Google ads

Jumat, 18 Desember 2015

Proses Korosi pada Baja



Korosi atau secara awam lebih dikenal dengan istilah pengkaratan merupakan fenomena kimia pada bahan-bahan logam di berbagai macam kondisi lingkungan. Penyelidikan tentang sistim elektrokimia telah banyak membantu menjelaskan mengenai korosi ini, yaitu reaksi kimia antara logam dengan zat-zat yang ada di sekitarnya atau dengan partikel-partikel lain yang ada di dalam matrik logam itu sendiri. Dari sudut pandang kimia, korosi pada dasarnya merupakan reaksi logam menjadi ion pada permukaan logam yang kontak langsung dengan lingkungan berair dan oksigen (Akhadi, 2003).
Inhibitor korosi sendiri didefinisikan sebagai suatu zat yang apabila ditambahkan dalam jumlah sedikit ke dalam lingkungan akan menurunkan serangan korosi lingkungan terhadap logam. Umumnya inhibitor korosi berasal dari senyawa-senyawa organik dan anorganik yang mengandung gugus-gugus yang memiliki pasangan elektron bebas, seperti nitrit, kromat, fospat, urea, fenilalanin, imidazolin, dan senyawa-senyawa amina. Namun demikian, pada kenyataannya bahwa bahan kimia sintesis ini merupakan bahan kimia yang berbahaya, harganya lumayan mahal, dan tidak ramah lingkungan, maka sering industri-industri kecil dan menengah jarang menggunakan inhibitor pada sistem pendingin, sistem pemipaan, dan sistem pengolahan air produksi mereka, untuk melindungi besi/baja dari serangan korosi. Untuk itu penggunaan inhibitor yang aman, mudah didapatkan, bersifat biodegradable, biaya murah, dan ramah lingkungan sangatlah diperlukan.
Salah satu alternatifnya adalah ekstrak bahan alam khususnya senyawa yang mengandung atom N, O, P, S, dan atom-atom yang memiliki pasangan elektron bebas. Unsur-unsur yang mengandung pasangan elektron bebas ini nantinya dapat berfungsi sebagai ligan yang akan membentuk senyawa kompleks dengan logam. Dari beberapa hasil penelitian seperti Fraunhofer (1996), diketahui bahwa ekstrak daun tembakau, teh dan kopi dapat efektif sebagai inhibitor pada sampel logam besi, tembaga, dan alumunium dalam medium larutan garam. Keefektifan ini diduga karena ekstrak daun tembakau, teh, dan kopi memiliki unsur nitrogen yang berfungsi sebagai pendonor elektron terhadap logam Fe2+ untuk membentuk senyawa kompleks.
Selasih merupakan tanaman setahun yang tumbuh dengan baik di daerah tropis dan subtropis di tempat yang ketinggiannya antara 1-1100 meter di atas  permukaan laut. Selasih merupakan salah satu tanaman yang belum banyak disentuh,  khususnya di Indonesia. Secara umum tanaman selasih mengandung bahan kimia seperti eugenol, metil eugenol, ocimene, geraniol, methylclavicol, methylcinnamate, annetol, dan champor. Sementara bijinya mengandung plantose dan asam lemak, seperti asam palmitat, asam oleat, asam stearat, asam linoleat (Kardinan, 2003).
Landasan Teori
Baja
Baja banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari mulai dari peralatan rumah tangga hingga alat-alat mesin berat.
Baja pada dasarnya ialah besi (Fe) dengan tambahan unsur Karbon (C) sampai dengan 1.67% (maksimal). Bila kadar unsur karbon (C) lebih dari 1.67%, maka material tersebut biasanya disebut sebagai besi cor (Cast Iron). Disamping itu, baja mengandung unsur campuran lain yang disebut paduan, misalnya Mangan (Mn), Tembaga (Cu), Silikon (Si), Belerang (S), dan Posfor  (P). Menurut Hasnan (2006) baja dapat diklasifikasi berdasarkan kandungan karbon yaitu :
1)        Baja karbon rendah (low carbon steel)
a)         Kadar karbonnya adalah 0,05 % - 0,30% .
b)        Sifatnya mudah ditempa dan mudah di mesin.
c)         Penggunaannya: kandungan karbon 0,05 % - 0,20 % banyak digunakan untuk bodi mobil, bangunan, pipa, rantai, paku, sekrup. Sedangkan kandungan baja 0,20 % - 0,30 % digunakan pada gigi persneling, baut jembatan dan palang.
2)        Baja karbon menengah (medium carbon steel)
a)         Kadar karbonnya adalah sebesar 0,3% -0.5%.
b)        Kekuatannya lebih tinggi daripada baja karbon rendah.
c)         Sifatnya sulit untuk dibengkokkan, dilas, dipotong.
d)        Penggunaannya: kandungan karbon 0,30 % - 0,40 % banyak digunakan untuk poros roda dan engkol. Kandungan karbon 0,40 % - 0,50 % digunakan pada rel, sekrup mobil, gigi roda mobil dan ketel uap. Dan kandungan karbon 0,50 % - 0,60 % digunakan untuk palu dan pengeretan. Baja ASSAB 760 ini termasuk ke dalamnya karena mengandung 0,42 – 0,50 % karbon
3)        Baja karbon tinggi (high carbon steel)
a)         Kadar karbonnya adalah 0,60 % - 1,50 %.
b)        Sifatnya sulit dibengkokkan, dilas dan dipotong.
c)         Penggunaannya: untuk palu, silinder, pisau, gergaji, pemotong, kabel, dan bor.
Proses Korosi pada Baja
Mekanismenya berdasarkan pada reaksi anoda dan katoda dalam suatu larutan elektrolit. Korosi terjadi pada anoda dengan pelepasan gas hidrogen atau pembentukan  ion  hidroksi  pada  katoda. Ion  hidroksi dapat bereaksi dengan ion logam yang dilarutkan pada anoda dan membentuk hidroksida logam kemudian oksida terhidrasi. Jika hidroksida dan oksida ini tidak  larut,  maka  akan mengendap pada permukaan logam dan mengurangi laju korosi (Kurniawan, 2009).
Secara umum mekanisme korosi dapat dijelaskan pada Gambar 1.1 Logam Fe  berhubungan  dengan oksigen di dalam udara lembab. Air dan oksigen cendrung tereduksi sedangkan besi cendrung teroksidasi, dimana pada daerah anoda lubang terbentuk karena okssidasi Fe menjadi Fe(II). Elektron yang dihasilkan mengalir melewati besi ke daerah yang terpapar O2. Pada daerah katoda O direduksi menjadi OH-. Reaksi keseluruhan didapatkan dari menyeimbangkan transfer  elektron dan menjumlahkan kedua setengah reaksi.                  
                     Anoda : Fe            Fe2+    +     2 e
                     Katoda            : O2  +  2 H2O  +  4 e         4 OH­­-
                                   2 Fe  + O2  +  2 H2O       2 Fe2+ + 4 OH-
Ion Fe2+ dapat berpindah dari anoda melalui larutan ke daerah katoda dan kemudian ia berkombinasi dengan ion OH- untuk membentuk besi (II) hidroksida, Fe(OH)2. Selanjutnya baja teroksidasi oleh O2 menuju bilangan oksidasi +3. Material yang disebut sebagai karat adalah kompleks hidrat dalam bentuk besi (II) oksida dan hidroksida dengan komposisi air bervariasi yang biasa dituliskan sebagai Fe2O3.xH2O



Berdasarkan bentuknya, korosi ini dibedakan menjadi (Widharto, 2004):
a.    Korosi Galvanik 
Merupakan proses perkaratan dua macam logam yang berbeda potensial dihubungkan dalam elektrolit yang sama. Contohnya hubungan pipa bawah tanah dengan kolom rak pipa melalui clamp (penjepit pipa).
b.    Korosi Regangan
Merupakan korosi yang terjadi pada proses produksi karena pengaruh kombinasi antara regangan tarik pada pembuatan besi yang bersifat internal yang disebabkan oleh perlakuan seperti cold forming, atau merupakan hasil sisa pengerjaan seperti pengepresan dan lain-lain.
c.    Korosi Celah
Merupakan korosi yang disebabkan oleh perbedaan konsentrasi zat asam, sehingga terbentuk celah yang berupa retakan. Celah yang terbentuk ini  terisi dengan larutan elektrolit (air dan pH-nya rendah) kondisi ini menyebabkan terbentuknya karat (korosi), akibatnya terjadi kehilangan logam dalam celah.
d.   Korosi Titik Embun
Merupakan proses korosi yang dipengaruhi oleh faktor kelembaban akibatnya korosi  titk embun menyebabkan terbentuknya rust atau kerak contohnya korosi titik embun yang menyerang struktur baja pada dinding jalur rel kereta api.
Korosi Lingkungan  Asam Klorida
Faktor penting yang mempengaruhi korosi adalah faktor lingkungan,  terutama lingkungan yang mempunyai pH rendah (lingkungan asam). Korosi lingkungan asam dapat diilustrasikan seperti kerusakan besi akibat asam, seperti asam klorida (HCl). HCl dalam bentuk gas tidak korosif, tetapi jika gas HCl bercampur dengan air maka akan menjadi senyawa yang sangat korosif, ketika besi ditaruh dalam larutan HCl, maka akan terjadi reaksi dimana gas hidrogen akan terbentuk dan besi akan terlarut, membentuk larutan besi klorida. Persamaan reaksinya adalah :
                         Fe(s)   + 2HCl(aq)                FeCl2(aq) +  H2(g)
Peristiwa korosi di atas dapat dilihat pada Gambar 1.2 (Henki W .et.al, 2002). Reaksi anoda diindikasikan dengan naiknya bilangan oksidasi dan terjadinya produksi elektron. Reaksi katoda diindikasikan dengan terjadinya pertambahan elektron sehingga menyebabkan penurunan bilangan oksidasi. Hal ini merupakan prinsip utama korosi yaitu ketika suatu logam mengalami korosi maka laju oksidasi akan sama dengan laju reduksi.

Pengendalian Korosi dengan Penggunaan Inhibitor
Peristiwa korosi pada logam merupakan fenomena yang tidak dapat dihindari, namun dapat dihambat maupun dikendalikan untuk mengurangi kerugian dan mencegah dampak negatif yang diakibatkannya. Salah satu cara pengendalian korosi adalah dengan menggunakan inhibitor.
Secara umum suatu inhibitor adalah suatu zat kimia yang dapat menghambat atau memperlambat suatu reaksi kimia. Sedangkan inhibitor korosi adalah suatu zat kimia yang bila ditambahkan kedalam suatu lingkungan, dapat menurunkan laju penyerangan korosi lingkungan itu terhadap suatu logam. (Dalimunte, 2005).
Penggunaan inhibitor korosi merupakan cara yang paling efektif, karena dalam penggunaannya memerlukan biaya yang relatif murah dan prosesnya sederhana (Ilim et.al, 2008). Inhibitor korosi umumnya berasal dari senyawa-senyawa organik dan anorganik yang mengandung gugus pasangan elektron bebas, seperti nitrit, kromat, fosfat, urea, fenilalanin, imidazolin dan senyawa-senyawa amina. Namun, pada kenyataannya bahan kimia sintetis ini merupakan bahan kimia berbahaya, harganya mahal, dan tidak ramah lingkungan. Untuk itu dicari penggunaan inhibitor yang aman, mudah didapat, bersifat biodegradable, biaya murah dan ramah lingkungan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ekstrak bahan alam mempunyai efisiensi yang tinggi dalam proses penurunan laju korosi logam.

Tidak ada komentar:

Google Ads