Google ads

Rabu, 23 September 2015

HEMOROID





I.                   DEFINISI

Hemoroid berasal dari kata haima yang berarti darah dan rheo yang berarti mengalir, sehingga pengertian hemoroid secara harfiah adalah darah yang mengalir. Namun secara klinis diartikan sebagai pelebaran vasa/ vena didalam pleksus hemoroidalis yang tidak merupakan keadaan patologik, tetapi akan menjadi patologik apabila tidak mendapat penanganan/ pengobatan yang baik.

II.               PATOFISIOLOGI
Patofisiologi  hemoroid secara  pasti belum sepenuhnya dimengerti. Selama bertahun-tahun teori pembengkakan vena, yang menyimpulkan bahwa hemoroid disebabkan oleh pembengkakan vena pada anus, namun teori ini sudah tidak digunakan lagi karena hemoroid dan varises anorektal merupakan dua hal yang berbeda. Faktanya, pasien dengan hipertensi portal dan varises tidak memiliki resiko tinggi terserang hemoroid. (Goenka MK, 1991; 86: 1185-1189 ).
Sekarang, teori perubahan garis anus lebih diterima secara luas. Teori ini mengembangkan bahwa hemoroid terjadi ketika jaringan pada bantalan anus mengalami kerusakan. Kerusakan pada bantalan anus ini meyebabkan dilatasi vena. Ada tiga tipe utama bantalan anus yaitu yang terletak pada anterior kanan, posterior kanan, dan lateral kiri anus. Bantalan anus pada penderita hemoroid menunjukkan perubahan patologis meliputi dilatasi vena, trombosis vaskular, proses degenerasi pada jaringan fibroelastin dan serat kolagen, kerusakan otot subepitelial anus. Sebagai tambahan, reaksi inflamasi melibatkan dinding pembuluh darah dan di sekitar jaringan pada spesimen hemoroid yang berhubungan dengan ulserasi mukosal, iskemia, dan trombosis.( Morgado PJ, 1988; 31: 474-480).
Beberapa enzim atau mediator terlibat dalam proses degradasi jaringan pada bantalan anus. Diantaranya ialah matrix metalloproteinase (MMP), yaitu suatu enzim yang termasuk zinc-dependent proteinase, yang mampu mengubah protein ekstraselular seperti elastin, fibronectin, dan kolagen. MMP-9 pada pasien hemoroid bersifat terlalu ekspresif, sehingga meyebabkan pemecahan serat elastin. Aktivasi MMP-2 dan MMP-9 oleh trombin, plasmin, atau enzim proteinase menyebabkan kerusakan lapisan kapiler dan meningkatkan aktivitas angioproliferasi transfoming growth factor β (TGF- β). (Yoon SO, 2003; 36: 128-137).
Peningkatan densitas mikrovaskular juga ditemukan pada jaringan hemoroidal, yang menduga bahwa neovaskularisasi menjadifenomena penting lainnya pada penyakit hemoroid. Pada tahun 2004, Chung et al melaporkan endoglin (CD 105), yang merupakan salah satu tempat terikatnya TGF-β dan merupakan penanda proliferasi untuk neovaskularisasi, yang terdapat pada lebih dari setengah spesimen jaringan hemoroidal dibandingkan dengan mukosa anorektal normal. Densitas mikrovaskular juga meningkat pada jaringan hemoroidal khususnya ketika terjadi trombosis dan stromal vascular endothelial growth factors (VEGF).( Chung YC,   2004; 34; 107-112).
III.           EPIDEMIOLOGI
Walaupun hemmoroid dikenal sebagai penyebab pendarahan rektal dan ketidaknyamanan pada anus yang paling umum, epidemiologi yang sebenarnya tidak diketahui karena pasien memilih untuk melakukan pengobatan sendiri daripada mencari pengobatan secara medis. Pada suatu studi epidemiologi oleh Johanson et al pada 1990 menunjukkan bahwa 10 juta orang di Amerika Serikat mengeluhkan hemoroid.  Pada kedua jenis kelamin, puncak prevalensi  terjadi antara usia 45-65 tahun dan perkembangan hemoroid dibawah usia 20 tahun jarang terjadi. Warga kulit putih dengan sosial ekonomi tinggi lebih sering terjangkit dibandingkan warga kulit hitam dengan status sosial ekonomi yang lebih rendah.  Di Inggris, hemoroid terjadi pada 13-36% populasi. (Loder PB, 1994; 81: 946-954).
IV.           ETIOLOGI
Penyebab terjadinya wasir bermacam-macam. Wasir dapat diturunkan secara genetik, atau karena memang lemahnya pembuluh darah vena di rektum atau anus, atau juga dapat disebabkan karena terlalu sering dan kuat mengedan (kesulitan buang air besar atau diare). Duduk yang terlalu lama juga dapat menyebabkan terjadinya wasir. Hipertensi (darah tinggi), obesitas (kegemukan), dan gaya hidup yang malas (tidak aktif) juga merupakan salah satu pencetus terjadinya wasir. Konsumsi alkohol dan kopi dalam jumlah banyak dan sering juga merupakan salah satu faktor pencetus. Alkohol dapat menyebabkan penyakit hati yang pada akhirnya akan menimbulkan penyumbatan aliran pembuluh darah pada rektum atau anus, sedangkan mengkonsumsi terlalu banyak kopi dapat menyebabkan hipertensi. Keadaan dehidrasi (kekurangan cairan) dapat juga menjadi faktor penyebab. Dehidrasi dapat menyebabkan tinja yang keras dan kesulitan buang air besar. Kekurangan vitamin E merupakan faktor yang lainnya.           
(Simadibrata M, 2006 hal 397- 399).

V.               FAKTOR RESIKO ( Pigot F, 2005)
a.       Kurangnya konsumsi makanan berserat. Serat makanan yang tinggi mampu mencegah dan mengobati konstipasi apabila diiringi dengan peningkatan intake cairan yang cukup setiap hari. Konsumsi cairan dapat membantu kerja serat makanan dalam tubuh. Suatu studi meta-analisis di Barcelona menyimpulkan bahwa kebiasaan mengonsumsi serat akan menurunkan gejala dan perdarahan pada hemorrhoid.

b.      Konstipasi
 Konstipasi berarti pelannya pergerakan tinja melalui usus besar yang disebabkan oleh tinja yang   kering dan keras pada colon descenden yang menumpuk karena absorpsi cairan yang berlebihan.Pada konstipasi diperlukan waktu mengejan yang lebih lama. Tekanan yang keras saat mengejan dapat mengakibatkan trauma berlebihan pada plexus hemorrhoidalis sehingga menyebabkan hemorrhoid.
Beberapa penyebab konstipasi antara lain :
·         Peningkatan stress psikologis
Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan konstipasi dengan menghambat gerak peristaltik usus melalui kerja epinefrin dan sistem syaraf simpatis. Stress juga dapat menyebabkan usus spastik (spastik/konstipasi hipertonik atau iritasi colon).
·         Ketidaksesuaian diet
Makanan yang lunak akan menghasilkan suatu produk yang tidak cukup untuk merangsang refleks pada proses defekasi. Makan makanan yang rendah serat seperti; beras, telur dan daging segar akan membuat makanan tersebut bergerak lebih lambat di saluran cerna. Namun dengan meningkatkan intake cairan dapat mempercepat pergerakan makanan tersebut di saluran cerna.
·         Penggunaan obat-obatan
Obat-obatan seperti ; morfin, codein, obat-obatan adrenergik dan antikolinergik lain dapat memperlambat pergerakan colon melalui mekanisme kerja sistem syaraf pusat sehingga dapat menyebabkan konstipasi.
·         Usia lanjut
Pada orang lanjut usia terjadi penyerapan air yang berlebihan pada saluran cerna. Sehingga konsistensi tinja yang dikeluarkan menjadi keras.
c.       Usia
Pada usia tua terjadi degenerasi dari jaringan-jaringan tubuh, otot sphincter pun juga menjadi tipis dan atonis. Karena sphincternya lemah maka dapat timbul prolaps. Selain itu pada usia tua juga sering terjadi sembelit yang dikarenakan penyerapan air yang berlebihan pada saluran cerna. Hal tersebut menyebabkan konsistensi tinja menjadi keras. Sehingga terjadi penekanan berlebihan pada plexus hemorrhoidalis yang dipicu oleh proses mengejan untuk mengeluarkan tinja.
d.      Keturunan
Adanya kelemahan dinding vena di daerah anorektal yang didapat sejak lahir akan memudahkan  terjadinya hemorrhoid setelah mendapat paparan tambahan seperti mengejan terlalu kuat atau terlalu lama, konstipasi, dan lain-lain.
e.       Tumor abdomen
Tumor abdomen yang memiliki pengaruh besar terhadap kejadian hemorrhoid adalah tumor di  daerah pelvis seperti tumor ovarium, tumor rektal, dan lain-lain. Tumor ini dapat menekan vena sehingga alirannya terganggu dan menyebabkan pelebaran plexus hemorrhoidalis.
f.       Pola buang air besar yang salah
Pemakaian jamban duduk juga dapat meningkatkan insidensi hemorrhoid. Menurut dr. Eka Ginanjar, dengan pemakaian jamban yang duduk posisi usus dan anus tidak dalam posisi tegak. Sehingga akan menyebabkan tekanan dan gesekan pada vena di daerah rektum dan anus. Berbeda halnya pada penggunaan jamban jongkok. Posisi jongkok saat defekasi dapat mencegah terjadinya konstipasi yang secara tidak langsung dapat mencegah terjadinya hemorrhoid. Hal tersebut dikarenakan pada posisi jongkok, valvula ilicaecal yang terletak antara usus kecil dan caecum dapat menutup secara sempurna sehingga tekanan dalam colon cukup untuk mengeluarkan feses. Selain itu menghindari kebiasaan untuk menunda ke jamban ketika sudah dirasa ingin buang air besar juga dapat menurunkan kejadian konstipasi.
g.      Kurang intake cairan
Kurangnya intake cairan setiap hari dapat meningkatkan kejadian hemorrhoid. Hal tersebut dikarenakan, kurangnya intake cairan dapat menyebabkan tinja menjadi keras sehingga seseorang akan cenderung mengejan untuk mengeluarkan tinja tersebut. Sementara itu, proses mengejan tersebut dapat meningkatkan tekanan pada plexus hemorrhoidalis. Dengan intake cairan yang cukup setiap harinya dapat membantu melunakkan tinja dan membersihkan usus. Sehingga tidak perlu mengejan untuk mengeluarkan tinja.
h.      Kurang aktivitas fisik
Kebiasaan melakukan gerakan ringan dapat mengurangi frekuensi untuk duduk dan merupakan salah satu pencegahan dari kekambuhan hemorrhoid. Selain itu dengan melakukan olahraga yang ringan seperti berenang dan menggerakkan daerah perut diharapkan dapat melemaskan dan mengurangi ketegangan dari otot. Namun dengan melakukan aktivitas yang terlalu berat seperti mengangkat benda berat akan meningkatkan risiko kejadian hemorrhoid. Hal tersebut dikarenakan terjadi peregangan musculus sphincter ani yang berulang sehingga ketika penderita mengejan akan terjadi peregangan yang bertambah buruk.
i.        Kehamilan
Peningkatan hormon progesteron pada wanita hamil akan mengakibatkan peristaltik saluran pencernaan melambat dan otot-ototnya berelaksasi. Sehingga akan mengakibatkan konstipasi yang akan memperberat sistem vena. Pelebaran vena pada wanita hamil juga dapat dipicu oleh penekanan bayi atau fetus pada rongga abdomen. Selain itu proses melahirkan juga dapat menyebabkan hemorrhoid karena adanya penekanan yang berlebihan pada plexus hemorrhoidalis. 

VI.           KLASIFIKASI HEMOROID
Hemorrhoid dibagi menjadi 2 tipe :
a.    Hemorrhoid eksterna
Merupakan wasir yang timbul pada daerah yang dinamakan anal verge, yaitu daerah ujung dari anal kanal (anus). Wasir jenis ini dapat terlihat dari luar tanpa menggunakan alat apa-apa. Biasanya akan menimbulkan keluhan nyeri. Dapat terjadi pembengkakan dan iritasi. Jika terjadi iritasi, gejala yang ditimbulkan adalah berupa gatal. Wasir jenis ini rentan terhadap trombosis (penggumpalan darah). Jika pembuluh darah vena pecah yang mengalami kelainan pecah, maka penggumpalan darah akan terjadi sehingga akan menimbulkan keluhan nyeri yang lebih hebat. ( Yanuardani MT, 2007).
b.      Hemorrhoid interna
Merupakan wasir yang muncul didalam rektum. Biasanya wasir jenis ini tidak nyeri. Jadi kebanyakan orang tidak menyadari jika mempunyai wasir ini. Perdarahan dapat timbul jika mengalami iritasi. Perdarahan yang terjadi bersifat menetes. Jika wasir jenis ini tidak ditangani, maka akan menjadi prolapsed and strangulated hemorrhoids.
·         Prolapsed hemorrhoid adalah wasir yang “nongol” keluar dari rektum.
·         Strangulated hemorrhoid merupakan suatu keadaan terjepitnya prolapsed hemorrhoid karenaotot disekitar anus berkontraksi. Hal ini menyebabkan terperangkapnya wasir dan terhentinya pasokan darah, yang pada akhirnya akan menimbulkan kematian jaringan yang dapat terasa nyerisekali. (Yanuardani MT, 2007)

Hemorrhoid interna dapat dikelompokkan menjadi :
 Grade I        : wasir tidak keluar dari rektum
 Grade II      : wasir prolaps (keluar dari rektum) pada saat mengedan, namun dapat masukkembali secara spontan
 Grade III     : wasir prolaps saat mengedan, namun tidak dapat masuk kembali secara spontan harus secara manual (didorong kembali dengan tangan)
 Grade IV     : wasir mengalami prolaps namun tidak dapat dimasukkan kembali
(Pearl K , 2004).
VII.        DIAGNOSIS
a.      Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapati bahwa pasien menemukan adanya darah segar pada saat buang air besar. Selain itu pasien juga akan mengeluhkan adanya gatal-gatal pada daerah anus. Pada derajat II hemoroid internal pasien akan merasakan adanya masa pada anus dan hal ini membuatnya tak nyaman. Pasien akan mengeluhkan nyeri pada hemoroid derajat IV yang telah mengalami trombosis. (Canan, 2002).
Perdarahan yang disertai dengan nyeri dapat mengindikasikan adanya trombosis hemoroid eksternal, dengan ulserasi thrombus pada kulit. Hemoroid internal biasanya timbul gejala hanya ketika mengalami prolapsus sehingga terjadi ulserasi, perdarahan, atau trombosis. Hemoroid eksternal bisa jadi tanpa gejala atau dapat ditandai dengan rasa tak nyaman, nyeri akut, atau perdarahan akibat ulserasi dan thrombosis. (Wexner, Person, dan Kaidar-person, 2006).

b.      Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembengkakan vena yang mengindikasikan hemoroid eksternal atau hemoroid internal yang mengalami prolaps. Hemoroid internal derajat I dan II biasanya tidak dapat terlihat dari luar dan cukup sulit membedakannya dengan lipatan mukosa melalui pemeriksaan rektal kecuali hemoroid tersebut telah mengalami trombosis. (Canan, 2002). Daerah perianal juga diinspeksi untuk melihat ada atau tidaknya fisura, fistula, polip, atau tumor. Selain itu ukuran, perdarahan, dan tingkat keparahan inflamasi juga harus dinilai. (Nisar dan Scholefield, 2003).

c.       Pemeriksaan penunjang
Anal canal dan rektum diperiksa dengan menggunakan anoskopi dan sigmoidoskopi. Anoskopi dilakukan untuk menilai mukosa rektal dan mengevaluasi tingkat pembesaran hemoroid. Side-viewing pada anoskopi merupakan instrumen yang optimal dan tepat untuk mengevaluasi hemoroid
( Halverson, 2007 ).
Gejala hemoroid biasanya bersamaan dengan inflamasi pada anal canal dengan derajat berbeda. Dengan menggunakan sigmoidoskopi, anus dan rektum dapat dievaluasi untuk kondisi lain sebagai diagnosa banding untuk perdarahan rektal dan rasa tak nyaman seperti pada fisura anal dan fistula, kolitis, polip rektal, dan kanker. Pemeriksaan dengan menggunakan barium enema X-ray ataukolonoskopi harus dilakukan pada pasien dengan umur di atas 50 tahun dan pada pasien dengan perdarahan menetap setelah dilakukan pengobatan terhadap hemoroid. (Canan, 2002).

Diagnosis banding :
      Diagnosis banding dari hemorrhoid adalah sebagai berikut :
a.       Perdarahan
Antara lain karsinoma kolon- rectal, penyakit divertikel seperti diverkulitas, olitis ulserosa, dan polip. Bila dicurigai adanya penyakit- penyakit tersebut maka diperlukan pemeriksaan sigmoidoskopi atau kolon in loop. (Kaidar-Person dkk, 2007).

b.      Benjolan
Antara lain karsinoma anorektal atau prolaps recti/ procidentia. Pada procidentia, seluruh dinding akan propels, sedangkan pada hemoroid hanya mukosa saja yang prolaps. (Kaidar-Person dkk, 2007).

VIII.    PENATALAKSANAAN
A.    Penatalaksanaan Medis
1.      Obat yang memperbaiki defekasi
Terdapat dua macam obat yaitu suplement serat (fiber suplement) dan pelicin tinja (stool softener). Suplemen serat komersial yang yang banyak dipakai antara lain psylium atau isphaluga Husk (ex.: Vegeta, Mulax, Metamucil, Mucofalk) yang berasal dari kulit biji plantago ovate yang dikeringkan dan digiling menjadi bubuk. Obat ini bekerja dengan cara membesarkan volume tinja dan meningkatkan peristaltik usus. Efek samping antara lain ketut dan kembung. Obat kedua adalah laxant atau pencahar (ex.: laxadine, dulcolax, dll). ( Simadibrata M , 2006).
·         Interaksi Obat :
- Mulax berinteraksi dengan digoxin, Fe, Antikoagulan
- Laxadine berinteraksi dengan minyak mineral dapat mengganggu absorbsi vitamin yang larut dalam lemak.

2.      Obat simptomatik
Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal, nyeri, atau kerusakan kulit di daerah anus. Jenis sediaan misalnya Anusol, Boraginol N/S dan Faktu. Sediaan yang mengandung kortikosteroid digunakan untuk mengurangi radang daerah hemoroid atau anus. Contoh obat misalnya Ultraproct N, Anusol HC, Scheriproct. ( Simadibrata M , 2006).
3.      Obat penghenti perdarahan
Perdarahan menandakan adanya luka pada dinding anus atau pecahnya vena hemoroid yang dindingnya tipis. Psyllium, citrus bioflavanoida yang berasal dari jeruk lemon dan paprika berfungsi memperbaiki permeabilitas dinding pembuluh darah. ( Simadibrata M , 2006).
4.      Obat penyembuh dan pencegah serangan
Menggunakan Ardium 500 mg dan plasebo 3×2 tablet selama 4 hari, lalu 2×2 tablet selama 3 hari. Pengobatan ini dapat memberikan perbaikan terhadap gejala inflamasi, kongesti, edema, dan prolaps. ( Simadibrata M , 2006).

B.     Penatalaksanaan non Bedah
1.      Sclerotherapy
Merupakan terapi pilihan yang direkomendasikan untuk hemoroid grade I dan II. Injeksi senyawa kimia ditujukan untuk memfiksasi mukosa melalui proses fibrosis. Larutan yang digunakan ialah fenol 5% dalam minyak, minyak nabati, quinine, dan urea hydrochloride atau larutan garam hipertonis. Perlu diperhatikan bahwa injeksi dilakukan ke dalam submukosa pada dasar jaringan hemoroid dan bukan ke dalam hemoroid itu sendiri jika tidak akan menyebabkan rasa sakit pada abdomen. Kesalahan injeksi juga akan menyebabkan ulserasi atau nekrosis mukosa. Anibiotik profilaksis diberikan pada pasien gangguan hati atau imunodefisiensi karena kemungkinan terjadi infeksi bakteri setelah skleroterapi. (Adami B, 1981).
2.      Rubber Band Ligation
Merupakan terapi yang sederhana, cepat, dan efektif untuk pasien hemoroid grade I dan II dan beberapa pasien grade III. Ligasi pada jaringan hemoroid denga suatu karet dapat menyebabkan nekrosis iskemik dan bekas luka, yang akan menyebabkan fiksasi ke dinding rektal. (Jutabha R, 2009).
3.      Infrared Coagulation
Infrared coagulator menghasikan radiasi infrared yang mengkoagulasi jaringan dan mengevaporasi air dalam sel, menyebabkan mengecilnya massa hemoroid. Alat ini diaplikasikan pada dasar hemoroid melalui anoskopi dan waktu kontak yang disarankan ialah 1-1,5 detik, tergantung intensitas dan panjang gelombang koagulator. Dibandingkan dengan skleroterapi, IRC tidak tergantung pada teknik pelaksanaan nya dan menghindari komplikasi karena kesalahan injeksi sklerosan. Walaupun IRC cepat dan aman, tetapi tidak cocok untuk prolaps hemoroid. (Kaidar-Person O, 2007).
4.      Radiofrequency Ablation
Merupakan  metode penanganan hemoroid yang relatif baru. Sebuah bola elektroda dihubungkan dengan generator radiofrekuensi yang ditempatkan pada jaringan hemoroid dan menyebabkan jaringan yang berkontak mengalami koagulasi dan evaporasi. Dengan metoda ini, komponen pembuluh darah pada hemoroid akan berkurang dan massa jaringan hemoroid akan mengalami fibrosis. (Gupta PJ,  2004).
C.     Penatalaksanaan Bedah
1.      Hemorrhoidectomy
Tindakan ini merupakan tindakan pembedahan. Namun banyak pasien yang mengeluhkan nyeri yang hebat setelah dilakukan operasi ini. Untuk itu, tindakan ini dilakukan sebaiknya untuk hemorrhoid interna grade IV saja. (Lohsiriwat V, 2009).
2.      Plication
Metode ini mampu mengembalikan bantalan anus ke posisi normal tanpa eksisi. Metode ini dapat menimbulkan pendarahan dan nyeri pelvis. (Acheson AG, 2008).
3.      Stapled Hemorrhoidopexy
Metode ini telah diperkenalkan sejak 1998.  Prosedur ini mengurangi prolaps jaringan hemoroid dengan eksisi. (Burch J, 2009).

IX.           PENCEGAHAN
1.    Minum air sebanyak 6- 8 gelas perhari, makan makanan yang mengandung banyak serat (buah, sayuran, sereal, suplemen serat, dll) sekitar 20-25 gram sehari
2.    Olahraga
3.    Mengurangi mengedan
4.    Menghindari penggunaan laksatif (perangsang buang air besar)
5.    Membatasi mengedan sewaktu buang air besar.
6.     Penggunaan celana dalam yang ketat dapat mencetuskan terjadinya wasir dan dapat mengiritasi wasir yang sudah ada.
7.    Penggunaan jamban jongkok juga sebaiknya dihindari.
(Nagie , 2007).


Tidak ada komentar:

Google Ads