I.
DEFINISI
Hemoroid berasal
dari kata haima yang berarti darah dan rheo yang berarti mengalir, sehingga
pengertian hemoroid secara harfiah adalah darah yang mengalir. Namun secara
klinis diartikan sebagai pelebaran vasa/ vena didalam pleksus hemoroidalis yang
tidak merupakan keadaan patologik, tetapi akan menjadi patologik apabila tidak
mendapat penanganan/ pengobatan yang baik.
II.
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi hemoroid secara pasti belum sepenuhnya dimengerti. Selama
bertahun-tahun teori pembengkakan vena, yang menyimpulkan bahwa hemoroid
disebabkan oleh pembengkakan vena pada anus, namun teori ini sudah tidak
digunakan lagi karena hemoroid dan varises anorektal merupakan dua hal yang
berbeda. Faktanya, pasien dengan hipertensi portal dan varises tidak memiliki
resiko tinggi terserang hemoroid.
(Goenka MK, 1991; 86:
1185-1189 ).
Sekarang,
teori perubahan garis anus lebih diterima secara luas. Teori ini mengembangkan
bahwa hemoroid terjadi ketika jaringan pada bantalan anus mengalami kerusakan.
Kerusakan pada bantalan anus ini meyebabkan dilatasi vena. Ada tiga tipe utama
bantalan anus yaitu yang terletak pada anterior kanan, posterior kanan, dan
lateral kiri anus. Bantalan anus pada penderita hemoroid menunjukkan perubahan
patologis meliputi dilatasi vena, trombosis vaskular, proses degenerasi pada
jaringan fibroelastin dan serat kolagen, kerusakan otot subepitelial anus. Sebagai
tambahan, reaksi inflamasi melibatkan dinding pembuluh darah dan di sekitar
jaringan pada spesimen hemoroid yang berhubungan dengan ulserasi mukosal,
iskemia, dan trombosis.(
Morgado PJ, 1988; 31: 474-480).
Beberapa
enzim atau mediator terlibat dalam proses degradasi jaringan pada bantalan
anus. Diantaranya ialah matrix
metalloproteinase (MMP), yaitu suatu enzim yang termasuk zinc-dependent
proteinase, yang mampu mengubah protein ekstraselular seperti elastin,
fibronectin, dan kolagen. MMP-9 pada pasien hemoroid bersifat terlalu
ekspresif, sehingga meyebabkan pemecahan serat elastin. Aktivasi MMP-2 dan
MMP-9 oleh trombin, plasmin, atau enzim proteinase menyebabkan kerusakan
lapisan kapiler dan meningkatkan aktivitas angioproliferasi transfoming growth factor β (TGF- β). (Yoon SO, 2003; 36:
128-137).
Peningkatan
densitas mikrovaskular juga ditemukan pada jaringan hemoroidal, yang menduga
bahwa neovaskularisasi menjadifenomena penting lainnya pada penyakit hemoroid.
Pada tahun 2004, Chung et al melaporkan endoglin (CD 105), yang merupakan salah
satu tempat terikatnya TGF-β dan merupakan penanda proliferasi untuk
neovaskularisasi, yang terdapat pada lebih dari setengah spesimen jaringan
hemoroidal dibandingkan dengan mukosa anorektal normal. Densitas mikrovaskular
juga meningkat pada jaringan hemoroidal khususnya ketika terjadi trombosis dan
stromal vascular endothelial growth factors (VEGF).( Chung YC, 2004; 34; 107-112).
III.
EPIDEMIOLOGI
Walaupun
hemmoroid dikenal sebagai penyebab pendarahan rektal dan ketidaknyamanan pada
anus yang paling umum, epidemiologi yang sebenarnya tidak diketahui karena
pasien memilih untuk melakukan pengobatan sendiri daripada mencari pengobatan
secara medis. Pada suatu studi epidemiologi oleh Johanson et al pada 1990
menunjukkan bahwa 10 juta orang di Amerika Serikat mengeluhkan hemoroid. Pada kedua jenis kelamin, puncak
prevalensi terjadi antara usia 45-65
tahun dan perkembangan hemoroid dibawah usia 20 tahun jarang terjadi. Warga
kulit putih dengan sosial ekonomi
tinggi lebih sering terjangkit dibandingkan warga kulit hitam dengan status
sosial ekonomi yang lebih rendah. Di Inggris, hemoroid terjadi pada 13-36%
populasi. (Loder PB, 1994; 81: 946-954).
IV.
ETIOLOGI
Penyebab terjadinya wasir bermacam-macam. Wasir
dapat diturunkan secara genetik, atau karena memang lemahnya pembuluh darah
vena di rektum atau anus, atau juga dapat disebabkan karena terlalu sering dan
kuat mengedan (kesulitan buang air besar atau diare). Duduk yang terlalu lama
juga dapat menyebabkan terjadinya wasir. Hipertensi (darah tinggi), obesitas
(kegemukan), dan gaya hidup yang malas (tidak aktif) juga merupakan salah satu
pencetus terjadinya wasir. Konsumsi alkohol dan kopi dalam jumlah banyak dan
sering juga merupakan salah satu faktor pencetus. Alkohol dapat menyebabkan
penyakit hati yang pada akhirnya akan menimbulkan penyumbatan aliran pembuluh
darah pada rektum atau anus, sedangkan mengkonsumsi terlalu banyak kopi dapat
menyebabkan hipertensi. Keadaan dehidrasi (kekurangan cairan) dapat juga
menjadi faktor penyebab. Dehidrasi dapat menyebabkan tinja yang keras dan kesulitan
buang air besar. Kekurangan vitamin E merupakan faktor yang lainnya.
(Simadibrata
M, 2006 hal 397- 399).
V.
FAKTOR
RESIKO ( Pigot F, 2005)
a. Kurangnya
konsumsi makanan berserat. Serat makanan yang tinggi mampu mencegah dan
mengobati konstipasi apabila diiringi dengan peningkatan intake cairan yang
cukup setiap hari. Konsumsi cairan dapat membantu kerja serat makanan dalam
tubuh. Suatu studi meta-analisis di Barcelona menyimpulkan bahwa kebiasaan
mengonsumsi serat akan menurunkan gejala dan perdarahan pada hemorrhoid.
b. Konstipasi
Konstipasi berarti pelannya pergerakan tinja
melalui usus besar yang disebabkan oleh tinja yang kering dan keras pada colon descenden yang
menumpuk karena absorpsi cairan yang berlebihan.Pada konstipasi diperlukan
waktu mengejan yang lebih lama. Tekanan yang keras saat
mengejan dapat mengakibatkan trauma berlebihan pada plexus hemorrhoidalis
sehingga menyebabkan hemorrhoid.
Beberapa
penyebab konstipasi antara lain :
·
Peningkatan stress psikologis
Emosi
yang kuat diperkirakan menyebabkan konstipasi dengan menghambat gerak
peristaltik usus melalui kerja epinefrin dan sistem syaraf simpatis. Stress
juga dapat menyebabkan usus spastik (spastik/konstipasi hipertonik atau iritasi
colon).
·
Ketidaksesuaian diet
Makanan
yang lunak akan menghasilkan suatu produk yang tidak cukup untuk merangsang
refleks pada proses defekasi. Makan makanan yang rendah serat seperti; beras,
telur dan daging segar akan membuat makanan tersebut bergerak lebih lambat di
saluran cerna. Namun dengan meningkatkan intake cairan dapat mempercepat
pergerakan makanan tersebut di saluran cerna.
·
Penggunaan obat-obatan
Obat-obatan
seperti ; morfin, codein, obat-obatan adrenergik dan antikolinergik lain dapat
memperlambat pergerakan colon melalui mekanisme kerja sistem syaraf pusat
sehingga dapat menyebabkan konstipasi.
·
Usia lanjut
Pada
orang lanjut usia terjadi penyerapan air yang berlebihan pada saluran cerna.
Sehingga konsistensi tinja yang dikeluarkan menjadi keras.
c. Usia
Pada
usia tua terjadi degenerasi dari jaringan-jaringan tubuh, otot sphincter pun
juga menjadi tipis dan atonis. Karena sphincternya lemah maka dapat timbul
prolaps. Selain itu pada usia tua juga sering terjadi sembelit yang dikarenakan
penyerapan air yang berlebihan pada saluran cerna. Hal tersebut menyebabkan
konsistensi tinja menjadi keras. Sehingga terjadi penekanan berlebihan pada
plexus hemorrhoidalis yang dipicu oleh proses mengejan untuk mengeluarkan
tinja.
d. Keturunan
Adanya
kelemahan dinding vena di daerah anorektal yang didapat sejak lahir akan
memudahkan terjadinya hemorrhoid setelah
mendapat paparan tambahan seperti mengejan terlalu kuat atau terlalu lama,
konstipasi, dan lain-lain.
e. Tumor
abdomen
Tumor
abdomen yang memiliki pengaruh besar terhadap kejadian hemorrhoid adalah tumor
di daerah pelvis seperti tumor ovarium,
tumor rektal, dan lain-lain. Tumor ini dapat menekan vena sehingga alirannya
terganggu dan menyebabkan pelebaran plexus hemorrhoidalis.
f. Pola
buang air besar yang salah
Pemakaian
jamban duduk juga dapat meningkatkan insidensi hemorrhoid. Menurut dr. Eka
Ginanjar, dengan pemakaian jamban yang duduk posisi usus dan anus tidak dalam
posisi tegak. Sehingga akan menyebabkan tekanan dan gesekan pada vena di daerah
rektum dan anus. Berbeda halnya pada penggunaan jamban jongkok. Posisi jongkok
saat defekasi dapat mencegah terjadinya konstipasi yang secara tidak langsung
dapat mencegah terjadinya hemorrhoid. Hal tersebut dikarenakan pada posisi
jongkok, valvula ilicaecal yang terletak antara usus kecil dan caecum dapat
menutup secara sempurna sehingga tekanan dalam colon cukup untuk mengeluarkan
feses. Selain itu menghindari kebiasaan untuk menunda ke jamban ketika sudah
dirasa ingin buang air besar juga dapat menurunkan kejadian konstipasi.
g. Kurang
intake cairan
Kurangnya
intake cairan setiap hari dapat meningkatkan kejadian hemorrhoid. Hal tersebut
dikarenakan, kurangnya intake cairan dapat menyebabkan tinja menjadi keras
sehingga seseorang akan cenderung mengejan untuk mengeluarkan tinja tersebut.
Sementara itu, proses mengejan tersebut dapat meningkatkan tekanan pada plexus
hemorrhoidalis. Dengan intake cairan yang cukup setiap harinya dapat membantu
melunakkan tinja dan membersihkan usus. Sehingga tidak perlu mengejan untuk
mengeluarkan tinja.
h. Kurang
aktivitas fisik
Kebiasaan
melakukan gerakan ringan dapat mengurangi frekuensi untuk duduk dan merupakan
salah satu pencegahan dari kekambuhan hemorrhoid. Selain itu dengan melakukan
olahraga yang ringan seperti berenang dan menggerakkan daerah perut diharapkan
dapat melemaskan dan mengurangi ketegangan dari otot. Namun dengan melakukan
aktivitas yang terlalu berat seperti mengangkat benda berat akan meningkatkan
risiko kejadian hemorrhoid. Hal tersebut dikarenakan terjadi peregangan
musculus sphincter ani yang berulang sehingga ketika penderita mengejan akan terjadi
peregangan yang bertambah buruk.
i.
Kehamilan
Peningkatan
hormon progesteron pada wanita hamil akan mengakibatkan peristaltik saluran
pencernaan melambat dan otot-ototnya berelaksasi. Sehingga akan mengakibatkan
konstipasi yang akan memperberat sistem vena. Pelebaran vena pada wanita hamil
juga dapat dipicu oleh penekanan bayi atau fetus pada rongga abdomen. Selain
itu proses melahirkan juga dapat menyebabkan hemorrhoid karena adanya penekanan
yang berlebihan pada plexus hemorrhoidalis.
VI.
KLASIFIKASI
HEMOROID
Hemorrhoid dibagi menjadi 2 tipe :
a.
Hemorrhoid eksterna
Merupakan
wasir yang timbul pada daerah yang dinamakan anal verge, yaitu daerah ujung
dari anal kanal (anus). Wasir jenis ini dapat terlihat dari luar tanpa
menggunakan alat apa-apa. Biasanya akan menimbulkan keluhan nyeri. Dapat
terjadi pembengkakan dan iritasi. Jika terjadi iritasi, gejala yang ditimbulkan
adalah berupa gatal. Wasir jenis ini rentan terhadap trombosis (penggumpalan
darah). Jika pembuluh darah vena pecah yang mengalami kelainan pecah, maka
penggumpalan darah akan terjadi sehingga akan menimbulkan keluhan nyeri yang
lebih hebat. ( Yanuardani
MT, 2007).
b.
Hemorrhoid
interna
Merupakan
wasir yang muncul didalam rektum. Biasanya wasir jenis ini tidak nyeri. Jadi
kebanyakan orang tidak menyadari jika mempunyai wasir ini. Perdarahan dapat
timbul jika mengalami iritasi. Perdarahan yang terjadi bersifat menetes. Jika
wasir jenis ini tidak ditangani, maka akan menjadi prolapsed and strangulated
hemorrhoids.
·
Prolapsed hemorrhoid adalah wasir yang
“nongol” keluar dari rektum.
·
Strangulated hemorrhoid merupakan suatu
keadaan terjepitnya prolapsed hemorrhoid karenaotot disekitar anus
berkontraksi. Hal ini menyebabkan terperangkapnya wasir dan terhentinya pasokan
darah, yang pada akhirnya akan menimbulkan kematian jaringan yang dapat terasa
nyerisekali. (Yanuardani
MT, 2007)
Hemorrhoid interna dapat dikelompokkan menjadi :
Grade I : wasir tidak keluar dari
rektum
Grade II : wasir prolaps (keluar dari
rektum) pada saat mengedan, namun dapat masukkembali secara spontan
Grade III : wasir prolaps saat
mengedan, namun tidak dapat masuk kembali secara spontan harus secara manual
(didorong kembali dengan tangan)
Grade IV : wasir mengalami prolaps
namun tidak dapat dimasukkan kembali
(Pearl K , 2004).
VII.
DIAGNOSIS
a.
Anamnesis
Pada
anamnesis biasanya didapati bahwa pasien menemukan adanya darah segar pada saat
buang air besar. Selain itu pasien juga akan mengeluhkan adanya gatal-gatal
pada daerah anus. Pada derajat II hemoroid internal pasien akan merasakan
adanya masa pada anus dan hal ini membuatnya tak nyaman. Pasien akan
mengeluhkan nyeri pada hemoroid derajat IV yang telah mengalami trombosis. (Canan, 2002).
Perdarahan
yang disertai dengan nyeri dapat mengindikasikan adanya trombosis hemoroid
eksternal, dengan ulserasi thrombus pada kulit. Hemoroid internal biasanya
timbul gejala hanya ketika mengalami prolapsus sehingga terjadi ulserasi,
perdarahan, atau trombosis. Hemoroid eksternal bisa jadi tanpa gejala atau
dapat ditandai dengan rasa tak nyaman, nyeri akut, atau perdarahan akibat
ulserasi dan thrombosis.
(Wexner,
Person, dan Kaidar-person, 2006).
b.
Pemeriksaan
fisik
Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembengkakan vena yang mengindikasikan
hemoroid eksternal atau hemoroid internal yang mengalami prolaps. Hemoroid
internal derajat I dan II biasanya tidak dapat terlihat dari luar dan cukup
sulit membedakannya dengan lipatan mukosa melalui pemeriksaan rektal kecuali
hemoroid tersebut telah mengalami trombosis.
(Canan,
2002). Daerah
perianal juga diinspeksi untuk melihat ada atau tidaknya fisura, fistula,
polip, atau tumor. Selain itu ukuran, perdarahan, dan tingkat keparahan
inflamasi juga harus dinilai.
(Nisar
dan Scholefield, 2003).
c.
Pemeriksaan
penunjang
Anal
canal dan rektum diperiksa dengan menggunakan anoskopi dan sigmoidoskopi.
Anoskopi dilakukan untuk menilai mukosa rektal dan mengevaluasi tingkat pembesaran
hemoroid. Side-viewing
pada anoskopi merupakan instrumen yang optimal dan tepat untuk mengevaluasi hemoroid
( Halverson, 2007 ).
Gejala
hemoroid biasanya bersamaan dengan inflamasi pada anal canal dengan derajat
berbeda. Dengan menggunakan sigmoidoskopi, anus dan rektum dapat dievaluasi
untuk kondisi lain sebagai diagnosa banding untuk perdarahan rektal dan rasa
tak nyaman seperti pada fisura anal dan fistula, kolitis, polip rektal, dan
kanker. Pemeriksaan dengan menggunakan barium enema X-ray ataukolonoskopi harus
dilakukan pada pasien dengan umur di atas 50 tahun dan pada pasien dengan
perdarahan menetap setelah dilakukan pengobatan terhadap hemoroid. (Canan,
2002).
Diagnosis
banding :
Diagnosis
banding dari hemorrhoid adalah sebagai berikut :
a. Perdarahan
Antara
lain karsinoma kolon- rectal, penyakit divertikel seperti diverkulitas, olitis
ulserosa, dan polip. Bila dicurigai adanya penyakit- penyakit tersebut maka
diperlukan pemeriksaan sigmoidoskopi atau kolon in loop. (Kaidar-Person dkk, 2007).
b. Benjolan
Antara
lain karsinoma anorektal atau prolaps recti/ procidentia. Pada procidentia,
seluruh dinding akan propels, sedangkan pada hemoroid hanya mukosa saja yang
prolaps. (Kaidar-Person
dkk, 2007).
VIII.
PENATALAKSANAAN
A. Penatalaksanaan
Medis
1.
Obat yang memperbaiki
defekasi
Terdapat dua macam obat yaitu suplement serat (fiber suplement)
dan pelicin tinja (stool softener). Suplemen serat komersial yang yang
banyak dipakai antara lain psylium atau isphaluga Husk (ex.:
Vegeta, Mulax, Metamucil, Mucofalk) yang berasal dari kulit biji plantago ovate
yang dikeringkan dan digiling menjadi bubuk. Obat ini bekerja dengan cara
membesarkan volume tinja dan meningkatkan peristaltik usus. Efek samping antara
lain ketut dan kembung. Obat kedua adalah laxant atau pencahar (ex.: laxadine,
dulcolax, dll). ( Simadibrata M , 2006).
·
Interaksi Obat :
- Mulax berinteraksi dengan digoxin, Fe, Antikoagulan
- Laxadine berinteraksi dengan minyak mineral dapat mengganggu
absorbsi vitamin yang larut dalam lemak.
2.
Obat simptomatik
Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal,
nyeri, atau kerusakan kulit di daerah anus. Jenis sediaan misalnya Anusol,
Boraginol N/S dan Faktu. Sediaan yang mengandung kortikosteroid digunakan untuk
mengurangi radang daerah hemoroid atau anus. Contoh obat misalnya Ultraproct N,
Anusol HC, Scheriproct. ( Simadibrata M ,
2006).
3.
Obat penghenti
perdarahan
Perdarahan menandakan adanya luka pada dinding anus atau pecahnya
vena hemoroid yang dindingnya tipis. Psyllium, citrus bioflavanoida yang
berasal dari jeruk lemon dan paprika berfungsi memperbaiki permeabilitas
dinding pembuluh darah. ( Simadibrata M ,
2006).
4.
Obat penyembuh dan
pencegah serangan
Menggunakan Ardium 500 mg dan plasebo 3×2 tablet selama 4 hari,
lalu 2×2 tablet selama 3 hari. Pengobatan ini dapat memberikan perbaikan
terhadap gejala inflamasi, kongesti, edema, dan prolaps.
( Simadibrata M , 2006).
B. Penatalaksanaan
non Bedah
1. Sclerotherapy
Merupakan terapi
pilihan yang direkomendasikan untuk hemoroid grade I dan II. Injeksi senyawa
kimia ditujukan untuk memfiksasi mukosa melalui proses fibrosis. Larutan yang
digunakan ialah fenol 5% dalam minyak, minyak nabati, quinine, dan urea
hydrochloride atau larutan garam hipertonis. Perlu diperhatikan bahwa injeksi
dilakukan ke dalam submukosa pada dasar jaringan hemoroid dan bukan ke dalam
hemoroid itu sendiri jika tidak akan menyebabkan rasa sakit pada abdomen.
Kesalahan injeksi juga akan menyebabkan ulserasi atau nekrosis mukosa.
Anibiotik profilaksis diberikan pada pasien gangguan hati atau imunodefisiensi
karena kemungkinan terjadi infeksi bakteri setelah skleroterapi. (Adami B, 1981).
2. Rubber
Band Ligation
Merupakan terapi yang
sederhana, cepat, dan efektif untuk pasien hemoroid grade I dan II dan beberapa
pasien grade III. Ligasi pada jaringan hemoroid denga suatu karet dapat
menyebabkan nekrosis iskemik dan bekas luka, yang akan menyebabkan fiksasi ke
dinding rektal. (Jutabha R, 2009).
3. Infrared
Coagulation
Infrared coagulator
menghasikan radiasi infrared yang mengkoagulasi jaringan dan mengevaporasi air
dalam sel, menyebabkan mengecilnya massa hemoroid. Alat ini diaplikasikan pada
dasar hemoroid melalui anoskopi dan waktu kontak yang disarankan ialah 1-1,5
detik, tergantung intensitas dan panjang gelombang koagulator. Dibandingkan
dengan skleroterapi, IRC tidak tergantung pada teknik pelaksanaan nya dan
menghindari komplikasi karena kesalahan injeksi sklerosan. Walaupun IRC cepat
dan aman, tetapi tidak cocok untuk prolaps hemoroid. (Kaidar-Person O, 2007).
4. Radiofrequency
Ablation
Merupakan metode penanganan hemoroid yang relatif baru.
Sebuah bola elektroda dihubungkan dengan generator radiofrekuensi yang
ditempatkan pada jaringan hemoroid dan menyebabkan jaringan yang berkontak
mengalami koagulasi dan evaporasi. Dengan metoda ini, komponen pembuluh darah
pada hemoroid akan berkurang dan massa jaringan hemoroid akan mengalami
fibrosis. (Gupta PJ, 2004).
C. Penatalaksanaan
Bedah
1. Hemorrhoidectomy
Tindakan
ini merupakan tindakan pembedahan. Namun banyak pasien yang mengeluhkan nyeri
yang hebat setelah dilakukan operasi ini. Untuk itu, tindakan ini dilakukan
sebaiknya untuk hemorrhoid interna grade IV saja. (Lohsiriwat
V, 2009).
2. Plication
Metode ini mampu
mengembalikan bantalan anus ke posisi normal tanpa eksisi. Metode ini dapat
menimbulkan pendarahan dan nyeri pelvis.
(Acheson AG, 2008).
3. Stapled
Hemorrhoidopexy
Metode ini telah
diperkenalkan sejak 1998. Prosedur ini
mengurangi prolaps jaringan hemoroid dengan eksisi. (Burch J,
2009).
IX.
PENCEGAHAN
1.
Minum air sebanyak 6- 8 gelas perhari,
makan makanan yang mengandung banyak serat (buah, sayuran, sereal, suplemen
serat, dll) sekitar 20-25 gram sehari
2.
Olahraga
3.
Mengurangi mengedan
4.
Menghindari penggunaan laksatif
(perangsang buang air besar)
5.
Membatasi mengedan sewaktu buang air
besar.
6.
Penggunaan celana dalam yang ketat dapat
mencetuskan terjadinya wasir dan dapat mengiritasi wasir yang sudah ada.
7. Penggunaan
jamban jongkok juga sebaiknya dihindari.
(Nagie , 2007).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar