Korosi
atau secara awam lebih dikenal dengan istilah pengkaratan merupakan fenomena
kimia pada bahan-bahan logam di berbagai macam kondisi lingkungan. Penyelidikan
tentang sistim elektrokimia telah banyak membantu menjelaskan mengenai korosi
ini, yaitu reaksi kimia antara logam dengan zat-zat yang ada di sekitarnya atau
dengan partikel-partikel lain yang ada di dalam matrik logam itu sendiri. Dari
sudut pandang kimia, korosi pada dasarnya merupakan reaksi logam menjadi ion
pada permukaan logam yang kontak langsung dengan lingkungan berair dan oksigen
(Akhadi, 2003).
Inhibitor
korosi sendiri didefinisikan sebagai suatu zat yang apabila ditambahkan dalam
jumlah sedikit ke dalam lingkungan akan menurunkan serangan korosi lingkungan
terhadap logam. Umumnya inhibitor korosi berasal dari senyawa-senyawa organik
dan anorganik yang mengandung gugus-gugus yang memiliki pasangan elektron
bebas, seperti nitrit, kromat, fospat, urea, fenilalanin, imidazolin, dan senyawa-senyawa
amina. Namun demikian, pada kenyataannya bahwa bahan kimia sintesis ini
merupakan bahan kimia yang berbahaya, harganya lumayan mahal, dan tidak ramah
lingkungan, maka sering industri-industri kecil dan menengah jarang menggunakan
inhibitor pada sistem pendingin, sistem pemipaan, dan sistem pengolahan air
produksi mereka, untuk melindungi besi/baja dari serangan korosi. Untuk itu
penggunaan inhibitor yang aman, mudah didapatkan, bersifat biodegradable, biaya
murah, dan ramah lingkungan sangatlah diperlukan.
Salah
satu alternatifnya adalah ekstrak bahan alam khususnya senyawa yang mengandung
atom N, O, P, S, dan atom-atom yang memiliki pasangan elektron bebas.
Unsur-unsur yang mengandung pasangan elektron bebas ini nantinya dapat
berfungsi sebagai ligan yang akan membentuk senyawa kompleks dengan logam. Dari
beberapa hasil penelitian seperti Fraunhofer (1996), diketahui bahwa ekstrak
daun tembakau, teh dan kopi dapat efektif sebagai inhibitor pada sampel logam
besi, tembaga, dan alumunium dalam medium larutan garam. Keefektifan ini diduga
karena ekstrak daun tembakau, teh, dan kopi memiliki unsur nitrogen yang
berfungsi sebagai pendonor elektron terhadap logam Fe2+ untuk
membentuk senyawa kompleks.
Selasih
merupakan tanaman setahun yang tumbuh dengan baik di daerah tropis dan
subtropis di tempat yang ketinggiannya antara 1-1100 meter di atas permukaan laut. Selasih merupakan salah satu
tanaman yang belum banyak disentuh, khususnya
di Indonesia. Secara umum tanaman selasih mengandung bahan kimia seperti
eugenol, metil eugenol, ocimene, geraniol, methylclavicol, methylcinnamate, annetol,
dan champor. Sementara bijinya mengandung plantose dan asam lemak, seperti asam
palmitat, asam oleat, asam stearat, asam linoleat (Kardinan, 2003).
Landasan
Teori
Baja
Baja banyak digunakan dalam kehidupan
sehari-hari mulai dari peralatan rumah tangga hingga alat-alat mesin berat.
Baja
pada dasarnya ialah besi (Fe) dengan tambahan unsur Karbon (C) sampai dengan 1.67% (maksimal). Bila
kadar unsur karbon (C) lebih dari
1.67%, maka material tersebut biasanya disebut sebagai besi cor (Cast Iron). Disamping
itu, baja mengandung unsur campuran lain yang disebut paduan, misalnya Mangan
(Mn), Tembaga (Cu), Silikon (Si), Belerang (S), dan Posfor (P). Menurut Hasnan
(2006) baja dapat diklasifikasi berdasarkan kandungan karbon yaitu :
1)
Baja karbon rendah (low carbon steel)
a)
Kadar karbonnya adalah 0,05 % - 0,30% .
b)
Sifatnya
mudah ditempa dan mudah di mesin.
c)
Penggunaannya:
kandungan karbon 0,05 % - 0,20 % banyak digunakan untuk bodi mobil, bangunan,
pipa, rantai, paku, sekrup. Sedangkan
kandungan baja 0,20 % - 0,30 % digunakan pada gigi persneling, baut jembatan
dan palang.
2)
Baja karbon menengah (medium carbon steel)
a)
Kadar karbonnya adalah sebesar 0,3%
-0.5%.
b)
Kekuatannya lebih tinggi daripada baja
karbon rendah.
c)
Sifatnya
sulit untuk dibengkokkan, dilas, dipotong.
d)
Penggunaannya:
kandungan karbon 0,30 % - 0,40 % banyak digunakan untuk poros roda dan engkol. Kandungan karbon 0,40 % - 0,50 % digunakan pada rel,
sekrup mobil, gigi roda mobil dan ketel uap. Dan kandungan
karbon 0,50 % - 0,60 % digunakan untuk palu dan pengeretan. Baja ASSAB 760 ini
termasuk ke dalamnya karena mengandung 0,42 – 0,50 % karbon
3)
Baja karbon tinggi (high carbon steel)
a)
Kadar karbonnya adalah 0,60 % - 1,50 %.
b)
Sifatnya sulit dibengkokkan, dilas dan
dipotong.
c)
Penggunaannya: untuk palu, silinder,
pisau, gergaji, pemotong, kabel, dan bor.
Proses Korosi pada Baja
Mekanismenya berdasarkan pada reaksi anoda dan katoda
dalam suatu larutan elektrolit. Korosi terjadi pada anoda dengan pelepasan gas hidrogen
atau pembentukan ion hidroksi
pada katoda. Ion hidroksi dapat bereaksi dengan ion logam yang
dilarutkan pada anoda dan membentuk hidroksida logam kemudian oksida terhidrasi. Jika hidroksida dan
oksida ini tidak larut, maka
akan mengendap pada permukaan logam dan
mengurangi laju korosi (Kurniawan, 2009).
Secara umum mekanisme korosi dapat dijelaskan pada Gambar
1.1
Logam Fe berhubungan dengan oksigen di dalam udara lembab. Air dan
oksigen cendrung tereduksi sedangkan besi cendrung teroksidasi, dimana pada daerah anoda lubang terbentuk karena okssidasi Fe menjadi Fe(II). Elektron yang dihasilkan
mengalir melewati besi ke daerah yang terpapar O2. Pada daerah
katoda O2 direduksi menjadi OH-. Reaksi keseluruhan
didapatkan dari menyeimbangkan transfer
elektron dan menjumlahkan kedua setengah reaksi.
Anoda : Fe
Fe2+ + 2 e
Katoda : O2 + 2 H2O + 4
e 4 OH-
2 Fe +
O2 + 2 H2O 2 Fe2+ + 4 OH-
Ion Fe2+ dapat berpindah dari anoda melalui larutan ke daerah
katoda dan kemudian ia berkombinasi dengan ion OH- untuk membentuk
besi (II) hidroksida, Fe(OH)2. Selanjutnya baja teroksidasi oleh O2
menuju bilangan oksidasi +3. Material yang disebut sebagai karat adalah
kompleks hidrat dalam bentuk besi (II) oksida dan hidroksida dengan komposisi
air bervariasi yang biasa dituliskan sebagai Fe2O3.xH2O
Berdasarkan bentuknya, korosi ini
dibedakan menjadi (Widharto,
2004):
a.
Korosi Galvanik
Merupakan proses perkaratan dua
macam logam yang berbeda potensial dihubungkan dalam elektrolit yang sama.
Contohnya hubungan pipa bawah tanah dengan kolom rak pipa melalui clamp
(penjepit pipa).
b.
Korosi
Regangan
Merupakan korosi yang terjadi pada
proses produksi karena pengaruh kombinasi antara regangan tarik pada pembuatan
besi yang bersifat internal yang disebabkan oleh perlakuan seperti cold
forming, atau merupakan hasil sisa pengerjaan seperti pengepresan dan
lain-lain.
c.
Korosi
Celah
Merupakan korosi yang disebabkan
oleh perbedaan konsentrasi zat asam, sehingga terbentuk celah yang berupa
retakan. Celah yang terbentuk ini terisi
dengan larutan elektrolit (air dan pH-nya rendah) kondisi ini menyebabkan
terbentuknya karat (korosi), akibatnya terjadi kehilangan logam dalam celah.
d.
Korosi
Titik Embun
Merupakan proses korosi yang
dipengaruhi oleh faktor kelembaban akibatnya korosi titk embun menyebabkan terbentuknya rust atau
kerak contohnya korosi titik embun yang menyerang struktur baja pada dinding
jalur rel kereta api.
Korosi Lingkungan Asam Klorida
Faktor penting yang mempengaruhi
korosi adalah faktor lingkungan,
terutama lingkungan yang mempunyai pH rendah (lingkungan asam). Korosi
lingkungan asam dapat diilustrasikan seperti kerusakan besi akibat asam, seperti asam klorida (HCl). HCl dalam
bentuk gas tidak korosif, tetapi jika gas HCl bercampur dengan air maka akan
menjadi senyawa yang sangat korosif, ketika besi ditaruh dalam larutan HCl, maka akan terjadi reaksi
dimana gas hidrogen akan terbentuk dan besi
akan terlarut, membentuk larutan besi klorida. Persamaan reaksinya adalah :
Fe(s) + 2HCl(aq) FeCl2(aq) + H2(g)
Peristiwa korosi di atas dapat
dilihat pada Gambar 1.2 (Henki W .et.al,
2002). Reaksi anoda diindikasikan dengan naiknya bilangan oksidasi dan
terjadinya produksi elektron. Reaksi katoda diindikasikan dengan terjadinya
pertambahan elektron sehingga menyebabkan penurunan bilangan oksidasi. Hal ini
merupakan prinsip utama korosi yaitu ketika
suatu logam mengalami korosi maka laju oksidasi akan sama dengan laju reduksi.
Pengendalian Korosi dengan Penggunaan Inhibitor
Peristiwa korosi pada logam merupakan
fenomena yang tidak dapat dihindari, namun dapat dihambat maupun dikendalikan
untuk mengurangi kerugian dan mencegah dampak negatif yang diakibatkannya.
Salah satu cara pengendalian korosi adalah dengan menggunakan inhibitor.
Secara umum suatu inhibitor adalah
suatu zat kimia yang dapat menghambat atau memperlambat suatu reaksi kimia.
Sedangkan inhibitor korosi adalah suatu zat kimia yang bila ditambahkan kedalam
suatu lingkungan, dapat menurunkan laju penyerangan korosi lingkungan itu
terhadap suatu logam. (Dalimunte, 2005).
Penggunaan inhibitor korosi merupakan cara yang
paling efektif, karena dalam penggunaannya memerlukan biaya yang relatif murah
dan prosesnya sederhana (Ilim et.al, 2008). Inhibitor korosi umumnya berasal dari senyawa-senyawa organik
dan anorganik yang mengandung gugus pasangan elektron bebas, seperti nitrit,
kromat, fosfat, urea, fenilalanin, imidazolin dan senyawa-senyawa amina. Namun,
pada kenyataannya bahan kimia sintetis ini merupakan bahan kimia berbahaya,
harganya mahal, dan tidak ramah lingkungan. Untuk itu dicari penggunaan
inhibitor yang aman, mudah didapat, bersifat biodegradable, biaya murah dan
ramah lingkungan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ekstrak bahan
alam mempunyai efisiensi yang tinggi dalam proses penurunan laju korosi logam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar