksi tahap I (melibatkan
oksidasi, reduksi atau hidrolisis) obat-obatan menjadi senyawa yang lebih
polar. Sedangkan, reaksi tahap II melibatkan terikatnya obat dengan zat lain
(misalnya asam glukuronat, yang dikenal sebagai glukuronidasi) untuk membuat
senyawa yang tidak aktif. Mayoritas reaksi oksidasi fase I dilakukan oleh enzim
sitokrom P450.
II. Induksi enzim
Ketika
barbiturat secara luas digunakan sebagai hipnotik, perlu terus dilakukan
peningkatan dosis seiring waktu untuk mencapai efek hipnotik yang sama,
alasannya bahwa barbiturat meningkatkan aktivitas enzim mikrosom sehingga
meningkatkan laju metabolisme dan ekskresinya.
III. Inhibisi enzim
Inhibisi
enzim menyebabkan berkurangnya metabolisme obat, sehingga obat terakumulasi di
dalam tubuh. Berbeda dengan induksi enzim, yang mungkin memerlukan waktu
beberapa hari atau bahkan minggu untuk berkembang sepenuhnya, inhibisi enzim
dapat terjadi dalam waktu 2 sampai 3 hari, sehingga terjadi perkembangan
toksisitas yang cepat. Jalur metabolisme yang paling sering dihambat adalah
fase I oksidasi oleh isoenzim sitokrom P450. Signifikansi klinis dari banyak
interaksi inhibisi enzim tergantung pada sejauh mana tingkat kenaikan serum
obat. Jika serum tetap berada dalam kisaran terapeutik interaksi tidak penting
secara klinis.
IV. Faktor genetik dalam metabolisme obat
Peningkatan
pemahaman genetika telah menunjukkan bahwa beberapa isoenzim sitokrom P450
memiliki polimorfisme genetik, yang berarti bahwa beberapa dari populasi
memiliki varian isoenzim yang berbeda aktivitas. Contoh yang paling terkenal
adalah CYP2D6, yang sebagian kecil populasi memiliki varian aktivitas rendah
dan dikenal sebagai metabolisme lambat. Sebagian lainnya memiliki isoenzim
cepat atau metabolisme ekstensif. Kemampuan yang berbeda dalam metabolisme
obat-obatan tertentu dapat menjelaskan mengapa beberapa pasien berkembang
mengalami toksisitas ketika diberikan obat sementara yang lain bebas dari
gejala.
V. Interaksi isoenzim sitokrom P450 dan obat yang diprediksi
Siklosporin
dimetabolisme oleh CYP3A4, rifampisin menginduksi isoenzim ini, sedangkan
ketokonazol menghambatnya, sehingga tidak mengherankan bahwa rifampisin
mengurangi efek siklosporin sementara ketokonazol meningkatkannya.
d.
Interaksi pada ekskresi obat
I. Perubahan pH Urin
Pada
nilai pH tinggi (basa), obat yang bersifat asam lemah (pKa 3-7,5) sebagian
besar terdapat sebagai molekul terionisasi larut lipid, yang tidak dapat
berdifusi ke dalam sel tubulus dan karenanya akan tetap dalam urin dan
dikeluarkan dari tubuh. Sebaliknya, basa lemah dengan nilai pKa 7,5 sampai
10.5. Dengan demikian, perubahan pH yang meningkatkan jumlah obat dalam bentuk
terionisasi, meningkatkan hilangnya obat.
II. Perubahan ekskresi aktif tubular renal
Obat
yang menggunakan sistem transportasi aktif yang sama di tubulus ginjal dapat
bersaing satu sama lain dalam hal ekskresi. Sebagai contoh, probenesid
mengurangi ekskresi penisilin dan obat lainnya. Dengan meningkatnya pemahaman
terhadap protein transporter obat pada ginjal, sekarang diketahui bahwa
probenesid menghambat sekresi ginjal banyak obat anionik lain dengan transporter
anion organik.
III. Perubahan aliran darah renal
Aliran
darah melalui ginjal dikendalikan oleh produksi vasodilator prostaglandin
ginjal. Jika sintesis prostaglandin ini dihambat, ekskresi beberapa obat dari
ginjal dapat berkurang.
2.4.
Reseptor dan aksi obat
2.4.1
Kerja
Obat Yang Diperantarai Oleh Reseptor
Efek
obat umumnya timbul karena interaksi obat dengan reseptor pada sel suatu
organisme. Interaksi obat dengan reseptornya, mencetuskan perubahan biokimia
dan fisiologi yang merupakan respons biologis yang khas untuk obat tersebut.
Interaksi antara obat dengan enzim biotransformasi juga merupakan interaksi
yang khas karena mengakibatkan perubahan struktur makromolekul reseptor
sehingga timbul rangsangan perubahan fungsi fisiologis yang dapat diamati
sebagai respons biologis.
Reseptor
obat merupakan komponen makromolekul fungsional, yaitu tempat terikatnya obat
untuk menimbulkan respons. Sekelompok reseptor obat tertentu juga berperan
sebagai reseptor untuk ligand endogen (hormon dan neurotransmitor. Komponen yang
paling penting dalam reseptor obat adalah protein (misalnya : asetilkolinesterase,
Na+ -, K+ -ATP ase dsb). Asam nukleat juga dapat merupakan reseptor obat ,
contohnya untuk obat sitostatika (pembunuh sel kanker).
Ikatan
antara obat dengan reseptor, berupa ikatan ion, ikatan hidrogen, ikatan
hidrofobik, ikatan van der Walls atau ikatan kovalen ( jarang ). Umumnya
merupakan campuran berbagai ikatan tersebut diatas. Ikatan antara obat daengan
reseptor, misalnya ikatan antara substrat dengan enzim, biasanya merupakan
ikatan lemah ( ikatan ion, ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik, ikatan van der
Walls ) dan jarang berupa ikatan kovalen. Hubungan Struktur dan Aktifitas
Biologik: Struktur kimia suatu obat berhubungan erat dengan aktifitasnya
terhadap reseptor dan aktifitas intrinsiknya, sehingga perubahan kecil dalam
molekul obat (misal : perubahan stereoisomer ) dapat menimbulkan perubahan
besar dalam sifat farmakologinya. Pengetahuan mengenai hubungan struktur dan
aktifitas bermanfaat dalam strategi pengembangan obat baru.
2.4.2
Kerja
Obat Yang Tidak Diperantarai Reseptor
Beberapa obat tertentu
dapat menimbulkan efek tanpa berikatan dengan reseptor. Mekanismenya ada berbagai cara, yaitu mengubah
atau mempengaruhi sifat cairan tubuh, berinteraksi dengan ion atau molekul
kecil, masuk kedalam komponen sel.
Mekanisme Kerja Obat Mengubah atau mempengaruhi sifat cairan tubuh yaitu,
pengubahan sifat osmotik, contohnya obat-obat diuretik osmotik ( manitol ) yang meningkatkan osmolaritas filtrat glomerulus sehingga terjadi efek diuretk, obat-obat katartik osmotik atau pencahar (MgSO4), gliserol untuk mengurangi udema serebral.
Mekanisme Kerja Obat Mengubah atau mempengaruhi sifat cairan tubuh yaitu,
pengubahan sifat osmotik, contohnya obat-obat diuretik osmotik ( manitol ) yang meningkatkan osmolaritas filtrat glomerulus sehingga terjadi efek diuretk, obat-obat katartik osmotik atau pencahar (MgSO4), gliserol untuk mengurangi udema serebral.
Pengubahan sifat
asam-basa, contohnya: obat-obat antasida untuk menetralkan asam lambung, NH4Cl untuk mengasamkan urin, natrium bikarbonat untuk membasakan urin, asam-
asam organik sebagai antiseptik saluran kemih atau sebagai spermisida topical
dalam saluran vagina.Perusakan nonspesifik membran sel ( sebagai antiseptik dan
desinfektan ), contohnya, yaitu detergen merusak integritas membran lipoprotein,
halogen, peroksida dan oksidator lain (merusak zat organik ), denaturan merusak
integritas dan kapasitas fungsional membran sel, partikel subseluler dan
protein. Gangguan fungsi membran, contohnya anestesi umum dengan eter, halotan
atau metoksifluran, bekerja dengan melarut dalam lemak membran sel di SSP sehingga
eksitabilitas menurun.
Mekanisme kerja interaksi dengan molekul kecil atau ion
dengan molekul pengkhelat (chelating agent).
Contohnya CaNa2 EDTA. yang mengikat logam Pb menjadi khelat yang
inaktif, misal pemberian larutan CaNa2 -EDTA pada keracunan Pb,
Penisilamin mengikat Cu 2+ bebas, Dimerkasol
untuk keracunan logam- logam berat. Khelat yang terbentuk larut dalam air
sehingga mudah dikeluarkan lewat ginjal. Mekanisme kerja masuk ke dalam
komponen sel
obat-obat analog purin atau pirimidin, dapat bergabung dengan asam nukleat, sehingga mengganggu fungsinya ( obat-obat antimetabolit ), cotohnya: 6-merkaptopurin, 5-fluorourasil, flusitosin yang merupakan obat-obat anti kanker.
obat-obat analog purin atau pirimidin, dapat bergabung dengan asam nukleat, sehingga mengganggu fungsinya ( obat-obat antimetabolit ), cotohnya: 6-merkaptopurin, 5-fluorourasil, flusitosin yang merupakan obat-obat anti kanker.
Necis Wanita Raja Gukguk
Mahasiswi UMRI
Daftar
Pustaka
A, Albert.1985.selectivity
toxicity,ed. 7. Chapman and Hall: London
Nogrady, Thomas. 1992. Kimia Medisinal
P,
Andrews. 1986. Functional groups, drug –
receptor interactions and drug design/trends pharmacol. Sci. 7: 148- 51.
Putra, Effendy. 2010. Ikatan Yang Terlibat Pada Interaksi Obat- Reseptor. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar