Campak
Penyakit
campak dikenal juga sebagai morbili atau measles, merupakan penyakit yang
sangat menular (infeksius) yang disebabkan oleh virus. 90% anak yang tidak
kebal akan terserang penyakit campak. Campak adalah penyakit infeksi sistemik
yang dimulai infeksi pada bagian epitel saluran pernafasan di nasopharing.
Virus campak dikeluarkan dari nasopharing mulai dari masa prodromal sampai 3-4
hari setelah rash. Manusia diperkirakan satu-satunya reservoir, walaupun monyet
dapat terinfeksi tetapi tidak berperan dalam penyebaran (Kemenkes, 2012; WHO, 2011).
Penyakit
ini disebabkan oleh virus RNA dari genus Morbillivirus,
dari keluarga Paramyxoviridae yang
mudah mati karena panas dan cahaya. Dimana cara dan penularan penyakit dari
orang ke orang melalui percikan ludah dan transmisi melalui udara terutama
melalui batuk, bersin atau sekresi hidung dengan masa penularan 4 hari sebelum
rash sampai 4 hari setelah timbul rash, puncak penularan pada saat gejala awal
(fase prodromal), yaitu pada 1-3 hari pertama sakit. Masa inkubasi penyakit ini
selama 7-18 hari, rata-rata 10 hari, dengan gejala awal berupa demam,
konjungtivitis, pilek, batuk dan bintik-bintik kecil dengan bagian tengah
berwarna putih atau putih kebiru-biruan dengan dasar kemerahan di daerah mukosa
pipi. Gejala ini kemudian diikuti bercak khas kemerahan di kulit, kadang-kadang
berakhir dengan pengelupasan kulit berwarna kecoklatan (Kemenkes, 2012).
Sebagian
besar penderita campak akan sembuh, akan tetapi komplikasi sering terjadi pada
anak usia < 5 tahun dan penderita dewasa usia > 20 tahun. Kasus campak
pada penderita malnutrisi dan defisiensi vitamin A serta immune deficiency (HIV), komplikasi campak dapat menjadi lebih
berat atau fatal. Komplikasi yang sering terjadi yaitu diare, bronchopneumonia,
malnutrisi, otitis media, kebutaan, encephalitis, dan ulkus mucosa mulut. Kematian
penderita campak umumnya disebabkan oleh komplikasinya, seperti bronchopneumonia, diare berat dan gizi buruk
serta penanganan yang terlambat (RI, 2011).
A.
Sistem Surveilens
Surveilans
epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus
terhadap masalah–masalah kesehatan dan kondisi yang memepengaruhi terjadinya
peningkatan dan penularan penyakit atau masalah–masalah kesehatan tersebut,
agar dapat melakukan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses
pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada
penyelenggara program (Depkes, 2004).
Berdasarkan
pengertian tersebut maka kegiatan surveilans epidemiologi mempunyai empat
kegiatan utama yaitu:
1.
Pengumpulan data yang relevan pada
suatu populasi dan wilayah geografi tertentu,
2.
Pengolahan data sehingga menjadi
suatu susunan data yang berarti,
3.
Interprestasinya secara teratur
4.
Penyebarluasan kepada mereka yang
menangani program kesehatan dan pemberantasan
Menurut
Depkes RI tahun 2004, tujuan surveilans adalah sebagai berikut:
1.
Memantau kecendrungan penyakit
2.
Deteksi dan prediksi terjadinya
KLB
3.
Memantau kemajuan suatu program
pemberantasan
4.
Menyediakan informasi untuk
perencanaan pembangunan dan pelayanan kesehatan
5.
Pembuatan kebijaksanaan
pemberantasan penyakit
1.
Unsur-unsur sistem surveilans
a. Tujuan
sistem surveilans
Menurut Depkes (2008) tujuan
surveilans harus memiliki tujuan yang jelas, tanpa tujuan maka surveilans
epidemiologi tak perlu dilaksanakan. Secara khusus tujuan surveilans adalah:
1) Memantau
kecendrungan penyakit
Setiap program pemberantasan penyakit mempunyai
sasaran pembasmi atau mengurangi kesakitan atau penyakit tersebut. Dengan cara
mengikuti data rutin penyakit yang dikumpulkan, maka akan dapat mengetahui
kecendrungan kesakitan atau kematian penyakit tersebut dari waktu ke waktu,
apakah terjadi penurunan atau belum ada perubahan.
2) Deteksi
dan prediksi terjadinya KLB
Data penyakit potensial KLB yang dikumpulkan secara
rutin melalui laporan mingguan atau laporan kesakitan bulanan puskesmas yang
ditampilkan dalam grafik garis secara mingguan atau bulanan memberikan dapat
informasi tentang kemungkinan letusan KLB penyakit menular di suatu daerah
terjadi secara piodik 3-5 tahun.
3) Memantau
kemajuan program
Surveilans sebagai sarana penunjang suatu program,
maka setiap saat harus mampu memberikan informasi tentang kemajuan program
tersebut.
4) Menyediakan
informasi untuk perencanaan dan pelayanan kesehatan
Data survelans dapat mengenalkan epidemiologi suatu
penyakit, sehingga dapat untuk suatu
perencanaan.
5) Pembuatan
kebijakan pemberantasan penyakit
b. Pengolahan
dan analisis data
Pengetahuan yang mendalam
tentang pola suatu kejadian penyakit dalam suatu wilayah pelayanan kesehatan
diperlukan untuk mengetahui perubahan resiko terkena penyakit dalam jangka
penjang. Pengetahuan ini hanya dapat diperoleh melalui analisis data surveilans
yang ada secara terus menerus dan sitematik.
Informasi data diperoleh
melalui pengolahan data, dan selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel-tabel,
grafik, Charts dan mapping, yang
menjelaskan kejadian tiap penyakit di hubungkan dengan waktu, tempat dan orang.
Untuk melakukan analisa
epidemiologi sangat dibutuhkan kemampuan yang memadai dibidang epidemiologi,
wawasan yang luas, dan berorientasi pada tujuan-tujuan surveilans epidemiologi
itu di kembangkan.
c. Ketepatan
diagnosis
Bagaimana mendiagnosis penyakit tersebut.
d. Kelengkapan
data
Kelengkapan laporan yaitu presentasi laporan yang
seharusnya di terima atau dikirim dibandingkan dengan kenyataan laporan yang di
terima dalam waktu tertentu. Laporan tidak lengkap akan mempengaruhi hasil
analisa data tersebut.
e. Ketepatan
data
Ketepatan waktu laporan berarti waktu laporan
diterima dinas kesehatan kabupaten/kota dengan waktu laporan yang telah
disepakati atau ditetapkan bersama.
f. Partisifasi
fasilitas kesehatan
Semua programmer dan jaringan di luar gedung akan
melaporkan data ke pusat/pengelola data puskesmas, untuk selanjutnya pengelola
data akan merekap dan memberikan feedback kepada masing-masing programmer di
wilayah puskesmas sesuai dengan indikator dan variabel terkait seperti balai
pengobatan, dokter prektek dan bidan praktek (Dinkes, 2007) .
g. Akses
ke pelayanan kesehatan
Akses pelayanan kesehata adalah perkiraan warga
masyarakat yang dapat menggunakan pelayanan kesehatan, yang tergantung pada
jarak, sosial ekonomi, budaya dan lain-lain (Lapau, 2010).
h. Konsistensi
Konsistensi data artinya data yang dimuat di dalam
laporan tersebut data yang dapat dipertanggungjawabkan kebenaran pengisiannya
oleh petugas pada sumber data terutama di puskesmas dan rumah sakit.
2.
Surveilans Campak
Surveilans merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memantau
distribusi penyakit dan mengevaluasi status kesehatan suatu
populasi, dimulai dari
kegiatan pengumpulan,
pengolahan, analisis dan
intrepretasi data yang dilaksanakan secara berkelanjutan, yang terkait
dengan respons segera
maupun terencana.
1)
Tujuan Umum
a)
Mengidentifikasi daerah maupun
populasi risiko tinggi kemungkinan akan terjadinya transmisi campak.
Dapat diketahui setelah dilakukan analisis
terhadap cakupan imunisasi dengan menghitung jumlah balita rentan dan melakukan
kajian terhadap data campak dari laporan rutin maupun hasil penyelidikan KLB.
Daerah ini akan menjadi prioritas pelaksanaan imunisasi tambahan.
b)
Memantau kemajuan program
pemberantasan campak.
Kajian cakupan imunisasi maupun kasus campak
dari laporan rutin maupun hasil penyelidikan KLB akan dapat diketahui fase
pengendalian untuk masuk fase eliminasi dan seterusnya. Fase ini akan dapat
mengarahkan program tentang strategi yang akan dilakukan.
2). Tujuan Khusus
a)
Terlaksananya pengumpulan data
campak untuk mengetahui gambaran epidemiologi yang meliputi waktu, tempat
kejadian, umur dan status imunisasi di setiap puskesmas dan rumah sakit.
b)
Terlaksananya penyelidikan
epidemiologi setiap KLB campak dan konfirmasi laboratorium.
c)
Terlaksananya analisis data campak
dan faktor risiko di setiap tingkat administrasi kesehatan.
d)
Terdiseminasinya hasil
analisis/informasi kepada unit terkait.
e)
Terwujudnya pengambilan keputusan
dengan menggunakan data surveilans.
Untuk mendapatkan
gambaran kasus campak pasti maka dilakukan Surveilans campak berbasis individu
(Case Based Measles surveillance atau
CBMS), dimana setiap kasus campak klinis dicatat secara individual (case linelisted) dan konfirmasi
laboratorium dengan pemeriksaan serologis (IgM) serta setiap KLB campak
dilakukan “fully investigated”.
Setelah dilaksanakan follow up campaign 2009-2011, diharapkan
insiden dan daerah endemis campak menurun. Oleh sebab itu surveilans campak
secara bertahap dilakukan hampir sama dengan surveilans pada fase eliminasi
(transisi menuju eliminasi) dengan menggunakan indikator eliminasi.
a)
Pelaksanaan di Tingkat Puskesmas
1.
Pengumpulan data
Sumber data
surveilans rutin di puskesmas adalah:
a.
Puskesmas, puskesmas pembantu
Semua kasus campak yang datang ke
puskesmas dan puskesmas pembantu ditanyakan pada keluarga penderita apakah ada
kasus yang sama di sekitar tempat tinggal atau teman sekolah penderita. Apakah
keluarga penderita ada menyatakan kasus lain, maka petugas kesehatan harus
melakukan pengecekan ke lapangan untuk mencari kasus tambahan lainnya. Jika
jumlah kasus memenuhi criteria KLB, maka dilakukan penyelidikan epidemiologi
KLB campak.
b.
Praktik dokter, bidan, perawat dan
pelayanan kesehatan swasta lainnya.
Pelayanan kesehatan swasta termasuk
dokter, bidan, perawat praktik swasta diminta mencatat ke formulir C1 semua
kasus tersangka campak dan melaporkan ke puskesmas di wilayah kerjanya setiap
bulan. Laporan dapat juga dilakukan secara aktif yaitu petugas puskesmas
mengambil secara aktif setiap minggu atau minimal setiap bulan, terutama di daerah
perkotaan. Pelayanan kesehatan swasta diprioritaskan pada pelayanan yang banyak
pasien.
c.
Masyarakat/Posyandu maupun petugas
desa siaga.
Penderita campak pada umumnya jarang
mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan, sehingga tidak tercatat dalam
pelaporan yang sudah ada. Oleh sebab itu perlu peran aktif kader/petugas desa
siaga untuk mendorong masyarakat melaporkan ke petugas kesehatan terdekat
apabila menemukan adanya kasus campak di daerahnya. Kasus campak yang tidak
datang ke pelayanan kesehatan dapat dilaporkan melalui kader/petugas desa siaga
atau petugas kesehatan terdekat. Kasus campak yang dilaporkan oleh
kader/petugas desa siaga harus dikonfirmasi oleh petugas puskesmas sebelum
dicatat kedalam form C1.
Setiap kasus campak yang datang ke pelayanan kesehatan
ditindak lanjuti dengan melakukan pencarian informasi kasus tambahan di sekitar
tempat tinggal penderita. Apabila ditemukan kasus tambahan dicatat dalam C-1,
jika jumlah kasus memenuhi criteria KLB, maka dilakukan penyelidikan
epidemiologi KLB.
2.
Pencatatan dan Pelaporan
1)
Petugas surveilans harus
memastikan bahwa setiap kasus campak yang ditemukan, baik yang berasal dari
dalam maupun luar wilayah kerja, telah dicatat dalam form C1 dan dilaporkan ke
dinas kesehatan kabupaten/kota setiap bulan.
2)
Setiap minggu direkap dalam W2/PWS
KLB dan dilaporkan ke dinas kesehatan kabupaten/kota sebagai alat SKD KLB.
Khusus untuk puskesmas yang tidak
mempunyai akses mingguan ke kabupaten, laporan mingguan (W2/PWS KLB) dapat
dikirim ke kabupaten menggunakan SMS dan laporan tertulis dikirim setiap
bulannya dan setiap kasus campak yang datang ke puskesmas diberi nomor epid
oleh petugas puskesmas.
3.
Pengambilan spesimen
1)
Puskesmas
Kasus campak yang datang di puskesmas diambil sampel darah
untuk mendapatkan serum. Serum ini dikirim langsung atau setiap hari senin atau
kamis ke kabupaten/propinsi. Bila tidak dikirim langsung, spesimen disimpan di
lemari es (bukan di freezer).
2)
Praktik swasta
Rujuk ke laboratorium rumah sakit atau laboratorium
puskesmas untuk pengambilan spesimen serum.
4.
Umpan balik
Sasaran umpan balik
dari sistem surveilans campak ini yaitu Kepala puskesmas, seluruh pengelola
program, dan petugas pustu dengan mengadakan pertemuan MINILOK bulanan
puskesmas untuk membahas PWS Imunisasi, maping populasi rentan (area map), spot
map kasus campak, KLB maupun rutin, grafik kecenderungan kasus campak, status
imunisasi kasus dan distribusi kasus menurut umur serta permasalahan imunisasi
dan surveilans secara umum (logistik, ketenagaan, dan lain-lain).
3.
Penilaian unsur-unsur sistem surveilens
Menurut
Lapau (2010) Untuk
melakukan penilaian secara praktis dilakukan dengan unsur-unsur penilaian
sistem surveilans sebagai berikut :
1.
Tujuan surveilans
Penilaian ini dilakukan sendiri oleh
penilai yang hasilnya dinyatakan sebagai berikut :
Bagus berarti memenuhi standar
Cukup berarti minimal separuh dari standar
Kurang berarti memenuhi kurang dari setandar
2.
Pengolahan dan analisis data
Penilaian ini dilakukan sendiri oleh
penilai yang hasilnya dinyatakan sebagai berikut :
Bagus
berarti jawaban sangat sesuai dengan tujuan yang
dinyatakan
Cukup
berarti jawaban hampir sesuai dengan tujuan yang
dinyatakan
Kurang
berarti jawaban tidak atau hampir tidak sesuai dengan
tujuan itu
3.
Ketepatan diagnosis
Penilaian dinyatakan :
Bagus
bila error rate
<5%
Cukup
bila error rate
=5-10%
Kurang
bila error rate >10%
Tidak
ada informasi bila error
rate tidak ditemukan oleh penilai
4.
Kelengkapan data
Penilaian dinyatakan :
Bagus
bila kelengkapan >80%
Cukup
bila kelengkapan 60%-80%
Kurang
bila kelengkapan <60%
5.
Ketepatan data
Penilaian dinyatakan :
Bagus
bila keterlambatan dari tanggal yang ditentukan
<20%
Cukup
bila
keterlambatan dari tanggal yang ditentukan 20%-80%
Kurang
bila keterlambatan dari tanggal yang ditentukan
>80%
6.
Partisipasi fasilitas kesehatan
Penilaian dinyatakan :
Bagus
bila data didapatkan dari Puskesmas, Rumah sakit dan
lain-lain termasuk swasta
Cukup
bila data didapatkan dari Puskesmas dan Rumah Sakit
Kurang
bila data didapatkan dari Puskesmas
7.
Akses pelayanan kesehatan
Penilaian dinyatakan :
Bagus
bila banyak pelayanan kesehatan yang sudah sampai ke
desa-desa
Cukup bila tidak banyak pelayanan
kesehatan yang sampai ke desa-desa
Kurang
bila tidak
ada pelayanan kesehatan yang sampai ke desa-desa
8.
Konsistensi
Penilaian dinyatakan :
Bagus
bila semua tabel dan/atau grafik menunjukkan konsisten
Cukup
bila hanya sebagian tabel dan/atau grafik menunujkkan
konsinten
Kurang
bila semua tabel dan/atau grafik menunujkkan tidak
konsinten
4.
Sumber daya
1.
Tenaga Kesehatan
Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan menurut SKN 2004 adalah
tatanan yang menghimpun berbagai upaya perencanaan, pendidikan, pelatihan serta
pendayagunaan tenaga kesehatan secara terpadu dan saling mendukung, guna
menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi–tingginya.
Sementara itu, SDM kesehatan menurut PP
RI No. 32 Thn 1996 adalah semua orang yang bekarja secara aktif di bidang
kesehatan, baik untuk jenis tertentu yang memerlukan upaya kesehatan.
Tenaga kesehatan menurut
SKN 2004 adalah semua orang yang bekerja secara aktif dan profesional dibidang
kesehatan baik yang memiliki pendidikan
formal kesehatan maupun tidak, yang untuk jenis tertentu memerlukan upaya
kesehatan.
PP RI No. 32 Thn 1996. tentang tenaga
kesehatan, pasal 1:
a.
Tenaga Kesehatan adalah setiap
orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan;
b.
Sarana kesehatan adalah tempat
yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan;
c.
Upaya kesehatan adalah setiap
kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh
Pemerintah dan atau masyarakat.
2.
Pembiayaan Kesehatan
Pembiayaan kesehatan bersumber dari beberapa sumber yakni:
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Organisasi Masyarakat dan masyarakat itu
sendiri.
Oleh karena itu, pembiayaan kesehatan yang ade kuat,
terintegrasi, stabil, dan berkesinambungan memegang peran yang aamat vital
untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai berbagai tujuan
pembangunan kesehatan.
Pembiayaan pelayanan kesehatan masyarakat merupakan public good yang menjadi tanggungjawab
pemerintah, sedangkan untuk pelayanan kesehatan perorangan pembiayaan bersifat private, kecuali pembiayaan untuk
masyarakat miskin dan tidak mampu menjadi tanggung- jawab pemerintah.
Pembiayaan pelayanan kesehatan perorangan diselenggarakan melalui jaminan
pemeliharaan kesehatan dengan mekanisme asuransi sosial yang pada waktunya
diharapkan akan mencapai universal
coverage sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) (Depkes, 2009).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar