1. Tujuan terapi
Dalam jangka pendek, penatalaksanaan DM bertujuan untuk menghilangkan/mengurangi
keluhan/gejala, dapat
menikmati kehidupan sosial sepenuhnya.
Tujuan jangka panjangnya adalah mencegah komplikasi. Tujuan
tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa, lipid, dan
insulin. Untuk mempermudah tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan
dalam bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan
mandiri.
2. Kriteria pengendalian DM dapat
dilihat pada tabel :
|
Baik
|
Sedang
|
Buruk
|
Glukosa darah
plasma vena (mg/dl)
- puasa
-2 jam
|
80-109
110-159
|
110-139
160-199
|
>140
>200
|
HbA1c (%)
|
4-6
|
6-8
|
>8
|
Kolesterol
total (mg/dl)
|
<200
|
200-239
|
>240
|
Kolesterol LDL
- tanpa PJK
- dengan PJK
|
<130
<100
|
130-159
11-129
|
>159
>129
|
Kolesterol HDL
(mg/dl)
|
>45
|
35-45
|
<35
|
Trigliserida
(mg/dl)
- tanpa PJK
- dengan PJK
|
<200
<150
|
<200-249
<150-199
|
>250
>200
|
BMI/IMT
- perempuan
- laki-laki
|
18,9-23,9
20 -24,9
|
23-25
25-27
|
>25 atau
<18,5
>27 atau
<20
|
Tekanan darah
(mmHg)
|
<140/90
|
140-160/90-95
|
>160/95
|
3. Penatalaksanaan DM
·
Pendekatan tanpa obat
-
Pengaturan diet
Kebutuhan sesuai dengan kecukupan gizi baik
sebagai berikut:
• Karbohidrat : 60-70%
• Protein : 10-15%
• Lemak : 20-25%
Penurunan berat badan telah
dibuktikan dapat mengurangi resistensi
insulin dan memperbaiki respons
sel-sel β terhadap stimulus glukosa.
-
Olahraga
Berolah raga secara teratur dapat
menurunkan dan menjaga kadar gula
darah tetap normal. Olahraga yang
disarankan adalah yang bersifat CRIPE
(Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training).
·
Pendekatan dengan obat
Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet
dan olah
raga) belum berhasil mengendalikan kadar glukosa darah
penderita, maka
perlu dilakukan pendekatan dengan terapi obat, baik dalam bentuk
terapi obat hipoglikemik oral, terapi insulin, atau kombinasi keduanya.
a. Terapi
insulin
Terapi insulin digunakan untuk penderita
DM Tipe 1. Pada DM Tipe I, sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita
rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya,
maka penderita DM Tipe I harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar
metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun
sebagian besar penderita DM Tipe 2 tidak
memerlukan terapi insulin, namun hampir 30%
ternyata memerlukan terapi insulin disamping terapi hipoglikemik oral.
Keadaan-keadaan yang memerlukan terapi insulin selain DM tipe 1 dan 2
adalah :
·
Keadaan stres berat, seperti pada infeksi berat,
tindakan pembedahan,
infark miokard akut atau stroke
·
DM Gestasional dan penderita DM yang hamil membutuhkan
terapi insulin,
apabila diet saja tidak dapat
mengendalikan kadar glukosa darah.
·
Ketoasidosis diabetik
·
Insulin seringkali diperlukan pada pengobatan sindroma
hiperglikemia
hiperosmolar non-ketotik.
·
Penderita DM yang mendapat nutrisi parenteral atau
yang memerlukan
suplemen tinggi kalori untuk
memenuhi kebutuhan energi yang meningkat,
secara bertahap memerlukan insulin
eksogen untuk mempertahankan
kadar glukosa darah mendekati normal
selama periode resistensi insulin
atau ketika terjadi peningkatan
kebutuhan insulin.
·
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
·
Kontra indikasi atau alergi terhadap OHO
Perjalanan klinis DM tipe 1 terbagi atas:
- Fase Inisial
Dimulai saat timbulnya gejala sampai dengan ditegakkan diagnosis. Fase
ini sering didahului oleh infeksi, goncangan emosi maupun trauma fisik.
- Fase Penyembuhan
Fase setelah beberapa hari diberikan pengobatan. Keadaan akut penyakit
ini telah teratasi dan sudah terdapat sensitivitas jaringan terhadap insulin.
- Fase Remisi (Honeymoon period)
Fase ini khas pada penyandang DM tipe 1. Pada saat ini, kebutuhan insulin
menurun sehingga dapat terjadi hipoglikemia bila insulin tidak disesuaikan.
Bila dengan dosis insulin 0.1 IU/kg BB masih menyebabkan hipoglikemia maka
pemberian insulin harus dihentikan. Pada fase ini perlu observasi dan
pemeriksaan urin reduksi secara teratur untuk memantau keadaan penyakitnya.
Fase ini berlangsung selama beberapa minggu sampai beberapa bulan. Diperlukan
penyuluhan pada penyandang DM atau orangtua bahwa fase ini bukan berarti
penyembuhan penyakitnya.
- Fase Intensifikasi
Fase ini timbul 16-18 bulan setelah diagnosis ditegakan. Pada fase ini
terjadi kekurangan insulin endogen.
Penatalaksanaan DM tipe 1 menurut
Sperling dibagi dalam 3 fase yaitu :
1. Fase akut/ketoasidosis
koma dan dehidrasi dengan pemberian cairan, memperbaiki keseimbangan asam
basa, elektrolit dan pemakaian
insulin.
2.
Fase subakut/ transisi
Bertujuan mengobati faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi, dll,
stabilisasi penyakit dengan insulin, menyusun pola diet, dan penyuluhan kepada
penyandang DM/keluarga mengenai pentignya pemantauan penyakitnya secara teratur
dengan pemantauan glukosa darah, urin, pemakaian insulin dan komplikasinya
serta perencanaan diet dan latihan jasmani.
- Fase pemeliharaan
Pada fase ini tujuan utamanya
ialah untuk mempertahankan status metabolik dalam batas normal serta mencegah terjadinya komplikasi
Enam tipe
insulin berdasarkan mulain kerja, puncak, dan lama kerja insulin tersebut,
yakni :
- Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)
- Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
- Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)
- Mixed Insulin
- Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
- Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)
Table .Insulin yang Tersedia dan
yang Akan Tersedia di Indonesia
Tipe Insulin
|
Mulai Kerja
|
Puncak
|
Lama Kerja
|
Ultra
Short Acting (Quick-Acting, Rapid Acting) Insulin Analogues
Insulin Aspart
(NovoRapid, Novolog)
Insulin Lispro
(Humalog)
|
15-30 min
|
60-90 min
|
3-5 hr
|
Short-Acting
(Soluble, Neutral)
Insulin
Reguler, Actrapid, Humulin R
|
30-60 min
|
2-4 hr
|
6-8 hr
|
Intermediate-Acting
(Isophane)
Insulatard,
Humulin N, NPH
|
1-2 hr
|
4-8 hr
|
16-24 hr
|
Long-Acting
Insulin (Zinc-based)
Monotard,
Humulin Lente, Humulin Zn
|
1-3 hr
|
4-12 hr
|
16-24 hr
|
Very
Long Acting Insulin
Insulin
Glargine (Lantus)
Insulin
Detemir (Levemir)
|
2-4 hr
|
4-24hr
(nopeak)
|
24-36 hr
|
Mixed
Insulin (Short + Intermedidiate-Acting Insulin)
Mixtard 30/70,
NovoMix, Humulin 30/70
|
30 min
|
2-8 hr
|
24 hr
|
Terapi Pompa Insulin pada pasien
Diabetes Melitus
Pompa insulin merupakan suatu alat yang tampak seperti pager yang
digunakan untuk mengelola masuknya insulin ke dalam tubuh pasien diabetes.
Sebuah pompa insulin terdiri dari sebuah tabung kecil (Syringe) yang berisikan
insulin dan microcomputer yang
membantu pasien untuk menentukan berapa banyak insulin yang diperlukan. Insulin
dipompakan melalui selang infus yang terpasang dengan sebuah tube plastic
ramping yang disebut cannula, yang
dipasang pada kulit subkutan perut pasien. Selang infus harus diganti secara
teratur setiap minggunya. Di Indonesia, alat ini masih jarang digunakan
walaupun sudah ada distributornya. Akan tetapi di negara lain seperti Amerika,
penggunaan alat ini kini menjadi favorit pasien diabetes karena keefektifan
penggunaanya.
Indikasi
penggunaan terapi insulin harus memenuhi kriteria di bawah ini :
Menggunakan insulin lebih dari 3 kali sehari
Kadar glukosa darah sering tidak teratur
Lelah menggunakan terapi injeksi insulin
Ingin mengurangi resiko hipoglikemi
Ingin mengurangi resiko komplikasi yang berkelanjutan
Ingin lebih bebas beraktifitas dan gaya hidup yang lebih
fleksibel
Ketika seseorang
memutuskan untuk menggunakan terapi pompa insulin, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan yakni :
Mengecek kadar glukosa darah (setidaknya 4 hari sekali,
sebelum makan) untuk mengetahui berapa dosis insulin yang diperlukan untuk
mengontrol kadar glukosa darah tubuh.
Mulai memahami makanan yang anda makan. Apakah makanan
tersebut membuat kadar glukosa darah tinggi atau tidak.
Perhatikan secara teratur (setiap setelah makan) pompa
insulin untuk meminimalisir kerusakan.
Menurut studi yang dilakukan National Institute of Health selama 10 tahun
terhadap 1000 penderita diabetes melitus tipe 1, didapatkan bahwa penggunaan
terapi insulin yang intensif, seperti contohnya menggunakan pompa insulin,
dapat mengurangi komplikasi diabetes secara efektif. Studi ini menunjukan bahwa terapi insulin
intensif :
-
Mengurangi komplikasi kebutaan 76 %
-
Mengurangi komplikasi amputasi 60 %
-
Mengurangi resiko terkena penyakit ginjal 54 %
Terapi pompa
insulin atau yang dikenal dengan sebutan Continuous
Subcutaneous Insulin Infusion (CSII) merupakan terapi yang paling
menyerupai metode fisiologi tranfer insulin ke dalam tubuh. Insulin yang
dipergunakan dalam pompa insulin adalah insulin “prandial” (short atau rapid
acting insulin), sehingga dosis basal akan tertutupi oleh dosis prandial
“bolus” yang diberikan secara intensif selama 24 jam.
b.
Terapi menggunakan
hipoglikemik oral
Pemilihan dan
penentuan rejimen hipoglikemik yang digunakan harus mempertimbang- kan tingkat
keparahan diabetes (tingkat glikemia) serta kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk
penyakit-penyakit lain dan komplikasi
yang ada.
Penggolongan obat hipoglikemi oral
Berdasarkan mekanisme
kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi menjadi 3 golongan:
·
Obat-obat yang
meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral golongan
sulfonilurea dan glinida (meglitinida
dan turunan fenilalanin).
·
Sensitiser
insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin), meliputi obat-obat
hipoglikemik golongan biguanida dan tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh
untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif.
·
Inhibitor
katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor α-glukosidase yang bekerja
menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk mengendalikan hiperglikemia post-prandial
(post-meal hyperglycemia). Disebut juga “starch-blocker”.
Terapi kombinasi
Pada keadaan tertentu diperlukan
terapi kombinasi dari beberapa OHO atau OHO dengan insulin. Kombinasi yang umum
adalah antara golongan sulfonilurea dengan biguanida. Sulfonilurea akan
mengawali dengan merangsang sekresi pankreas yang memberikan kesempatan untuk
senyawa biguanida bekerja efektif. Kedua golongan obat hipoglikemik oral ini
memiliki efek terhadap sensitivitas reseptor insulin, sehingga kombinasi
keduanya mempunyai efek saling menunjang. Pengalaman menunjukkan bahwa kombinasi
kedua golongan ini dapat efektif pada banyak penderita diabetes yang sebelumnya
tidak bermanfaat bila dipakai sendiri-sendiri.
Hal hal yang
perlu diperhatikan dalam penggunaan obat hipoglikemik oral :
1. Dosis selalu harus dimulai dengan dosis rendah yang kemudian
dinaikkan
secara bertahap.
2.
Harus diketahui
betul bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek samping obat-obat tersebut.
3.
Bila diberikan
bersama obat lain, pikirkan kemungkinan adanya interaksi obat.
4.
Pada kegagalan
sekunder obat hipoglikemik oral, usahakanlah menggunakan obat oral golongan lain, bila gagal lagi, baru
pertimbangkan untuk beralih pada
insulin.
5.
Perhatian
penggunaan obat hipoglikemi oral pada penderita lanjut usia, oleh sebab itu
sebaiknya obat hipoglikemik oral yang bekerja jangka panjang tidak diberikan pada penderita lanjut
usia.
6.
Usahakan agar
harga obat terjangkau oleh penderita.
C. Pelayanan
kefarmasian dan peran apoteker dalam penatalaksanan DM
Secara prinsip, Pelayanan
Kefarmasian terdiri dari beberapa tahap yang
harus
dilaksanakan secara berurutan:
1. Penyusunan informasi dasar atau database
pasien
2. Evaluasi atau Pengkajian (Assessment)
3. Penyusunan rencana pelayanan kefarmasian
(RPK)
4. Implementasi RPK
5. Monitoring Implementasi
6. Tindak Lanjut (Follow Up)
II. INTERAKSI OBAT
Banyak
obat yang dapat berinteraksi dengan obat-obat sulfonilurea, sehingga risiko
terjadinya hipoglikemia harus diwaspadai. Obat atau senyawa- senyawa yang dapat
meningkatkan risiko hipoglikemia sewaktu pemberian obat-obat hipoglikemik sulfonilurea antara
lain:
-
alkohol,
-
insulin,
-
fenformin,
-
sulfonamida,
-
salisilat dosis
besar,
-
fenilbutazon,
oksifenbutazon,
-
probenezida,
-
dikumarol,
-
kloramfenikol,
-
penghambat MAO
(Mono Amin Oksigenase),
-
guanetidin,
steroida anabolik, fenfluramin, dan klofibrat.
-
Laktulosa
-
Amiodaron Litium
+
-
Asparaginase
++
-
Diuretika
tiazida +++
-
Antipsikotik
atipikal Niasin and asam nikotinat ++
-
Beta-agonis
++ Kontrasepsi oral ++
-
Kafein Fenotiazin +
-
Calcium channel
blockers +
-
Fenitoin ++
-
Kortikosteroid
+++
-
Siklosporin ++
-
Amina
simpatomimetik ++
-
Diazoxida +++
-
Teofilin
-
Estrogen
+++
-
Preparat
Tiroid +
-
Fentanil Antidepresan trisiklik
-
Alfa-Interferon
Ket : (diadaptasi dari
Bressler and DeFronzo, 1994):
+
kemungkinan bermakna secara klinis. Studi/laporan terbatas atau bertentangan.
++
bermakna secara klinis. Sangat
penting pada kondisi tertentu.
+++
berpengaruh bermakna secara klinis
Interaksi obat termasuk DRP, Untuk meminimalkan
masalah terkait obat, apoteker perlu melakukan identifikasi dengan mengajukan
empat pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah terapi obat sesuai dengan indikasinya? Terapi
obat dikatakan tidak
sesuai bila obat yang diberikan tidak sesuai dengan indikasinya atau
penderita memerlukan terapi obat tambahan karena adanya indikasi yang belum
diobati (untreated indication)
2. Apakah terapi obat tersebut efektif? Terapi obat
dikatakan tidak efektif bila obat yang diberikan tidak tepat dalam pemilihannya
atau dosis yang digunakan terlalu kecil.
3. Apakah terapi obat tersebut aman? Terapi obat
dikatakan tidak aman, bila penderita mengalami reaksi obat yang tidak
dikehendaki atau penderita mendapatkan dosis obat yang terlalu tinggi atau
penderita menerima/menggunakan obat tanpa indikasi.
4. Apakah penderita mengikuti aturan yang telah
disarankan? Penderita tidak
mengikuti aturan penggunaan obat yang disarankan dapat terjadi karena
ketidakpahaman penderita terhadap penyakit dan pengobatannya, alasan ekonomi,
atau ketidaknyamanan yang dialami.
Daftar
pustaka
American Society of
Health System Pharmacist. ASHP Statement
on the Pharmacist’s Role in
Primary Care. Am J
Hosp Pharm 1999;56:1665-7
Basuki E. Penyuluhan Diabetes Mellitus. Dalam Soegondo
S, Soewondo P dan Subekti I (eds).
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Terpadu, Pusat
Diabetes dan Lipid
RSUP Nasional Cipto Mangunkusumo-FKUI, Jakarta, 2004.
Direktorat bina
farmasi komunitas dan klinik. 2005, Pharmaceutical
care untuk diabetes militus,
departemen kesehatan RI
Informatorium Obat
Nasional Indonesia 2000 (IONI 2000). Direktorat Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan. Departeman
Kesehatan Republik Indonesia
Katzung.
B. G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik
Buku 2. Jakarta : Salemba Medika
Tandra,
Hans. 2007. Segala sesuatu yang harus
Anda ketahui tentang Diabetes. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama
Soegondo
S, Soewondo P, Subekti I. 2005. Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI
Weinzimer
SA, Ahern JH, Doyle EA, Vincent MR. Persistence
of Benefits of Continuous
Subcutaneous
Insulin Infusion in Very Young Children With Type 1 Diabetes : A Follow Up
Report. 2004;114:1601-1605
Tidak ada komentar:
Posting Komentar