1.1.1 Pendahuluan
Kejang demam didefinisikan sebagai
bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal > 38oC)
yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Biasanya dialami oleh anak umur 6
bulan hingga 5 tahun dan terkait dengan demam akibat penyakit infeksi diluar
sistem saraf pusat. Biasanya kejang muncul pada fase kenaikan suhu demam saat
awal.1,2
Sedangkan menurut Consensus Statement
on Febrile Seizures, kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau
anak yang biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun berhubungan dengan
demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab
tertentu. Infeksi ekstrakranial yang paling banyak didapatkan yakni dari
saluran pernapasan bagian atas, dan merupakan 70% dari seluruh penyebab kejang
demam.3
Kejang demam diklasifikasikan atas:
1. Kejang demam simplek (simple febrile
seizure) ; yaitu kejang demam yang
berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan biasanya akan behenti
sendiri. Sepertiga dari anak dengan kejang demam simplek tidak mengalami
perulangan kejang dalam waktu 24 jam.
Faktor resiko kejadian berulang antara lain pada kondisi kejang
pertama terjadi saat usia muda dan
adanya riwayat epilepsy. Kejang demam simplek hanya membutuhkan penanganan
sederhana dengan menurunkan suhu tubuh.
2. Kejang demam komplek (complex febrile seizure), yaitu
kejang dengan salah satu ciri sebagai berikut:
a. Jika kejang berlangsung lebih lama dari 15
menit
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau
kejang umum didahului kejang parsial
c. Berulang atau lebih dari satu kali dalam
24 jam. 2
1.1.2 Patofisiologi kejang demam 4
Pada keadaan demam
kenaikan suhu 1 0C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%
– 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3
tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi
perubahan keseimbangan dari membran sel neuron sehingga dalam waktu singkat
terjadi difusi ion Kalium maupun Natrium melalui membran yang mengakibatkan
terjadinya pelepasan muatan listrik. Pelepasan mutan listrik meluas ke membran
sel tetangganya melalui neurotransmiter sehingga terjadi kejang.
Setiap anak mempunyai
ambang kejang yang berbeda. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang
terjadi pada suhu 380C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang
tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 400C atau lebih.
1.1.3 Penatalaksanaan Kejang Demam 2,3
1.1.3.1 Saat kejang
Untuk
pengobatan fase akut, pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah
aspirasi ludah dan muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigen terjamin.
Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, suhu, pernapasan dan fungsi
jantung. Suhu tubuh yang tinggi dapat diturunkan dengan kompres dan pemberian
antipiretik.
Obat pilihan untuk menangani kejang pada
anak adalah diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kg BB/kali dengan kecepatan 1-2
mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti sebelum diazepam
habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan apabila tidak timbul kejang
lagi cabut jarum. Bila diazepam intravena tidak tersedia dan pemberiannya
sulit, gunakan diazepam intrarektal 5mg (BB < 10kg) atau 10 mg (BB> 10
kg). Bila kejang tidak berhenti dapat diulang selama 5 menit kemudian. Bila
tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara
intravena perlahan-lahan dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau < 50 mg/menit.
Jika berhenti, fenitoin dilanjutkan dengan dosis 4-8 mg/kgBB/hari dimulai 12 jam setelah dosis awal.
Bila
kejang berhenti dengan pemberian diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan
langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan – 1 tahun 50 mg
dan umur > 1 tahun 75 mg secara intramuscular. 4 jam kemudian berikan phenobarbital dosis
profilaksis. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10mg/kgBB/hari dibagi dalam 1-2
dosis, untuk hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 1-2
dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah
membaik, diberikan peroral. Dosis total tidak boleh melebihi 200 mg/hari.
1.1.3.2 Pengobatan Profilaksis 2,3
Pengobatan profilaksis dibagi 2 yaitu:
1.
Profilaksis
intermitten saat demam
Untuk
pengobatan demam dapat diberikan paracetamol dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali
diberikan 3-4 kali sehari atau Ibuprofen 5–10 mg/kgBB/kali diberikan 3-4 kali
sehari. Diazepam oral 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam saat demam terbukti menurunkan
resiko berulangnya kejang demam pada
30%- 60% kasus, begitu pula diazepam rektal 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu
> 38oC. Perlu diperhatikan efek samping ataksia dan sedasi berat
yang terjadi pada 25% - 39% kasus.
2.
Profilaksis
jangka panjang
Pengobatan
profilaksis jangka panjang diberikan pada kondisi:
a.
Kejang
berlangsung lama > 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis
sementara atau menetap
b.
Ada
kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hidrosefalus.
c.
Ada
riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung
d.
Kejang
demam terjadi pada bayi < 12 bulan atau terjadi kejang multiple dalam satu
episode demam
Terapi
profilaksis jangka panjang yang diberikan adalah fenobarbital 3–4 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 1-2 dosis, atau asam
valproat dengan dosis 15-40 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2–3 dosis. Diberikan
selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan bertahap dalam 1 -2 bulan.
Efek
samping yang sering muncul pada pengunaan fenobarbital jangka panjang adalah
gangguan perilaku berupa hiperkinesia
dan kesulitan belajar yang terjadi pada 40% - 50 % kasus. Sementara itu, asam
valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati pada sebagian kecil kasus
terutama pada usia < 2 tahun.
Penggunaaan
antiepileptik pada anak untuk mengurangi berulangnya kejang demam masih
kontroversial. Royal College of
Physicians and the British Paediatric Association melalui studi analisis menyatakan
bahwa penggunaan fenobarbital untuk profilaksis jangka panjang sangat jarang
diindikasikan. Sementara itu, beberapa kelompok juga melaporkan profilaksis
intermiten dengan fenobarbital atau diazepam pada saat demam dapat mencegah
berulangnya serangan, namun tidak merekomendasikan penggunaannya secara rutin.
Selain itu, American Academy of
Pediatrics melaporkan penggunaan parasetamol sebagai antipiretik dan
diazepam sebagai profilaksis intermiten gagal mencegah terjadinya kejang
berulang. Berikutnya suatu studi meta analisis menyimpulkan bahwa baik
profillaksis intermittent maupun jangka panjang tidak memberikan efek yang
lebih berguna dibandingkan potensi efek samping yang mungkin terjadi.1
Terapi antikonvulsan hanya dipertimbangkan
untuk pasien dengan resiko mengalami kejang demam kompleks, atau kejang demam
berlanjut, yaitu pasien yang mengalami
kejang pertama pada usia kurang dari 14 bulan -18 bulan, atau pasien dengan
abnormal neurologis, atau pasien yang telah pernah mengalami kejang fokal atau
kejang berlanjut sebelumnya.5
1.1.4 Prognosis2
Perkembangan
mental dan neurologis pada umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya
normal. Kecatatan dan kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Faktor resiko berulangnya kejang demam
adalah:
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya timbul kejang setelah demam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar