Google ads

Rabu, 23 September 2015

Hematemesis Melena


 Defenisi Penyakit
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran feses atau tinja yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya pendarahan saluran pencernaan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antara darah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal.
Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal dan lengket yang menunjukkan perdarahan saluran pencernaan bagian atas serta dicernanya darah pada usus.Warna merah gelap atau hitam berasal dari konversi Hb menjadi hematin oleh bakteri setelah 14 jam. Sumber perdarahannya berasal dari saluran cerna bagian atas.
Biasanya terjadi hematemesis bila ada perdarahan di daerah proksimal jejunum dan melena dapt terjadi tersendiri atau bersama-sam dengan hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru dijumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis atau melena sulit dipakai sebgai patokan untuk untuk menduga besar kecilnya perdarahan saluran cerna bagian atas. Hematemesis dan melena merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan perawatan segera di rumah sakit.
Hemtemesis melena = perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) = Gastrointestinal bleeding.

II.                Prevalensi Penyakit
 Selama periode Januari 2003 – Desember 2005 telah dilakukan pemeriksaan endoskopi pada 224 orang penderita terdiri dari 90 wanita dan 134 laki-laki. Usia terbanyak adalah kelompok usia 41-50 tahun (28,9%), disusul usia 51-60 tahun (18,3%) sedangkan usia diatas 70 tahun sebesar 9,4% dan usia 21-30 tahun sebesar 8,9. Tingkat kejadian Hematemesis melena disebabkan oleh Peptic ulcers sekitar 40 % dari seluruh kasus. Penyebab lainnya seperti erosi gastric (15 % - 25 % dari kasus), perdarahan varises (5 % - 25 % dari kasus), dan Mallory-Weiss Tear (5 % - 15 % dari kasus). Penggunaan aspirin ataupun NSAIDs memiliki prevalensi sekitar 45 % hingga 60 % dari keseluruhan kasus perdarahan akut.

III.             Patofisiologi
 Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan ppeningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya tebentuk saluran kolateral dalam submukosa esofagus, lambung dan rectum serta pada dinding abdomen anterior yang lebih kecil dan lebih mudah untuk mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah disebut varises. Varises dapat pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya dapat mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus balik ke jantung, dan penurunan perfusi jaringan, tubuh melakukan mekanisme kompensasi untuk mencoba mempertahankan perfusi. Mekanisme ini merangsang tanda-tanda dan gejala-gejala utama yang terlihat pada saat pengkajian awal. Jika volume darah digantikan, penurunan perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi selular. Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh sistem tubuh, dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi sistem akan mengalami kegagalan.
Pada melena dalm perjalanannya melalui usus, darah menjadi berwarna gelap bahkan hitam. Perubahan warna disebabkan oleh HCL lambung, pepsisn dan warna hitam ini diduga karen adanya pigmen porfirin. Kadang-kadang pada perdarahan saluran cerna bagian bawah dari usus halus atau kolon asenden, feses dapat berwarna merah terang/gelap.
Diperkirakan darah yang muncul dari duodenum dan jejunum akan tertahan pada saluran cerna sekitar 6-8 jam untuk merubah warna feses menjadi hitam. Paling sedikit perdarahan sebnyak 50-100 cc baru dijumpai keadaan melena. Feses tetap berwarna hitam seperti ter selama 48-72 jam setelah perdarahan berhenti. Ini bukan berarti  keluarnya feses yang berwarna hitam tersebut menandakan masih berlangsung. Darah yang tersembunyi terdapat pada feses selama 7-10 hari setelah episode perdarahan tunggal.


IV.             Etiologi

1.      Kelainan di esofagus
a.       Varises esofagus
Penderita dengan hematemesis melena yang disebabkan pecahnya varises esofagus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di epigastrum. Pada umumnya sifat perdarahan timbul spontan dan massif. Darah yang dimuntahkan berwarna kehitam-hitaman dan tidak membeku karen sudah tecampur dengan asam lambung.

b.      Karsinoma esofagus
Karsinoma esofagus sering keluhan melena daripada hematemesis. Disamping mengeluh disfagia, badan mengurun dan anemia, hanya seseklai penderita muntah darah dan itupun tidak massif

c.       Sindrom Mallory – Weiss
Sebelum timbul hematemesis didahului muntah-muntah hebat pada akhirnya baru timbul perdarahan, misalnya pada peminum alkohol atau pada hamil muda. Biasanya disebabkan oleh karena terlalu sering muntah-muntah hebat dan terus-menerus.

d.      Esofagitis dan tukak esofagus
Esofagus bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering intermitten atau kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena daripada hematemesis. Tukak di esofagus jarang sekali mengakibatkan perdarahan jika membandingkan dengan tukak lambung dan duodenum.

2.      Kelainan lambung
a.       Gastritis erisova hemoragika
Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita minum obat-obatan yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum muntah penderita mengeluh nyeri ulu hati.

b.      Tukak lambung
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah, nyeri ulu hati dan sebelum hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrum yang berhubungan dengan makanan. Sifat hematemesis tidak begitu masif dan melena lebih dominan dari hematemesis

3.      Kelainan darah
Misalnya polisitemia vera, limfoma, luekimia, anemia, hemofilia, trombositopenia purpura.

V.                Faktor Resiko
 Beberapa factor resiko yang memicu terjadinya Hematemesis melenan antara lain penggunaan obat-obat NSAID, stres, kortikosteroid, rokok, asam lambung, infeksi H.Pylori dapat mengakibatkan erosi pada mukosa lambung sampai mencapai mukosa muskularis disertai dengan kerusakan kemampuan mukosa untuk mensekresi mukus sebagai pelindung. Hal ini akan menimbulkan peradangan pada sel yang akan menjadi granulasi dan akhirnya menjadi ulkus, dan dapat mengakibatkan hemoragi gastrointestinal.


VI.             Gejala

1.      Muntah darah (hematemesis)
2.      Mengeluarkan tinja kehitaman (melena)
3.      Mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia)
4.      Denyut nadi yang cepat, TD rendah
5.      Akral teraba dingin dan basah
6.      Nyeri perut
7.      Nafsu makan menurun
8.      Jika terjadi pendarahan yang berkepanjangan dapat menyebablaan terjadinya gejala anemia, seperti mudah lelah, pucat, nyeri dada dan pusing.
 
VII.          Diagnosa
 Anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium
Dilakukan anmnesis yang teliti dan bila keadaan umum penderita lamah atau kesadaran menurun maka dapat diambil aloanamnesis. Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu, misalnya hepatitis, penyakit hati menahun, alkoholisme, penyakit lambung, pemakaian obat-obat ulserogenik dan penyakit darah seperti: leukemia dan lain-lain. Biasanya pada perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus tidak dijumpai adanya keluhan rasa nyeri atau pedih di daerah epigastrium dan gejala hematemesis timbul secara mendadak. Dari hasil anamnesis sudah dapat diperkirakan jumlah perdarahan yang keluar dengan memakai takara yang praktis seperti berapa gelas, berapa kaleng dan lain-lain.
Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran makan bagian atas yang perlu diperhatikan adalah keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan darah, tanda-tanda anemia dan gejala-gejala hipovolemik agar dengan segera diketahui keadaan yang lebih serius seperti adanya rejatan atau kegagalan fungsi hati. Disamping itu dicari tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis hepatis, seperti spider naevi, ginekomasti, eritema palmaris, caput medusae, adanya kolateral, asites, hepatosplenomegali dan edema tungkai. Berikut adalah data klinik yang biasa diambil saat mendiaknosa Hematemesis melena :
Yang diukur
Nilai Normal
Tekanan Darah
120 / 80 mmHg
Nadi
60 – 100
Respirasi
16 – 20 kali / menit
Suhu
37 0C

Pemeriksaan laboratorium seperti kadar hemoglobin, hematokrit, leukosit, sediaan darah hapus, golongan darah dan uji fungsi hati segera dilakukan secara berkala untuk dapat mengikuti perkembangan penderita.
Berikut adalah data pemeriksaan laboratorium terhadap pasien Hematemesis melena :
Yang di ukur
Nilai normal
Leukosist
5.000 – 10.000 Îœl
Hematokrit
40 – 48 μL
Eritrosit
4,5 – 5,5 juta / μL
Trombosit
150.000 – 400.000 / μL
Hemoglobin
14 – 17
Basofil
0 – 1 %
Eosinofil
1 – 3 %
Batang
2 – 6 %
Segmen
50 – 70 %
Limfosist
20 – 40 %
Monosit
2 – 8 %
SGOT
11 – 47 IU / L
SGPT
7 – 53 IU / L
Ureum
8 – 25 mg / dL
Kreatinin
0,5 1,7 mg/dL

Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk daerah esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double contrast pada lambung dan duodenum.
Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada daerah 1/3 distal esofagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari ada/tidaknya varises. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, dianjurkan pemeriksaan radiologik ini sedini mungkin, dan sebaiknya segera setelah hematemesis berhenti.

Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka pemeriksaan secara endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat asal dan sumber perdarahan. Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan biopsi untuk pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan bagian atas yang sedang berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan secara darurat atau sedini mungkin setelah hematemesis berhenti.

Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab perdarahan saluran makan bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan peralatan dan tenaga khusus yang sampai sekarang hanya terdapat dikota besar saja

 
VIII.       Penatalaksanaan

Setiap penderita dengan perdarahan saluran cerna bagain atas (SCBA) dalam penatalaksanaan hematemesis melena ada 2 tindakan yaitu tindakan umum dan khusus. Tindakan umum bertujuan untuk memperbaiki keadaan umum pasien, apapun penyebab  perdarahannya.
Tindakan  khusus,  biasanya  baru dikerjakan  setelah diagnosis penyebab perdarahan sudah dapat dipastikan.
a.         Tindakan Umum
1.      Infus dan transfusi darah
Tindakan pertama yang dilakukan adalali resusitasi, untuk memulihkan keadaan penderita akibat kehilangan cairan atau syok. Yaitu cairan infus dekstrose 5% atau  Ringer laktat atau NACL O,9% dan transfusi Whole Blood atau Packed Red Cell
2.      Psikoterapi
Sebagai akibat perdarahan yang banyak, dapat membuat penderita menjadi       gelisah.  Maka diperlukan psikoterapi.
3.      Istirahat mutlak
Istirahat mutlak sangat dianjurkan, sekurang kurangnya selama 3 hari setelah  perdarahan berhenti.
 
4.      Diet
Dianjurkan puasa jika perdarahan belum berhenti. Dan penderita mendapat nutrisi secara parenteral total sampai perdarahan berhenti. Jika perdarahan berhenti, diet biasa dimulai dengan diet cair HI/LI. Selanjutnya secara bertahap diet beralih ke makanan padat
5.      Pemasangan Nasogastric Tube, kemudian dilakukan lavage Lambung dengan air es yang dimasukkan, di tunggu 5 menit, dan dikeluarkan. Ini dilakukan berulang-ulang sampai cairan lambung jemih. Tindakan ini biasa  diulang 1-2 jam kemudian jika masih ada perdarahan.
6.      Medikamentosa
Antasida cair, untuk menetralkan asam lambung.
Injeksi Simetidin atau injeksi Ranitidine, yaitu antagonis reseptor H2 untuk mengurangi sekresi asam lambung.  Injeksi Traneksamic acid, jika ada peningkatan aktifitas fibrinolisin.  Injeksi Vitamin K, jika ada tanda-tanda Sirosis hati.  Sterilisasi usus dengan Laktulosa oral serta Clisma tinggi, jika ada tanda-tanda sirosis hati, ditambahkan Neomycin atau Kanamycin
 b.        Tindakan Khusus
Tindakan khusus ini ditujukan pada penyebab perdarahan yang dapat dibagi atas dua penyebab, yaitu karena pecahnya varises esofagus dan bukan karena varises.
1.      Pengobatan perdarahan SCBA non varises :
        i.            Injeksi Simetidin 200mg/8jam atau injeksi Ranitidin 50mg/8jam. Jika perdarahan sudah berhenti dapat diberikan per oral.
      ii.            Antasida, dapat diberikan bila perdarahan sudah berhenti.
    iii.            Selain obat-obat di atas, untuk mengurangi rasa sakit atau pedih dapat diberikan      obat golongan anti kolinergik.
    iv.            Bila tata cara tersebut setelah 72 jam pengobatan konservatif tidak berhasil, dan perdarahan masih tetap berlangsung, maka ini indikasi untuk dilakukan pembedahan.
 Penatalaksanaan farmakologis
      i.          Transfusi darah PRC (sesuai perdarahan yang terjadi dan Hb). Pada kasus vanses transfusi sampai dengan Hb 10gr%, pada kasus non vanses transfusi sampai dengan Hb 12gr%.
    ii.          Sementara menunggu darah dapat diberikan pengganti plasma (misalnya dekstran / hemacel) atau NaCl 0,9% atau RL
  iii.          Untuk penyebab non vanses :
1.    Injeksi antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton.
2.    Sitoprotektor : Sukralfat 3-4 x I gram atau Teprenon 3 x I tablet.
3.    Antasida.
4.    Injeksi vitamin K untuk pasien dengan penyakit hati kronis atau sirosis hati
 
  iv.          Untuk penyebab vanses :
1.    Somatostatin bolus 250 ug + drip 250 J,lg/jam intravena atau okreotide (sandostatin) 0,1 mg/2 jam. Pemberian diberikan sampai perdarahan berhenti atau bila mampu diteruskan 3 hari setelah skleroterapilligasi varises esofagus.
2.    Propanolol, dimulai dosis 2 x 10 mg dosis dapat ditingkatkan hingga diastolik turon 20 mmHg atau denyut nadi turun 20% (setelah keadaan -) hematemesis melena  (-).
3.    Isosorbid dinitrat/mononitrat 2 x 1 tablet/hari hingga keadaan umum.
4.    Metoklorpramid 3 x 10 mg/hari.
5.    Bila ada gangguan hemostasis obati sesuai kelainan
    v.          Pada pasien dengan pecah varises/penyakit hati kronik/sirosis hati diberikan :
1.    Laktulosa 4 x 1 sendok makan.
2.    Neomisin 4 x 500 mg Obat ini diberikan sampai tinja normal.

IX.             Penatalaksanaan Non-Farmakologis
        1.      Istirahat
       2.      Puasa
       3.      Diet hati lambung
       4.      Pasang NGT untuk dekompresi
       5.      pantau perdarahan















Tidak ada komentar:

Google Ads