Belakangan ini harga minyak bumi
dunia terus meningkat. Sebagai sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui
maka cadangan minyak bumi kian menyusut,
sehingga wajar saja kalau harganya terus meningkat. Sementara itu kebutuhan dunia akan minyak bumi terus
meningkat setiap tahunnya. Salah satu faktanya adalah semakin banyaknya negara
yang terjun dalam industri mobil.
Semakin berkurangnya cadangan
minyak mentah di bumi, dan semakin tingginya tingkat pencemaran udara,
menjadikan perusahaan-perusahaan mobil terkemuka dunia berlomba-lomba menurunkan
tingkat konsumsi bahan bakar sambil terus mencari bahan bakar alternatif.
Tuntutan untuk mencari bahan bakar alternatif yang bebas, atau paling tidak
rendah tingkat pencemaran udaranya, juga didorong oleh semakin tingginya
kesadaran untuk melestarikan alam. Hal
ini ditandai dengan diberlakukannya sejumlah peraturan yang memperketat batas
emisi, khususnya gas CO2 yang diperbolehkan. Kendati pada saat ini
tingkat pencemaran dari emisi mesin kendaraan bermotor sudah sangat jauh
berkurang bila dibandingkan dengan 10 tahun lalu, tetapi dalam jangka panjang
emisi bahan bakar minyak itu tetap saja dianggap akan membahayakan.
Upaya untuk mencari mobil yang
tidak menggunakan mesin berbahan bakar minyak sudah dilakukan sejak lama,
tetapi sampai saat ini belum ditemukan alternatif yang dianggap dapat
menandingi mesin berbahan bakar minyak. Pencarian sumber energi baru pengganti
minyak bumi semakin intensif dilakukan disebabkan melambungnya harga minyak
bumi. Sebagian besar peneliti sepakat bahwa hidrogen adalah bahan bakar yang
dipandang cocok menggantikan minyak bumi dan layak untuk dikembangkan karena memenuhi
dua kriteria yaitu mampu mendorong teknologi ramah lingkungan dan juga banyak
tersedia di alam.
Pengembangan hidrogen masih
terkendala pada penanganan dan penyimpanannya pada transportasi, sehingga
perhatian peneliti tertuju untuk menghasilkan listrik on board untuk transportasi. Metanol telah
menjadi pilihan utama sebagai bahan baku bawaan untuk hidrogen karena
ketersediaannya dan rasio hidrogen:karbon yang tinggi. Listrik diproduksi
melalui reaksi kimia dengan menggabungkan hidrogen dan oksigen membentuk air.
Produknya bebas dari polusi. Keuntungan lain dari penggunaan hidrogen dalam fuel cell
dibandingkan dengan sistem pembakaran mesin internal adalah dapat memberikan
efisiensi energi lebih tinggi, kebisingan rendah, tidak ada partikel jelaga yang
dapat menyebabkan terganggu kesehatan
manusia. Tipe fuel cell untuk diaplikasi pada
automobile adalah proton exchange
membrane (PEFC) fuel cell.
Persendiaan hidrogen on-board untuk kenderaan dapat dibagi ke dalam 3
kelompok yaitu: tangki tekanan tinggi dan
hydrogen cair, menggunakan
metal-hydride sebagai tangki, dan
reforming hydrocarbon, seperti metanol, etanol, dimethylether, gasoline,
diesel, dan lain-lain (Purnomo, 2003).
Metanol sebagai bahan kimia
bawaan untuk hidrogen, disamping karena ketersediaannya yang dapat
diperbaharui, memiliki energi dan ensitas tinggi, serta mudah disimpan dan transportasi.
Metanol merupakan senyawa alkohol yang memiliki harga paling murah dibanding
alkohol yang lainnya seperti etanol dan butanol (Lwin dkk., 2000). Steam
reforming methanol (SRM) dikenal sebagai
kebalikan dari reaksi sintesa metanol.
CH3OH (g) + H2O (g) = CO2
+ 3 H2 ΔH° = 49.5 kJ mol-1 (1)
CH3OH (g) + ½ O2 = CO2
+ 2 H2 ΔH° = -192.3 kJ mol-1
(2)
SRM dikembangkan untuk proses
yang sangat menguntungkan dari produksi hidrogen dibanding dekomposisi dan
oksidasi parsial metanol. Hal ini disebabkan karena kemampuan produksi
konsentrasi gas hidrogen mencapai 75%. SRM adalah sebuah reaksi endotermik.
Energi yang diperlukan untuk reaksi disuplai dari alat katalitik burner. Karena keunggulan
proses ini antara lain konversi metanol tinggi, konsentrasi hidrogen tinggi dan
kondisi reaksi sedang (Purnomo, 2003).
Kondisi reaksi umum dari SRM
adalah sebagai berikut:
temperatur reaksi: 250-350 0C,
tekanan: 1 atm, dan rasio molar metanol
: air adalah 1:1 sampai 1:1,3. Produk
utama SRM adalah hidrogen, karbon dioksida dan sedikit karbon monoksida
(sampai 2% volume dalam aliran produk
kering jika digunakan katalis tembaga) (Purnomo, 2003).
Penyelidikan tentang gas hidrogen
sebagai energi alternatif via steam reforming metanol banyak menarik minat
peneliti di dunia dewasa ini. Penelitian yang dilakukan terutama untuk
mendapatkan katalis yang dapat mengkonversi metanol dan selektivitas hidrogen
yang tinggi serta berharga murah. Penyelidikan lebih lanjut tertuju pada pengaturan
rasio logam aktif penyusun katalis dan rasio steam/carbon dari reaktan metanol,
serta mengevaluasi kestabilan katalis (Jung
dan Joo, 2002).
Secara termodinamika reaksi steam reforming metanol telah dipelajari oleh
Amphlett dkk (1988). Hasil evaluasi
dilaporkan bahwa reaksi ini sangat memungkinkan (feasible) untuk dilangsungkan
pada rentang temperatur yang jauh. Hasil analisis dilaporkan bahwa
komponen-komponen yang berada pada kesetimbangan yaitu: CH3OH, H2O,
CO, CO2 dan H2 (Agrell dkk., 2001).
Pada tingkat hasil yang telah
dicapai saat ini, pengkonversian metanol menjadi hidrogen telah memberikan
hasil yang menjanjikan. Namun, penelitian lanjutan masih perlu dilakukan untuk
mendapatkan rasio logam aktif dengan
logam paduan yang menghasilkan katalis yang memiliki keaktifan dan stabilitas yang tinggi. Katalis-katalis
cracking process yaitu: Pd, Pt, Rh, Ru, Ir, Re, Ni, W, Cu, sangat aktif dan
selektif digunakan dalam reaksi steam
reforming methanol. Logam-logam ini dipadukan dengan ZnO dan penyangga
Al2O3 untuk memperoleh keaktifan yang lebih tinggi.
Namun, Pd, Pt, Rh, Ru, Ir, Re, Ni, dan W merupakan logam
yang mahal sehingga penggunaan dalam skala komersial kurang menguntungkan. Pengaruh dari rasio logam-logam tersebut
terhadap selektivitas juga belum banyak dipelajari (Amphlett dkk., 1988; Agrell
dkk., 2001).
Para peneliti pada umumnya
menyarankan agar menggunakan Cu sebagai logam aktif. Permasalahan yang
terpantau dari penggunaan Cu adalah
bahwa Cu mudah terdeaktivasi pada suhu
tinggi. Jika ini terjadi maka ketika digunakan dalam reaksi akan terbentuk produk samping yang tidak
diinginkan.
Sedangkan penggunaan logam lain
seperti Pd harganya sangat mahal sehingga kurang ekonomis. Padahal diharapkan
katalis yang dikembangkan selain murah, mudah
diperoleh, memiliki stabilitas tinggi, dan juga dapat memproduksi
hidrogen setinggi-tingginya dan menekan produk
samping yang tidak diinginkan.
Persoalan
ini dapat dipecahkan dengan memodifikasi kadar Cu dengan ZnO serta menggunakan
penyangga seperti Al2O3. Jung dan Joo (2002) menyarankan agar Cu dan ZnO diberikan dalam jumlah yang proporsional
sehingga dapat memberikan konversi metanol dan selektivitas hidrogen yang
memuaskan. Selain itu, perlu diatur rasio
steam/metanol dalam umpan untuk mendapatkan produk yang maksimum (Amphlett
dkk., 1988).
Penggunaan Al2O3
selain dapat menebarkan fasa aktif juga berfunggsi sebagai wash-coating ketika katalis digunakan pada suhu tinggi untuk
transportasi. Dengan demikian dapat diyakini bahwa katalis Cu/ZnO/ Al2O3
akan menjadi katalis steam reforming metanol
untuk memproduksi hidrogen sebagai
energi alternatif masa depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar