Defenisi
Penyakit
Hematemesis
adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran feses atau tinja yang
berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya pendarahan saluran
pencernaan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau
kontak antara darah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga
dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal.
Melena
adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal dan lengket yang
menunjukkan perdarahan saluran pencernaan bagian atas serta dicernanya darah
pada usus.Warna merah gelap atau hitam berasal dari konversi Hb menjadi hematin
oleh bakteri setelah 14 jam. Sumber perdarahannya berasal dari saluran cerna
bagian atas.
Biasanya
terjadi hematemesis bila ada perdarahan di daerah proksimal jejunum dan melena
dapt terjadi tersendiri atau bersama-sam dengan hematemesis. Paling sedikit
terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru dijumpai keadaan melena. Banyaknya
darah yang keluar selama hematemesis atau melena sulit dipakai sebgai patokan
untuk untuk menduga besar kecilnya perdarahan saluran cerna bagian atas.
Hematemesis dan melena merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan
perawatan segera di rumah sakit.
Hemtemesis
melena = perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) = Gastrointestinal
bleeding.
II.
Prevalensi
Penyakit
Selama periode Januari 2003
– Desember 2005 telah dilakukan pemeriksaan endoskopi pada 224 orang penderita
terdiri dari 90 wanita dan 134 laki-laki. Usia terbanyak adalah kelompok usia
41-50 tahun (28,9%), disusul usia 51-60 tahun (18,3%) sedangkan usia diatas 70
tahun sebesar 9,4% dan usia 21-30 tahun sebesar 8,9. Tingkat kejadian Hematemesis melena disebabkan oleh Peptic ulcers sekitar 40 % dari seluruh kasus. Penyebab
lainnya seperti erosi gastric (15 % - 25 % dari kasus), perdarahan varises
(5 % - 25 % dari kasus), dan Mallory-Weiss Tear (5 % - 15 % dari
kasus). Penggunaan aspirin ataupun NSAIDs memiliki prevalensi
sekitar 45 % hingga 60 % dari keseluruhan kasus perdarahan akut.
III.
Patofisiologi
Pada gagal hepar
sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan ppeningkatan tekanan
vena porta. Sebagai akibatnya tebentuk saluran kolateral dalam submukosa
esofagus, lambung dan rectum serta pada dinding abdomen anterior yang lebih
kecil dan lebih mudah untuk mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi
hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi
mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah disebut varises. Varises dapat
pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya dapat
mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus balik ke jantung, dan
penurunan perfusi jaringan, tubuh melakukan mekanisme kompensasi untuk mencoba
mempertahankan perfusi. Mekanisme ini merangsang tanda-tanda dan gejala-gejala
utama yang terlihat pada saat pengkajian awal. Jika volume darah digantikan,
penurunan perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi selular. Penurunan aliran
darah akan memberikan efek pada seluruh sistem tubuh, dan tanpa suplai oksigen
yang mencukupi sistem akan mengalami kegagalan.
Pada melena dalm
perjalanannya melalui usus, darah menjadi berwarna gelap bahkan hitam.
Perubahan warna disebabkan oleh HCL lambung, pepsisn dan warna hitam ini diduga
karen adanya pigmen porfirin. Kadang-kadang pada perdarahan saluran cerna
bagian bawah dari usus halus atau kolon asenden, feses dapat berwarna merah
terang/gelap.
Diperkirakan darah yang
muncul dari duodenum dan jejunum akan tertahan pada saluran cerna sekitar 6-8
jam untuk merubah warna feses menjadi hitam. Paling sedikit perdarahan sebnyak
50-100 cc baru dijumpai keadaan melena. Feses tetap berwarna hitam seperti ter
selama 48-72 jam setelah perdarahan berhenti. Ini bukan berarti keluarnya feses yang berwarna hitam tersebut
menandakan masih berlangsung. Darah yang tersembunyi terdapat pada feses selama
7-10 hari setelah episode
perdarahan tunggal.
IV.
Etiologi
1. Kelainan
di esofagus
a. Varises
esofagus
Penderita
dengan hematemesis melena yang disebabkan pecahnya varises esofagus, tidak
pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di epigastrum. Pada umumnya sifat
perdarahan timbul spontan dan massif. Darah yang dimuntahkan berwarna
kehitam-hitaman dan tidak membeku karen sudah tecampur dengan asam lambung.
b. Karsinoma
esofagus
Karsinoma esofagus sering keluhan
melena daripada hematemesis. Disamping mengeluh disfagia, badan mengurun dan
anemia, hanya seseklai penderita muntah darah dan itupun tidak massif
c. Sindrom
Mallory – Weiss
Sebelum timbul hematemesis
didahului muntah-muntah hebat pada akhirnya baru timbul perdarahan, misalnya
pada peminum alkohol atau pada hamil muda. Biasanya disebabkan oleh karena terlalu
sering muntah-muntah hebat dan terus-menerus.
d. Esofagitis
dan tukak esofagus
Esofagus bila sampai menimbulkan
perdarahan lebih sering intermitten atau kronis dan biasanya ringan, sehingga
lebih sering timbul melena daripada hematemesis. Tukak di esofagus jarang
sekali mengakibatkan perdarahan jika membandingkan dengan tukak lambung dan
duodenum.
2.
Kelainan lambung
a. Gastritis
erisova hemoragika
Hematemesis bersifat tidak masif
dan timbul setelah penderita minum obat-obatan yang menyebabkan iritasi lambung.
Sebelum muntah penderita mengeluh nyeri ulu hati.
b. Tukak
lambung
Penderita mengalami dispepsi berupa
mual, muntah, nyeri ulu hati dan sebelum hematemesis didahului rasa nyeri atau
pedih di epigastrum yang berhubungan dengan makanan. Sifat hematemesis tidak
begitu masif dan melena lebih dominan dari hematemesis
3.
Kelainan darah
Misalnya
polisitemia vera, limfoma, luekimia, anemia, hemofilia, trombositopenia
purpura.
V.
Faktor Resiko
Beberapa factor
resiko yang memicu terjadinya Hematemesis melenan antara lain penggunaan
obat-obat NSAID, stres, kortikosteroid, rokok, asam lambung, infeksi H.Pylori
dapat mengakibatkan erosi pada mukosa lambung sampai mencapai mukosa muskularis
disertai dengan kerusakan kemampuan mukosa untuk mensekresi mukus sebagai
pelindung. Hal ini akan menimbulkan peradangan pada sel yang akan menjadi
granulasi dan akhirnya menjadi ulkus, dan dapat mengakibatkan hemoragi
gastrointestinal.
VI.
Gejala
1.
Muntah darah (hematemesis)
2.
Mengeluarkan tinja kehitaman (melena)
3.
Mengeluarkan darah dari rectum
(hematoskezia)
4.
Denyut nadi yang cepat, TD rendah
5.
Akral teraba dingin dan basah
6.
Nyeri perut
7.
Nafsu makan menurun
8.
Jika terjadi pendarahan yang
berkepanjangan dapat menyebablaan terjadinya gejala anemia, seperti mudah
lelah, pucat, nyeri dada dan pusing.
VII.
Diagnosa
Anamnesis, pemeriksaan fisik dan
laboratorium
Dilakukan anmnesis yang teliti dan bila keadaan umum penderita lamah
atau kesadaran menurun maka dapat diambil aloanamnesis. Perlu ditanyakan
riwayat penyakit dahulu, misalnya hepatitis, penyakit hati menahun,
alkoholisme, penyakit lambung, pemakaian obat-obat ulserogenik dan penyakit
darah seperti: leukemia dan lain-lain. Biasanya pada perdarahan saluran makan
bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus tidak dijumpai adanya
keluhan rasa nyeri atau pedih di daerah epigastrium dan gejala hematemesis
timbul secara mendadak. Dari hasil anamnesis sudah dapat diperkirakan jumlah
perdarahan yang keluar dengan memakai takara yang praktis seperti berapa gelas,
berapa kaleng dan lain-lain.
Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran makan bagian atas yang
perlu diperhatikan adalah keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan darah,
tanda-tanda anemia dan gejala-gejala hipovolemik agar dengan segera diketahui
keadaan yang lebih serius seperti adanya rejatan atau kegagalan fungsi hati.
Disamping itu dicari tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis hepatis, seperti
spider naevi, ginekomasti, eritema palmaris, caput medusae, adanya kolateral,
asites, hepatosplenomegali dan edema tungkai. Berikut adalah data klinik yang biasa diambil saat mendiaknosa
Hematemesis melena :
Yang diukur
|
Nilai Normal
|
Tekanan Darah
|
120 / 80 mmHg
|
Nadi
|
60 – 100
|
Respirasi
|
16 – 20 kali / menit
|
Suhu
|
37 0C
|
Pemeriksaan laboratorium seperti kadar hemoglobin, hematokrit, leukosit,
sediaan darah hapus, golongan darah dan uji fungsi hati segera dilakukan secara
berkala untuk dapat mengikuti perkembangan penderita.
Berikut adalah data pemeriksaan laboratorium terhadap pasien Hematemesis
melena :
Yang di ukur
|
Nilai normal
|
Leukosist
|
5.000 – 10.000 Îœl
|
Hematokrit
|
40 – 48 μL
|
Eritrosit
|
4,5 – 5,5 juta / μL
|
Trombosit
|
150.000 – 400.000 / μL
|
Hemoglobin
|
14 – 17
|
Basofil
|
0 – 1 %
|
Eosinofil
|
1 – 3 %
|
Batang
|
2 – 6 %
|
Segmen
|
50 – 70 %
|
Limfosist
|
20 – 40 %
|
Monosit
|
2 – 8 %
|
SGOT
|
11 – 47 IU / L
|
SGPT
|
7 – 53 IU / L
|
Ureum
|
8 – 25 mg / dL
|
Kreatinin
|
0,5 1,7 mg/dL
|
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk
daerah esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double contrast pada lambung
dan duodenum.
Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada daerah
1/3 distal esofagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari ada/tidaknya
varises. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, dianjurkan pemeriksaan
radiologik ini sedini mungkin, dan sebaiknya segera setelah hematemesis
berhenti.
Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka pemeriksaan secara
endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat asal dan
sumber perdarahan. Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat
dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan biopsi untuk
pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan bagian atas yang
sedang berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan secara darurat atau
sedini mungkin setelah hematemesis berhenti.
Pemeriksaan ultrasonografi dan
scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi penyakit
hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab perdarahan
saluran makan bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan peralatan dan tenaga
khusus yang sampai sekarang hanya terdapat dikota besar saja
VIII. Penatalaksanaan
Setiap penderita
dengan perdarahan saluran cerna bagain atas (SCBA) dalam penatalaksanaan
hematemesis melena ada 2 tindakan yaitu tindakan umum dan khusus. Tindakan umum
bertujuan untuk memperbaiki keadaan umum pasien, apapun penyebab perdarahannya.
Tindakan khusus, biasanya baru dikerjakan setelah diagnosis penyebab perdarahan
sudah dapat dipastikan.
a.
Tindakan Umum
1. Infus dan transfusi darah
Tindakan pertama yang dilakukan
adalali resusitasi, untuk memulihkan keadaan penderita akibat kehilangan cairan
atau syok. Yaitu cairan infus dekstrose 5%
atau Ringer laktat atau NACL O,9% dan transfusi Whole Blood atau
Packed Red Cell
2. Psikoterapi
Sebagai akibat perdarahan yang
banyak, dapat membuat penderita menjadi gelisah. Maka diperlukan psikoterapi.
3. Istirahat mutlak
Istirahat mutlak sangat
dianjurkan, sekurang kurangnya selama 3 hari setelah perdarahan
berhenti.
4. Diet
Dianjurkan puasa jika perdarahan
belum berhenti. Dan penderita mendapat nutrisi secara parenteral total sampai
perdarahan berhenti. Jika perdarahan berhenti, diet biasa dimulai dengan diet cair HI/LI. Selanjutnya secara bertahap diet
beralih ke makanan padat
5. Pemasangan Nasogastric Tube,
kemudian dilakukan lavage Lambung dengan air es yang dimasukkan, di tunggu 5 menit, dan dikeluarkan. Ini dilakukan berulang-ulang
sampai cairan lambung jemih. Tindakan ini biasa diulang 1-2 jam
kemudian jika masih ada perdarahan.
6. Medikamentosa
Antasida cair, untuk menetralkan
asam lambung.
Injeksi Simetidin atau injeksi Ranitidine, yaitu antagonis reseptor H2 untuk
mengurangi sekresi asam lambung. Injeksi Traneksamic acid, jika ada
peningkatan aktifitas fibrinolisin. Injeksi Vitamin K, jika ada
tanda-tanda Sirosis hati. Sterilisasi usus dengan Laktulosa
oral serta Clisma tinggi, jika ada tanda-tanda sirosis hati, ditambahkan
Neomycin atau Kanamycin
b.
Tindakan Khusus
Tindakan
khusus ini ditujukan pada penyebab perdarahan yang dapat dibagi atas dua
penyebab, yaitu karena pecahnya varises esofagus dan bukan karena varises.
1. Pengobatan
perdarahan SCBA non varises :
i.
Injeksi Simetidin
200mg/8jam atau injeksi Ranitidin 50mg/8jam. Jika perdarahan sudah berhenti
dapat diberikan per oral.
ii.
Antasida, dapat
diberikan bila perdarahan sudah berhenti.
iii.
Selain obat-obat di
atas, untuk mengurangi rasa sakit atau pedih dapat diberikan obat golongan anti kolinergik.
iv.
Bila tata cara tersebut
setelah 72 jam pengobatan konservatif tidak berhasil, dan perdarahan masih
tetap berlangsung, maka ini indikasi untuk dilakukan pembedahan.
Penatalaksanaan
farmakologis
i.
Transfusi darah PRC (sesuai perdarahan yang terjadi dan Hb). Pada kasus
vanses transfusi sampai dengan Hb 10gr%, pada kasus non vanses transfusi sampai
dengan Hb 12gr%.
ii.
Sementara
menunggu darah dapat diberikan pengganti plasma (misalnya
dekstran / hemacel) atau NaCl 0,9% atau RL
iii.
Untuk penyebab
non vanses :
1. Injeksi antagonis reseptor H2 atau
penghambat pompa proton.
2. Sitoprotektor : Sukralfat 3-4 x I gram atau Teprenon 3 x I tablet.
3. Antasida.
4. Injeksi vitamin K untuk pasien dengan penyakit hati
kronis atau sirosis hati
iv.
Untuk penyebab
vanses :
1. Somatostatin bolus 250 ug + drip 250 J,lg/jam intravena atau
okreotide (sandostatin) 0,1 mg/2 jam. Pemberian
diberikan sampai perdarahan berhenti atau bila mampu diteruskan 3 hari setelah
skleroterapilligasi varises esofagus.
2. Propanolol, dimulai dosis 2 x 10 mg dosis dapat
ditingkatkan hingga diastolik turon 20 mmHg atau denyut nadi turun 20% (setelah
keadaan -) hematemesis melena (-).
3. Isosorbid dinitrat/mononitrat 2 x 1 tablet/hari hingga
keadaan umum.
4. Metoklorpramid 3 x 10 mg/hari.
5. Bila ada gangguan hemostasis obati sesuai kelainan
v.
Pada pasien
dengan pecah varises/penyakit hati kronik/sirosis hati diberikan :
1. Laktulosa 4 x 1 sendok makan.
2. Neomisin 4 x 500 mg Obat ini diberikan sampai tinja
normal.
IX.
Penatalaksanaan
Non-Farmakologis
1. Istirahat
2. Puasa
3. Diet hati lambung
4. Pasang NGT untuk dekompresi
5. pantau perdarahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar