Definisi Krim
Beberapa defenisi krim sebagai berikut:
a.
Krim
adalah sediaan homogen, semi solid yang biasanya mengandung satu atau lebih zat
aktif dalam basis yang cukup. Krim biasanya digunakan pada kulit atau membran
mukosa untuk perlindungan, pengobatan atau pencegahan. Krim harus menggunakan
pengawet dan juga mengandung zat tambahan yang cocok seperti anti oksidan,
penstabil, pengemulsi dan pengental.
b.
Krim
atau kremores adalah sediaan setengah padat berupa emulsi mengandung air tidak
kurang dari 60 %, yang digunakan sebagai obat luar. Basis krim merupakan emulsi
type A/M (air dalam minyak) atau type M/A (minyak dalam air). Jika kadar minyak
semakin banyak sedangkan kadar air semakin sedikit maka sediaan akan lebih
pekat pada suatu tingkat tertentu tidak lagi merupakan krim, tetapi telah
menjadi salep.
c.
Krim
merupakan system emulsi sediaan semipadat dengan penampilan tidak jernih,
berbeda dengan salep yang tembus cahaya. Konsistensi dan sifat rheologisnya
tergantung pada jenis emulsinya, apakah jenis air dalam minyak atau minyak
dalam air, dan juga pada sifat jenis zat padat dalam fase internal.
d.
Krim biasanya digunakan pada kulit atau
membran mukosa untuk perlindungan, pengobatan/ pencegahan. Krim harus
menggunakan pengawet dan juga mengandung zat tambahan yang cocok seperti
antioksidan, penstabil, pengemulsi dan pengental.
2.3.2. Jenis- jenis
Krim
Berdasarkan
pemakainnya, krim digolongkan menjadi dua, yaitu:
a.
Krim untuk tujuan kosmetika, adalah
bahan atau campuran bahan yang dipergunakan pada atau dimasukkan ke dalam atau
bagian badan manusia dengan maksud untuk memberikan, memelihara, menambah daya
tarik atau mengubah rupa dan tidak termasuk golongan obat.
b.
Krim untuk tujuan terapeutik adalah krim
yang dipakai sebagai pembawa obat-obat seperti pada gangguan peradangan, keadaan eksim, luka baker, anastetik, dan
sebagainya.
Berdasarkan
tipe emulsinya, krim dibagi menjadi dua yaitu:
a.
Krim tipe minyak dalam air adalah krim
dimana fase minyak terdispersi dalam fase air. Krim ini umumnya digunakan pada
kulit dan akan hilang tanpa bekas. Pembuatan krim ini sering menggunakan zat
pengemulsi campuran dari surfaktan yang umumnya merupakan rantai panjang
alcohol walaupun untuk beberapa sediaan kosmetik pemakaian asam lemak lebih
popular.
b.
Krim tipe air dalam minyak adalah krim
dimana fase air terdispersi dalam fase minyak. Krim berminyak mengandung zat
pengemulsi yang spesifik seperti adeps lanae, ester asam lemak dengan atau
garam lainnya.
2.3.3. Cara mengenal
kerusakan
Secara
makroskopis kerusakan dapat dilihat dari adanya perubahan warna, barbau tengik
atau dilihat dari Expiration Date
(ED).
2.3.3. Syarat Krim
a.
Netral
secara fisik dan kimia
b.
Stabil
secara fisik dan kimia
c.
Tidak
mengiritasi kulit.
d.
Mudah
dioleskan dan melunak pada suhu kulit.
e.
Mudah
di cari.
f.
Tidak
bau tengik/ tidak berbau.
g. Bebas partikel kasar atau partikel yang
tidak larut.
h. pH mendekati pH kulit
2.3.4. Keuntungan dan Kerugian
Keuntungan sediaan krim
adalah:
a.
Absorpsi
obat cukup baik
b.
Dapat
digunakan sebagai pelunak dan pendingin.
c.
Mudah
dicuci dan dihilangkan dari kulit dan pakaian
d.
Basis
krim yang mengandung air dan jumlah banyak akan mempercepat pelepaan obat,
selain itu tegangan permukaan kulit akan diturunkan oleh emulgator juga bahan
tambahan lain yang terapat dalam basis krim sehingga absorpsinya lebih cepat. Basis
krim yang juga dapat memelihara kelembaban sel kulit yang rusak.
e.
Krim mudah dipakai
f.
Memberikan dispersi obat yang baik pada
permukaan kulit
Kerugian dari sediaan
krim:
a.
Banyaknya
jamur, ragi dan bakteri yang dapat menyebabkan perubahan bahan pengemulsi dalam
suatu emulsi yang dapat mengakibatkan kerusakan pada system emulsinya,
khususnya emlsi minyak dalam air.
b.
Dapat menyebabkan kerusakan krim sebagai
akibat dari ketidakstabilan emulsi. Misalnya creaming, flokulasi dan pemisahan
fase terdispersi membentuk lapisan yang terpisah. Creaming terjadi karena
emulsi yang terkonsentrasi sehingga membentuk krim pada permukaan emulsi.
c.
Meyebabkan emulsi yang rusak karena
oksidasi, dapat ditambahkan anti oksidan yang cocok dalam formulanya untuk
mencegah pengaruh udara setiap kali sesudah dipakai.
2.3.5. Klasifikasi emulgator
Emulgator
adalah merupakan bagian yang penting dalam terbentuknya suatu emulsi. Bebepara
emulgator antara lain :
1.
Surfaktan sintetik dan semisintetik
Terdiri
dari empat macam :
a.
Surfaktan anionik
Dalam
larutan air komponennya berdisosiasi membentuk anion,yang termasuk surfaktan
anionik antara lain :
·
Sabun dari logam dan aluminium
·
Sabun divalent dan trivalent
·
Sabun amina, contohnya TEA
·
Senyawa sulfat dan sulfonat, contohnya
natrium lauril sulfat
b.
Surfaktan Kationik
Dalam
larutan air, komponennya berdisosiasi membentuk kation. Benzalkonium klorida adalah contoh penting dari jenis
ini. Surfaktan kationik tidak boleh dicampur dengan bahan kimia yang bersifat
anionik seperti sabun karena keduanya tidak dapat bercampur. Selain itu
surfaktan kationik juga tidak boleh dicampur dengan anion polivalen dan tidak
stabil pada PH yang tinggi.
c.
Surfaktan anionik
Emulgator
ini mempunyai beberapa keuntungan seperti toksisitasnya rendah, tidak
mengiritasi, dapat dgunakan utuk sediaan oral dan parental, stabil terhadap
perubahan PH atau penambahan elektrolit, yang termasuk surfaktan nonionik
antara lain :
·
Sorbatin monostearat
·
Polioksietilen monostearat
·
Polietilen glikon 400 monolaurat
2. Emulgator alam
Dapat membentuk film antar permukaan,
yang termasuk golongan ini adalah gom arab, tragakan, tilose.
Evaluasi Krim
3.4.1 Uji Penampilan
Penampilan yang akan
diperiksa adalah pecahnya krim, perubahan organoleptis meliputi perubahan warna
dan bau krim.
3.4.2 Homogenitas
Pemeriksaan dilakukan dengan cara meletakkan
sedikit basis krim di antara dua kaca objek glass, basis harus menunjukkan
adanya susunan yang homogen dan tidak terlihat partikel – partikel kasar.
3.4.3
Tipe Krim dengan Metode Pewarnaan
Persiapkan larutan pereaksi Sudan III, oleskan
krim di atas objek glass. Tambahkan larutan pereaksi Sudan III di atas obyek
glass dan homogenkan, kemudian tutup dengan kaca penutup. Segera amati di bawah
mikroskop dengan perbesaran 10 kali. Bila didapatkan fase luar berwarna merah
dan fase dalam tidak berwarna, maka krim yang terbentuk adalah krim air dalam
minyak. Pada penambahan Biru metilen di atas kaca objek, jika fase luar
berwarna biru dan fase dalam berupa tetesan cair tidak berwarna maka krim yang
terbentuk adalah krim minyak dalam air.
3.4.4 Pemeriksaan Viskositas dan Sifat Alir Krim
Krim dimasukkan ke dalam
gelas piala 250 ml sampai spindle
yang digunakan tercelup (sampai batas pada spindle).
Skala yang tertera pada display dicatat dan viskositas krim dihitung dengan
rumus:
Viskositas (h) = Skala x Faktor (cps)
Gaya (F/A) =
Skala x Kv (dyne/cm²)
Untuk viskositas sediaan
krim diukur pada rpm tertentu sampai jarum viskometer menunjukkan pada satu
skala yang konstan. Penentuan sifat alir dilakukan dengan cara yang sama
seperti di atas hanya saja diukur dengan kecepatan (rpm) yang bervariasi
(dengan menaikkan dan menurunkan rpm) sampai menghasilkan beberapa titik. Buat
data yang diperoleh dalam kertas grafik antara Gaya (sumbu X) dan rpm (sumbu Y)
serta tentukan sifat alirnya. Faktor perkalian berdasarkan rpm dan nomor spindle yang digunakan.
3.4.6 Kestabilan Krim
a. Agitasi atau Sentrifugasi
Sediaan
krim dimasukkan ke dalam tabung sentrifugal kemudian dimasukkan ke dalam alat
sentrifugator, kemudian sentrifugasi pada kecepatan 3750 rpm, radius 10 cm, selama 5 jam. Amati
adanya pemisahan fase minyak dan fase air.
b.Manipulasi Suhu
Krim
dioleskan pada objek glass dan dipanaskan pada suhu 30°C, 40°C, 50°C, 60°C dan
70°C. Amati pada suhu berapa terjadi pemisahan fase dengan menggunakan
indikator sudan merah.
3.4.7 Uji Keseragaman Bobot dan Uji Minimum
Ambil contoh sebanyak 10
wadah berisi zat uji, hilangkan semua etiket yang dapat mempengaruhi bobot pada
waktu isi wadah dikeluarkan. Timbang wadah yang masih berisi krim. Keluarkan
isi secara kuantitatif timbang satu per satu. Bersihkan dan keringkan wadah
dengan cara yang sesuai kemudian timbang wadah kosong. Perbedaan antara kedua
penimbangan adalah bobot bersih isi wadah. Bobot rata-rata dari 20 wadah tidak
kurang dari bobot yang tertera pada etiket dan tidak satu wadah pun yang bobot
bersih isinya kurang dari 90% dari bobot yang tertera pada etiket untuk bobot
60 gram atau kurang. Jika persyaratan ini tidak dipenuhi tetapkan bobot bersih
dari 20 wadah tambahan. Bobot bersih rata-rata isi dari 30 wadah tidak kurang
dari bobot yang tertera pada etiket dan hanya satu wadah yang bobot bersih
isinya kurang dari 90% dari bobot yang tertera pada etiket untuk bobot 60 gram
atau kurang.
3.4.8 Penyebaran
Krim dioleskan pada
cincin teflon berdiameter luar 55 mm dengan ketebalan 3 mm dan berdiameter
dalam sebesar 15 mm beralaskan kaca. Bagian dalam cincin teflon dipenuhi dengan
krim kemudian ratakan dengan spatula hingga didapatkan permukaan yang rata dan
tanpa gelembung udara, kemudian cincin teflon diangkat secara hati-hati
sehingga didapat olesan krim dengan diameter 14 mm dan ketebalan 13 mm. Krim
tersebut kemudian ditutup dengan lempengan kaca yang mempunyai diameter 8 cm
dengan berat 20 gram kemudian ditekan dengan beban 200 gram, diamkan selama 3
menit, setelah itu dipindahkan dan ukur diameter dari permukaan krim yang
melebar dengan jangka sorong mm, kemudian dihitung dengan rumus sebagai berikut
:
F = P x r ² (mm²)
P = 3.14
r = jari-jari (mm)
3.4.9 Pengukuran pH
Pemeriksaan pH dilakukan menggunakan alat pH meter pada suhu kamar. Sebelumnya alat
dikalibrasi dengan larutan dapar baku pH 7,00 dan pH 4,00. Kemudian sampel yang
telah dihomogenkan diukur dengan mencelupkan elektrode, baca angka yang
ditunjukkan monitor dan cata hasil.
3.4.10 Penetapan Kadar
Penetapan kadar krim prometazin HCl menggunakan
metode Spektrofotometri.
Ditimbang
1 gram Prometazin Hidroklorida krim tambahkan 30 mL alkohol 96%, kocok dengan
rotarod sampai larut, dinginkan dengan krim sampai beku, tuang sari dalam labu
100 mL (lakukan 3x) ad kan dengan alkohol hingga 100 mL. Saring dan pipet 2 mL
ad kan dengan alkohol 96% hingga 100 mL.
Lalu ukur dengan menggunakan spektrofotometri dengan panjang gelombang 241 nm, e= 0,340.
3.4.11 Uji Efektivitas Pengawet
Mikroba uji : Candida albicans, E.coli, Pseudomonas
aeruginosa, Stafilokokus dan Aspergillus niger.
Media : Soybean-casein digest atau cairan laktosa.
Prosedur : Jika wadah sediaan tidak dapat
ditembus secara aseptis, pindahkan 2 gram sampel kedalam 5 tabung tertutup.
Inokulasi masing– masing tabung dengan salah satu suspensi mikroba baku yaitu:
0,1 mL inokula setara dengan 2 gram sedĂaan. Mikroba uji dengan jumlah sesuai
ditambahkan. Tetapkan jumlah mikroba dalam tiap suspensi inokulasi, hitung
angka awal mikroba tiap mL sediaan yang diuji dengan metode lempeng. Inkubasi
pada suhu
20-25°C,
amati pada hari ke- 7, 14, 21 dan 28. Pada sediaan akhir kadar pengawet yang
masih efektif lebih rendah dari kadar pengawet yang dapat menimbulkan
keracunan.
Hasil : pengawet efektif bila:
a.
Jumlah bakteri pada hari ke- 14 berkurang hingga
tidak lebih dari 0,1% dari jumlah awal.
b.
Jumlah kapang dan khamir selam 14 hari tetap atau
berkurang.
c.
Jumlah tiap mikroba uji selama 28 hari tetap atau
berkurang dari jumlah a dan b.
3.4.12 Uji
Batas Mikroba
Mikroba uji : Stafilokokus aureus, E. Coli, Pseudomonas
aeruginosa, Salmonella sp.
Media : Soybean-casein
digest atau cairan laktosa
Cara kerja : 10 gram sampel dibuat suatu suspensi
dengan menggunakan emulgator yang sesuai dalam jumlah yang minimal gunakan blender
mekanik dan jika perlu hangatkan hingga suhu
tidak lebih dari 45°C dan lanjutkan pengujian seperti tertera pada pengujian
angka mikroba aerob total.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar