Proses
metebolisme dapat dipengaruhi oleh aktivitas biologis sel, massa kerja, dan
toksisitas obat. Sehingga pengetahuan tentang metabolism obat dan senyawa
organic asing (xenobiotik) sangat penting dalam kimia medicinal. Studi ini
sangat penting karena dapat digunakan untuk menilai atau menaksir efikasi dan
keamanan obat, merancang pengaturan dosis obat, menaksir kemungkinan terjadi
resiko atau bahaya dari zat pengotor, dan mengevaluasi toksisitas bahan kimia.
Suatu obat dapat menimbulkan respon biologis melalui dua jalur yaitu :
a. Obat
aktif setelah masuk ke peredaran darah langsung berinteraksi dengan reseptor
dan menimbulkan respon biologis.
b. Pra-Obat
setelah masuk ke peredaran darah dan mengalami metabolism menjadi obat aktif
berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respon biologis (bioaktivasi).
Secara
umum, tujuan metabolism obat mengubah obaat menjadi metabolit tidak aktif dan
tidak toksik (bioinaktivitas dan detoksifitkasi), mudah larut dalam air dan
kemudian diekskresikan dari tubuh. Hasil metabolit beberapa obat bersifat
toksik disbanding dengan senyawa induk (biotoksifikasi) ada pula hasil
metabolit memunyai efek farmakologis berbeda dengan senyawa induk.
1. Bioaktivasi & bioinaktivasi.
Protonsil
rubrum, suatu antibtri turunan sulfonamida,dalam tubuh mengalami reduksi menjadi
sulfanilamid yang aktif sebagai antibtri (bioaktivasi) kemudian terasetilasi membentuk
asetilsulfanilamid yang tidak aktif (bioinaktivasi).
2.
Bioaktivasi &
biotoksifikasi. O analgesik trn p-aminofenol, seperti asetanilid &
5-fenasetin, di tubuh mengalami metabolisme membentuk parasetamol
(asetaminofen) aktif sebagai analgesik (bioaktivasi), senyawa-senyawa ini kemudian
dimetabolisme lebih lanjut menjadi p-aminofenol, turunan anilin, N-oksida &
hidroksilamin, yang diduga sebagai penyebab terjadi methemoglobin
(biotoksifikasi).
Struktus
obat sangat behubungan erat dengan sifat kelarutan, sifat kimia fisika dan
aktifitas termodinamik dan biologis obat.
a. Senyawa obat berstruktur
spesifik
Aktivitas biologis bergantung pada struktur kimianya bekerja dengan mengikat reseptor atau asepror yang sepesifik. Kereaktifan kimia obat meliputi stereokimia ikatan, kimia intraksi obat dan reseptor, distribusi gugus fungsi efek induksi & resonansi dan distribusi
elektronik. Mekanisme
kerja senyawa obat ini meliputi kerja pada enzim, antagonis, dan bekerja pada
membran. Contohnya senyawa kolinergik.
b. Senyawa obat berstruktur tidak spesifik
Struktur kimia bervariasi
tidak berinteraksi dengan
reseptor spesifik Sifat fisika kimia lebih berpengaruh dibanding
struktur kimianya. Struktur kimia à sifat kimia fisika à aktivitas biologis meliputi aktivitas termodinamik, Kelarutan, Koefisien partisi lemak – air, Derajat ionisasi, Pembentukan kelat, Potensial redoks, dan Tegangan permukaan.
c. Kelarutan
Kelarutan pada obat meliputi mudah
atau tidaknyapenembusan obar pada membrane biologis. Kelarutan obat berupa
lipofil-hidrofob dan hidrofil-lipofob. Semakin panjang rantai karbon dalam
suatu senyawa, maka senyawa tersebut akan semakin non-polar. Prinsip inilah
yang mendasari dari kelarutan pada obat.
sifat fisika kimia obat dengan proses ekskresi
Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam
bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau
metabolit polar diekskresi lebih cepat daripada obat larut lemak, kecuali pada
ekskresi melalui paru. Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting. Ekskresi
disini merupakan resultante dari 3 preoses, yakni filtrasi di glomerulus,
sekresi aktif di tubuli proksimal, dan rearbsorpsi pasif di tubuli proksimal
dan distal. Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada gangguan fungsi ginjal
sehingga dosis perlu diturunkan atau intercal pemberian diperpanjang. Bersihan
kreatinin dapat dijadikan patokan dalam menyesuaikan dosis atau interval
pemberian obat. Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata,
air susu, dan rambut, tetapi dalam jumlah yang relatif kecil sekali sehingga
tidak berarti dalam pengakhiran efek obat. Liur dapat digunakan sebagai
pengganti darah untuk menentukan kadar obat tertentu. Rambut pun dapat
digunakan untuk menemukan logam toksik, misalnya arsen, pada kedokteran
forensik.
Penulis :
LIANI SYAFITRI (Mahasiswi Kimia Umri)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar