Google ads

Minggu, 29 Maret 2015

KEJANG DEMAM



1.1.1 Pendahuluan
Kejang demam didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal > 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Biasanya dialami oleh anak umur 6 bulan hingga 5 tahun dan terkait dengan demam akibat penyakit infeksi diluar sistem saraf pusat. Biasanya kejang muncul pada fase kenaikan suhu demam saat awal.1,2
Sedangkan menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Infeksi ekstrakranial yang paling banyak didapatkan yakni dari saluran pernapasan bagian atas, dan merupakan 70% dari seluruh penyebab kejang demam.3

Kejang demam diklasifikasikan atas:
1.      Kejang demam simplek (simple febrile seizure) ; yaitu kejang demam yang  berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan biasanya akan behenti sendiri. Sepertiga dari anak dengan kejang demam simplek tidak mengalami perulangan kejang dalam waktu 24 jam.  Faktor resiko kejadian berulang antara lain pada kondisi kejang pertama  terjadi saat usia muda dan adanya riwayat epilepsy. Kejang demam simplek hanya membutuhkan penanganan sederhana dengan menurunkan suhu tubuh.
2.      Kejang demam  komplek (complex febrile seizure), yaitu kejang dengan salah satu ciri sebagai berikut:
a.       Jika kejang berlangsung lebih lama dari 15 menit
b.      Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
c.       Berulang atau lebih dari satu kali dalam 24 jam. 2

1.1.2 Patofisiologi kejang demam 4
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 0C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10% – 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron sehingga dalam waktu singkat terjadi difusi ion Kalium maupun Natrium melalui membran yang mengakibatkan terjadinya pelepasan muatan listrik. Pelepasan mutan listrik meluas ke membran sel tetangganya melalui neurotransmiter sehingga terjadi kejang.
Setiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang terjadi pada suhu 380C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 400C atau lebih.
1.1.3 Penatalaksanaan Kejang Demam 2,3
1.1.3.1 Saat kejang
          Untuk pengobatan fase akut, pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah dan muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigen terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi dapat diturunkan dengan kompres dan pemberian antipiretik.
Obat pilihan untuk menangani kejang pada anak adalah diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kg BB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan apabila tidak timbul kejang lagi cabut jarum. Bila diazepam intravena tidak tersedia dan pemberiannya sulit, gunakan diazepam intrarektal 5mg (BB < 10kg) atau 10 mg (BB> 10 kg). Bila kejang tidak berhenti dapat diulang selama 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau < 50 mg/menit. Jika berhenti, fenitoin dilanjutkan dengan dosis 4-8 mg/kgBB/hari  dimulai 12 jam setelah dosis awal.
            Bila kejang berhenti dengan pemberian diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan – 1 tahun 50 mg dan umur > 1 tahun 75 mg secara intramuscular. 4  jam kemudian berikan phenobarbital dosis profilaksis. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10mg/kgBB/hari dibagi dalam 1-2 dosis, untuk hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 1-2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik, diberikan peroral. Dosis total tidak boleh melebihi 200 mg/hari.

1.1.3.2 Pengobatan Profilaksis 2,3
          Pengobatan profilaksis dibagi 2 yaitu:
1.      Profilaksis intermitten saat demam
Untuk pengobatan demam dapat diberikan paracetamol dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 3-4 kali sehari atau Ibuprofen 5–10 mg/kgBB/kali diberikan 3-4 kali sehari. Diazepam oral 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam saat demam terbukti menurunkan resiko berulangnya kejang demam  pada 30%- 60% kasus, begitu pula diazepam rektal 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38oC. Perlu diperhatikan efek samping ataksia dan sedasi berat yang terjadi pada 25% - 39% kasus.

2.      Profilaksis jangka panjang
                 Pengobatan profilaksis jangka panjang diberikan pada kondisi:
a.       Kejang berlangsung lama > 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap
b.      Ada kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hidrosefalus.
c.       Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung
d.      Kejang demam terjadi pada bayi < 12 bulan atau terjadi kejang multiple dalam satu episode demam

          Terapi profilaksis jangka panjang yang diberikan adalah fenobarbital 3–4 mg/kgBB/hari dibagi dalam 1-2 dosis, atau  asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2–3 dosis. Diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan bertahap dalam 1 -2 bulan.
          Efek samping yang sering muncul pada pengunaan fenobarbital jangka panjang adalah gangguan  perilaku berupa hiperkinesia dan kesulitan belajar yang terjadi pada 40% - 50 % kasus. Sementara itu, asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati pada sebagian kecil kasus terutama pada usia < 2 tahun.
          Penggunaaan antiepileptik pada anak untuk mengurangi berulangnya kejang demam masih kontroversial. Royal College of Physicians and the British Paediatric Association melalui studi analisis menyatakan bahwa penggunaan fenobarbital untuk profilaksis jangka panjang sangat jarang diindikasikan. Sementara itu, beberapa kelompok juga melaporkan profilaksis intermiten dengan fenobarbital atau diazepam pada saat demam dapat mencegah berulangnya serangan, namun tidak merekomendasikan penggunaannya secara rutin. Selain itu, American Academy of Pediatrics melaporkan penggunaan parasetamol sebagai antipiretik dan diazepam sebagai profilaksis intermiten gagal mencegah terjadinya kejang berulang. Berikutnya suatu studi meta analisis menyimpulkan bahwa baik profillaksis intermittent maupun jangka panjang tidak memberikan efek yang lebih berguna dibandingkan potensi efek samping yang mungkin terjadi.1
             Terapi antikonvulsan hanya dipertimbangkan untuk pasien dengan resiko mengalami kejang demam kompleks, atau kejang demam berlanjut, yaitu  pasien yang mengalami kejang pertama pada usia kurang dari 14 bulan -18 bulan, atau pasien dengan abnormal neurologis, atau pasien yang telah pernah mengalami kejang fokal atau kejang berlanjut sebelumnya.5
1.1.4 Prognosis2
          Perkembangan mental dan neurologis pada umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kecatatan dan kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Faktor resiko berulangnya kejang demam adalah:
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya timbul kejang setelah demam

Tidak ada komentar:

Google Ads