Definisi
Anemia merupakan kelompok penyakit yang ditandai dengan penurunan
baik
hemoglobin
(Hb) ataupun volume sel darah merah(eritrosit), yang mengakibatkan penurunan kapasitas pembawa oksigendarah
(Dipiro, et al., 2008).
Anemia
didefinisikan sebagai berkurangnya 1 atau lebih parameter sel darah merah:
konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah. Menurut
kriteria WHO yang direvisi/ kriteria National Cancer Institute, anemia adalah
kadar hemoglobin di bawah 14 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita.
Kriteria ini digunakan untuk evaluasi anemia pada penderita dengan keganasan.
1.1.1.
Prevalensi dan Etiologi
Prevalensi dan etiologi anemia dalam tiap-tiap populasi
bervariasi. Di negara-negara maju di mana sebagian besar
penelitian yang telah
dilakukan, anemia adalah lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Kelompok
rentan termasuk wanita hamil , anak di bawah 5 tahun dan orang tua . Mayoritas kasus di
orang-orang muda yang disebabkan oleh kekurangan besi. Anemia banyak dijumpai pada orang tua ,sekitar10 % dari orang di atas 65 tahun
. Di negara berkembang, faktor yang mempengaruhi prevalensi anemia termasuk
iklim, kondisi sosial - ekonomi dan,yang paling penting, faktor
lingkungan.
1.1.2.
Gejala Klinis
Gejala
utama adalah sesak napas saat beraktivitas, sesak pada saat istirahat, fatigue,
gejala dan tanda keadaan hiperdinamik (denyut nadi kuat, jantung berdebar, dan
roaring in the ears). Pada anemia yang lebih berat, dapat timbul letargi,
konfusi, dan komplikasi yang mengancam jiwa (gagal jantung, angina, aritmia
dan/atau infark miokard).
Anemia
yang disebabkan perdarahan akut berhubungan dengan komplikasi berkurangnya
volume intraseluler dan ekstraseluler. Keadaan ini menimbulkan gejala mudah
lelah, lassitude (tidak bertenaga), dan kram otot.Gejala dapat berlanjut
menjadi postural dizzines, letargi, sinkop; pada keadaan berat, dapat terjadi
hipotensi persisten, syok, dan kematian.
1.1.3.
Penyebab Anemia
Terdapat
dua pendekatan untuk menentukan penyebab anemia:
a.
Pendekatan kinetik
Pendekatan ini didasarkan pada mekanisme
yang berperan dalam turunnya Hb. Anemia dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari
3 mekanisme independen:
1.
Berkurangnya produksi sel darah
merah.
2.
Meningkatnya destruksi sel darah
merah.
3.
Kehilangan darah.
b.
Pendekatan morfologi
Pendekatan ini mengkategorikan anemia
berdasarkan perubahan ukuran eritrosit (Mean corpuscular volume/MCV)dan respons
retikulosit.
Anemia disebabkan karena kecepatan
produksi sel darah merah lebih rendah dari destruksinya. Penyebab berkurangnya
produksi sel darah merah:
1.
Kekurangan nutrisi: Fe, B12, atau
folat.
Dapat disebabkan oleh kekurangan diet, malaborpsi (anemia
pernisiosa, sprue) atau kehilangan darah (defi siensi Fe).
2.
Kelainan sumsum tulang (anemia
aplastik, pure red cell aplasia,mielodisplasia, inflitrasi tumor).
3.
Supresi sumsum tulang (obat,
kemoterapi, radiasi).
4.
Rendahnya trophic hormonuntuk
stimulasi produksi sel darah merah (eritropoietin pada gagal ginjal, hormon
tiroid [hipotiroidisme] dan androgen [hipogonadisme]).
5.
Anemia penyakit kronis/anemia
inflamasi, yaitu anemia dengan karakteristik berkurangnya Fe yang efektif untuk
eritropoiesis karena berkurangnya absorpsi Fe dari traktus gastrointestinal dan
berkurangnya pelepasan Fe dari makrofag, berkurangnya kadar eritropoietin
(relatif) dan sedikit berkurangnya masa hidup eritrosit.
Berdasarkan
pendekatan morfologi, anemia diklasifikasikan menjadi:
1.
Anemia Makrositik
Anemia
makrositik (gambar 1)
Anemia
makrositik merupakan anemia dengan karakteristik MCV di atas 100 fL. Anemia
makrositik dapat disebabkan oleh :
a.
Peningkatan retikulosit
b.
Peningkatan MCV merupakan
karakteristik normal retikulosit. Semua keadaan yang menyebabkan peningkatan
retikulosit akan memberikan gambaran peningkatan MCV
c.
Metabolisme abnormal asam nukleat
pada prekursor sel darah merah (defi siensi folat atau cobalamin, obat-obat
yang mengganggu sintesa asam nukleat: zidovudine, hidroksiurea)
d.
Gangguan maturasi sel darah merah
(sindrom mielodisplasia, leukemia akut).
e.
Penggunaan alcohol.
f.
Penyakit hati.
g.
Hipotiroidisme.
2.
Anemia Mikrositik
Anemia
mikrositik (gambar 2)
Anemia
mikrositik merupakan anemia dengan karakteristik sel darah merah yang kecil
(MCV kurang dari 80 fL).Anemia mikrositik biasanya disertai penurunan
hemoglobin dalam eritrosit. Dengan penurunan MCH (mean concentration
hemoglobin)dan MCV, akan didapatkan gambaran mikrositik hipokrom pada apusan
darah tepi.
Penyebab
anemia mikrositik hipokrom:
a.
Berkurangnya Fe: anemia defi
siensi Fe, anemia penyakit kronis/anemia infl amasi, defi siensi tembaga.
b.
Berkurangnya sintesis heme:
keracunan logam, anemia sideroblastik kongenital dan didapat.
c.
Berkurangnya sintesis globin:
talasemia dan hemoglobinopati.
3.
Anemia Normositik
Anemia
normositik (gambar 3)
Anemia
normositik adalah anemia dengan MCV normal (antara 80-100 fL). Keadaan ini
dapat disebabkan oleh :
a.
Anemia pada penyakit ginjal
kronik.
b.
Sindrom anemia kardiorenal:
anemia, gagal jantung, dan penyakit ginjal kronik.
c.
Anemia hemolitik:
d.
Anemia hemolitik karena kelainan
intrinsik sel darah merah: Kelainan membran (sferositosis herediter), kelainan
enzim (defisiensi G6PD), kelainan hemoglobin (penyakit sickle cell). Anemia
hemolitik karena kelainan ekstrinsik sel darah merah.Imun, autoimun (obat,
virus, berhubungan dengan kelainan limfoid, idiopatik), alloimun (reaksi
transfusi akut dan lambat, anemia hemolitik neonatal), mikroan giopati (purpura
trombositopenia trombotik, sindrom hemolitik uremik), infeksi (malaria), dan
zat kimia (bisa ular).
1.1.4.
Pemeriksaan Penunjang
1.1.4.1. Fisik
Tujuan
utamanya adalah menemukan tanda keterlibatan organ atau multisistem dan untuk
menilai beratnya kondisi penderita. Pemeriksaan fisik perlu memperhatikan :
1.
adanya takikardia, dispnea, hipotensi
postural.
2.
pucat: sensitivitas dan
spesifisitas untuk pucat pada telapak
tangan, kuku, wajah atau
3.
konjungtiva sebagai prediktor
anemia bervariasi antara 19-70% dan 70-100%.
4.
ikterus: menunjukkan kemungkinan
adanya anemia hemolitik. Ikterus sering sulit dideteksi di ruangan dengan
cahaya lampu artifisial. Pada penelitian 62 tenaga medis, ikterus ditemukan
pada 58% penderita dengan bilirubin >2,5 mg/dL dan pada 68% penderita dengan
bilirubin 3,1 mg/dL.
5.
penonjolan tulang frontoparietal,
maksila (facies rodent/chipmunk) pada talasemia.
6.
lidah licin (atrofi papil) pada
anemia defisiensi Fe.
7.
limfadenopati, hepatosplenomegali,
nyeri tulang (terutama di sternum); nyeri tulang
8.
dapat disebabkan oleh adanya
ekspansi karena penyakit infi ltratif (seperti pada leukemia mielositik
kronik), lesilitik ( pada mieloma multipel atau metastasis kanker).
9.
petekhie, ekimosis, dan perdarahan
lain.
10. kuku rapuh, cekung (spoon nail) pada anemia defi siensi Fe.
11. Ulkus rekuren di kaki (penyakit sickle cell,
12. sferositosis herediter, anemia sideroblastik familial).
13. Infeksi rekuren karena neutropenia atau defisiensi imun.
1.1.5.2. Pemeriksaan laboratorium
Parameter Hematologi Normal
Tes
|
Umur
|
|||
2 – 6
|
6 – 12
|
12 – 18
|
18 – 49
|
|
Hb (R/dL)
|
11,5 – 15,5
|
11,5 – 15,5
|
M : 13 – 16
F : 12 – 16
|
M : 13,5 – 17,5
F : 12 – 16
|
Hematokrit (%)
|
34 – 40
|
35 – 45
|
M : 37 – 49
F : 36 – 46
|
M : 41 – 53
F : 36 – 46
|
Mean Corpuscle Volume (fL)
|
75 – 87
|
77 – 95
|
M : 78 – 98
F : 78 – 102
|
80 – 100
|
Mean Corpuscular Hemoglobin
(pg)
|
24 – 30
|
25 – 33
|
25 – 35
|
26 – 34
|
Sel Darah Merah (juta/mm3)
|
3,9 – 5,3
|
4 – 5,2
|
4,5 – 5,3
|
4,5 – 5,9
|
Besi Serum (µg/dL)
|
|
50 – 120
|
50 – 120
|
M : 50 – 160
F : 40 – 150
|
Total Iron-binding Capacity
(µg/dL)
|
250 – 400
|
250 – 400
|
250 – 400
|
250 – 400
|
Ferritin (ng/mL)
|
7 – 140
|
7 – 140
|
7 – 140
|
M : 15 – 200
F : 12 – 150
|
Folat (ng/mL)
|
|
|
|
1,8 – 16
|
Sianokobalamin (pg/mL)
|
|
|
|
100 – 900
|
Eritropoietin (mU/mL)
|
|
|
|
0 – 19
|
1.1.7.
Patofisiologi
1.
Kehilangan darah berlebih
Terjadi pendarahan karena luka perifer atau
karena penyakit misalnya gastric ulcer
dan hemorrhoid.
2.
Pendarahan kronis
a.
Pendarahan vagina
b.
Peptic ulcer
c.
Parasit intestinal
d.
Aspirin dan AINS lain
3.
Destruksi berlebihan sel darah
merah
a.
Antibodi sel darah merah
b.
Obat-obatan
c.
Sequestrasi berlebihan pada limpa
4.
Faktor intrakorpuskular
a.
Hereditas
b.
Kelainan sintesis Hb
5.
Produksi eritrosit kurang
a.
Defisiensi nutrien (Fe, B12,
asam folat, protein)
b.
Defisiensi eritroblas
§ Anemia aplastik
§ Antagonis asam folat
§ Eritroblastopenia terisolasi
§ antibodi
c.
Kondisi infiltrasi sumsum tulang
§ Limfoma
§ Leukemia
§ Mielofibrosis
§ Karsinoma
d.
Abnormalitas endokrin
§ Hipotiroid
§ Insufisiensi adrenal
§ Insufisiensi Pituitary
e.
Penyakit ginjal kronis
f.
Penyakit inflamasi kronis
§ Granulomatous disease
§ Collagen vascular disease
g.
Penyakit hati
1.1.8.
Faktor Resiko
1.
Kekurangan asupan nutrisi besi,
asam folat, dan B12.
2.
Kondisi tertentu : hamil.
3.
Genetik.
4.
Obat-obatan yang dapat mensupresi
sumsum tulang.
5.
Obat-obatan golongan AINS
6.
Pendarahan.
Petunjuk Diagnosis Penyebab Anemia
1.1.9.
TujuanTerapi :
1.
Mengurangi
gejala yang dialami pasien dan meningkatkan produktivitas serta kualitas hidup.
2.
Memperbaiki
etiologi yang menjadi dasar terjadinya anemia
(mengembalikan substrat yang dibutuhkan dalam
produksi eritrosit).
3.
Mencegah
kekambuhan anemia.
4.
Mencegah
kematian (pada pendarahan hebat).
1.1.11.
Obat Antianemia
1.
Zat besi (Fe) dan Garam-garamnya
Defisiensi zat besi merupakan penyebab yang
paling umum dari anemia kronis. Seorang laki-laki dewasa membutuhkan asupan Fe
10 mg dan wanita memerlukan 12 mg. Sedangkan pada wanita hamil dan menyusui
memerlukan tambahan asupan 5 mg sehari. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, Fe
yang terdapat di dalam gudang lambat laun akan kosong, akibatnya timbul anemia
defisiensi Fe. Hal ini dapat disebabkan oleh absopsi yang tidak bagus,
perdarahan kronik dan kebutuhan yang meningkat, keadaan ini memerlukan penambahan
Fe dalam bentuk obat.
FARMAKOKINETIK
a.
Absorbsi
Fe lebih mudah diabsorbsi dalam bentuk fero.
Transportnya melalui sel mukosa usus terjadi secara transport aktif. Pada
individu norma tanpa defisiensi Fe jumlah Fe yang diabsorpsi 5-10% tau sekitar
0,5-1 mg/hari. Absorpsi Fe meningkat bila cadangan rendah atau kebutuhan Fe
meningkat.Absoprsi meningkat menjadi 1-2mg/hari pada wanita menstruasi dan pada
wanita hamil dapt menjadi 3-4mg/hari. Kebutuhan Fe juga meningkat pada bayi
inosin, etionin, vitamin C, HCl, s suksinat dan senyawa asam lain. Fe yang
terdapat pada makanan hewani lebih mudah misalnya daging umumnya diabsopsi
lebih mudah dibandingkan dengan makanan nabati.
b.
Distribusi
Setelah diabsorpsi Fe dalam darah akan
diikat oleh transferin (siderofilin) untuk kemudian diangkut ke berbagai
jaringan, terutama ke sumsum tulang dan depot Fe. Selain transferin, sel-sel
retikulum dapat pula mengangkut Fe, yaitu untuk keperluan eritropoesis.Sel ini
juga berungsi sebagai gudang Fe.
c.
Metabolisme& eksresi
Bila tidak digunakan dalam eritropoesis, Fe
mengikat suatu protein yang disebut apoferin dan membentuk feritin.Fe disimpan
terutama pada sel mukosa usus halus dan dalam sel-sel retikuloendotelia (di
hati, limpa dan sumsum tulang). Cadangan ini tersedia untuk digunakan oleh
sumsum tulang dalam proses eritropoesis.
Bila Fe diberikan iv cepat sekali diikat
oleh apoferitin (protein yang membentuk feritin) dan disimpan terutama di dalam
hati, sedangkan setelah pemberian per oral teruatama akan disimpan di limpa dan
sumsum tulang. Fe yang berasal dari pemecahan eritrosit akan masuk ke hati dan
limpa.
Jumlah Fe yang dieksresikan setiap hari
sedikit sekali, biasanya sekitar 0,5-1 mg sehari. Ekssresi terutama berlangsung
melalui sel epitel kulit dan saluran cerna yang terkelupas, selain it juga
melalui keringat, urin, feses, serta kuku dan rambut yang dipotong.
INDIKASI
Sediaan Fe hanya
diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan anemia defisiensi Fe. Penggunaan
diluar indikasi ini cenderung menyebabkan penyakit penimbunan besi dan
keracunan besi. Banyak anemia yang mirip anemia defisiensi Fe, sebagai pegangan
untuk diagnostik dalam hal ini ialah, bahwa pada anemia defisiensi Fe dapat
terlihat granula berwarna kuning emas di dalam sel-sel retikuloendotelial
sumsum tulang.
PENGOBATAN
1.
Terapi zat besi secara oral
Beberapa preparat Fe oral
yang biasa digunakan
Preparat
/
sediaan
|
Ukuran
tablet
|
Elemen
besi
per
tablet
|
Dosis
dewasa yang
lazim
(tablet per hari)
|
Ferrous sulfate, hydrated
|
325
mg
|
65 mg
|
3-4
|
Ferrous sulfate, desiccated
|
200
mg
|
65 mg
|
3-4
|
Ferrous gluconate
|
325
mg
|
36 mg
|
3-4
|
Ferrous fumarate
|
200
mg
|
66 mg
|
3-4
|
Ferrrous fumarate
|
325
mg
|
106
mg
|
2-3
|
Efek-efek
yang tidak diinginkan yang umum pada terapi zat besi secara oral termasuk
muntah-muntah, ketidak nyamanan epigastrik, kejang perut sembelit, dan diare.
Feses pasien yang mengkonsumsi zat besi oral akan berwarna hitam, ini tidak
mempunyai kemaknaan klinis tetapi akan mengaburkan diagnosis hilangnya darah
gastrointestinal yang berkelanjutan.
2.
Terapi zat besi parenteral
Terapi zat besi parenteral hendaknya
diperuntukkan bagi pasien-pasien yang defisiensi zat besi dan tidak dapat
menoleransi atau mengkonsumsi zat besi oral dan pasien-pasien dengan kehilangan
darah kronis yang parah yang tidak dapat dipertahankan hanya dengan zat besi
oral.
Pemberian Fe secara parenteral
menimbulkan efek yang tidak diinginkan termasuk nyeri lokal dan noda jaringan
(jaringan berubah menjadi warna coklat ditempat suntikan), sakit kepala, kepala
terasa ringan, demam, artragia, mual dan muntah, nyeri pinggang, wajah
kemerahan, urtikaria, brnkospasme, dan yang jarang terjadi adlah anfilaksis dan
kematian.
2.
Vitamin B12
Vitamin B12 berfungsi sebagai suatu
kofaktor untuk beberapa reaksi biokimia penting pada manusia. Kekurangan
vitamin B12akan menyebabkan anemia, gejala-gejala fastrointestinal dan
abnormalitas neurologis. Defisiensi vitamin B12 pada orang dewasa terutama pada
dewasa usia lanjut, yang disebabkan oleh absorpsi yang tidak normal dari
vitamin B12dalam makanan.
Vitamin B12 dengan asam folat sangat
penting untuk metabolisme intrasel. Vitamin B12 dan asam folat dibutuhkan untuk
sintesis DNA yang normal, sehingga defisiensi salah satu vitamin ini
menimbulkan gangguan produksi dan maturasi eritrosit yang memberikan gambaran
sebagai anemia megaloblastik. Berbeda dengan asam folat, defisiensi vitamin B12
juga menyebabkan kelainan neurologik. Defisiensi vitamin B12 dapat didiagnosis
dengan mengukur kadar vitamin B12 dalam plasma. Kebutuhan vitamin B12 pada
orang sehat kira-kira 1 µg sehari yaitu sesuai dengan jumlah yang dieksresikan
oleh tubuh.
FARMAKOKINETIK
a.
Absorpsi
Sianokobalamin
diabsorpsi baik dan cepat setelah pemberian IM dan SC. Absorpsi peroral
berlangsung lambat di ileum, kadar puncak dicapai 8-12 jam setelah pemberian 3
µg. Vitamin B12 dalam jumlah fisiologis diabsorpsi hanya setelah vitamin ini
bergabung dengan faktor intrinsik, suatu glikoprotein yang disekresika oleh
sel-sel parietal dari mukosa lambung. Faktor intrinsik bergabung dengan vitamin
B12 yang dibebaskan dari sumber-sumber makanan dalam lambung dan duodenum dan
kompleks vitamin B12. Faktor instrinsik selanjutnya diabsorpsi di ileum distal
oleh sistem transpor yang diperantarai oleh reseptor yang sangat spesifik
b.
Distribusi
Setelah
diabsorpsi hampir semua vitamin B12 dalam darah terikat dengan protein
plasma.Vitamin B12 yang terikat pada transkobalamin II akan diangkut ke
berbagai jaringan terutama hati yang merupakan gudang utama penyimpanan vitamin
B12 (50-90%). Kadar normal vitamin B12 dalam plasma adalah 200-900 Pg/mL dengan
simpanan sebanyak 1-10 mg dalam hepar.
c.
Metabolisme dan eksresi
Baik
sianokobalamin dan hidroksokobalamin dalam jaringan dan darah terikat kuat
dengan protein. Seperti halnya koenzim vitamin B12, ikatan dengan
hidroksokobalamin lebih kuat sehingga sukar dieksresikan melalui urin.Di dalam
hati kedua kobalamin tersebut diubah menjadi koenzim B12.Eksresi melalui empedu
sebanyak 3-7 µg sehari.
SEDIAAN
DAN POSOLOGI
Vitamin
B12 diindikasikan untuk pasien defisiensi vitamin B12 misalnya anemia
pernisiosa. Walaupun diagnosis belum ditegakkan sebaiknya disuntikkan 100 µg
sianokobalamin dan asam folat 1-5 mg secara IM.Selanjutnya 100 µg
sianokobalamin IM dan 1-2 mg asam folat per oral diberikan selama 1-2 minggu.
Tindakan ini dilakukan untuk mencegah kerusakan neurologik yang lebih berat.
Vitamin
B12 tersedia dalam bentuk tablet untuk pemberian oral dan larutan untuk
injeksi. Sediaan oral bermanfaat untuk suplemen diit, namun kecil manfaatnya
untuk pasien dengan gangguan ileum, karena absorpsi secara difusi tidak dapat
diandalkan sebagai terapi efektif. Maka cara pemberian yang terbaik adalah
dengan IM atau SC.
Suntika sianokobalamin jarang sekali
menyebabkan alergi dan iritasi ditempat suntikan.
Pada terapi awal, diberikan dosis 100 µg
sehari parenteral selama 5-10 hari. Dengan terapi ini respon hematologik baik
sekali, tetapi respon kurang memuaskan bila terdapat keadaan yang menghambat
hematopoesis misalnya infeksi, uremia atau penggunaan kloramfenikol. Terapi
penunjang dilakukan dengan memberikan dosis pemeliharaan 100-200 µg sebulan
sekali sampai diperoleh remisi yang lengkap, yaitu jumlah eritrosit dalam darah
±4,5 juta/mm3dan morfologi hematologik berada dalam batas-batas
normal. Kemudian 100 µg sebulan sekali cukup untuk mempertahankan
remisi.Pemberian dosis pemeliharaan setiap bulan ini penting sebab retensi
vitamin B12 terbatas, walaupun diberikan dosis sampai 1000 µg.
3.
Asam Folat
Asam folat merupakan prekursor inaktif
dari beberapa koenzim yang berfungsi pada transfer unit karbon tunggal.
Beberapa reaksi yang menggunakan unit karbon tunggal adalah sintesa purin
melalui pembentukan asam inosinat, sintesis nukleotida pirimidin melalui
metilasi asam deoksiuridilat menjadi asam timidilat, dan interkonversi beberapa
asam amino misalnya antara serin dengan glisin, histidin dengan asam glutamat,
hemosistein dengan metionin.
FARMAKOKINETIK
Pada pemberian oral absorpsi folat baik
sekali terutama di 1/3 bagian proksimal usus halus. Dengan dosis kecil absorpsi
memerlukan energi, sedangkan dengan kadar tinggi absorpsi dapat berlangsung
secara difusi. Walaupun ada ganggguan di
usus halus, absorpsi folat biasanya masih mencukupi kebutuhan terutama sebagai
PmGA.Distribusinya merata ke semua jaringan dan terjadi penumpukan dalam cairan
serebrospinal.Eksresi berlangsung melalui ginjal, sebagian besar dalam bentuk
metabolit.
INDIKASI
Penggunaan folat yang rasional adalah
pencegahan dan pengobatan defisiensi folat. Kebutuhan asam folat meningkat pada
wanita hamil dan dapat menyebabkan defisiensi asam folat bila tidak atau kurang
mendapatkan asupan asam folat. Wanita hamil membutuhkan sekurang-kurangnya 500
µg asam folat perhari. Dosis yang digunakan tergantung dari beratnya anemia dan
komplikasi yang ada. Umumnya foalqt diberikan per oral namun bila keadaan tidak
memungkinkan folat diberikan secara IM atau SC.
Untuk tujuan diagnostik digunakan dosis 10
mg per oral selama 10 hari yang akan menimbulkan respon hematologi pada pasien
defisiensi folat. Hal ini akan membedakan dengan defisiensi vitamin B12 yang
akan memberikan respon dengan dosis 0,2nmg perhari atau lebih. Terapi awal pada
defisiensi folat tanpa komplikasi dimulai dengan 0,5-1 mg sehari secara oral
selama 10 hari, dengan adanya komplikasi
dimana kebutuhan folat meningkat disertai pula dengan supresi hematopoesis, dosis
perlu lebih besar. Setelah perbaikan dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan
0,1-0,5 mg sehari. Pada anemia hemolitik kebutuhan asam folat juga meningkat
yaitu 1 atau 2 kali sehari 1mg perhari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar