Google ads

Kamis, 17 September 2015

Fermentasi Substrat Padat

          
Fermentasi berasal dari kata latin “fervere” yang berarti mendidih yang menunjukkan adanya aktivitas pada ekstrak buah-buahan atau larutan malt biji-bijian. Kelihatan seperti mendidih karena terbentuknya gelembung-gelembung CO2 akibat dari proses katabolisme secara anaerobik dari gula yang ada dalam ekstrak (Sa’adah et al, 2010).
Fermentasi ialah proses perubahan suatu senyawa menjadi senyawa lain menggunakan mikroorganisme dalam kondisi aerobik atau anaerobik. Berdasarkan kadar substrat dan air, fermentasi dibagi menjadi dua tipe, yaitu fermentasi kultur terendam (kadar air sekitar 90%) dan fermentasi substrat padat (kadar air 40-75 %). Proses fermentasi hasil samping tanaman perkebunan (bungkil inti sawit dan kelapa), tanaman pangan (dedak padi dan polard gandum), serta industri pertanian (kulit singkong, onggok dari pabrik tapioka) untuk bahan pakan umumnya dilakukan dengan fermentasi substrat padat. Fermentasi substrat padat dinilai lebih baik, karena volume proses fermentasi lebih rendah dibandingkan kultur terendam yang mengandung kadar air lebih tinggi. Pemanenan pada fermentasi substrat padat lebih sederhana, karena tak perlu memisahkan sel mikroorganisme dengan sisa substrat, sedangkan pada kultur terendam dibutuhkan pemisahan sel dengan sentrifugasi atau filtrasi. Pemisahan sel tentunya akan meningkatkan biaya produksi. Sisa substrat pada proses fermentasi substrat padat tetap mempunyai nilai gizi sebagai bahan pakan, karena mengandung molekul polimer substrat yang lebih sederhana atau lebih mudah tercerna dan mengandung enzim hidrolisis (Stephanie dan Purwadaria, 2013).
Menurut Sa’adah et al (2010) melaporkan bahwa mikroorganisme yang tumbuh melalui sistem fermentasi padat berada pada kondisi pertumbuhan di bawah habitat alaminya, mikroorganisme tersebut dapat menghasilkan enzim dan metabolisme yang lebih efisien dibandingkan dengan sistem fermentasi cair. Sistem fermentasi padat memiliki lebih banyak manfaat dibandingkan dengan sistem fermentasi cair, diantaranya tingkat produktivitasnya tinggi, tekniknya sederhana, biaya investasi rendah, kebutuhan energi rendah, jumlah air yang dibuang sedikit, recovery produknya lebih baik, dan busa yang terbentuk sedikit. Sistem fermentasi padat ini dilaporkan lebih cocok digunakan di negara-negara berkembang. Manfaat lain dari sistem fermentasi padat adalah murah dan substratnya mudah didapat, seperti produk pertanian dan industri makanan.
Pada fermentasi substrat padat terjadi peristiwa biodegradasi senyawa polimer karena aktivitas metabolisme mikroorganisme. Mikroorganisme yang digunakan dapat berupa bakteri maupun fungi (kapang). Fungi lebih disarankan untuk substrat seperti kulit singkong karena miselia fungi dapat meliputi substrat selama pertumbuhannya sambil mengekskresikan enzim hidrolisis yang dapat mengurai lignin, selulosa, dan hemiselulosa yang terdapat pada kulit singkong. Panus tigrinus diketahui dapat menghasilkan peroksidase, lakase, selobiase, endoglukanase, dan xilanase (Stephanie dan Purwadaria, 2013).

Tidak ada komentar:

Google Ads