Fermentasi
berasal dari kata latin “fervere” yang berarti mendidih yang menunjukkan
adanya aktivitas pada ekstrak buah-buahan atau larutan malt biji-bijian.
Kelihatan seperti mendidih karena terbentuknya gelembung-gelembung CO2
akibat dari proses katabolisme secara anaerobik dari gula yang ada dalam
ekstrak (Sa’adah et al, 2010).
Fermentasi ialah proses
perubahan suatu senyawa menjadi senyawa lain menggunakan mikroorganisme dalam
kondisi aerobik atau anaerobik. Berdasarkan kadar substrat dan air, fermentasi
dibagi menjadi dua tipe, yaitu fermentasi kultur terendam (kadar air sekitar
90%) dan fermentasi substrat padat (kadar air 40-75 %). Proses fermentasi hasil
samping tanaman perkebunan (bungkil inti sawit dan kelapa), tanaman pangan
(dedak padi dan polard gandum), serta industri pertanian (kulit singkong,
onggok dari pabrik tapioka) untuk bahan pakan umumnya dilakukan dengan
fermentasi substrat padat. Fermentasi substrat padat dinilai lebih baik, karena
volume proses fermentasi lebih rendah dibandingkan kultur terendam yang
mengandung kadar air lebih tinggi. Pemanenan pada fermentasi substrat padat
lebih sederhana, karena tak perlu memisahkan sel mikroorganisme dengan sisa
substrat, sedangkan pada kultur terendam dibutuhkan pemisahan sel dengan
sentrifugasi atau filtrasi. Pemisahan sel tentunya akan meningkatkan biaya
produksi. Sisa substrat pada proses fermentasi substrat padat tetap mempunyai
nilai gizi sebagai bahan pakan, karena mengandung molekul polimer substrat yang
lebih sederhana atau lebih mudah tercerna dan mengandung enzim hidrolisis
(Stephanie dan Purwadaria, 2013).
Menurut Sa’adah et al (2010) melaporkan bahwa
mikroorganisme yang tumbuh melalui sistem fermentasi padat berada pada kondisi
pertumbuhan di bawah habitat alaminya, mikroorganisme tersebut dapat
menghasilkan enzim dan metabolisme yang lebih efisien dibandingkan dengan
sistem fermentasi cair. Sistem fermentasi padat memiliki lebih banyak manfaat
dibandingkan dengan sistem fermentasi cair, diantaranya tingkat
produktivitasnya tinggi, tekniknya sederhana, biaya investasi rendah, kebutuhan
energi rendah, jumlah air yang dibuang sedikit, recovery produknya lebih baik,
dan busa yang terbentuk sedikit. Sistem fermentasi padat ini dilaporkan lebih
cocok digunakan di negara-negara berkembang. Manfaat lain dari sistem
fermentasi padat adalah murah dan substratnya mudah didapat, seperti produk
pertanian dan industri makanan.
Pada
fermentasi substrat padat terjadi peristiwa biodegradasi senyawa polimer karena
aktivitas metabolisme mikroorganisme. Mikroorganisme yang digunakan dapat
berupa bakteri maupun fungi (kapang). Fungi lebih disarankan untuk substrat
seperti kulit singkong karena miselia fungi dapat meliputi substrat selama
pertumbuhannya sambil mengekskresikan enzim hidrolisis yang dapat mengurai
lignin, selulosa, dan hemiselulosa yang terdapat pada kulit singkong. Panus tigrinus diketahui dapat
menghasilkan peroksidase, lakase, selobiase, endoglukanase, dan xilanase
(Stephanie dan Purwadaria, 2013).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar