Google ads

Rabu, 23 September 2015

Enzim selulase

Enzim
Enzim adalah golongan protein yang paling banyak terdapat dalam sel hidup dan mempunyai fungsi penting sebagai biokatalisator, yang dapat mengkatalis reaksi biokimia secara spesifik dalam proses metabolisme. Enzim bekerja sangat spesifik terhadap substratnya dan enzim mempercepat reaksi tanpa pembentukan produk samping. Enzim dapat dihasilkan oleh mikroorganisme secara ekstraseluler maupun intraseluler. Enzim ekstraseluler hasilnya dapat ditemukan dalam media pertumbuhan, sedangkan intraseluler tidak dikeluarkan dari dalam sel. Salah satu enzim yang dihasilkan secara ekstraseluler adalah enzim selulase (Lehninger, 1982).
Enzim bekerja mengikat molekul substrat membentuk kompleks enzim-substrat yang bersifat sementara, yang kemudian terurai membentuk enzim dan produknya. Enzim dapat berfungsi sebagai katalis yang selektif dan spesifik, hanya dapat bereaksi terhadap bentuk molekul tertentu. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011 kali lebih cepat daripada reaksi tersebut dilakukan tanpa enzim. 
Penggunaan enzim dalam bidang bioteknologi berkembang sangat cepat, salah satunya enzim selulase. Selulase memiliki peranan aplikasi industri seperti tekstil, pulp and paper, dan produksi bioetanol (Balasaravanan dkk., 2013).
Enzim selulase
Selulase merupakan enzim yang menghidrolisis ikatan β-1,4 glikosidik pada selulosa untuk melepaskan unit glukosa (Lehninger, 1982). Selulase bertindak sebagai Glycosyl Hidrolases (GH) yang memainkan peranan penting dalam biokonversi bahan selulosa dalam bidang pengembangan enzim (Goldbeck dkk., 2013). Selulase merupakan suatu sistem multi enzim terdiri dari  tiga tipe enzim dengan berbagai isoenzim yang bertindak sinergis     (Balasaravanan dkk., 2013), yaitu:
1.      Endo-1,4-β-D-glukonase (endoselulase, carboxymethyl cellulose atau CMCase), yang mengurai polimer selulosa pada ikatan internalβ-1,4-glikosida untuk menghasilkan oligodekstrin dengan panjang rantai yang bervariasi.
2.     Ekso-1,4-β-D-glukonase (selobiohidrolase), yang menghidrolisis selulosa dari ujung pereduksi untuk menghasilkan selobiosa dan glukosa.
3.     β-glukosidase (selobiose), yang menghidrolisis selobiosa untuk menghasilkan glukosa. 
          Kemampuan degradasi selulosa oleh bakteri berbeda dengan kemampuan degradasi pada fungi. Bakteri lebih cenderung untuk mendegradasi selulosa bagian kristalin dibandingkan dengan sisi amorf selulosa. Bagian kristalin memiliki struktur dan lapisan yang rapat, sehingga bagian tersebut tidak dapat didegradasi oleh enzim selulase tunggal (Desvaux, 2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas kerja enzim
    Enzim mampu mempercepat reaksi kimia paling sedikit 1 juta kali lebih cepat dari reaksi yang tidak dikatalis. Laju reaksi yang dikatalis enzim lebih cepat dari katalis lain. Dalam sintesis enzim, parameter lingkungan sangat mempengaruhi (Darwis & Sunarti, 1992). Aktifitas suatu enzim dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, suhu, pengaruh pH, serta adanya aktivator dan inhibitor (Lehninger, 1998). 
1.  Konsentrasi enzim
        Kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim
2. Konsentrasi substrat
        Pada konsentrasi enzim yang tetap, peningkatan konsentrasi substrat akan meningkatkan kecepatan reaksi hingga mencapai kecepatan maksimal (Vmaks), tetapi pada batas konsentrasi tertentu, tidak terjadi kenaikan kecepatan reaksi walaupun konsentrasi substrat diperbesar (Lehninger, 1982). Terjadinya kompleks enzim substrat diperlukan adanya kontak antara enzim dengan substrat. Kontak ini terjadi pada suatu tempat atau bagian enzim yang disebut bagian aktif. Pada konsentrasi substrat rendah, bagian aktif enzim ini hanya menampung substrat yang sedikit, jika konsentrasi substrat diperbesar, makin banyak substrat yang dapat berhubungan dengan enzim pada bagian aktif tersebut, ini menyebabkan makin besarnya kecepatan reaksi (Poedjiadi, 1994). Michaelis dan Menten mendefinisikan suatu tetapan yang dinyatakan sebagai Km (tetapan Michaelis-Manten), dapat didefinisikan secara sederhana sebagai konsentrasi substrat tertentu pada saat enzim mencapai setengah kecepatan maksimumnya. Hubungan antara konsentrasi substrat dan kecepatan reaksi enzimatik dapat dinyatakan dalam rumus (2.1) yaitu persamaan Michaelis-Menten.
                   Vo    =  ......................................................................(2.1)
Keterangan: Vo    = kecepatan awal pada konsentrasi substrat [S]
                 Vmaks  = kecepatan maksimum
                 Km     = tetapan Michaelis-Menten enzim bagi substrat tertentu
3. Suhu
        Reaksi kimia antara enzim dan substrat dapat dipengaruhi oleh suhu, pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat sedangkan pada suhu yang lebih tinggi reaksi berlangsung lebih cepat. Kenaikan suhu yang cukup besar dapat menyebabkan enzim mengalami denaturasi dan menghentikan aktivitas katalisnya (Lehninger, 1982).

4. Pengaruh pH
        Struktur enzim tergantung pada pH lingkungannya. Pada pH rendah dan tinggi dapat menyebabkan enzim terdenaturasi sehingga menurunkan aktivitas enzim tersebut. Enzim akan memiliki kecepatan optimal pada pH yang optimal, dengan demikian perubahan pH lingkungan akan berpengaruh terhadap afektivitas begian aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim substrat (Poedjiadi, 1994).

5. Pengaruh Aktivator dan Inhibitor
        Hambatan atau inhibisi pada suatu reaksi yang menggunakan enzim sebagai katalis dapat terjadi apabila penggabungan substrat pada bagian aktif enzim mengalami hambatan, sedangkan aktivator dapat meningkatkan kerja enzim. Aktivator dan inhibitor dapat berupa logam dan senyawa organik (Poedjiadi, 1994). 
Selulosa
Selulosa merupakan senyawa karbohidrat jenis polisakarida dengan berat molekul besar dan komponen utama dalam dinding sel tanaman. Molekul selulosa tersusun dari 3.000-4.000 monomer-monomer glukosa yang dihubungkan oleh ikatan β-1,4-glikosida membentuk rantai polimer linier yang berstruktur seragam ynag mempunyai rumus molekul C12H20O10 (Lehninger, 1982). Selulosa bersifat tahan terhadap asam lemah dan basa lemah, tetapi dengan asam yang kuat dihidrolisis menjadi glukosa. Selulosa selain larut dalam asam kuat juga larut dalam reagen Switser dan dalam pencernaan mikroorganisme tertentu (Mozur, 1971).Struktur selulosa dapat dilihat pada Gambar 2.10.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFJSGPQwBLwKP2Y2S2xvsuEocIRVuA9_QcqOkC0_B98W8VdTBYWDmmsYcCyADtyhhmlC1x7k_VKQOEVPHCajV9xQD31sGT5EfAKyOOStbBjtlF2ekIyxddCpCeF-MiLGPL_sghuQ3gCz41/s1600/selulosa1.JPG
Gambar 2.10.Struktur Selulosa (Sumber: http://wwwl.sbu.ac.uk).
Rantai molekul selulosa tersusun sejajar terbentuk ikatan hidrogen antar gugus-gugus OH yang bersebelahan. Ikatan hidrogen dari gugus-gugus hidroksil antar rantai glukosa ini cukup kuat dan menyebabkan terjadinya orientasi paralel memanjang teratur yang disebut struktur kristal dalam selulosa, selain itu terdapat pula bagian yang kurang teratur yang disebut amorf. Selulosa yang mempunyai struktur kristal lebih sulit untuk dihidrolisis dibandingkan bentuk amorf. Selulosa memiliki sifat yang tidak larut dalam air, dan dapat diubah menjadi glukosa setelah mengalami hidrolisis sempurna (Lehninger, 1982).
Ada dua cara untuk mengubah selulosa menjadi glukosa yaitu secara kimia dan enzimatik. Hidrolisis enzimatik selulosa menjadi glukosa merupakan reaksi yang penting di alam sebagai langkah pertama dalam pembusukan selulosa yang sangat banyak pada material organik. Selulosa dapat diubah menjadi glukosa setelah mengalami hidrolisis sempurna (Lehninger, 1982).

Tidak ada komentar:

Google Ads