Google ads

Kamis, 12 Maret 2015

Anemia



Definisi
Anemia merupakan kelompok penyakit yang ditandai dengan penurunan baik  hemoglobin (Hb) ataupun volume sel darah merah(eritrosit), yang mengakibatkan penurunan kapasitas pembawa oksigendarah (Dipiro,  et   al., 2008).
Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya 1 atau lebih parameter sel darah merah: konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah. Menurut kriteria WHO yang direvisi/ kriteria National Cancer Institute, anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 14 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita. Kriteria ini digunakan untuk evaluasi anemia pada penderita dengan keganasan.

1.1.1.      Prevalensi dan Etiologi
Prevalensi dan etiologi anemia dalam tiap-tiap  populasi bervariasi. Di negara-negara maju di mana sebagian besar penelitian yang  telah dilakukan, anemia adalah lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria.  Kelompok rentan termasuk wanita hamil , anak di bawah 5 tahun dan orang tua . Mayoritas kasus di orang-orang muda yang disebabkan oleh kekurangan besi.   Anemia banyak dijumpai pada orang tua ,sekitar10 % dari orang di atas 65 tahun . Di negara berkembang, faktor yang mempengaruhi prevalensi anemia termasuk iklim, kondisi sosial - ekonomi dan,yang paling penting, faktor lingkungan.

1.1.2.      Gejala Klinis
Gejala utama adalah sesak napas saat beraktivitas, sesak pada saat istirahat, fatigue, gejala dan tanda keadaan hiperdinamik (denyut nadi kuat, jantung berdebar, dan roaring in the ears). Pada anemia yang lebih berat, dapat timbul letargi, konfusi, dan komplikasi yang mengancam jiwa (gagal jantung, angina, aritmia dan/atau infark miokard).
Anemia yang disebabkan perdarahan akut berhubungan dengan komplikasi berkurangnya volume intraseluler dan ekstraseluler. Keadaan ini menimbulkan gejala mudah lelah, lassitude (tidak bertenaga), dan kram otot.Gejala dapat berlanjut menjadi postural dizzines, letargi, sinkop; pada keadaan berat, dapat terjadi hipotensi persisten, syok, dan kematian.

1.1.3.      Penyebab Anemia
Terdapat dua pendekatan untuk menentukan penyebab anemia:
a.    Pendekatan kinetik
Pendekatan ini didasarkan pada mekanisme yang berperan dalam turunnya Hb. Anemia dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari 3 mekanisme independen:
1.    Berkurangnya produksi sel darah merah.
2.    Meningkatnya destruksi sel darah merah.
3.    Kehilangan darah.

b.    Pendekatan morfologi
Pendekatan ini mengkategorikan anemia berdasarkan perubahan ukuran eritrosit (Mean corpuscular volume/MCV)dan respons retikulosit.
Anemia disebabkan karena kecepatan produksi sel darah merah lebih rendah dari destruksinya. Penyebab berkurangnya produksi sel darah merah:
1.    Kekurangan nutrisi: Fe, B12, atau folat.
Dapat disebabkan oleh kekurangan diet, malaborpsi (anemia pernisiosa, sprue) atau kehilangan darah (defi siensi Fe).
2.    Kelainan sumsum tulang (anemia aplastik, pure red cell aplasia,mielodisplasia, inflitrasi tumor).
3.    Supresi sumsum tulang (obat, kemoterapi, radiasi).
4.    Rendahnya trophic hormonuntuk stimulasi produksi sel darah merah (eritropoietin pada gagal ginjal, hormon tiroid [hipotiroidisme] dan androgen [hipogonadisme]).
5.    Anemia penyakit kronis/anemia inflamasi, yaitu anemia dengan karakteristik berkurangnya Fe yang efektif untuk eritropoiesis karena berkurangnya absorpsi Fe dari traktus gastrointestinal dan berkurangnya pelepasan Fe dari makrofag, berkurangnya kadar eritropoietin (relatif) dan sedikit berkurangnya masa hidup eritrosit.

Berdasarkan pendekatan morfologi, anemia diklasifikasikan menjadi:
1.    Anemia Makrositik
Anemia makrositik (gambar 1)
Anemia makrositik merupakan anemia dengan karakteristik MCV di atas 100 fL. Anemia makrositik dapat disebabkan oleh :
a.    Peningkatan retikulosit
b.    Peningkatan MCV merupakan karakteristik normal retikulosit. Semua keadaan yang menyebabkan peningkatan retikulosit akan memberikan gambaran peningkatan MCV
c.    Metabolisme abnormal asam nukleat pada prekursor sel darah merah (defi siensi folat atau cobalamin, obat-obat yang mengganggu sintesa asam nukleat: zidovudine, hidroksiurea)
d.   Gangguan maturasi sel darah merah (sindrom mielodisplasia, leukemia akut).
e.    Penggunaan alcohol.
f.     Penyakit hati.
g.    Hipotiroidisme.

2.        Anemia Mikrositik
Anemia mikrositik (gambar 2)
Anemia mikrositik merupakan anemia dengan karakteristik sel darah merah yang kecil (MCV kurang dari 80 fL).Anemia mikrositik biasanya disertai penurunan hemoglobin dalam eritrosit. Dengan penurunan MCH (mean concentration hemoglobin)dan MCV, akan didapatkan gambaran mikrositik hipokrom pada apusan darah tepi.
Penyebab anemia mikrositik hipokrom:
a.    Berkurangnya Fe: anemia defi siensi Fe, anemia penyakit kronis/anemia infl amasi, defi siensi tembaga.
b.    Berkurangnya sintesis heme: keracunan logam, anemia sideroblastik kongenital dan didapat.
c.    Berkurangnya sintesis globin: talasemia dan hemoglobinopati.

3.        Anemia Normositik
Anemia normositik (gambar 3)
Anemia normositik adalah anemia dengan MCV normal (antara 80-100 fL). Keadaan ini dapat disebabkan oleh :
a.    Anemia pada penyakit ginjal kronik.
b.    Sindrom anemia kardiorenal: anemia, gagal jantung, dan penyakit ginjal kronik.
c.    Anemia hemolitik:
d.   Anemia hemolitik karena kelainan intrinsik sel darah merah: Kelainan membran (sferositosis herediter), kelainan enzim (defisiensi G6PD), kelainan hemoglobin (penyakit sickle cell). Anemia hemolitik karena kelainan ekstrinsik sel darah merah.Imun, autoimun (obat, virus, berhubungan dengan kelainan limfoid, idiopatik), alloimun (reaksi transfusi akut dan lambat, anemia hemolitik neonatal), mikroan giopati (purpura trombositopenia trombotik, sindrom hemolitik uremik), infeksi (malaria), dan zat kimia (bisa ular).

1.1.4.      Pemeriksaan Penunjang
1.1.4.1. Fisik
Tujuan utamanya adalah menemukan tanda keterlibatan organ atau multisistem dan untuk menilai beratnya kondisi penderita. Pemeriksaan fisik perlu memperhatikan :
1.      adanya takikardia, dispnea, hipotensi postural.
2.      pucat: sensitivitas dan spesifisitas  untuk pucat pada telapak tangan, kuku, wajah atau
3.      konjungtiva sebagai prediktor anemia bervariasi antara 19-70% dan 70-100%.
4.      ikterus: menunjukkan kemungkinan adanya anemia hemolitik. Ikterus sering sulit dideteksi di ruangan dengan cahaya lampu artifisial. Pada penelitian 62 tenaga medis, ikterus ditemukan pada 58% penderita dengan bilirubin >2,5 mg/dL dan pada 68% penderita dengan bilirubin 3,1 mg/dL.
5.      penonjolan tulang frontoparietal, maksila (facies rodent/chipmunk) pada talasemia.
6.      lidah licin (atrofi papil) pada anemia defisiensi Fe.
7.      limfadenopati, hepatosplenomegali, nyeri tulang (terutama di sternum); nyeri tulang
8.      dapat disebabkan oleh adanya ekspansi karena penyakit infi ltratif (seperti pada leukemia mielositik kronik), lesilitik ( pada mieloma multipel atau metastasis kanker).
9.      petekhie, ekimosis, dan perdarahan lain.
10.  kuku rapuh, cekung (spoon nail) pada anemia defi siensi Fe.
11.  Ulkus rekuren di kaki (penyakit sickle cell,
12.  sferositosis herediter, anemia sideroblastik familial).
13.  Infeksi rekuren karena neutropenia atau defisiensi imun.

1.1.5.2. Pemeriksaan laboratorium
Parameter Hematologi Normal
Tes
Umur
2 – 6
6 – 12
12 – 18
18 – 49
Hb (R/dL)
11,5 – 15,5
11,5 – 15,5
M : 13 – 16
F  : 12 – 16
M : 13,5 – 17,5
F  : 12 – 16
Hematokrit (%)
34 – 40
35 – 45
M : 37 – 49
F  : 36 – 46
M : 41 – 53
F  : 36 – 46
Mean Corpuscle Volume (fL)
75 – 87
77 – 95
M : 78 – 98
F  : 78 – 102
80 – 100
Mean Corpuscular Hemoglobin (pg)
24 – 30
25 – 33
25 – 35
26 – 34
Sel Darah Merah (juta/mm3)
3,9 – 5,3
4 – 5,2
4,5 – 5,3
4,5 – 5,9
Besi Serum (µg/dL)

50 – 120
50 – 120
M : 50 – 160
F  : 40 – 150
Total Iron-binding Capacity (µg/dL)
250 – 400
250 – 400
250 – 400
250 – 400
Ferritin (ng/mL)
7 – 140
7 – 140
7 – 140
M : 15 – 200
F  : 12 – 150
Folat (ng/mL)



1,8 – 16
Sianokobalamin (pg/mL)



100 – 900
Eritropoietin (mU/mL)



0 – 19



1.1.7.      Patofisiologi
1.        Kehilangan darah berlebih
Terjadi pendarahan karena luka perifer atau karena penyakit misalnya gastric ulcer dan hemorrhoid.
2.        Pendarahan kronis
a.    Pendarahan vagina
b.    Peptic ulcer
c.    Parasit intestinal
d.   Aspirin dan AINS lain
3.        Destruksi berlebihan sel darah merah
a.    Antibodi sel darah merah
b.    Obat-obatan
c.    Sequestrasi berlebihan pada limpa
4.        Faktor intrakorpuskular
a.    Hereditas
b.    Kelainan sintesis Hb
5.        Produksi eritrosit kurang
a.    Defisiensi nutrien (Fe, B12, asam folat, protein)
b.    Defisiensi eritroblas
§  Anemia aplastik
§  Antagonis asam folat
§  Eritroblastopenia terisolasi
§  antibodi
c.    Kondisi infiltrasi sumsum tulang
§  Limfoma
§  Leukemia
§  Mielofibrosis
§  Karsinoma
d.   Abnormalitas endokrin
§  Hipotiroid
§  Insufisiensi adrenal
§  Insufisiensi Pituitary
e.    Penyakit ginjal kronis
f.     Penyakit inflamasi kronis
§  Granulomatous disease
§  Collagen vascular disease
g.    Penyakit hati

1.1.8.      Faktor Resiko
1.        Kekurangan asupan nutrisi besi, asam folat, dan B12.
2.        Kondisi tertentu : hamil.
3.        Genetik.
4.        Obat-obatan yang dapat mensupresi sumsum tulang.
5.        Obat-obatan golongan AINS
6.        Pendarahan.

Petunjuk Diagnosis Penyebab Anemia
















1.1.9.      TujuanTerapi :
1.            Mengurangi gejala yang dialami pasien dan meningkatkan produktivitas serta kualitas hidup.
2.            Memperbaiki etiologi yang menjadi dasar terjadinya anemia  (mengembalikan substrat yang dibutuhkan dalam produksi eritrosit).
3.            Mencegah kekambuhan anemia.
4.            Mencegah kematian (pada pendarahan hebat).

1.1.11.       Obat Antianemia
1.        Zat besi (Fe) dan Garam-garamnya
Defisiensi zat besi merupakan penyebab yang paling umum dari anemia kronis. Seorang laki-laki dewasa membutuhkan asupan Fe 10 mg dan wanita memerlukan 12 mg. Sedangkan pada wanita hamil dan menyusui memerlukan tambahan asupan 5 mg sehari. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, Fe yang terdapat di dalam gudang lambat laun akan kosong, akibatnya timbul anemia defisiensi Fe. Hal ini dapat disebabkan oleh absopsi yang tidak bagus, perdarahan kronik dan kebutuhan yang meningkat, keadaan ini memerlukan penambahan Fe dalam bentuk obat.

FARMAKOKINETIK
a.         Absorbsi
Fe lebih mudah diabsorbsi dalam bentuk fero. Transportnya melalui sel mukosa usus terjadi secara transport aktif. Pada individu norma tanpa defisiensi Fe jumlah Fe yang diabsorpsi 5-10% tau sekitar 0,5-1 mg/hari. Absorpsi Fe meningkat bila cadangan rendah atau kebutuhan Fe meningkat.Absoprsi meningkat menjadi 1-2mg/hari pada wanita menstruasi dan pada wanita hamil dapt menjadi 3-4mg/hari. Kebutuhan Fe juga meningkat pada bayi inosin, etionin, vitamin C, HCl, s suksinat dan senyawa asam lain. Fe yang terdapat pada makanan hewani lebih mudah misalnya daging umumnya diabsopsi lebih mudah dibandingkan dengan makanan nabati.

b.        Distribusi
Setelah diabsorpsi Fe dalam darah akan diikat oleh transferin (siderofilin) untuk kemudian diangkut ke berbagai jaringan, terutama ke sumsum tulang dan depot Fe. Selain transferin, sel-sel retikulum dapat pula mengangkut Fe, yaitu untuk keperluan eritropoesis.Sel ini juga berungsi sebagai gudang Fe.

c.         Metabolisme& eksresi
Bila tidak digunakan dalam eritropoesis, Fe mengikat suatu protein yang disebut apoferin dan membentuk feritin.Fe disimpan terutama pada sel mukosa usus halus dan dalam sel-sel retikuloendotelia (di hati, limpa dan sumsum tulang). Cadangan ini tersedia untuk digunakan oleh sumsum tulang dalam proses eritropoesis.
Bila Fe diberikan iv cepat sekali diikat oleh apoferitin (protein yang membentuk feritin) dan disimpan terutama di dalam hati, sedangkan setelah pemberian per oral teruatama akan disimpan di limpa dan sumsum tulang. Fe yang berasal dari pemecahan eritrosit akan masuk ke hati dan limpa.
Jumlah Fe yang dieksresikan setiap hari sedikit sekali, biasanya sekitar 0,5-1 mg sehari. Ekssresi terutama berlangsung melalui sel epitel kulit dan saluran cerna yang terkelupas, selain it juga melalui keringat, urin, feses, serta kuku dan rambut yang dipotong.

INDIKASI
            Sediaan Fe hanya diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan anemia defisiensi Fe. Penggunaan diluar indikasi ini cenderung menyebabkan penyakit penimbunan besi dan keracunan besi. Banyak anemia yang mirip anemia defisiensi Fe, sebagai pegangan untuk diagnostik dalam hal ini ialah, bahwa pada anemia defisiensi Fe dapat terlihat granula berwarna kuning emas di dalam sel-sel retikuloendotelial sumsum tulang.





PENGOBATAN
1.    Terapi zat besi secara oral
Beberapa preparat Fe oral yang biasa digunakan
Preparat
/ sediaan
Ukuran tablet
Elemen besi
per tablet
Dosis dewasa yang
lazim (tablet per hari)
Ferrous sulfate, hydrated
325 mg
65 mg
3-4
Ferrous sulfate, desiccated
200 mg
65 mg
3-4
Ferrous gluconate
325 mg
36 mg
3-4
Ferrous fumarate
200 mg
66 mg
3-4
Ferrrous fumarate
325 mg
106 mg
2-3

Efek-efek yang tidak diinginkan yang umum pada terapi zat besi secara oral termasuk muntah-muntah, ketidak nyamanan epigastrik, kejang perut sembelit, dan diare. Feses pasien yang mengkonsumsi zat besi oral akan berwarna hitam, ini tidak mempunyai kemaknaan klinis tetapi akan mengaburkan diagnosis hilangnya darah gastrointestinal yang berkelanjutan.

2.      Terapi zat besi parenteral
Terapi zat besi parenteral hendaknya diperuntukkan bagi pasien-pasien yang defisiensi zat besi dan tidak dapat menoleransi atau mengkonsumsi zat besi oral dan pasien-pasien dengan kehilangan darah kronis yang parah yang tidak dapat dipertahankan hanya dengan zat besi oral.
Pemberian Fe secara parenteral menimbulkan efek yang tidak diinginkan termasuk nyeri lokal dan noda jaringan (jaringan berubah menjadi warna coklat ditempat suntikan), sakit kepala, kepala terasa ringan, demam, artragia, mual dan muntah, nyeri pinggang, wajah kemerahan, urtikaria, brnkospasme, dan yang jarang terjadi adlah anfilaksis dan kematian.
           
2.    Vitamin B12
Vitamin B12 berfungsi sebagai suatu kofaktor untuk beberapa reaksi biokimia penting pada manusia. Kekurangan vitamin B12akan menyebabkan anemia, gejala-gejala fastrointestinal dan abnormalitas neurologis. Defisiensi vitamin B12 pada orang dewasa terutama pada dewasa usia lanjut, yang disebabkan oleh absorpsi yang tidak normal dari vitamin  B12dalam makanan.
Vitamin B12 dengan asam folat sangat penting untuk metabolisme intrasel. Vitamin B12 dan asam folat dibutuhkan untuk sintesis DNA yang normal, sehingga defisiensi salah satu vitamin ini menimbulkan gangguan produksi dan maturasi eritrosit yang memberikan gambaran sebagai anemia megaloblastik. Berbeda dengan asam folat, defisiensi vitamin B12 juga menyebabkan kelainan neurologik. Defisiensi vitamin B12 dapat didiagnosis dengan mengukur kadar vitamin B12 dalam plasma. Kebutuhan vitamin B12 pada orang sehat kira-kira 1 µg sehari yaitu sesuai dengan jumlah yang dieksresikan oleh tubuh.

FARMAKOKINETIK
a.       Absorpsi
Sianokobalamin diabsorpsi baik dan cepat setelah pemberian IM dan SC. Absorpsi peroral berlangsung lambat di ileum, kadar puncak dicapai 8-12 jam setelah pemberian 3 µg. Vitamin B12 dalam jumlah fisiologis diabsorpsi hanya setelah vitamin ini bergabung dengan faktor intrinsik, suatu glikoprotein yang disekresika oleh sel-sel parietal dari mukosa lambung. Faktor intrinsik bergabung dengan vitamin B12 yang dibebaskan dari sumber-sumber makanan dalam lambung dan duodenum dan kompleks vitamin B12. Faktor instrinsik selanjutnya diabsorpsi di ileum distal oleh sistem transpor yang diperantarai oleh reseptor yang sangat spesifik
b.      Distribusi
Setelah diabsorpsi hampir semua vitamin B12 dalam darah terikat dengan protein plasma.Vitamin B12 yang terikat pada transkobalamin II akan diangkut ke berbagai jaringan terutama hati yang merupakan gudang utama penyimpanan vitamin B12 (50-90%). Kadar normal vitamin B12 dalam plasma adalah 200-900 Pg/mL dengan simpanan sebanyak 1-10 mg dalam hepar.
c.       Metabolisme dan eksresi
Baik sianokobalamin dan hidroksokobalamin dalam jaringan dan darah terikat kuat dengan protein. Seperti halnya koenzim vitamin B12, ikatan dengan hidroksokobalamin lebih kuat sehingga sukar dieksresikan melalui urin.Di dalam hati kedua kobalamin tersebut diubah menjadi koenzim B12.Eksresi melalui empedu sebanyak 3-7 µg sehari.

SEDIAAN DAN POSOLOGI
Vitamin B12 diindikasikan untuk pasien defisiensi vitamin B12 misalnya anemia pernisiosa. Walaupun diagnosis belum ditegakkan sebaiknya disuntikkan 100 µg sianokobalamin dan asam folat 1-5 mg secara IM.Selanjutnya 100 µg sianokobalamin IM dan 1-2 mg asam folat per oral diberikan selama 1-2 minggu. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah kerusakan neurologik yang lebih berat.
Vitamin B12 tersedia dalam bentuk tablet untuk pemberian oral dan larutan untuk injeksi. Sediaan oral bermanfaat untuk suplemen diit, namun kecil manfaatnya untuk pasien dengan gangguan ileum, karena absorpsi secara difusi tidak dapat diandalkan sebagai terapi efektif. Maka cara pemberian yang terbaik adalah dengan IM atau SC.
Suntika sianokobalamin jarang sekali menyebabkan alergi dan iritasi ditempat suntikan.
Pada terapi awal, diberikan dosis 100 µg sehari parenteral selama 5-10 hari. Dengan terapi ini respon hematologik baik sekali, tetapi respon kurang memuaskan bila terdapat keadaan yang menghambat hematopoesis misalnya infeksi, uremia atau penggunaan kloramfenikol. Terapi penunjang dilakukan dengan memberikan dosis pemeliharaan 100-200 µg sebulan sekali sampai diperoleh remisi yang lengkap, yaitu jumlah eritrosit dalam darah ±4,5 juta/mm3dan morfologi hematologik berada dalam batas-batas normal. Kemudian 100 µg sebulan sekali cukup untuk mempertahankan remisi.Pemberian dosis pemeliharaan setiap bulan ini penting sebab retensi vitamin B12 terbatas, walaupun diberikan dosis sampai 1000 µg.
3.    Asam Folat
Asam folat merupakan prekursor inaktif dari beberapa koenzim yang berfungsi pada transfer unit karbon tunggal. Beberapa reaksi yang menggunakan unit karbon tunggal adalah sintesa purin melalui pembentukan asam inosinat, sintesis nukleotida pirimidin melalui metilasi asam deoksiuridilat menjadi asam timidilat, dan interkonversi beberapa asam amino misalnya antara serin dengan glisin, histidin dengan asam glutamat, hemosistein dengan metionin.

FARMAKOKINETIK
Pada pemberian oral absorpsi folat baik sekali terutama di 1/3 bagian proksimal usus halus. Dengan dosis kecil absorpsi memerlukan energi, sedangkan dengan kadar tinggi absorpsi dapat berlangsung secara difusi.  Walaupun ada ganggguan di usus halus, absorpsi folat biasanya masih mencukupi kebutuhan terutama sebagai PmGA.Distribusinya merata ke semua jaringan dan terjadi penumpukan dalam cairan serebrospinal.Eksresi berlangsung melalui ginjal, sebagian besar dalam bentuk metabolit.

INDIKASI
Penggunaan folat yang rasional adalah pencegahan dan pengobatan defisiensi folat. Kebutuhan asam folat meningkat pada wanita hamil dan dapat menyebabkan defisiensi asam folat bila tidak atau kurang mendapatkan asupan asam folat. Wanita hamil membutuhkan sekurang-kurangnya 500 µg asam folat perhari. Dosis yang digunakan tergantung dari beratnya anemia dan komplikasi yang ada. Umumnya foalqt diberikan per oral namun bila keadaan tidak memungkinkan folat diberikan secara IM atau SC.
Untuk tujuan diagnostik digunakan dosis 10 mg per oral selama 10 hari yang akan menimbulkan respon hematologi pada pasien defisiensi folat. Hal ini akan membedakan dengan defisiensi vitamin B12 yang akan memberikan respon dengan dosis 0,2nmg perhari atau lebih. Terapi awal pada defisiensi folat tanpa komplikasi dimulai dengan 0,5-1 mg sehari secara oral selama 10  hari, dengan adanya komplikasi dimana kebutuhan folat meningkat disertai pula dengan supresi hematopoesis, dosis perlu lebih besar. Setelah perbaikan dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 0,1-0,5 mg sehari. Pada anemia hemolitik kebutuhan asam folat juga meningkat yaitu 1 atau 2 kali sehari 1mg perhari.

Tidak ada komentar:

Google Ads