Google ads

Jumat, 07 Maret 2014

Diabetes Mellitus (DM)



I. Pendahuluan
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh.
Insulin adalah salah satu hormon yang diproduksi oleh pankreas yang bertanggung jawab untuk mengontrol jumlah/kadar gula dalam darah dan insulin dibutuhkan untuk merubah (memproses) karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi yang diperlukan tubuh manusia. Hormon insulin berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah.
Dabetes mellitus tipe 2 atau bisa juga dikenal dengan diabetes mellitus sekunder umumnya terjadi karena adanya gangguan pada seksresi insulin basal dan juga terjadi penurunan sensitivitas jaringan, terutama jaringan hepar terhadap insulin. Gejala yang sering terjadi biasanya adalah sering kencing dan merasa haus karena akibat dari poliuria. Kemudian juga terjadi hiperglikemia yang dapat dipastikan dengan adanya pemeriksaan laboratorium. Dan dapat juga terjadi komplikasi penyakit kardiovaskular.
Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang tidak ditularkan (Non-Communicable disease ) dan sering ditemukan di masyarakat seluruh dunia. Di negara berkembang DM juga sebagai penyebab kematian 4 – 5 kali dibanding dengan penyakit lain. Insidensi DM terus meningkat secara tajam, sampai saat ini tercatat sebanyak 177 juta penderita diabetes di seluruh dunia, dan diperkirakan pada tahun 2025 akan didapatkan penderita diabetes sebanyak 300 juta penderita.
Peningkatan insidensi DM akan meningkatkan insidensi komplikasi akibat
diabetes tersebut. Dari berbagai penelitian didapatkan sebanyak 30-40% penderita DM tipe 2 (DMt2) akan mengalami kerusakan ginjal berupa nefropati diabetik yang pada akhirnya akan jatuh ke gagal ginjal terminal yang akan memerlukan hemodialisis. Selain komplikasi pada organ ginjal ini, DM ini juga sebagai penyebab peningkatan insidensi kesakitan dan kematian penyakit kardiovaskuler. Dengan meningkatnya insidensi DMt2 maka secara signifikan akan meningkatkan pula insidensi gagal ginjal dan penyakit kardiovaskuler.
Dengan demikian peningkatan insidensi DMt2 yang signifikan akan meningkatkan pula insidensi gagal ginjal dan penyakit kardiovaskuler. Dengan kondisi seperti itu maka diperlukan upaya pengelolaan dan pencegahan terhadap komplikasi yang sering menjadi suatu langkah pengelolaan yang strategis dan sangat penting, dengan harapan upaya tersebut dapat menunda perkembangan terjadinya komplikasi maupun menghambat progresitifitas komplikasi yang sudah terjadi.

II. Epidemiologi
Seperti sudah diungkapkan sebelumnya, bahwa insidensi penyakit kardiovaskuler dan gagal ginjal terus meningkat sejalan dengan peningkatan insidensi DMt2. Banyak cara telah dilakukan untuk upaya pencegahan meningkatnya insidensi tersebut, antara lain upaya mengendalikan hipertensi salah satu faktor resiko penyakit jantung koroner. Obat anti hipertensi yang layak digunakan telah banyak ditawarkan pada pengelolaan hipertensi penderita DMt2. Diharapkan dengan terkontrol dengan baik tekanan darah akan menyebabkan pengurangan resiko penyakit kardiovaskuler, tetapi dari berbagai penelitian ternyata insidensi penyakit kardiovaskuler tetap meningkat, equivalent dengan peningkatan insidensi DMt2. Hal ini disebabkan karena pada DMt2 masih terdapat faktor risiko lain, selain hipertensi seperti dislipidemia, sehingga perlu dipikirkan adanya pengelolaan faktor faktor resiko lain selain pengelolaan hipertensi yang baik. Dengan demikian pengelolaan faktor risiko lain seharusnya perlu dilakukan secara bersama dengan pengelolaan hipertensi dengan mencapai target terapi yang diharapkan.

III. Relevansi Hiperglikemia dengan peningkatan Risiko Penyakit Kardiovaskuler
Pada diabetes melitus, selain keadaan hiperglikemia/ gangguan toleransi glukosa sebagai faktor resiko, juga dapat ditemukan faktor resiko kardiovaskuler lain, seperti resistensi insulin, hiperinsulinemia, dislipidemia, hipertensi, hiperkoagulasi, obesitas visceral dan mikroalbuminuria. Keadaan yang sangat multifaktorial ini menyebabkan insidensi penyakit kadiovaskuler pada diabetes tinggi dan terus meningkat apabila pengelolaannya tidak komprehensif. Dasar patofisologi dari kelainan tersebut adalah adanya gangguan pada metabolisme ( Abnormality Metabolism ) yang sering dikemukakan akhir-akhir ini sebagai sindroma metabolik.

IV. Sindroma Metabolik
Batasan Sindroma metabolik yang diajukan oleh National Cholesterol Education Program, Adult Treatment Panel III, tahun 2001 bahwa Faktor resiko adanya sindroma metabolik adalah Obesitas Abdominal (Lingkar panggul) pada laki laki> 102 cm ( 40 inci ) dan wanita > 88 cm ( 35 inci), Kadar trigleserida ≥ 150 mg/dl ( 1,7 mmol/L ), Kadar kolesterol HDL pada laki laki < 40 mg/dl ( 1.4 mmol/L) dan wanita < 50 mg/dl ( 1,3 mmol/L ), Tekanan darah ≥ 130/ ≥ 85 mmHg serta Glukosa puasa ≥ 110 mg/dl ( 6,0 mmol/L).
Hubungan sidroma metabolik dengan faktor resiko penyakit kardiovaskuler adalah dengan terjadinya proses atherosklerosis yang menggambarkan terjadinya disfungsi endotel. Faktor faktor tekanan darah, obesitas abdominal, hiperinsulinemia. Diabetes, hiperkoagulasi, dan dislipidemia ini diawali dengan keadaan resistensi insulin.

V. Terapi
Pola terapi yang dapat diterapkan untuk mengatasi diabetes mellitus komplikasi hipertensi ini ada beberapa tahap yaitu :
1.    Mengatur tekanan darah
2.    Mengubah gaya hidup
3.    Terapi farmakologi
Dengan tahapan di atas, diharapkan pasien dapat memiliki kadar normal baik gula darah maupun tekanan darah.
1. Mengatur tekanan darah
            Adapun nilai tekanan darah yang diharapkan adalah tidak lebih dari 130/80 mmHg.


2. Mengubah gaya hidup
Pengaturan Diet
Mengelola penyakit DMt2 komplikasi hipertensi sebenarnya mudah asal penderita bisa mendisiplinkan diri dan melakukan olahraga secara teratur, menuruti saran dokter, dan tidak mudah patah semangat. Selain mengontrol kadar gula dan tekanan darah secara teratur, melakukan diet makanan dan olahraga yang teratur menjadi kunci sukses pengelolaaan diabetes komplikasi hipertensi. Dalam hal makanan misalnya, penderita harus memperhatikan jumlah karbohidrat. Sebab lebih dari separuh kebutuhan energi diperoleh dari zat ini.
Menurut dr. Elvina Karyadi, M.Sc., ahli gizi dari SEAMEO-Tropmed UI, ada dua golongan karbohidrat yakni jenis kompleks dan jenis sederhana. Yang pertama mempunyai ikatan kimiawi lebih dari satu rantai glukosa sedangkan yang lain hanya satu. Di dalam tubuh karbohidrat kompleks seperti dalam roti atau nasi, harus diurai menjadi rantai tunggal dulu sebelum diserap ke dalam aliran darah. Sebaliknya, karbohidrat sederhana seperti es krim, jeli, selai, sirup, minuman ringan, dan permen, langsung masuk ke dalam aliran darah sehingga kadar gula darah langsung melejit.
Dari sisi makanan penderita diabetes atau kencing manis lebih dianjurkan mengkonsumsi karbohidrat berserat seperti kacang-kacangan, sayuran, buah segar seperti pepaya, kedondong, apel, tomat, salak, semangka dll. Sedangkan buah-buahan yang terlalu manis seperti sawo, jeruk, nanas, rambutan, durian, nangka, anggur, tidak dianjurkan.
Peneliti gizi asal Universitas Airlangga, Surabaya, Prof. Dr. Dr. H. Askandar Tjokroprawiro, menggolongkan diet atas dua bagian, A dan B. Diet B dengan komposisi 68% karbohidrat, 20% lemak, dan 12% protein, lebih cocok buat orang Indonesia dibandingkan dengan diet A yang terdiri atas 40 - 50% karbohidrat, 30 - 35% lemak dan 20 - 25% protein. Diet B selain mengandung karbohidrat lumayan tinggi, juga kaya serat dan rendah kolesterol. Berdasarkan penelitian, diet tinggi karbohidrat kompleks dalam dosis terbagi, dapat memperbaiki kepekaan sel beta pankreas.
Sementara itu tingginya serat dalam sayuran jenis A(bayam, buncis, kacang panjang, jagung muda, labu siam, wortel, pare, nangka muda) ditambah sayuran jenis B (kembang kol, jamur segar, seledri, taoge, ketimun, gambas, cabai hijau, labu air, terung, tomat, sawi) akan menekan kenaikan kadar glukosa dan kolesterol darah. Bawang merah dan putih (berkhasiat 10 kali bawang merah) serta buncis baik sekali jika ditambahkan dalam diet diabetes karena secara bersama-sama dapat menurunkan kadar lemak darah dan glukosa darah.

Pola 3J
Ahli gizi lain, dr. Andry Hartono D.A. Nutr., dari RS Panti Rapih, Yogyakarta menyarankan pola 3J yakni:
  1. Jumlah kalori,
  2. Jadwal makan, dan
  3. Jenis makanan.
Bagi penderita kencing manis yang tidak mempunyai masalah dengan berat badan tentu lebih mudah untuk menghitung jumlah kalori sehari-hari. Caranya, berat badan dikalikan 30. Misalnya, orang dengan berat badan 50 kg, maka kebutuhan kalori dalam sehari adalah 1.500 (50 x 30). Kalau yang bersangkutan menjalankan olahraga, kebutuhan kalorinya saat hari berolahraga ditambah sekitar 300-an kalori. Jadwal makan pengidap diabetes dianjurkan lebih sering dengan porsi sedang. Maksudnya agar jumlah kalori merata sepanjang hari. Tujuan akhirnya agar beban kerja tubuh tidak terlampau berat dan produksi kelenjar ludah perut tidak terlalu mendadak.
Di samping jadwal makan utama pagi, siang, dan malam, dianjurkan juga porsi makanan ringan di sela-sela waktu tersebut (selang waktu sekitar tiga jam). Yang perlu dibatasi adalah makanan berkalori tinggi seperti nasi, daging berlemak, jeroan, kuning telur. Juga makanan berlemak tinggi seperti es krim, ham, sosis, cake, coklat, dendeng, makanan gorengan. Sayuran berwarna hijau gelap dan jingga seperti wortel, buncis, bayam, caisim bisa dikonsumsi dalam jumlah lebih banyak, begitu pula dengan buah-buahan segar. Namun, perlu diperhatikan bila penderita menderita gangguan ginjal, konsumsi sayur-sayuran hijau dan makanan berprotein tinggi harus dibatasi agar tidak terlalu membebani kerjanya.

Mengurangi konsumsi garam
            Mengurangi asupan garam tidak lebih dari 100 mmol per hari (2,4 g Natrium atau 6 g Natrium klorida)

Diet kalori terbatas
Penderita bisa mengikuti contoh susunan menu diet B untuk 2.100 kalori (Simbardjo dan Indrawati, B.Sc. dari bagian ilmu gizi RSUD Dr. Sutomo Surabaya) seperti tertera di Tabel 1. Diet B tinggi serat itu termasuk diet diabetes umum, yang tidak menderita komplikasi, tidak sedang berpuasa atau pun sedang hamil.
Sedangkan buku panduan “Perencanaan Makan Penderita Diabetes dengan Sistem Unit” terbitan Klinik Gizi dan Klinik Edukasi Diabetes RS Tebet, menuliskan tentang prinsip dasar diet diabetes, dengan pemberian kalori sesuai kebutuhan dasar. Untuk wanita, kebutuhan dasar adalah (Berat Badan Ideal x 25 kalori)ditambah 20% untuk aktivitas. Sedangkan untuk pria, (Berat Badan Ideal x 30 kalori) ditambah 20% untuk aktivitas. Untuk menentukan berat badan ideal (BBI) bisa diambil patokan: BBI = Tinggi Badan (cm) - 100 cm - 10%.
Contoh, seorang pria bertinggi badan 164 cm, berat badan 70 kg, maka BBI = 64 kg - 10% = 58 kg. Kebutuhan kalori dasar = 58 x 30 kalori = 1.740 kalori. Ditambah kalori aktivitas 20% = 2.088 kalori. Jadi, pria ini memerlukan diet sekitar 2.000 kalori sehari.
Namun, rumusan ini tidak mutlak. Bila pasien sedang sakit, aktivitas berubah, atau berat badan jauh dari ideal, maka kebutuhan kalori akan berubah. Bila berat badan berlebih, jumlah kalori dikurangi dari kebutuhan dasar. Sebaliknya, bila pasien mempunyai berat badan kurang, jumlah kalori dilebihkan dari kebutuhan dasar. Begitu berat badan mencapai normal, jumlah kalori disesuaikan kembali dengan kebutuhan dasar.
Prinsip makan selanjutnya adalah menghindari konsumsi gula dan makanan yang mengandung gula. Juga menghindari konsumsi hidrat arang olahan yakni hidrat arang hasil dari pabrik berupa tepung dengan segala produknya. Ditambah lagi mengurangi konsumsi lemak dalam makanan sehari-hari (lemak binatang, santan, margarin, dll.), sebab tubuh penderita mengalami kelebihan lemak darah.
Yang perlu diperbanyak justru konsumsi serat dalam makanan, khususnya serat yang larut air seperti pektin (dalam apel), jenis kacang-kacangan, dan biji-bijian (bukan digoreng). Bila penderita juga mengalami masalah dengan ginjal, yang perlu diperhatikan adalah jumlah konsumsi protein. Umumnya, digunakan rumus 0,8 g protein per kilogram berat badan. Bila kadar kolesterol/trigliserida tinggi, disarankan melakukan diet rendah lemak. Bila tekanan darahnya tinggi, dianjurkan mengurangi konsumsi garam.
Kegagalan berdiet bisa disebabkan karena pasien kurang berdisiplin dalam memilih makanannya atau tidak mampu mengurangi jumlah kalori makanannya. Bisa juga penderita tidak mempedulikan saran dokter.
Untuk memudahkan penerapan, dibuat sistem unit 80 kalori. Tabel 2 menyajikan makanan yang mengandung 80 kalori per unitnya. Misalnya, seorang pasien yang memerlukan 1.600 kalori per harinya, akan mendapat makanan 20 unit sehari senilai 80 kalori setiap unitnya. Jumlah 20 unit terbagi atas sarapan empat unit, makanan kecil (pk. 10.00) dua unit, makan siang enam unit, makanan kecil (pk. 16.00) dua unit, dan makan malam enam unit.
Tabel di bawah ini yang menunjukkan contoh lima kelompok makanan: makanan pokok, lauk pauk, sayuran, makanan ringan/siap santap, buah-buahan, dan minuman.
Makanan dalam kelompok A bisa dibilang berkomposisi paling baik, karena mengandung serat dan atau rendah hidrat arang olahan serta rendah lemak. Sementara golongan C kurang baik karena kandungan gulanya tinggi, rendah atau tanpa serat, dan terlalu banyak lemak. Jadi, dianjurkan untuk memilih A atau B, bukan C. Nasi lebih baik daripada bubur, karena kandungan serat lebih baik sehingga lebih lama bertahan di usus. Pemanis gula bisa diganti dengan pemanis buatan.
Di sini diberikan pula contoh menu yang dapat diikuti (20 unit atau 1.600 kalori):
Dengan melakukan diet yang teratur dan disiplin pasti kadar gula dapat dikendalikan.
Olahraga
Bagi penderita Diabetes Mellitus (DM) komplikasi hipertensi seringkali mendapatkan pesan atau nasihat dari dokter yang merawatnya agar melakukan kegiatan fisik. Seringkali pada pasien DM terutama DM tipe 2, faktor resiko yang menyebabkan ia jatuh ke dalam kondisi DM adalah kegemukan atau obesitas. Obesitas disini mempunyai peran dalam menyebabkan resistensi atau gagalnya tubuh mempergunakan hormon insulin untuk menurunkan kadar gula di dalam darah.
Kegiatan fisik ternyata mempunyai manfaat yang besar bagi pasien penderita DM tipe II yang masih terkontrol gula darahnya dan tidak mempunyai komplikasi. Ternyata dengan melakukan kegiatan fisik seperti olahraga, selain mampu menurunkan berat badan untuk mencapai berat badan yang ideal, ternyata dengan olahraga mampu menurunkan kadar gula darah.
Tubuh manusia mempunyai beberapa sistem transportasi yang mengantarkan gula yang terdapat di dalam darah untuk masuk ke dalam sel, dimana gula ini di dalam sel akan dibakar untuk menjadi energi supaya manusia bisa tetap hidup dan bisa melakukan aktivitas sehari-hari. Sistem transport gula tersebut disebut juga sebagai GLUT (Glucose Transporter).
Di dalam otot manusia terdapat GLUT tipe 4, dimana pada saat manusia ini aktif melakukan aktivitas fisik atau olahraga yang banyak mempergunakan otot, maka GLUT ini akan aktif menangkap gula yang beredar di dalam darah dan akan dimasukkan ke dalam otot dan dibakar untuk dirubah menjadi energi. Uniknya GLUT tipe 4 ini tidak memerlukan insulin dimana pada penderita DM tipe II biasanya ditemukan insulin yang sedikit sekali sehingga kurang cukup aktivitasnya untuk menurunkan kadar gula di dalam darah, sehingga cocok sekali dengan mengaktifkan sistem GLUT ini bagi penderita DM untuk menurunkan kadar gula di dalam darah dengan aktivitas fisik. Namun aktivitas fisik dibatasi hanya pada penderita DM tipe II dimana gula darahnya terkontrol baik oleh obat-obatan dan tidak mempunyai komplikasi yang berat, sehingga tidak ada halangan dalam menjalankan aktivitas fisik seperti olahraga. Selain itu juga penderita DM tipe II yang terutama yang gemuk, perlu berkonsultasi dahulu dengan dokter yang merawatnya untuk pengaturan olahraga yang baik baginya agar olahraga tetap bisa dijalankan dengan baik.
Apakah anda mengharapkan segelas bir pada saat berolah raga, atau segelas anggur ketika makan malam? Menurut American Diabetes Association, jika anda penderita diabetes tipe 2, maka itu semua kemungkinan boleh-boleh saja sepanjang gula darah anda dibawah kendali, anda tidak akan mempunyai komplikasi yang disebabkan oleh alkohol (seperti tekanan darah tinggi), dan tahu seberapa banyak pengaruh minum terhadap gula darah anda. Mengkonsumsi minuman beralkohol setiap hari mungkin bisa membantu jantung anda (dan jika anda belum pernah minum, maka kebanyakan pakar berkata untuk tidak mulai untuk mengkonsumsinya).



Membatasi konsumsi alkohol dan merokok
            Pada penderita DMt2 kompliksai diabetes tidak boleh mengkonsumsi alkohol lebih dari 24 oz beer, 10 oz wine dan 3 oz whiskey. Penderita diabetes yang memilih untuk minum, maka perlu ekstra hati-hati terhadap keseimbangan makanan, obat, alkohol, dan gula darah. Janis Roszler, RD, seorang pendidik tentang diabetes di Miami, Fla. merekomendasikan:
  • Mencampur minuman beralkohol dengan air atau soda diet bebas kalori.
  • Setelah anda selesai meminumnya, ganti dengan minuman non-alkohol, seperti air putih.
  • Pastikan anda mempunyai strategi makan untuk menghindari makan dan minum berlebih dalam situasi sosial. Alkohol bisa membuat anda lebih rileks dan mengabaikan keinginan untuk makan dan minum.
  • Jangan minum dengan perut kosong karena alkohol dapat menurunkan glukosa darah dengan sangat cepat, yang mana makanan bisa memperlambatnya.
  • Jika anda berkeinginan untuk minum, pakailah gelang atau kalung identifikasi diabetes
Merokok berbahaya bagi setiap orang, khususnya bagi penderita diabetes, yang pada dasarnya sudah berisiko mengalami komplikasi seperti penyakit kardiovaskular. Jika Anda pengidap diabetes juga seorang perokok, tidak masalah sudah berapa lama, Anda bisa memperbaiki kesehatan dengan berhenti merokok. Menurut Asosiasi Diabetes Amerika (the American Diabetes Association), berikut merupakan bahaya potensial bagi penderita diabetes yang merokok:
  • Merokok mengurangi kadar oksigen pada jaringan yang bisa menyebabkan serangan jantung atau stroke
  • Merokok meningkatkan kadar kolesterol dan tekanan darah yang meningkatkan risiko serangan jantung
  • Merokok mempersempit dan merusak pembuluh darah sehingga memperparah bisul kaki
  • Merokok meningkatkan risiko kerusakan saraf dan ginjal
  • Merokok meningkatkan risiko terserang flu serta penyakit pernapasan lainnya
  • Merokok meningkatkan kadar gula darah
  • Merokok meningkatkan risiko kematian akibat penyakit kardiovaskular hingga 3 kali lipat dibandingkan dengan penderita diabetes yang tidak merokok
VII. Kesimpulan
1.        Penyakit DM tidak dapat disembuhkan, tetapi dengan kemauan keras penyakit ini dapat dikendalikan dan dengan berbekal pengetahuan yang cukup dan keinginan yang kuat makan DM bukan penyakit yang menakutkan.
2.        Hipertensi pada penderita DM tipe 2 menimbulkan percepatan kompilkasi pada jantung dan ginjal.
3.    Dalam pengelolaan hipertensi pada DM maka tekanan darah diharapkan mencapai nilai sesuai dengan target yang telah direkomendasikan.

Tidak ada komentar:

Google Ads