Google ads

Minggu, 04 Januari 2015

NYERI



Nyeri merupakan keluhan yang sering dirasakan oleh banyak orang dan seringkali mengganggu aktifitas, sehingga orang tersebut merasakan sebagai hal yang tidak menyenangkan, terasa menyiksa sehingga akhirnya orang berusaha untuk mengobatinya. Nyeri dapat bersifat protektif, yaitu dengan menyebabkan individu menjauhi suatu rangsangan yang berbahaya atau tidak memiliki fungsi, seperti pada nyeri kronik.
Pada beberapa penyakit, nyeri merupakan gejala penting yang sering merupakan keluhan utama penderita. Tapi pada saat ini tidak semua fasilitas pengobatan memberikan perhatian yang seksama pada permasalahan nyeri.
Nyeri akan terasa jika reseptor – reseptor nyeri spesifik teraktifasi, yang disebabkan oleh rangsang mekanik, termal, kimia atau listrik melampaui suatu ambang nyeri tertentu (nilai ambang nyeri) sehingga menyebabkan kerusakan jaringan dengan pembebasan senyawa nyeri. Senyawa nyeri tersebut antara lain adalah berbagai neurotransmiter pada kerusakan jaringan, histamin pada konsentrasi tinggi (10-8 g/L), asetilkolin pada konsentrasi rendah yang dapat menyebabkan sensibilasi nyeri dan asetilkolin pada konsentrasi tinggi yang merupakan zat nyeri, serotonini, kinin, bradikinin serta prostaglandin.
            Kadang kala kita lebih mudah merasa nyeri, sedangkan adakalanya juga kita dapat lebih tahan. Ada beberapa faktor yang menaikkan ambang rangsang nyeri, sedangkan ada faktor yang menurunkannya. Kita harus mengupayakan agar mendapatkan faktor yang menaikkan ambang rasa nyeri, Termasuk : hilangnya keluhan penderita, cukup tidur, dukungan spiritual dan emosional dan pemakaian obat yang sesuai. Sebaliknya kita harus menghindari faktor yang menurunkan ambang rasa nyeri yaitu : sulit tidur, kelelahan, kegelisahan, marah, depresi, bosan dan merasa sunyi.

Penggolongan Nyeri
Secara umum nyeri dapat digolongkan menjadi beberapa golongan yaitu :
1. Berdasarkan Lamanya Nyeri   
a. Nyeri Akut atau Nyeri Cepat
Nyeri cepat digambarkan dengan banyaknya nama pengganti seperti rasa nyeri tajam, rasa nyeri tertusuk, rasa nyeri akut dan rasa nyeri elektrik. Jenis rasa nyeri ini akan terasa jika sebuah jarum ditusukkan ke kulit, jika kulit tersayat pisau, atau jika kulit terbakar secara akut. Nyeri juga terasa subyek jika mendapat syok elektrik. Rasa nyeri cepat, nyeri tajam tak akan terasa di sebagian besar jaringan didalam tubuh.
Pasien pada nyeri akut akan memperlihatkan respon neurologik yang terukur yang disebabkan oleh stimulasi simpatis yang disebut sebagai hiperaktivitas otonom. Perubahan – perubahan ini mencakup takikardia, takipenia, meningkatknya aliran darah perifer, meningkatnya tekanan darah (baik systole maupun diastole) dan dibebaskanya katekolamin (suatu respon stress yang khas).
b. Nyeri Kronik atau Nyeri Lambat            
            Nyeri lambat juga mempunyai banyak nama tambahan, seperti rasa nyeri terbakar lambat, nyeri pegal, nyeri berdenyut – denyut, nyeri mual dan nyeri kronik. Jenis Nyeri ini biasanya dikaitkan dengan kerusakan jaringan. Rasa nyeri dapat berlangsung lama, menyakitkan dan dapat menjadi penderitaan yang tak tertahankan. Rasa nyeri ini dapat terasa dikulit dan hampir semua jaringan dalam atau organ.
            Nyeri kronik dapat berlangsung terus menerus walaupun pasien diberi pengobatan atau penyakit tampak sembuh dan nyeri tidak memiliki makna biologis. Nyeri kronik dapat mempengaruhi semua aspek kehidupan pengidapnya, menimbulkan distress dan kegalauan emosi, dan dapat mengganggu fungsi fisik, sosial dan lingkungan. Sindrom nyeri kronik sering disertai gejala rasa cemas, insomnia dan yang paling sering adalah gejala depresi.
2. Menurut Jenis
a. Nyeri Nosiseptik,
Nyeri Nosiseptik yaitu nyeri yang terjadi akibat rangsangan afern saraf perifer dan akibat peningkatan prostaglandin E2. Jika sumber nyeri berasal dari tulang, sendi otot, kulit dan penderita dapat dengan jelas menunjukkan lokasi nyeri maka disebutkan dengan nyeri nosiseptik somatik.
b. Nyeri Neurologik
            Nyeri Neurologik yaitu nyeri yang disebabkan oleh kerusakan saraf perifer akibat gangguan patologi saraf tersebut atau akibat infiltrasi suatu penyakit diluar saraf. Bentuk nyeri yang dirasakan dapat berupa nyeri panas, seperti ditusuk jarum, kadang – kadang terjadi penurunan sampai kehilangan rasa bagian tubuh tertentu dan rasa enak pada perabaan.


c. Nyeri Patologik
            Nyeri patologik dapat muncul jika keadaan jiwa seseorang terganggu, marah atau cemas, sehingga penderita merasakan nyeri dan akan menghilang bila keadaan jiwa pasien yang seringkali merupakan faktor utama yang memperburuk keadaan.
3. Menurut Penyebabnya
a. Nyeri Onkologik
            Penderita nyeri onkologik merasakan nyeri yang berkepanjangan (kronis) sehingga pasien merasakan penderitaan yang berat, yang dapat pula disebabkan oleh tumor ganas (kanker) yang merusak jaringan atau tumor jinak (benigna) yang menekan saraf.
b. Nyeri Non  Onkologik
            Nyeri non onkologik adalah nyeri yang tidak ada berhubungan dengan kanker maupun pengobatan kanker. Nyeri semacam ini antara lain adalah nyeri otot dan tulang, sakit kepala atau migrain yang terjadi akibat ketegangan jaringan otot, artritis, nyeri akibat kelainan kardiovaskuler, serta nyeri neuropati. Nyeri tersebut adalah nyeri fisik dan dapat dipengaruhi oleh status emosi penderita seperti marah, cemas, depresi, kepribadian penderita dan lain.
4. Berdasarkan Derajat Nyeri
a.   Nyeri Ringan
Nyeri ringan tidak mengganggu kegiatan sehari – hari dan penderita dapat tidur.

b.   Nyeri Sedang
Nyeri sedang akan mengganggu kegiatan sehari – hari penderita tetapi ia dapat tidur.
c.   Nyeri Berat
nyeri berat dirasakan oleh penderita sehingga mengganggu kegiatan sehari – hari serta mengakibatkan penderita nyeri berat tidak dapat tidur.

PENGOBATAN NYERI
Penanganan  nyeri tergantung dari derajat rasa nyeri serta tanggapan pada obat anti nyeri. Analgetik adalah obat yang dalam dosis terapi dapat mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Berdasarkan potensi kerja, mekanisme dan efek sampingnya, analgetik dibedakan menjadi dua kelompok besar yaitu analgetik kuat dan analgetik lemah.
1. Analgetik Kuat (Golongan Opioid)
            Obat yang tergolong analgetik kuat memiliki daya menghalangi nyeri yang kuat sekali dan bekerja pada sistem saraf pusat. Umumnya obat –obat yang tergolong kedalam analgetik kuat dapat mengurangi kesadaran dan menimbulkan perasaan nyaman serta dapat mengakibatkan adiksi dan toleransi. Obat – obat yang tergolong analgetik kuat terbagi atas :
  1. Obat yang berasal dari alam : Opium, morfin
  2. Golongan semi sintetis : Kodein, heroin
  3. Golongan Sintetis yang memiliki efek seperti morfin : Fenil piperidin, metadon, benzozain.
2. Analgetik Lemah (Analgetik Perifer)
            Analgetik ini tidak mempunyai sifat – sifat psikotropik dan sifat sedasi. Pemakaian analgetik lemah ini luas sehingga termasuk bahan obat-obatan yang banyak digunakan. Secara kimia analgetik lemah dapat dikelompokkan atas :
  1. Turunan salisilat : Asetosal, salisilamit
  2. Turunan p-aminofenol : Parasetamol, fenasetin
  3. Turunan Pirazolon : Aminofenazon, antipirin
  4. Turunan Antranilat : Asam mefenamat

Kesimpulan
            Sebenarnya nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh. Nyeri menjadi sinyal bahwa terdapat kerusakan pada tubuh. Rangsangan yang dapat membangkitkan nyeri dapat berupa rangsangan mekanik, suhu (panas / dingin) dan agen kimiawi yang dilepaskan karena trauma / inflamasi. Meski nyeri merupakan suatu hal yang tidak menyenangkan dan cendrung mengganggu, namun disisi lain kita masih bisa mensyukurinya dan mengambil hikmah bahwa tubuh masih memiliki respon yang bagus dan pertanda tubuh membutuhkan suatu pertolongan.





Referensi

1.  Guyton, Artur C., Textbook of Medical Physiology, 8 th edition, terjemahan Setiawan, Irawati, dkk, Buku Ajar Fisioligi Kedokteran, Penerbit Buku kedokteran EGC, Jakarta, 1997

2.   Katzung,B.G., Basic and Clinical Pharmacology, 8 th edition, Terjemahan Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Farmakologi Dasar dan klinik edisi 8, Penerbit Salemba Medika, Jakarta, 2002

3.   Sulistia G. Ganiswara, Rianto Setiabudi, frans D. Suyatna, Purwantyastuti, Nafrialdi. Farmakologi dan Terapi, edisi 4, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995

Tidak ada komentar:

Google Ads