Enzim
Enzim adalah golongan protein yang
paling banyak terdapat dalam sel hidup dan mempunyai fungsi penting sebagai
biokatalisator, yang dapat mengkatalis reaksi biokimia secara spesifik dalam
proses metabolisme. Enzim bekerja sangat spesifik terhadap substratnya dan
enzim mempercepat reaksi tanpa pembentukan produk samping. Enzim dapat
dihasilkan oleh mikroorganisme secara ekstraseluler maupun intraseluler. Enzim
ekstraseluler hasilnya dapat ditemukan dalam media pertumbuhan, sedangkan
intraseluler tidak dikeluarkan dari dalam sel. Salah satu enzim yang dihasilkan
secara ekstraseluler adalah enzim selulase (Lehninger, 1982).
Enzim
bekerja mengikat molekul substrat membentuk kompleks enzim-substrat yang
bersifat sementara, yang kemudian terurai membentuk enzim dan produknya. Enzim
dapat berfungsi sebagai katalis yang selektif dan spesifik, hanya dapat
bereaksi terhadap bentuk molekul tertentu. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi
108 sampai 1011 kali lebih cepat daripada reaksi tersebut
dilakukan tanpa enzim.
Penggunaan
enzim dalam bidang bioteknologi berkembang sangat cepat, salah satunya enzim
selulase. Selulase memiliki peranan aplikasi industri seperti tekstil, pulp and paper, dan produksi bioetanol
(Balasaravanan dkk., 2013).
Enzim selulase
Selulase
merupakan enzim yang menghidrolisis ikatan β-1,4
glikosidik pada selulosa untuk melepaskan unit glukosa (Lehninger, 1982).
Selulase bertindak sebagai Glycosyl
Hidrolases (GH) yang memainkan peranan penting dalam biokonversi bahan
selulosa dalam bidang pengembangan enzim (Goldbeck dkk., 2013). Selulase
merupakan suatu sistem multi enzim terdiri dari
tiga tipe enzim dengan berbagai isoenzim yang bertindak sinergis (Balasaravanan dkk., 2013), yaitu:
1.
Endo-1,4-β-D-glukonase
(endoselulase, carboxymethyl cellulose
atau CMCase), yang
mengurai polimer selulosa pada ikatan internalβ-1,4-glikosida untuk menghasilkan oligodekstrin dengan panjang
rantai yang bervariasi.
2.
Ekso-1,4-β-D-glukonase
(selobiohidrolase), yang menghidrolisis selulosa dari ujung pereduksi untuk
menghasilkan selobiosa dan glukosa.
3.
β-glukosidase
(selobiose), yang menghidrolisis selobiosa untuk menghasilkan glukosa.
Kemampuan degradasi selulosa oleh
bakteri berbeda dengan kemampuan degradasi pada fungi. Bakteri lebih cenderung
untuk mendegradasi selulosa bagian kristalin dibandingkan dengan sisi amorf
selulosa. Bagian kristalin memiliki struktur dan lapisan yang rapat, sehingga
bagian tersebut tidak dapat didegradasi oleh enzim selulase tunggal (Desvaux,
2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi
aktivitas kerja enzim
Enzim
mampu mempercepat reaksi kimia paling sedikit 1 juta kali lebih cepat dari
reaksi yang tidak dikatalis. Laju reaksi yang dikatalis enzim lebih cepat dari
katalis lain. Dalam sintesis enzim, parameter lingkungan sangat mempengaruhi
(Darwis & Sunarti, 1992). Aktifitas suatu enzim dipengaruhi oleh beberapa
factor, yaitu konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, suhu, pengaruh pH, serta
adanya aktivator dan inhibitor (Lehninger, 1998).
1. Konsentrasi
enzim
Kecepatan
suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi enzim tersebut.
Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksi bertambah dengan
bertambahnya konsentrasi enzim
2. Konsentrasi substrat
Pada konsentrasi enzim yang tetap,
peningkatan konsentrasi substrat akan meningkatkan kecepatan reaksi hingga
mencapai kecepatan maksimal (Vmaks), tetapi pada batas konsentrasi tertentu,
tidak terjadi kenaikan kecepatan reaksi walaupun konsentrasi substrat
diperbesar (Lehninger, 1982). Terjadinya kompleks enzim substrat diperlukan
adanya kontak antara enzim dengan substrat. Kontak ini terjadi pada suatu
tempat atau bagian enzim yang disebut bagian aktif. Pada konsentrasi substrat
rendah, bagian aktif enzim ini hanya menampung substrat yang sedikit, jika
konsentrasi substrat diperbesar, makin banyak substrat yang dapat berhubungan
dengan enzim pada bagian aktif tersebut, ini menyebabkan makin besarnya
kecepatan reaksi (Poedjiadi, 1994). Michaelis dan Menten mendefinisikan suatu tetapan yang dinyatakan
sebagai Km (tetapan Michaelis-Manten), dapat didefinisikan secara
sederhana sebagai konsentrasi substrat tertentu pada saat enzim mencapai
setengah kecepatan maksimumnya. Hubungan antara konsentrasi substrat dan
kecepatan reaksi enzimatik dapat dinyatakan dalam rumus (2.1) yaitu persamaan Michaelis-Menten.
Vo =
......................................................................(2.1)
Keterangan:
Vo = kecepatan awal pada konsentrasi
substrat [S]
Vmaks = kecepatan maksimum
Km = tetapan Michaelis-Menten enzim bagi substrat tertentu
3. Suhu
Reaksi
kimia antara enzim dan substrat dapat dipengaruhi oleh suhu, pada suhu rendah
reaksi kimia berlangsung lambat sedangkan pada suhu yang lebih tinggi reaksi
berlangsung lebih cepat. Kenaikan suhu yang cukup besar dapat menyebabkan enzim
mengalami denaturasi dan menghentikan aktivitas katalisnya (Lehninger, 1982).
4. Pengaruh pH
Struktur enzim tergantung pada pH
lingkungannya. Pada pH rendah dan tinggi dapat menyebabkan enzim terdenaturasi
sehingga menurunkan aktivitas enzim tersebut. Enzim akan memiliki
kecepatan optimal pada pH yang optimal, dengan demikian perubahan pH lingkungan
akan berpengaruh terhadap afektivitas begian aktif enzim dalam membentuk
kompleks enzim substrat (Poedjiadi, 1994).
5. Pengaruh Aktivator dan Inhibitor
Hambatan atau inhibisi pada suatu reaksi
yang menggunakan enzim sebagai katalis dapat terjadi apabila penggabungan
substrat pada bagian aktif enzim mengalami hambatan, sedangkan aktivator dapat meningkatkan kerja
enzim. Aktivator dan inhibitor dapat berupa logam dan senyawa organik (Poedjiadi, 1994).
Selulosa
Selulosa
merupakan senyawa karbohidrat jenis polisakarida dengan berat molekul besar dan
komponen utama dalam dinding sel tanaman. Molekul selulosa tersusun dari 3.000-4.000
monomer-monomer glukosa yang dihubungkan oleh ikatan β-1,4-glikosida membentuk
rantai polimer linier yang berstruktur seragam ynag mempunyai rumus molekul C12H20O10
(Lehninger, 1982). Selulosa bersifat tahan terhadap asam lemah dan basa
lemah, tetapi dengan asam yang kuat dihidrolisis menjadi glukosa. Selulosa
selain larut dalam asam kuat juga larut dalam reagen Switser dan dalam
pencernaan mikroorganisme tertentu (Mozur, 1971).Struktur selulosa dapat
dilihat pada Gambar 2.10.
Rantai molekul selulosa tersusun
sejajar terbentuk ikatan hidrogen antar gugus-gugus OH yang bersebelahan.
Ikatan hidrogen dari gugus-gugus hidroksil antar rantai glukosa ini cukup kuat
dan menyebabkan terjadinya orientasi paralel memanjang teratur yang disebut
struktur kristal dalam selulosa, selain itu terdapat pula bagian yang kurang
teratur yang disebut amorf. Selulosa yang mempunyai struktur kristal lebih
sulit untuk dihidrolisis dibandingkan bentuk amorf. Selulosa memiliki sifat
yang tidak larut dalam air, dan dapat diubah menjadi glukosa setelah mengalami
hidrolisis sempurna (Lehninger, 1982).
Ada
dua cara untuk mengubah selulosa menjadi glukosa yaitu secara kimia dan
enzimatik. Hidrolisis enzimatik selulosa menjadi glukosa merupakan reaksi yang
penting di alam sebagai langkah pertama dalam pembusukan selulosa yang sangat
banyak pada material organik. Selulosa dapat diubah menjadi glukosa setelah
mengalami hidrolisis sempurna (Lehninger, 1982).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar