Google ads

Senin, 21 Maret 2016

PENATALAKSANAAN TERAPI DIABETES



1.      Tujuan terapi

*      Dalam jangka pendek, penatalaksanaan DM bertujuan untuk menghilangkan/mengurangi keluhan/gejala, dapat menikmati kehidupan sosial sepenuhnya.
*      Tujuan jangka panjangnya adalah mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa, lipid, dan insulin. Untuk mempermudah tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan mandiri.

2.      Kriteria pengendalian DM dapat dilihat pada tabel :

Baik
Sedang
Buruk
Glukosa darah plasma vena (mg/dl)
- puasa
-2 jam

80-109
110-159

110-139
160-199

>140
>200
HbA1c (%)
4-6
6-8
>8
Kolesterol total (mg/dl)
<200
200-239
>240
Kolesterol LDL
- tanpa PJK
- dengan PJK

<130
<100

130-159
11-129

>159
>129
Kolesterol HDL (mg/dl)
>45
35-45
<35
Trigliserida (mg/dl)
- tanpa PJK
- dengan PJK

<200
<150

<200-249
<150-199

>250
>200
BMI/IMT
- perempuan
- laki-laki

18,9-23,9
20 -24,9

23-25
25-27

>25 atau <18,5
>27 atau <20
Tekanan darah (mmHg)
<140/90
140-160/90-95
>160/95

3.      Penatalaksanaan DM
·         Pendekatan tanpa obat
-          Pengaturan diet
Kebutuhan sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:
• Karbohidrat : 60-70%
• Protein : 10-15%
• Lemak : 20-25%
Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi
insulin dan memperbaiki respons sel-sel β terhadap stimulus glukosa.

-          Olahraga
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula
darah tetap normal. Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat  CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training).

·         Pendekatan dengan obat
Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet dan olah
raga) belum berhasil mengendalikan kadar glukosa darah penderita, maka
perlu dilakukan pendekatan dengan terapi obat, baik dalam bentuk terapi obat hipoglikemik oral, terapi insulin, atau kombinasi keduanya.

a.       Terapi insulin
Terapi insulin digunakan untuk penderita DM Tipe 1. Pada DM Tipe I, sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM Tipe I harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun sebagian  besar penderita DM Tipe 2 tidak memerlukan terapi insulin, namun hampir 30%  ternyata memerlukan terapi insulin disamping terapi hipoglikemik oral.

Keadaan-keadaan yang memerlukan terapi insulin selain DM tipe 1 dan 2 adalah :
·         Keadaan stres berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan,
infark miokard akut atau stroke
·         DM Gestasional dan penderita DM yang hamil membutuhkan terapi insulin,
apabila diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
·         Ketoasidosis diabetik
·         Insulin seringkali diperlukan pada pengobatan sindroma hiperglikemia
hiperosmolar non-ketotik.
·       Penderita DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan
suplemen tinggi kalori untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat,
secara bertahap memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan
kadar glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin
atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin.
·       Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
·       Kontra indikasi atau alergi terhadap OHO
Perjalanan klinis DM tipe 1 terbagi atas:
  1. Fase Inisial
Dimulai saat timbulnya gejala sampai dengan ditegakkan diagnosis. Fase ini sering didahului oleh infeksi, goncangan emosi maupun trauma fisik.
  1. Fase Penyembuhan
Fase setelah beberapa hari diberikan pengobatan. Keadaan akut penyakit ini telah teratasi dan sudah terdapat sensitivitas jaringan terhadap insulin.
  1. Fase Remisi (Honeymoon period)
Fase ini khas pada penyandang DM tipe 1. Pada saat ini, kebutuhan insulin menurun sehingga dapat terjadi hipoglikemia bila insulin tidak disesuaikan. Bila dengan dosis insulin 0.1 IU/kg BB masih menyebabkan hipoglikemia maka pemberian insulin harus dihentikan. Pada fase ini perlu observasi dan pemeriksaan urin reduksi secara teratur untuk memantau keadaan penyakitnya. Fase ini berlangsung selama beberapa minggu sampai beberapa bulan. Diperlukan penyuluhan pada penyandang DM atau orangtua bahwa fase ini bukan berarti penyembuhan penyakitnya.
  1. Fase Intensifikasi
Fase ini timbul 16-18 bulan setelah diagnosis ditegakan. Pada fase ini terjadi kekurangan insulin endogen.

         Penatalaksanaan DM tipe 1 menurut Sperling dibagi dalam 3 fase yaitu :
1.      Fase akut/ketoasidosis
koma dan dehidrasi dengan pemberian cairan, memperbaiki keseimbangan asam basa,        elektrolit dan pemakaian insulin.
2.    Fase subakut/ transisi
Bertujuan mengobati faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi, dll, stabilisasi penyakit dengan insulin, menyusun pola diet, dan penyuluhan kepada penyandang DM/keluarga mengenai pentignya pemantauan penyakitnya secara teratur dengan pemantauan glukosa darah, urin, pemakaian insulin dan komplikasinya serta perencanaan diet dan latihan jasmani.
  1. Fase pemeliharaan
      Pada fase ini tujuan utamanya ialah untuk mempertahankan status metabolik dalam           batas normal serta mencegah terjadinya komplikasi
Enam tipe insulin berdasarkan mulain kerja, puncak, dan lama kerja insulin tersebut, yakni :
  1. Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)
  2. Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
  3. Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)
  4. Mixed Insulin
  5. Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
  6. Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)

Table .Insulin yang Tersedia dan yang Akan Tersedia di Indonesia
Tipe Insulin
Mulai Kerja
Puncak
Lama Kerja
Ultra Short Acting (Quick-Acting, Rapid Acting) Insulin Analogues
Insulin Aspart (NovoRapid, Novolog)
Insulin Lispro (Humalog)
15-30 min
60-90 min
3-5 hr
Short-Acting (Soluble, Neutral)
Insulin Reguler, Actrapid, Humulin R
30-60 min
2-4 hr
6-8 hr
Intermediate-Acting (Isophane)
Insulatard, Humulin N, NPH
1-2 hr
4-8 hr
16-24 hr
Long-Acting Insulin (Zinc-based)
Monotard, Humulin Lente, Humulin Zn
1-3 hr
4-12 hr
16-24 hr
Very Long Acting Insulin
Insulin Glargine (Lantus)
Insulin Detemir (Levemir)
2-4 hr
4-24hr (nopeak)
24-36 hr
Mixed Insulin (Short + Intermedidiate-Acting Insulin)
Mixtard 30/70, NovoMix, Humulin 30/70
30 min
2-8 hr
24 hr

Terapi Pompa Insulin pada pasien Diabetes Melitus
Pompa insulin merupakan suatu alat yang tampak seperti pager yang digunakan untuk mengelola masuknya insulin ke dalam tubuh pasien diabetes. Sebuah pompa insulin terdiri dari sebuah tabung kecil (Syringe) yang berisikan insulin dan microcomputer yang membantu pasien untuk menentukan berapa banyak insulin yang diperlukan. Insulin dipompakan melalui selang infus yang terpasang dengan sebuah tube plastic ramping yang disebut cannula, yang dipasang pada kulit subkutan perut pasien. Selang infus harus diganti secara teratur setiap minggunya. Di Indonesia, alat ini masih jarang digunakan walaupun sudah ada distributornya. Akan tetapi di negara lain seperti Amerika, penggunaan alat ini kini menjadi favorit pasien diabetes karena keefektifan penggunaanya.
Indikasi penggunaan terapi insulin harus memenuhi kriteria di bawah ini :
*      Menggunakan insulin lebih dari 3 kali sehari
*      Kadar glukosa darah sering tidak teratur
*      Lelah menggunakan terapi injeksi insulin
*      Ingin mengurangi resiko hipoglikemi
*      Ingin mengurangi resiko komplikasi yang berkelanjutan
*      Ingin lebih bebas beraktifitas dan gaya hidup yang lebih fleksibel
Ketika seseorang memutuskan untuk menggunakan terapi pompa insulin, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yakni :
*      Mengecek kadar glukosa darah (setidaknya 4 hari sekali, sebelum makan) untuk mengetahui berapa dosis insulin yang diperlukan untuk mengontrol kadar glukosa darah tubuh.
*      Mulai memahami makanan yang anda makan. Apakah makanan tersebut membuat kadar glukosa darah tinggi atau tidak.
*      Perhatikan secara teratur (setiap setelah makan) pompa insulin untuk meminimalisir kerusakan.
Menurut studi yang dilakukan National Institute of Health selama 10 tahun terhadap 1000 penderita diabetes melitus tipe 1, didapatkan bahwa penggunaan terapi insulin yang intensif, seperti contohnya menggunakan pompa insulin, dapat mengurangi komplikasi diabetes secara efektif.  Studi ini menunjukan bahwa terapi insulin intensif :
-          Mengurangi komplikasi kebutaan 76 %
-          Mengurangi komplikasi amputasi 60 %
-          Mengurangi resiko terkena penyakit ginjal 54 %
Terapi pompa insulin atau yang dikenal dengan sebutan Continuous Subcutaneous Insulin Infusion (CSII) merupakan terapi yang paling menyerupai metode fisiologi tranfer insulin ke dalam tubuh. Insulin yang dipergunakan dalam pompa insulin adalah insulin “prandial” (short atau rapid acting insulin), sehingga dosis basal akan tertutupi oleh dosis prandial “bolus” yang diberikan secara intensif selama 24 jam.


b.      Terapi menggunakan hipoglikemik oral
Pemilihan dan penentuan rejimen hipoglikemik yang digunakan harus mempertimbang- kan tingkat keparahan diabetes (tingkat glikemia) serta kondisi  kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan  komplikasi yang ada.
Penggolongan obat hipoglikemi oral
            Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi menjadi 3 golongan:
·         Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik  oral golongan  sulfonilurea dan glinida (meglitinida  dan turunan fenilalanin).
·         Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel  terhadap insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif.
·         Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor α-glukosidase yang bekerja menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk  mengendalikan hiperglikemia post-prandial (post-meal hyperglycemia). Disebut juga “starch-blocker”.

Terapi kombinasi
            Pada keadaan tertentu diperlukan terapi kombinasi dari beberapa OHO atau OHO dengan insulin. Kombinasi yang umum adalah antara golongan sulfonilurea dengan biguanida. Sulfonilurea akan mengawali dengan merangsang sekresi pankreas yang memberikan kesempatan untuk senyawa biguanida bekerja efektif. Kedua golongan obat hipoglikemik oral ini memiliki efek terhadap sensitivitas reseptor insulin, sehingga kombinasi keduanya mempunyai efek saling menunjang. Pengalaman menunjukkan bahwa kombinasi kedua golongan ini dapat efektif pada banyak penderita diabetes yang sebelumnya tidak bermanfaat bila dipakai sendiri-sendiri.

Hal hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan obat hipoglikemik oral :
1.      Dosis selalu harus dimulai dengan dosis rendah yang kemudian dinaikkan
    secara bertahap.
2.      Harus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek samping obat-obat tersebut.
3.      Bila diberikan bersama obat lain, pikirkan kemungkinan adanya interaksi obat.
4.      Pada kegagalan sekunder obat hipoglikemik oral, usahakanlah menggunakan obat oral      golongan lain, bila gagal lagi, baru pertimbangkan  untuk beralih pada insulin.
5.      Perhatian penggunaan obat hipoglikemi oral pada penderita lanjut usia, oleh sebab itu sebaiknya obat hipoglikemik oral yang bekerja jangka panjang  tidak diberikan pada penderita lanjut usia. 
6.      Usahakan agar harga obat terjangkau oleh penderita.

C. Pelayanan kefarmasian dan peran apoteker dalam penatalaksanan DM 
            Secara prinsip, Pelayanan Kefarmasian terdiri dari beberapa tahap yang
harus dilaksanakan secara berurutan:
1.  Penyusunan informasi dasar atau database pasien
2.  Evaluasi atau Pengkajian (Assessment)
3.  Penyusunan rencana pelayanan kefarmasian (RPK)
4.  Implementasi RPK
5.  Monitoring Implementasi
6.  Tindak Lanjut (Follow Up)

II.   INTERAKSI OBAT
            Banyak obat yang dapat berinteraksi dengan obat-obat sulfonilurea, sehingga risiko terjadinya hipoglikemia harus diwaspadai. Obat atau senyawa- senyawa yang dapat meningkatkan risiko hipoglikemia sewaktu pemberian  obat-obat hipoglikemik sulfonilurea antara lain:
-          alkohol,
-          insulin,
-          fenformin, 
-          sulfonamida,
-          salisilat dosis besar,
-          fenilbutazon, oksifenbutazon,
-          probenezida,
-          dikumarol,
-          kloramfenikol,
-          penghambat MAO (Mono Amin Oksigenase), 
-          guanetidin, steroida anabolik, fenfluramin, dan klofibrat.
-          Laktulosa 
-          Amiodaron   Litium  +
-          Asparaginase ++ 
-          Diuretika tiazida +++ 
-          Antipsikotik atipikal   Niasin and asam nikotinat ++
-          Beta-agonis ++  Kontrasepsi oral  ++
-          Kafein   Fenotiazin +
-          Calcium channel blockers + 
-          Fenitoin  ++
-          Kortikosteroid +++  
-          Siklosporin  ++
-          Amina simpatomimetik ++ 
-          Diazoxida +++
-          Teofilin 
-          Estrogen +++ 
-          Preparat Tiroid  +
-          Fentanil   Antidepresan trisiklik
-          Alfa-Interferon

Ket : (diadaptasi dari Bressler and DeFronzo, 1994):
    +      kemungkinan bermakna secara klinis. Studi/laporan terbatas atau   bertentangan.
    ++   bermakna secara klinis.  Sangat penting pada kondisi tertentu.
 +++    berpengaruh bermakna secara klinis


Interaksi obat termasuk DRP, Untuk meminimalkan masalah terkait obat, apoteker perlu melakukan identifikasi dengan mengajukan empat pertanyaan sebagai berikut:
1.      Apakah terapi obat sesuai dengan indikasinya? Terapi obat dikatakan tidak
sesuai bila obat yang diberikan tidak sesuai dengan indikasinya atau penderita memerlukan terapi obat tambahan karena adanya indikasi yang belum diobati (untreated indication)
2.      Apakah terapi obat tersebut efektif? Terapi obat dikatakan tidak efektif bila obat yang diberikan tidak tepat dalam pemilihannya atau dosis yang digunakan terlalu kecil.
3.      Apakah terapi obat tersebut aman? Terapi obat dikatakan tidak aman, bila penderita mengalami reaksi obat yang tidak dikehendaki atau penderita mendapatkan dosis obat yang terlalu tinggi atau penderita menerima/menggunakan obat tanpa indikasi.
4.      Apakah penderita mengikuti aturan yang telah disarankan? Penderita tidak
mengikuti aturan penggunaan obat yang disarankan dapat terjadi karena ketidakpahaman penderita terhadap penyakit dan pengobatannya, alasan ekonomi, atau ketidaknyamanan yang dialami.



                              Daftar pustaka

American Society of Health System Pharmacist. ASHP Statement on the Pharmacist’s Role in
            Primary Care. Am J Hosp Pharm 1999;56:1665-7
Basuki E. Penyuluhan Diabetes Mellitus. Dalam Soegondo S, Soewondo P dan Subekti I (eds).
            Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu, Pusat
Diabetes dan Lipid RSUP Nasional Cipto Mangunkusumo-FKUI, Jakarta, 2004.
Direktorat bina farmasi komunitas dan klinik. 2005, Pharmaceutical care untuk diabetes militus,
            departemen kesehatan RI
Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000 (IONI 2000). Direktorat Jenderal Pengawasan
            Obat dan Makanan. Departeman Kesehatan Republik Indonesia
Katzung. B. G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 2. Jakarta : Salemba Medika
Tandra, Hans. 2007. Segala sesuatu yang harus Anda ketahui tentang Diabetes. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama
Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. 2005. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI
Weinzimer SA, Ahern JH, Doyle EA, Vincent MR. Persistence of Benefits of Continuous
Subcutaneous Insulin Infusion in Very Young Children With Type 1 Diabetes : A Follow Up Report. 2004;114:1601-1605

Tidak ada komentar:

Google Ads