Google ads

Rabu, 23 September 2015

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)




I.                   DESKRIPSI PENYAKIT
A.    Definisi
Infeksi Dengue adalah infeksi yang disebabkan oleh Virus Dengue (DEN), yang terdiri dari empat serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4. Sedangkan vektor dari infeksi ini adalah nyamuk Aedes, terutama Aedes aegypti.
Klasifikasi kasus Dengue
Manifestasi klinis infeksi Dengue bervariasi dari tanpa gejala, penyakit demam ringan yang tidak spesifik. Demam Dengue (DD), atau bentuk yang lebih parah yakni Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue Shock Syndrome (DSS).
Klasifikasi kasus Dengue yang digunakan saat ini adalah sebagai berikut :
       Infeksi Virus Dengue



Asimtomatik                                            Simptomatik
                                                                       

Demam tanpa Perbedaan                  Demam Dengue (DD)                          Demam Berdarah  Dengue (DBD)
       (sindrom viral)                                                                                        (sindrom kebocoran plasma)
                                                                                   
                                      Tanpa Berdarah        Dengan Berdarah             Tanpa shock             Dengue Shock Syndrome (DSS)
Infeksi asimtomatik                 Demam Dengue                                                               Demam Berdarah Dengue
Atau Demam tanpa
 perbedaan
Gambar 1. Klasifikasi Kasus Dengue
Klinisi mengalami beberapa kesulitan dalam menetapkan kriteria DBD di situasi klinis dengan menggunakan klasifikasi yang ada. Selain itu banyak kasus DBD berat yang ditemukan ternyata sulit untuk memenuhi kriteria yang dirumuskan. World Health Organisation (WHO) dalam pedoman terapi terbarunya mengusulkan klasifikasi Dengue berdasarkan tingkat keparahan. Klasifikasi yang baru ini diharapkan akan lebih praktis bagi para klinisi untuk mengetahui dimana dan seberapa intensif pengamatan dan pengobatan pada pasien. Selain itu diharapkan akan menunjang pelaporan yang lebih konsisten dalam sistem surveilans nasional dan internasional, serta dapat digunakan sebagai alat ukur akhir pada penelitian pengembangan vaksin dan obat. Model secepatnya.
B.     Patofisiologi dan Patogenesis

·         Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk terutama Aedes aegypti.
·         Masa inkubasi virus dengue di dalam tubuh manusia 4-10 hari.
·         Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus melakukan replikasi dalam sel makrofag dan membentuk kompleks antigen-antibodi.
·         Kompleks antigen-antibodi menyebabkan sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstraseluler, sehingga mengakibatkan keadaan hipovalemik dan syok. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang hingga lebih dari 30%, ditandai dengan adanya peningkatan kadar hematokrit, dan penurunan kadar natrium.
·         Kompleks antigen-antibodi juga menyebabkan agregasi trombosit sehingga trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endhotelial system) dan terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III dan mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID=koagulasi intravaskular deseminata), yang ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degradation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.
 
Patogenesis
Tiga fase dalam perjalanan penyakit infeksi dengue, yaitu fase demam (febrile phase), fase kritis (critical phase) dan fase reabsorpsi (reabsorption phase).
1.      Fase Demam
Pada fase ini, pasien mengalami demam tinggi secara tiba-tiba selama 2 sampai 7 hari, muka merah (facial flushing), nyeri/linu seluruh tubuh (generalized body ache), nyeri otot (myalgia), nyeri sendi (arthralgia), sakit kepala, dan eritema pada kulit. Pasien juga dapat mengalami anoreksia, mual, dan muntah.
Masalah klinis yang mungkin timbul dalam tahap ini adalah dehidrasi, dan pada anak – anak, demam tinggi dapat menyebabkan gangguan syaraf dan kejang demam.
Pada fase ini sulit untuk membedakan antara demam yang disebabkan infeksi Dengue atau penyakit lain. Para klinisi dapat mengguanakan uji tourniquet, dimana hasil uji tourniquet positif menunjukkan kemungkinan demam karena infeksi dengue lebih besar. Selain itu pada fase ini tingkat keparahan penyakit sulit untuk dibedakan.
2.      Fase Kritis
Fase ini biasanya ditandai dengan penurunan suhu menjadi 37,5-380C atau kurang, dan akan terus bertahan di bawah temperatur di atas. Pasien dalam tahap ini mempunyai resiko tertinggi terhadap segala manifestasi klinis akibat kebocoran plasma dan perlu dimonitor dengan seksama. Terapi yang tepat untuk mengganti kekurangan cairan dan menstabilkan volume intravaskular sangat penting. Kebocoran plasma yang signifikan biasanya berlangsung 24-48 jam.
Sebelum terjadinya kebocoran plasma, leukopenia biasanya diikuti dengan penurunan cepat jumlah platelet. Pada saat fase kritis atau fase dimana terjadi kebocoran plasma ini, beberapa indikator seperti penurunan suhu, peningkatan hematokrit (peningkatan ≥ 20% dari baseline), trobositopenia (≤ 100.000 sel/mm3), hipokolesterolemia, efusi pleura pada tampakan sinar x, dan adanya asites dapat ditemukan. Monitoring yang diperlukan untuk pasien dengan kebocoran plasma mencakup seluruh parameter hemodinamik yang berkaitan dengan kompensasi syok, contohnya : takikardia yang tidak diikuti adanya demam, denyut nadi tang lemah, ekstremitas terasa dingin, narrowing pulse (tekanan darah sistol-tekanan darah diastol<20mmHg), penundaan pengisian pembuluh darah kapiler/ capillary refill time (> 2 detik), dan oligouria.
Syok dapat terjadi terutama pada pasien yang kehilangan banyak cairan dan dikategorikan sebagai DSS. Syok yang lama dapat menyebabkan kerusakan organ, asidosis metabolik dan penyebaran penggumpalan darah intravaskuler, yang akhirnya dapat mengakibatkan kematian.
3.      Fase Reabsorpsi
Tahap ini dimulai jika pasien dapat bertahan dari fase kritis. Pada fase ini, kebocoran plasma berhenti dan cairan dari ruang intravaskular diserap kembali., kondisi pasien meningkat, nafsu makan berangsur-angsur kembali normal, gangguan gastriintestinal membaik dan tanda vital mulai stabil seperti tekanan nadi mulai melebar, denyut nadi menguat, hematokrit kemabali normal, dan adanya peningkatan pengeluaran urin.
Pasien juga dapat mengalami ruam yang cukup khas. Masalah klinis yang berhubungan dengan fase ini biasanya terkait dengan manajemen cairan intravena. Hipervolemia atau fluid overload dapat terjadi jika cairan IV yang diberikan terlalu banyak atau waktu pemberiannya terlalu panjang.

C.    Manifestasi Klinis
·         Demam tinggi mendadak, kadang – kadang bifasik (saddle back fever)
·         Nyeri kepala berat
·         Nyeri belakang bola mata
·         Nyeri otot, tulang atau sendi
·         Mual, muntah
·         Timbulnya ruam yang berbentuk makulopapular, ruam merah halus, petekia.
Tanda – tanda berbahaya (warning signs)
·         Nyeri perut
·         Muntah yang menetap/terus menerus
·         Akumulasi cairan
·         Perdarahan mukosa (mimisan, perdarahan gusi)
·         Letargi dan restlessness
·         Pembesaran hati > 2 cm
·         Peningkatan hematokrit yang disertai dengan penurunan jumlah platelet yang cepat.
Kriteria dengue berat (severe dengue)
·         Syok (DSS)
·         Akumulasi cairan
·         Perdarahan hebat
·         Peningkatan nilai AST (aspartate aminotransferase) atau ALT (alanine aminotransferase) ≥ 1000
·         Gangguan kesadaran
·         Gangguan fungsi organ jantung dan organ lain

II.                TERAPI
A.    Tujuan Terapi
Pengobatan DBDbersifat simtomatik dan suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan perdarahan.
B.     Pendekatan Non Farmakologi
Pada fase demam pasien dianjurkan :
·         Istirahat di tempat tidur, selama masih demam
·         Pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, air teh manis, sirop, susu, disamping air putih, serta oralit dianjurkan paling sedikit diberikan 5 gelas per hari selama 2 hari.
Terapi Farmakologi
Pada fase demam, untuk menurunkan suhu menjadi <390C, diberikan obat antipiretik parasetamol. Asetosal/salisilat, dan ibuprofen tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan gastritis, perdarahan, atau asidosis.
Ada 3 kategori pasien :
1.      Grup A-pasien rawat jalan
Pasien yang dapat menerima sejumlah cairan oral dan dapat mengeluarkan urin sedikitnya setiap 6 jam, dan tidak ada tanda-tanda bahaya lain selain demam.
2.      Grup B-pasien rawat inap
Pasien dengan kondisi khusus, misalnya kehamilan, anak – anak, orang tua, obesitas, diabetes melitus, gagal ginjal, penyakit hemolitik kronis dan/atau pasien dengan tanda-tanda bahaya demam berdarah dengue yang memerlukan observasi ketat.
3.      Grup C-pasien rawat inap, ICU
Pasien yang berada dalam fase kritis, yaitu pasien dengan kebocoran plasma hebat yang mengarah ke keadaan syok dan/atau penumpukan cairan yang mengganggu pernafasan, perdarahan hebat, gangguan organ (kerusakan hati, gangguan fungsi ginjal, kardiomiopati, ensafalopi atau ensefalitis).


            Terapi Berdasarkan Kategori Pasien
1.      Terapi untuk Grup A
·         Asupan cairan dan rehidrasi oral, jus buah, dan larutan yang mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti kehilangan cairan akibat demam dan muntah sedikitnya 5 gelas per hari. (Hati – hati pemberian larutanyang mengandung gula pada pasien diabetes melitus). Hanya minum air putih sebagai pengganti cairan dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit.
·         Pemberian parasetamol setiap 6 jam (dosis maksimum 4g per hari) dan kompres apabila diperlukan. Hindari pemberian aspirin, ibuprofen atau AINS ( Anti Inflamasi Non Steroid) lain karena obat – obat tersebut dapat memperburuk gastritis atau perdarahan. Aspirin juga dapat menyebabkan Reye’s Syndrome pada anak – anak.
Konselingkan kepada pasien dan keluarganya untuk segera membawa pasien ke rumah sakit apabila dijumpai tanda – tanda bahaya, seperti : tidak ada perbaikan klinis, tanda – tanda klinis memburuk, sesak nafas, tangan dan kaki pucat dan/atau dingin, nyeri perut, muntah yang menetap/terus menerus, tangan dan kaki dingin, letargi/ngantuk/kejang, perdarahan (mimisan atau gusi berdarah, muntah darah, melena, menstruasi berlebihan), dan tidak berkemih setiap 4-6 jam.


2.      Terapi untuk Grup B
·         Pemberian larutan isotonis seperti NaCl 0,9%, Ringer Laktat, atau larutan Hartmann dengan laju infus mulai dengan 5-7 ml/kg/jam untuk 1-2 jam, kemudian dikurangi hingga 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kemudian dikurangi menjadi 2-3 ml/kg/jam atau kurang sesuai dengan respon klinis untuk menjaga perfusi cairan dan ditandai dengan pengeluaran urin 0,5 ml/kg/jam atau penurunan nilai hematokrit. Cairan intravena biasanya diperlukan hanya pada 24-48 jam.
Pasien dengan tanda – tanda bahaya harus dimonitor hingga fase kritis terlewati.
Parameter yang harus dimonitor, antara lain :
·         Tanda-tanda vital dan perfusi perifer setiap 1-4 jam hingga pasien melewati fase kritis.
·         Volume pengeluaran urin setiap 4-6 jam.
·         Hematokrit, sebelum terapi cairan dan setiap 6-12 jam sesudahnya.
·         Jumlah platelet
·         Kadar gula darah
·         Fungsi organ, misalnya profil ginjal, profil hati, profil koagulasi, jika diindikasikan.
Target resusitasi cairan adalah untuk memperbaiki perfusi sentral dan perifer, yang ditandai dengan :

·         Penurunan takikardia
·         Tekanan darah menjadi normal
·         Nadi normal
·         Ujung jari dan telapak kaki hangat dan berwarna merah muda
·         Capillary refill time <2 detik
·         Pengeluaran urin ≥ 0,5 ml/kg/jam
·         Perbaikan kondisi asidosis metabolik
3.      Terapi untuk Grup C
Kehilangan cairan harus segera diganti dengan larutan kristaloid isotonis atau pada kondisi syok hipotensi diberikan larutan koloid. Tranfusi darah hanya diberikan apabila terjadi perdarahan hebat.
Parameter yang harus dimonitor dan target resusitasi cairan sama seperti parameter dan target yang tertera untuk grup B.
Terapi Syok
Mulai resusitasi cairan intravena bolus yang pertama dengan larutan kristaloid isotonis 5-10 ml/kg/jam selama 1 jam. Kemudian evaluasi kembali kondisi pasien (tanda-tanda vital, capillary refill time, hematokrit, pengeluaran urin).
Jika kondisi pasien membaik :
·         Laju cairan intravena dikurangi bertahap menjadi 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dilanjutkan dengan laju 2-3 ml/kg/jam, dan tergantung pada status hemodinamik, laju cairan intravena tersebut dipertahankan hingga 24-48 jam.
Jika tanda-tanda vital belum stabil (masih ada tanda – tanda syok) periksa nilai hematokrit.
·         Jika terjadi peningkatan hematokrit atau nilai hematokrit tinggi (>50%) maka diberikan cairan intravena bolus yang kedua dengan larutan kristaloid isotonis 10-20 ml/kg/jam selama 1 jam.
Jika ada perbaikan maka kurangi laju infus menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam. Selanjutnya, jika kondisi pasien membaik, maka cairan intravena dikurangi bertahap menjadi 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dilanjutkan dengan laju 2-3 ml/kg/jam, dan tergantung pada status hemodinamik, laju cairan intravena tersebut dipertahankan hingga 24-48 jam.
·         Jika terjadi penurunan hematokrit atau nilai hematokrit < 40% pada anak – anak dan dewasa pria atau <45% pada dewasa wanita, maka diberikan transfusi darah. Penurunan nilai hematokrit mengindikasikan terjadinya perdarahan.
Parameter yang harus dimonitor untuk pasien DBD yang mengalami syok adalah :
·         Tanda – tanda vital dan perfusi perifer setiap 15-30 menit hingga kondisi syok pasien teratasi kemudian setiap 1-2 jam. Perhatikan juga tanda – tanda fluid overlood (sesak nafas, efusi pleura, peningkatan jugular venous pressure).
·         Pengeluaran urin setiap jam hingga kondisi syok teratasi kemudian setiap 4-6 jam. Target pengeluaran urin adalah 0,5 ml/kg/jam
·         Hematokrit sebelum dan sesudah pemberian cairan intravena bolus hingga kondisi pasien stabil kemudian setiap 4-6 jam.
·         Kondisi metabolik asidosis (arterial atau venous blood gases, laktat, karbon dioksida/bikarbonat total setiap 30 menit – 1 jam hingga kondisi pasien stabil kemudian sesuai indikasi.
·         Kadar glukosa darah sebelum resusitasi cairan dan diulang sesuai indikasi.
·         Fungsi organ, misalnya profil ginjal, profil hati, profil koagulasi, sebelum resusitasi cairan dan diulang sesuai indikasi.
MONOGRAFI OBAT
NaCl 0,9%
Indikasi           : Larutan NaCl 0,9% adalah larutan kristaloid isotonis yang merupakan cairan intravena pilihan pertama untuk resusitasi cairan. Larutan NaCl 0,9% mengandung natrium sebanyak 95-105 mmol/L.
Peringatan       : Pemberian larutan NaCl 0,9% dalam jumlah besar dapat menyebabkan asidosis hyperchloraemic. Kondisi ini dapat membingungkan penetapan kondisi asidosis metabolik, oleh karena itu monitor kadar klorida atau laktat dalam darah. Apabila terjadi asidosis hyperchloraemic ganti larutan NaCl 0,9% dengan larutan Ringer Laktat.
RINGER LAKTAT
Indikasi           : Ringer Laktat mengandung 131 mmol/L,natrium dan 115 mmol/L klorida. Osmolaritas larutan Ringer Laktat 273 mOsm/L.
Kontraindikasi            : Larutan Ringer Laktat tidak digunakan untuk pasien dengan hiponatremia berat.
                        Larutan ringer laktat dihindari penggunaannya pada pasien dengan gagal hati dan pasien yang menggunakan metformin karena meningkatkan risiko asidosis laktat.
Sediaan beredar          : infusan RL, Ringer Laktat, Wida RL.
KOLOID
Macam – macam larutan koloid antara lain : larutan yang gelatin – based,
dextran – based, atau starch-based
Indikasi                       : Larutan koloid diberikan kepada pasien dengan kondisi syok hipertensi
Kontra indikasi           : Reaksi alergi, misalnya demam, menggigil
Sediaan beredar          : Expafusin, Fima Hes, Haemaccel, Haes-Steril, Otsutran L., Plasmafusin 4%, voluven, Widahes.

DAFTAR PUSTAKA
Sukandar, Elin Yulinah, dkk., 2011, ISO Farmakoterapi 2, Jakarta : IAI
WHO, 2009, Dengue : Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention   
       and Control. New Edition, Geneva : World Health Organization.

1 komentar:

Leona Knight mengatakan...

Saya didiagnosis Herpes 2 tahun yang lalu dan saya telah mencoba semua cara yang mungkin untuk mendapatkan obatnya tetapi tidak berhasil, sampai saya melihat sebuah posting di forum kesehatan tentang seorang Dokter Herbal (Dr Akhigbe) yang menyiapkan obat-obatan herbal untuk menyembuhkan semua jenis. penyakit termasuk Herpes, pada awalnya saya ragu, apakah itu nyata tetapi memutuskan untuk memberinya percobaan, ketika saya menghubungi Dr Akhigbe melalui Emailnya: drrealakhigbe@gmail.com dia membimbing saya dan menyiapkan obat herbal dan mengirimkannya kepada saya melalui jasa pengiriman kurir, ketika saya menerima paket (jamu) Dia memberi saya petunjuk tentang cara mengkonsumsinya, saya mulai menggunakannya seperti yang diperintahkan dan saya berhenti mendapatkan wabah dan luka mulai menghilang, bisakah Anda percaya saya sembuh dari virus mematikan ini dalam dua hingga tiga minggu dan pemberitahuan perubahan di tubuh saya. Berhari-hari menggunakan PEMULIHAN ini, tidak bisa mempercayai penyembuhan pada awalnya sampai saya melihatnya sebagai HERPES saya sembuh seperti sihir Dr Akhigbe juga menggunakan obat herbal untuk menyembuhkan penyakit seperti, HIV, HERPES, KANKER, ALS, PENYAKIT KRONIS, PENYAKIT JANTUNG , LUPUS, ASTHMA, DIABETES HEPATITIS A DAN B.ECZEMA, BACK PAIN, INFEKSI EKSTERNAL, ASTHMA, MALARIA, DEMAM BERDARAH, BACTERIA DIARRHEA, RABI, PROGERIA, MENINGITIS, EPILEPSI, STONE, GULA HULU, GELOMBANG HUBUNGI JUGA, GULA HAK THYROID, DINGIN & FLU, PENYAKIT GINJAL, ACME. API LUKA. dll. Hubungi dokter herbal yang hebat ini hari ini bapak obat herbal. via Email: drrealakhigbe@gmail.com atau whatsapp dia +2349010754824 dan sembuh secara permanen. Dia nyata..website: https: drrealakhigbe.weebly.com

Google Ads